Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Ekosistem mangrove termasuk ekosistem pantai atau komunitas bahari


dangkal yang lebih spesifik jika dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang
terdapat pada perairan tropik dan subtropik. Selain memiliki fungsi ekologis sebagai
penyedia nutrient bagi biota perairan, tempat pemijahan, daerah asuhan bagi berbagai
biota perairan, penahan abrasi, mangrove juga memiliki fungsi ekonomis penting
seperti penyedia kayu, ekowisata, dan bahan pembuatan obat - obatan (Burhanuddin,
2011).
Dalam pendapat yang sama, Nirwasita (2011) mengatakan bahwa hutan
mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir yang sangat potensial bagi
kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi,sosial dan lingkungan hidup namun
sudah semakin kritis katersediaannya.kondisi kritis tersebut menyebabkan kerusakan-
kerusakan pada ekosistem mangrove yang berakibat pada pengurangan luasan
ekosistem mangrove. Kusmana (dalam Suhaima,2010) menyatakan bahwa kerusakan
ekosistem mangrove terjadi karena pengaruh yaitu faktor alam dan faktor manusia.
Faktor alam,kerusakan tersebut dapat terjadi melalui pengaruh sedimentasi maupun
kenaikan permukaan air laut.sedangkan faktor manusia,kerusakan yang terjadi
merupakan akibat perilaku manusia itu sendiri seperti eksploitasi hutan mangrove
yang tidak terkendali dan pencermaran diperairan estuaria tempat tumbuhnya
mangrove.
Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, dan merupakan
komunitas yang hidup di dalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai,
hutan payau atau hutan bakau. Pengertian mangrove sebagai hutan bakau adalah
pohon-pohon yang tumbuh di daerah pantai (pesisir), baik daerah yang dipengaruhi
pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi oleh ekosistem
pesisir. Sedangkan pengertian mangrove sebagai hutan payau atau hutan bakau adalah
pohon-pohon yang tumbuh di daerah payau pada tanah alluvial atau pertemuan air
laut dan air tawar di sekitar muara sungai (Harahab, 2010).
Vegetasi mangrove mempunyai arti yang sangat penting bagi berbagai jenis
biota yang hidup di kawasan mangrove maupun di perairan sekitarnya, salah satu
hewan makrobenthos yang berasosiasi dengan mangrove adalah krustasea. Secara
ekologis, daerah mangrove memiliki produktifitas yang tinggi untuk mendukung
lingkungan di sekitarnya karena kaya akan nutrien serta memiliki temperatur, cahaya,
pH, oksigen, dan salinitas yang optimum serta kondisi perairan yang tenang sehingga
menjadikannya sebagai habitat yang cocok untuk krustasea (Hogart, 1999).
Pada ekosistem mangrove terdapat fauna yang merupakan perpaduan
antara fauna ekosistem terestrial, peralihan dan perairan. Fauna terestrial kebanyakan
hidup di pohon mangrove sedangkan fauna peralihan hidupnya menempati daerah

1
dengan substrat yang keras (tanah) atau akar mangrove maupun pada substrat yang
lunak (lumpur). Fauna ini antara lain adalah jenis kepiting mangrove, kerang -
kerangan dan golongan invertebrata lainnya. Fauna perairan berada dalam kolom air
laut seperti macam-macam ikan dan udang. Hutan mangrove ini vegetasinya
didominasi oleh jenis Avicennia sp. Dari data yang diperoleh bahwa kawasan hutan
lindung tersebut dihinggapi aneka fauna langka dan endemik seperti burung bangau
hitam dan putih, belibis, biawak raksasa, burung mandar, termasuk burung pelikan
Australia (Pelecanus conspicillatus) yang bermigrasi (singgah) di kawasan hutan
mangrove (Kustanti, 2011).
Mengingat pentingnya keberadaan ekosistem mangrove untuk mempertahan fungsi
ekologis suatu kawasan, maka perlu dilakukan upaya untuk mempertahankan fungsi ekologis
penting mangrove sebagai pengendali kerusakan lingkungan di kawasan pesisir. Terkait
dengan upaya tersebut, upaya mengatasi laju kerusakan lingkungan pesisir, berupa abrasi dan
intrusi air laut dengan pendekatakan ekosistem merupakan salah satu aspek keseimbangan
yang harus dicapai dan dipertahankan keberlanjutannya.
Sebagai suatu sistem yang utuh, wilayah pesisir memiliki dinamika yang khas yang
semestinya menjadi pertimbangan dalam pemanfaatannya. Dalam konteks ekologi wilayah
pesisir akan berakibat pada tidak mulusnya roda dinamika komponen sistem yang lain yang
ada dalam wilayah pesisir, termasuk dinamika pemanfaatannya (Abrahamsz et al, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakan kawasan yang disebut dengan kawasan lindung pada ekosistem


