Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MANAJEMEN KONSERVASI PERAIRAN

EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI PARADISO

KECAMATAN KELAPA LIMA, KOTA KUPANG

OLEH :

STANIUSLAUS ARJON

71118011

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA

KUPANG

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan mangrove di pantai paradiso adalah salah satu area di NTT dengan luas 17,58

Ha. Hutan mangrove di Pantai Paradiso berada dekat dengan pemukiman penduduk dan

menjadi bagian dalam kebudayaan hidup masyarakat setempat. Hutan mangrove di pantai

Paradiso tempatntya tidak jauh dari kotayaitu terletak dikelurahan oesapa, kecamatan

kelapa lima.

Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut,sehingga

hutan mangrove dinamakan juga hutan pasang. Hutan mangrove dapat tumbuh pada

pantai karang, yaitu pada karang koral mati yang di atasnya ditumbuhi selapis tipis pasir

atau ditumbuhi lumpur atau pantai berlumpur. Hutan mangrove terdapat didaerah pantai

yang terus menerus atau berurutan terendam dalam air laut dan dipengaruhi pasang surut,

tanahnya terdiri atas lumpur dan pasir. Secara harafiah, luasan hutan mangrove ini hanya

sekitar 3% dari luas seluruh kawasan hutan dan 25% dari seluruh hutan mangrove didunia

(Saparinto, 2007).

Hutan mangrove merupakan komonitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh

beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah

pasang surut pantai berlumpur. Komonitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah

intertidal dan subtidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang

besar dan arus pasang surut yang kuat. Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di

pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria,delta dan daerah pantai yang terlindung.

(Kenish,1990).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh

spesies pohon mangrove seperti: bakau, api-api, tanjung dan bogem, sehingga

bermanfaat bagi biota laut yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang

surut pantai berlumpur. Dampak berkurangnya hutan mangrove akibat karena aktifitas

manusia (faktor antropogenik) yaitu berupa kegiatan tebang habis pada ekosistem hutan

mangrove mengakibatkan berubahnya komposisi tumbuhan mangrove.

Hal ini berakibat hutan mangrove tidak dapat lagi berfungsi sebagai daerah mencari

makan dan pengasuhan bagi biota laut. Hutan mangrove yang berfungsi sebagai daerah

asuhan (Nursery ground), daerah mencari makan (Feeding ground) dan daerah pemijahan

(Spawning ground) maupun bermacam-macam jenis biota laut menjadi terganggu

(Gunarto, 2004; Harahap, 2009).

Konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak yang dapat mengancam regenarasi

biota-biota laut termasuk stok ikan dan udang di perairan lepas pantai. Hal ini akan

membuat berkurangnya penghasilan nelayan yang bergantung pada banyak sedikitnya

ikan, kepiting dan lain-lain yang merupakan hasil tangkapan mereka dari laut (Bengen,

2002). Dilihat dari segi ekosistem perairan, hutan mangrove dikenal sebagai tempat

asuhan (Nursery ground) berbagai jenis hewan akuatik seperti ikan , udang, kepiting dan

kerang-kerangan fungsi lain hutan mangrove melindungi garis pantai dari erosi, dapat

menahan pengaruh gelombang serta dapat pula menahan lumpur, sehingga mangrove bisa

semakin luas tumbuh keluar mempercepat terbentuknya tanah timbul. Secara garis besar,

mangrove mempunyai beberapa keterkaitan dalam kebutuhan manusia sebagai penyedia

bahan pangan, papan, dan kesehatan sehingga lingkungan dibedakan menjadi lima yaitu:

Fungsi fisik,fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi dan fungsi lain (Dixon, 2001).

Tomlinson (1986), kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh

pada daerah intertidal. Daerah intertidal adalah wilayah di bawah pengaruh pasang surut
sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan river banks. Mangrove

merupakan ekosistem yang spesifik pada umumnya hanya dijumpai pada pantai yang

berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari ombak, disepanjang delta dan estuaria

yang dipengaruhi oleh masukan air dan lumpur dari daratan. Mangrove merupakan tipe

vegetasi yang terdapat didaerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi air laut

atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut, daerah pantai dengan kondisi tanah

berlumpur, berpasir atau lumpur pasir, hutan mangrove tersebut merupakan tipe hutan

yang khas, untuk daerah pantai yang berlumpur dan airnya tenang (Eko, 2011).