mangrove?
2. Apakah deskripsi dari endemisitas ?
3. Jenis Flora endemik apa saja yang terdapat pada daerah Ekosistem Mangrove?
4. Jenis Fauna endemik apa saja yang terdapat pada daerah Ekosistem Mangrove?
5. Bagaimanakan upaya pemulihan ekosistem mangrove?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui kawasan lindung mangrove


2. Megetahui deskripsi dari endemisitas
3. Mengetahui Jenis fauna endemik yang terdapat pada daerah Ekosistem Mangrove
4. Mengetahui Jenis flora endemik yang terdapat pada daerah Ekosistem Mangrove

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem unik yang tumbuh pada daerah peralihan
laut dan darat di atas substrat lumpur. Kondisi tersebut telah menempatkan ekosistem ini
menjadi sangat penting dalam peran ganda melalui aspek ekologis, sosial ekonomi dan fisik
perlindungan daerah pesisir. Dalam aspek fisik, mangrove berfungsi sebagai zona penyangga
(buffer zone) dari intrusi air laut, melindungi pantai dari erosi, gelombang badai/tsunami dan
angin topan serta mendukung pertumbuhan daratan pantai (Dahuri et al., 1996 dalam
Thaha et al, 2003). Salah satu spesies mangrove jenis pohon yang paling banyak terdapat di
Indonesia adalah jenis bakau (rhizopora sp.). dengan bentuk dan keunikan akarnya rumpun
bakau dikenal cukup efektif meredam energi gelombang.
Luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan sekitar 4,25 juta ha atau 3,98% dari
seluruh luas hutan Indonesia (Nontji, 1987 dalam Gunawan, 1998). Berdasarkan data tahun
1999, luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 8,60 juta hektar dan 5,30 juta
hektar diantaranya dalam kondisi rusak (Direktorat Jendeeral Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial 2001). Kerusakan tersebut disebabkan oleh konversi mangrove yang
sangat intensif pada tahun 1990-an menjadi pertambahan terutama di Jawa, Sumatera,
Kalimantan dan Sulawesi dalam rangka memacu ekspor komoditas perikanan (Gunarto,
2004).
Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, dan merupakan komunitas
yang hidup di dalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau atau hutan bakau.
Pengertian mangrove sebagai hutan bakau adalah pohon-pohon yang tumbuh di daerah pantai
(pesisir), baik daerah yang dipengaruhi pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai
yang dipengaruhi oleh ekosistem pesisir. Sedangkan pengertian mangrove sebagai hutan
payau atau hutan bakau adalah pohon-pohon yang tumbuh di daerah payau pada tanah
alluvial atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai (Harahab, 2010).
Vegetasi mangrove mempunyai arti yang sangat penting bagi berbagai jenis biota
yang hidup di kawasan mangrove maupun di perairan sekitarnya, salah satu hewan
makrobenthos yang berasosiasi dengan mangrove adalah krustasea. Secara ekologis, daerah
mangrove memiliki produktifitas yang tinggi untuk mendukung lingkungan di sekitarnya
karena kaya akan nutrien serta memiliki temperatur, cahaya, pH, oksigen, dan salinitas yang
optimum serta kondisi perairan yang tenang sehingga menjadikannya sebagai habitat yang
cocok untuk krustasea (Hogart, 1999).
Tumbuhan mangrove memiliki daya adaptasi yang khas untuk dapat terus hidup di
peraian laut yang dangkal. Daya adaptasi mangrove dilihat dari perakaran yang pendek dan
melebar luas dengan akar penyangga atau tudung akar yang tumbuh dari batang dan dahan
sehingga struktur batang menjadi kokoh, berdaun padat dan mengandung banyak air sebagai
ciri khas mempunyai jaringan internal yang menyimpan air dan konsentrasi garam yang
tinggi.

3
Gambar 1. Diagram ilustrasi penyebaran fauna di habitat bakau Rhizopora sp. (Irwanto,
2006)

Hutan mangrove sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung
hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan mangrove merupakan
tempat mendaratnya ribuan burung pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka
Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).