Mangrove mempunyai sejumlah bentuk khusus yang memungkinkan untuk hidup

diperairan yang dangkal yaitu berakar pendek, menyebar luas dengan akarpenyangga,

atau ujung akarnya yang khusus tumbuh dari batang atau dahan. Hutan mangrove adalah

kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh disepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis

yang memiliki fungsi istimewa disuatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk

lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob (Kathiresan, 2010).

Vegetasi mangrove termasuk ekosistem pantai atau komunitas dangkal yang sangat

menarik, yang terdapat pada perairan tropik atau subtropik. Vegetasi mangrove

merupakan ekosistem yang lebih spesifik, jika dibandingkan dengan ekosistem lainnya

karena mempunyai vegetasi yang agak seragam, serta mempunyai tajuk yang rata, tidak

mempunyai lapisan tajuk dengan bentuk yang khas (Bengen, 2002). Hutan mangrove

adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama pada pantai yang

terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas genangan pada saat

surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem

mangrove merupakan suatu ekosistem yang terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan)

yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya didalam suatu habitat mangrove (Sofian,

ea.al. 2012).
1.2 Rumusan Masalah

2. Bagaimna kerusakan ekositem hutan mangrove di Pantai Paradiso Kecamatan

Kelapa Lima, Kota Kupang ?

3. Faktor – faktor apa saja yang mengakibatkan kerusakan ekositem hutan mangrove

di Pantai Paradiso Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.

1.3 Tujuan

2. Untuk mengetahui kerusakan ekosistem hutan mangrove di Pantai Paradiso

Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan kerusakan

ekosistem di Pantai Paradiso Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.

1.4 Manfaat

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dan massyarakat

dalam menentukan kebijakan pembangunan khususnya dalam sektor perikanan, pantai

dan dapat memberikan pengertian tentang peranan hutan mangrove serta dapat

sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove

2.1.1 Ekosistem Hutan Mangrove

Mangrove atau hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub

tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Mangrove juga didefinisikan

sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang

terlindung (Saenger, 1983). Hutan bakau (mangrove) adalah sebutan umum yang digunakan

untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa

spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh di

perairan asin (Nybakken, 1992).

Komunitas vegetasi pantai tropis pada kawasan hutan mangrove didominasi oleh

beberapa spesies pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

pantai berlumpur. Bengen (1999) mengatakan bahwa hutan mangrove banyak ditemukan di

pantai-pantai teluk dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung. Sedangkan

Mulyana (1999) mengemukakan bahwa wilayah pesisir mendukung berbagai sumberdaya di

dalamnya, seperti lahan pasang surut, hutan mangrove, estuaria, laguna, padang lamun,
terumbu karang serta perairan dangkal yang menghasilkan sebagian besar (sekitar 80 %)

produksi perikanan dunia.

Romimohtarto (2001) menyatakan bahwa ekosistem hutan mangrove Indonesia

memiliki biodiversitas yang tinggi di dunia dengan jumlah total kurang dari 89 spesies, yang

terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies liana, 9 spesies perdu, 29 spesies epifit dan 2 spesies

parasit. Vegetasi mangrove yang umum dijumpai di wilayah pesisir Indonesia, antara lain :

(a) Api-api (Avicennia), Nyrih (Xylocarpus), Bakau (Rhizophora), Pedada (Sonneratia),

Tanjang (Brugueira), Tengar (Ceriops) dan Buta-buta (Exoecaria).

Bengen (1999) mengatakan bahwa faktor-faktor lingkungan seperti jenis tanah,

genangan pasang surut dan salinitas akan menentukan komposisi jenis tumbuhan penyusun

vegetasi mangrove. Menurut Berwick (1983), ada beberapa parameter lingkungan yang

sangat berpengaruh pada tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan vegetasi

mangrove, yaitu :

(a) pasokan air tawar dan kadar garam

(b) stabilitas substrat dan

(c) pasokan nutrien.

Karakteristik habitat mangrove menurut Bengen (2000), adalah :

1. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.

2.Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur berlem pung atau

berpasir.

3. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya

tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi

hutan mangrove.

4. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.

5. Air bersalinitas payau (2–22 permil) hingga asin mencapai 38 permil.


6. Ditemukan banyak di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai

yang terlindung.

2.1.2 Fungsi Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove sebagai sumberdaya alam wilayah pesisir di daerah tropis

memiliki pengaruh yang sangat besar pada aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek ekologi.