II.2 Kawasan lindung mangrove

Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama


melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya
buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berlanjutan.
Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi
lingkungan hidup Kawasan Pantai berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang
merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan
kepada perikehidupan pantai dan lautan. Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan
bakau dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau
dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut disamping sebagai pelindung pantai dan
pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya di belakangnya

4
Sasaran pengelolaan kawasan lindung adalah

1. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta
nilai sejarah dan budaya bangsa,

2. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem, dan keunikan


alam.

Kriteria Umum Penetapan Kawasan Hutan Mangrove Sebagai Kawasan Lindung

• Kondisi fisik areal hutan

 Ukuran relatif pulau dimana mangrove tumbuh

 Luas areal hutan

 Kondisi tanah

• Keunikan, kelangkaan, keterwakilan dan kekhasan, baik pada level ekosistem maupun
pada level sumber daya (jenis flora/fauna).

• Kerawanan fungsi lindung terhadap lingkungan

• Ketergantungan penduduk lokal terhadap hutan

• Stok tegakan beserta regenerasinya dan hasil hutan bukan kayu, baik yang sudah ada
peluang pasarnya maupun yang belum ada peluang pasarnya.

Penetapan suatu kawasan hutan mangrove menjadi kawasan lindung dipandang perlu untuk
dilindungi dan dilestarikan,

misalnya:

• Mangrove yang tumbuh di tanah berkoral atau tanah pasir podsol atau tanah gambut

• Mangrove yang tumbuh pada kawasan pesisir yang arus air lautnya deras

• Mangrove tempat bertelur penyu atau tempat berkembang biak/mencari


makan/memijah jenis ikan yang langka/hampir punah/endemic Kawasan lainnya yang
dipandang perlu untuk dilindungi dan dilestarikan

Bentuk Pengelolaan Ekosistem Mangrove

 Pengusahaan hutan mangrove yang kegiatannya dapat dikendalikan dengan penerapan


sistem silvikultur dan pengaturan kontrak (pemberian konsensi).
 Perlindungan dan pelestarian hutan mangrove yang dilakukan dengan cara menunjuk,
menetapkan dan mengukuhkan hutan mangrove menjadi hutan lindung,
 Rehabilitasi kawasan mangrove yang rusak sesuai dengan tujuan pengelolaannya
dengan pendekatan pelaksanaan dan penggunaan iptek yang tepat guna.

5
Contoh kawasan lindung mangrove di Indonesia

• Pulau Jawa telah kehilangan sekitar 90% mangrovenya dan hanya sedikit dari areal
mangrove yang tersisa masuk kedalam kawasan lindung. Kawasan lindung mangrove
yang terluas di Jawa mungkin di Pulau Panaitan, Jawa Barat (1.700 ha). Sekitar 1.000
hektar mangrove terdapat di bagian utara pantai Taman Nasional Ujung Kulon Areal
mangrove terluas yang ada di Jawa saat ini adalah di Segara Anakan, Cilacap yaitu
8.957 hektar.

• Areal mangrove di Nusa Tenggara telah masuk ke dalam kawasan lindung dengan
adanya 3.000 hektar mangrove di TN. Komodo dan SM Pulau Menipo. Sekitar 14.000
hektar mangrove telah dikukuhkan di Maluku yaitu di TN Manusela, Seram (3.000
hektar), CA. Yamdena, Tanimbar (10.000 hektar), dan SM. Pulau Baun, Kepulauan
Aru (1.000 hektar). Luas tersebut nampaknya sudah cukup mewakili, meskipun
sebenarnya untuk kepentingan konservasi keanekaragaman hayati akan lebih baik jika
areal mangrove di Kei dan Kepulauan Aru juga dilindungi.

II.3 Pengertian Endemisitas


Endemisitas dalam ekologi adalah gejala yang dialami oleh organisme untuk menjadi
unik pada suatu lokasi geografi tertentu, seperti pulau, lungkang (niche), negara, atau zona
ekologi tertentu. Untuk dapat dikatakan endemik suatu orgaisme harus ditemukan hanya di
suatu tempat dan tidak ditemukan di tempat lain.

II.4 Fauna di Habitat Mangrove


Komunitas hutan mangrove membentuk percampuran antara 2 (dua) kelompok.
1. Kelompok fauna daratan membentuk/terestrial yang umumnya menempati bagian atas
pohon mangrove, terdiri atas : insecta, ular, primata dan aves. Kelompok ini sifat
adaptasi khusus untuk hidup didalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan
sebagian besar hidupnya diluar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi
meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air
surut.
2. Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu :
a. Hidup di kolam air, terutama berbagai jenis ikan dan udang.
b. Menempati substrat baik keras (akar dan batang mangrove) maupun lunak (lumpur)
terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya.

Fauna yang berada di ekosistem mangrove terdiri atas fauna daratan dan fauna laut
(Macnae, 1968).
1. Fauna Daratan
Umumnya fauna darat hanya menggunakan ekosistem mangrove sebagai tempat
mencari makan dan atau perlindungan. Di Indonesia dikenal hanya satu jenis fauna darat
yang seluruh siklus hidupnya bergantung pada habitat mangrove, yaitu bekantan (Nasalis
larvatus) yang penyebarannya terbatas di Kalimantan.

6
a) Burung
Beberapa jenis burung yang berasosiasi dengan mangrove adalah
Phalacrocorax carbo, P. melanogaster, P. niger, Anhinga anhinga, Egretta spp.,
Halcyon chloris, dan lain-lain.

b) Amphibi dan Reptilia


Jenis-jenis fauna amphibi yang sering ditemukan di mangrove adalah Rana
cancrivora dan Rana limnocharis. Sedangkan jenis-jenis Reptilia yang sering dijumpai
adalah Crocodilus porosus, Varanus salvator, Trimeresurus wagleri, T.
purpureomaculatus, Boiga. dendrophila, Fordonia leucojbalia, Bitia hydroides,
Cerberus rhynchops, dan lain-lain.

c) Mamalia
Beberapa jenis mamalia yang dijumpai di mangrove adalah Nasalis larvatus,
Presbytis cristatus, Cercoppithecus mitis, Macaca irus, Sus scrofa, Kerpestes spp., dan
lain-lain.

d) Serangga
Banyak jenis serangga yang menghuni habitat mangrove, yang mana umumnya
didominasi oleh nyamuk. Jenis-jenis serangga tersebut adalah semut, Aedes
pembaensis, Anopheles spp., Culicoides spp., dan lain-lain.

2. Fauna Laut
Fauna laut merupakan elemen utama dari fauna ekosistem mangrove. Fauna laut
di mangrove terdiri atas dua komponen, yaitu infauna yang hidup di lobang-lobang di
dalam tanah, dan epifauna yang bersifat mengembara di permukaan tanah. Fauna laut di
ekosistem mangrove memperlihatkan dua pola penyebaran, yaitu:

a) Fauna yang menyebar secara vertikal (hidup di batang, cabang dan ranting, dan daun
pohon) yakni berbagai jenis Moluska, terutama keong-keongan, misalnya Littorina
scrabra, L. melanostoma, L. undulata, Cerithidea spp., Nerita birmanica,
Chthalmus witthersii, Murex adustus, Balanus amphitrite, Crassostraea cuculata,
Nannosesarma minuta, dan Clibanarius longitarsus; dan
b) Fauna yang menyebar secara horisortal (hidup di atas atau di dalam substratum) yang
menempati berbagai tipe habitat sebagai berikut:

a. Mintakat pedalaman (Birgus latro, Cardisoma carnifex. Thalassina anomala,


Sesarma spp., Uca lactea, U. Bellator dan lain-lain)
b. Hutan Bruguiera dan semak Ceriops (Sarmatium spp., Helice spp., Ilyoggrapsus
spp., Sesarma spp., Metopograpsus frontalis, M. thukuhar, M. messor,
Cleistosma spp., Tylodiplax spp., Ilyoplax spp., Thalassina anomala,
Macrophthalmus depressum, Paracleistostoma depressum, Utica spp.,
Telescopiu telescopiu, Uca spp., Cerithidea spp., dan lain-lain)
c. Hutan Rhizophora (Metopograpsus latifrons, "Alpeid prawn', Macrophthalmus
spp., Telescopium telescopium, dan lain-lain)
d. Mintakat pinggir pantai dan saluran (Scartelaos viridus, Macrophthalmus
latreillei, Boleophthalmus chrysospilos, Tachypleus gigas, Cerberus
rhysospilos, Tacchypleus gigas, Cerberus rhynchops, Syncera brevicula,
Telescopium telescopi-um, Epixanthus dentatus, Eurycarcinus integrifrons,
Heteropanope eucratoides, dan lain-lain).