Pengaruhnya terhadap kehidupan dapat dilihat dari keanekaragaman hayati, baik yang hidup

diperairan serta ketergantungan manusia secara langsung terhadap ekosistem tersebut

(Naamin, 1991). Sugiarto dan Ekayanto (1996) mengatakan bahwa fungsi hutan mangrove

antara lain adalah :

a. Sebagai pelindung pantai dari gempuran ombak, arus dan angin

b. Daerah asuhan (Nursery grounds) daerah mencari makanan (feeding grounds) dan daerah

pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.

c. Sebagai penghasil bahan organik yang sangat produktif

d. Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku

kertas (pulp).

e. Peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan

penangkap sedimen.

Harahap dan Subhilhar (1998) mengatakan bahwa sedikitnya ada tiga fungsi

hutan mangrove bagi kehidupan, yaitu :

1. Fungsi Fisik Hutan Mangrove :

a. Menyerap gas CO2 melalui proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan

b. Mencegah intrusi air laut kedaratan yang dapat merusak areal pertanianan dan persediaan

air tanah
c. Melindungi pantai dari penggerusan ombak

d. Menyaring dan menguraikan bahan-bahan organik

2. Fungsi Biologi Hutan Mangrove :

a. Sumber makanan bagi hewan-hewan seperti zooplankton, ikan, udang, kepiting dan

lainnya

b. Tempat berpijah berbagai jenis biota laut; dan habitat alami berbagai jenis hewan seperti

burung, ular dan lainnya

3. Fungsi Ekonomi Hutan Mangrove :

a. Dapat dijadikan kosmetik pada spesies tertentu dan buahnya dapat diolah sebagai bahan

makanan

b.Tempat pembudidayaan udang dan ikan, tempat pembuatan garam dan sebagai tempat

rekreasi

Pemanfaatan hutan mangrove menurut Perrine (1979) dikelompokan menjadi

pemanfaatan secara langsung dan pemanfaatan secara tidak langsung. Nilai pemanfaatan

secara langsung antara lain yaitu berbagai organisme akuatik yang memilih hutan mangrove

sebagai tempat habitatnya. Daun-daun yang berjatuhan sebagai leaf litter karena

berakumulasi dengan sedimen akan diurai oleh mikro organisme menjadi energi yang

dimanfaatkan oleh sejumlah spesies, seperti berbagai jenis udang, kepiting, ikan, tiram,

reptilia dan juga mamalia. Nilai

pemanfaatan secara tidak langsung dari ekosistem mangrove yaitu dalam bentuk fungsi-

fungsi ekologi yang cukup penting, seperti pengendali terhadap erosi pantai, stabilisasi

sedimen, perlindungan bagi terumbu karang dan lahan diwilayah pantai, suplai detritus dan
bahan hara untuk perairan pantai didekatnya, pemeliharaan larva dan perkembangbiakan

ikan, crustacea serta kehidupan liar (wildlives) yang bernilai ekonomi (Bengen, 1999).

2.1.3 Tipe Komunitas Mangrove

Specht (1970) mengklasifikasikan komunitas mangrove berdasarkan atas (1) tinggi

dan bentuk kehidupan dari strata yang tinggi (meliputi perkiraan biomassa) dan (2) Proyeksi

penutupan daun dari strata yang paling tinggi Selain pengklasifikasian di atas, Sumitro (1993)

membagi komunitas mangrove Indonesia berdasarkan komposisi flora serta struktur

penampakan umum hutan. Komunitas mangrove Indonesia tersebut adalah :

1. Komunitas Semak

Komunitas semak dibentuk oleh jenis-jenis pionir dan terdapat di tepi-tepi laut yang

berlumpur lunak. Floranya didominasi oleh Avicennia marina, A. alba dan Sonneratia

caseolaris. Semai Ceriops tagal mampu pula tumbuh pada komunitas ini namun terdapat

pada tempat transisi pasang rendah dan pasang tinggi. Kadang-kadang komunitas ini

bercampur dengan tumbuhan non mangrove seperti Pandanus spp, Glochidion littorale,

Ficus retusa, Phragmites karka.