7
Habitat mangrove adalah sumber produktivitas yang bisa dimanfaatkan baik
dalam hal produktivitas perikanan dan kehutanan ataupun secara umum merupakan
sumber alam yang kaya sebagai ekosistem tempat bermukimnya berbagai flora dan
fauna. Mulai dari perkembangan mikro organisme seperti bakteri dan jamur yang
memproduksi detritus yang dapat dimakan larva ikan dan hewan-hewan laut kecil
lainnya.
Berbagai hewan seperti, reptil, hewan amphibia, mamalia, datang dan hidup
walaupun tidak seluruh waktu hidupnya dihabiskan di habitat mangrove. Berbagai
jenis ikan, ular, serangga dan lain-lain seperti burung dan jenis hewan mamalia dapat
bermukim di sini. Sebagai sifat alam yang beraneka ragam maka berbeda tempat atau
lokasi habitat mangrovenya maka akan berbeda pula jenis dan keragaman flora
maupun fauna yang hidup di lokasi tersebut.
Fauna laut didominasi oleh Phylum Mollusca (didominasi oleh Class Bivalvia
dan Gastropoda) dan Class Crustacea (didominasi oleh Brachyura). Berdasarkan
habitatnya, fauna laut di mangrove terdiri atas dua tipe yaitu : Infauna yang hidup di
kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang, dan epifauna yang menempati
subtrat yang keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun yang lunak (lumpur),
terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya. Fauna laut di
ekosistem mangrove fauna yang menyebar secara vertikal (hidup di akar, batang,
cabang dan ranting, dan daun pohon) yakni berbagai jenis Mollusca, terutama keong-
keongan, misalnya Littorina scrabra, Littorina melanostoma, Littorina undulata,
Cerithidea spp., Nerita birmanica, Chthalmus witthersii, Murex adustus, Balanus
amphitrite, Crassostraea cuculata, Nannosesarma minuta, dan Clibanarius
longitarsus (Saru, 2013).
Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai dihabitat mangrove antara lain dari
jenis serangga misalnya semut (Oecophylla sp), ngengat (Attacus so), kutu
(Dysdercus sp), jenis crustacea seperti lobster lumpur (Thalassina sp) jenis laba-laba
(Argipe sp) Nephila spp, Cryptophora spp, jenis ikan seperti ikan blodok
(Periopthalmodon sp) ikan sumpit (Toxotes sp) jenis reptil seperti kadal (Varanus sp)
ular pohon (Chrysopelea sp) ular air (Cerberus sp) golongan primata (Natalis larvatus)
dan masih banyak lagi seperti nyamuk, ulat, lebah masdu, kelelawar dan lain-lain
(Irwanto , 2006).
Ada pula jenis aves yang brasosiasi di mangrove, salah satu jenis bangau yang
mencari ikan untuk makannya. Burung menjadikan mangrove tersebut sebagai tempat
bermukim dan berkunjung setelah bermigrasi. Jenis burung yang hidup di daerah
mangrove tidak selalu sama dengan jenis-jenis yang hidup di daerah hutan sekitarnya,
karena sifat khas hutan mangrove (Rusila-Noor dkk., 1995).
Secara lebih rinci, Rose dan Scott (1994) menggolongkan family burung air di
Indonesia sebagai berikut: Podicipedidae (titihan), Phalacrococidae (pecuk),
Pelecanidae (pelikan), Ardeidae (kuntul, cangak, kowak), Ciconiidae (bangau),
Threskiornithidae (pelatuk besi, burung paruh sendok), Anatidae (bebek, mentok,
angsa), Gruidae (burung jenjang), Rallidae (ayam-ayaman, mandar, kareo,

8
terbombok), Heliornithidae (finfoot), Jacanidae (ucing-ucingan), Rostratulidae,
Haemotopodidae, Charadriidae (trinil), Scolopacidae (gajahan berkek)
Recurvirostridae, Phalaropodidae, Burhinidae, Glareolidae (terik) dan Laridae
(camar).