2. Komunitas Mangrove Muda

Komunitas ini mempunyai satu lapis tajuk hutan yang seragam tingginya dan tersusun

terutama oleh Rhizophora spp. Pada tempat yang terlindung dari hempasan ombak kuat,

Rhizophora spp. berperan pula sebagai pionir. Jenis-jenis lain akan berkembang pula seperti

kolonisasi jenis Avicennia dan Sonneratia pada habitat yang tidak baik untuk pertumbuhan

Rhizophora. Salah satu jenis tersebut adalah Avicennia alba, mampu bertahan terus dan dapat

tumbuh hingga mencapai tinggi melampaui tajuk Rhizophora. Pada tingkat perkembangan

lebih lanjut, terjadi percampuran antara jenis-jenis Rhizophora dan beberapa jenis mangrove

lainnya seperti Bruguiera, Xylocarpus dan di bagian yang jauh dari tepi laut bercampur

dengan Excoecariaagallocha.
3. Komunitas Mangrove Tua

Tipe ini merupakan komunitas mangrove yang sudah mencapai perkembangannya

(klimaks). Komunitas mangrove tua sering didominasi jenis-jenis Rhizophora dan Bruguiera

yang pohonnya besar dan tinggi. Rhizophora mucronata dan R. apiculata mendominasi

habitat lumpur lunak. Pada keadaan klimaks ini keseimbangan telah tercapai, tetapi tidak

stabil. Pohon-pohon mangrove penyusun tipe komunitas ini dapat mencapai diameter 50 cm.

4. Komunitas Nipah

Pada komunitas ini tumbuhan nipah (Nypa fructican) tumbuh melimpah dan

merupakan jenis utama, bahkan sering pula nipah berkembang menjadi komunitas murni

yang luas. Dalam komunitas nipah beberapa jenis pohon mangrove tumbuh tersebar tidak

merata seperti Lumnitzera spp., Excoecaria agallocha, Heritiera littoralis, Intsia bijuga,

Cerbera manghas.

2.1.4 Zonasi Komunitas Mangrove

Komunitas mangrove hidup di lingkungan yang rawan (stressed ecosystem).

Kerawanan lingkungan tersebut menurut Logo (1990) antara lain adalah :

a. Salinitas tanah tinggi, sehingga memerlukan suplai air tawar yang banyak

b. Arus pasang surut, menyebabkan banyak terkumpulnya sampah dan bahan organik

c. Melintasi daratan, runn off, badai pasang, dan gelombang yang menyebabkan siltasi

dan erosi

Semua faktor tersebut memberikan pengaruh terhadap organisme yang hidup di

vegetasi mangrove mangrove. Organisme yang tahan terhadap faktor-faktor tersebut akan

survive, sedangkan yang tidak tahan akan mati. Berdasarkan ketahanannya terhadap

genangan pasang air laut, Supriharyono (2000) mengelompokan tumbuhan mangrove

menjadi lima yaitu:


a. Spesies tumbuhan yang selamanya tumbuh di daerah genangan pasang-naik yang tinggi

pada umumnya tidak semua spasies dapat hidup pada kondisi ini, kecuali Rhizophora

mucronata.

b. Spesies tumbuhan yang tumbuh didaerah genangan pasang-naik medium; Adalah genera

Avicennia, yaitu A. alba, A. marina, A. intermedia, dan Sonneratia serta Rhizophora

mucronata, yang tumbuh di tepi sungai.

c. Spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah genangan pasang-naik dengan tinggi pasang

normal; umumnya mangrove dapat hidup di daerah ini, namun yang paling dominanadalah

spesies Rhizopora mucronata.

d. Spesies tumbuhan yang hanya tumbuh di daerah genangan pasang-naik yang tinggi (spring

tide) dan cocok untuk spesies Bruguiera gymnorhiza


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 10-15 0kt0ber 2022.penelitian ini berlokasi di pantai

Paradiso kecamatan Kelapa Lima,Kota kupang.

3.2 Jenis Penelitian

Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan informasi tentang keadan-keadaan

nyata pada waktu sekarang ataupun yang sekarang berlangsung secara lebih jelas

3.3 Teknik Pengambilan Data

1. Observasi

2. Dokumentasi

3. Studi pustaka

4. Wawancara

3.4 Analisis struktur komunitas hutan mangrove

Perhitungan untuk mendapatkan indeks nilai penting digunakan dengan rumus – rumus

sebagai berikut :

Densitas (kecepatan) jenis A= jumlah individu jenis A ₓ 100%


Jumlah individu tiap jenis

Anda mungkin juga menyukai