II.5 Flora Di Habitat Mangrove


Menurut Umali et al. (1987) dalam Kusmana (2009), sampai saat ini dilaporkan
sekitar 130 jenis tumbuhan di 11 negara Asia-Pasifik, diantaranya di Indonesia terdapat
101 jenis (Kusmana, 1993a).
Dalam skala komersial, berbagai jenis kayu mangrove dapat digunakan sebagai:
(a) "chips" untuk bahan baku kertas, terutama jenis Rhizophcra spp. dan Bruguiera spp.,
(b) penghasil industri papan dan plywood, terutama jenis Bruguiera spp. dan Heritiera
littoralis; (c) tongkat dan tiang pancang ("scalfold"), terutama jenis Bruguiera spp.,
Ceriops spp., Oncosperma sp. dan Rhizophora apiculata; (d) kayu bakar dan arang yang
berkualitas sangat baik.Beberapa jenis tumbuhan mangrove yang dimanfaatkan secara
tradisional oleh masyarakat lokal.

No. Jenis Kegunaan


1. Acanthus ilicifolius Buah yang dihancurkan dalam air dapat
digunakan untuk membantu menghentikan
darah yang keluar dari luka dan mengobati
luka karena gigitan ular.
2. Acrostichum aureum Bagian tanaman yang masih muda dapat
dimakan mentah atau dimasak sebagai
sayuran.
3. Aegiceras ccrniculatum Kulit dan bijinya untuk membuat racun ikan.
4. Avicennia alba Daun yang masih muda dapat untuk
makanan ternak, bijinya dapat dimakan jika
direbus, kulitnya untuk obat tradisional
(astringent), zat semacam resin yang
dikeluarkan bermanfaat dalam usaha
mencegah kehamilan, salep yang dicampur
cara membuatny dengan biji tumbuhan ini
sangat baik untuk mengobati luka penyakit
cacar, bijinya sangat beracun sehingga hati-
hati dalam memanfaatkannya.
5. Avicennia marina Daun yang muda dapat dimakan/disayur,
polen dari bunganya dapat untuk menarik
koloni-koloni kumbang penghasil madu
yang diternakan, abu dari kayunya sangat
baik untuk bahan baku dalam perabuatan
sabun cuci.
6. Avicennia officinalis Biji dapat dimakan sesudah dicuci dan
direbus.
7. Bruguiera gymnorzhiza Kayunya sangat berguna dalam industri
arang/kayu bakar dan tannin, kulit batang
yang masih muda dapat untuk menambah

9
rasa sedap ikan yang masih segar,
pneumarhophoranya dapat dipakai sebagai
bibit dalam usaha reboisasi hutan bakau.
8. Bruguiera parviflora Kayunya untuk arang dan kayu bakar.
9. Bruguiera sexangula Daun muda, embrio buah, buluh akar dapat
dimakan sebagai sayuran, daunnya
mengandung alkoloid yang dapat dipakai
untuk mengobati tumor kulit, akarnya dapat
untuk kayu menyan, buahnya dapat untuk
campuran obat cuci mata tradisional.
10. Ceriops tagal Kulit batang baik sekali untuk mewarnai dan
sebagai bahan pengawet/penguat jala-jala
ikan dan juga untuk industri batik, kayunya
baik untuk industri kayu lapis (plywood),
kulit batang untuk obat tradisional.
11. Excoecaria agallocha Getahnya beracun dan dapat dipakai untuk
meracun ikan.
12. Heritiera littoralis Kayunya baik untuk industri papan, air
buahnya beracur dan dapat untuk meracuni
ikan.
13. Lumnitzera racemosa Rebusan daunnya dapat untuk obat sariawan.
14. Oncosperma tigillaria Batangnya untuk pancang rumah, umbut
untuk sayuran, bunganya dapat untuk
menambah rasa sedap nasi.
15. Rhizophora mucronata. Kayunya untuk arang/kayu bakar dan chips.
Air buar dan kulit akar yangmuda dapat
dipakai untuk mengusir nyamuk dari
tubuh/badan.
16. Rhizophcra apiculata Kayunya untuk kayu bakar, arang, chips dan
kayu konstruksi.
17. Sonneratia caseolaris Buahnya dapat dimakan, cairan buah dapat
untuk menghaluskan kulit, daunnya dapat
untuk makanan kambing, dapat
menghasilkan pectine.
18. Xylocarpus woluccensis Kayunya baik sekali untuk papan, akar-
akarnya dapat dipakai sebagai bahan dasar
kerajinan tangan (hiasar dinding, dll),
kulitnya untuk obat tradisional (diarhea),
buahnya mengeluarkan minyak dapat
dipakai untuk minyak rambut tardisional.
19. Nipa fructicans Daun untuk atap rumah, dinding, topi, bahan
baku kertas, keranjang dan pembungkus
sigaret; nira untuk minuman dan

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ekosistem mangrove adalah ekosistem pantai yang disusun oleh berbagai jenis
vegetasi yang mempunyai bentuk adaptasi biologis dan fisiologis secara spesifik
terhadap kondisi lingkungan yang cukup bervariasi. Ekosistem mangrove umumnya
didominasi oleh beberapa spesies mangrove sejati diantaranya Rhizophora sp.,
Avicennia sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. Spesies mangrove tersebut dapat

11
tumbuh dengan baik pada ekosistem perairan dangkal, karena adanya bentuk
perakaran yang dapat membantu untuk beradaptasi terhadap lingkungan perairan, baik
dari pengaruh pasang surut maupun faktor - faktor lingkungan lainnya yang
berpengaruh terhadap ekosistem mangrove seperti: suhu, salinitas, oksigen terlarut,
sedimen, pH, arus dan gelombang.
Endemisitas dalam ekologi adalah gejala yang dialami oleh organisme untuk
menjadi unik pada suatu lokasi geografi tertentu, seperti pulau, lungkang (niche),
negara, atau zona ekologi tertentu. Untuk dapat dikatakan endemik suatu orgaisme
harus ditemukan hanya di suatu tempat dan tidak ditemukan di tempat lain.

B. Saran

Mengingat potensi Kawasan Hutan Mangrove yang sangat besar, sebaiknya


diperlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk lebih serius menangani persoalan
yang di alami kawasan tersebut. Pengelolaan Kawasan seharusnya mempertahankan
kelestarian lingkungan terkhusus pada mangrove yang dari tahun ke tahun semakin
habis di babat sehingga dilakukan rehabilitasi guna menambah luasan wilayah hutan
mangrove untuk meningkatkan keanekaragaman fauna pada ekosistem mangrove
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Budiman, A., dan D. Darnaedi. 1984. Struktur komunitas moluska di hutan mangrove
Morowali, Sulawesi Tengah. Pros. Sem. II Ekos. Mangrove. MAB-LIPI: 175-182.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta.

12
Https://id.wikipedia.org/wiki/. (Diakses pada tanggal 16 Novemver 2016)
Irwanto. 2006. “Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove”, Yogyakarta.
Jakaria. 2000. Analisis Pengelolaan Hutan Mangrove Kearah Wilayah Pantai Berkelanjutan
dan Dampaknya Kepada Kesejahteraan Penduduk di Kabupaten Kutai Propinsi
Kalimantan Timur. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kartawinata, K. 1979. Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia. Prosiding
Kumar, J.I.N., P.R. Sajish, R.N. Kumar, B. George dan S. Viyol. 2010. An Assessment of the
Accumulation Potential of Lead (Pb), Zinc (Zn) and Cadmium (Cd) by Avicennia marina
(Forssk.) Vierh. In Vamleshwar Mangroves Near Narmada Estuary, West Coast of
Gujarat, India. World Journal of Fish and Marine Sciences 2(5): 450 – 454.
Kusnadi A., Triandiza T., dan Hernawan U.E. 2008. Inventarisasi Jenis dan Potensi Moluska
Padang Lamun di Kepulauan Kei Kecil, Maluku Tenggara. UPT. Loka Konservasi Biota
Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Maluku Tenggara.
Noor, Rusila Yus. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor
:Noordhoff-Kollf
Nybakken, J.W. 1993. Marine Biology: An Ecological Approach. Terjemahan Dr. M.
Eidman. Gramedia Jakarta.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga . Gajah mada University Press.
Jogjakarta. H. 134-162.
Pramudji. 2000. Hutan Mangrove di Indonesia: Peranan, Permasalahan dan
Pengelolaannya. Oseana XXV (1) : 13 – 20.
Purnobasuki, H. 2011. Ancaman Terhadap Hutan Mangrove di Indonesia dan Langkah
Strategis Pencegahannya. Bulletin PSL Universitas Surabaya, 25 (2011): 3-6.
Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada
Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000.
Jakarta, Indonesia.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut: Pendekatan Ekologi, Sosial-
Ekonomi, Kelembagaan, dan Sarana Wilayah. Briliant Internasional, Surabaya.

13

Anda mungkin juga menyukai