Anda di halaman 1dari 24

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keanekaragaman Hayati memiliki tingkatan yaitu tingkat
keanekaragaman genetik, spesies dan ekosistem yang memiliki peranan
penting dalam kehidupan manusia. Wilayah Nusa Tenggara Timur secara
bioregion termasuk dalam region wallacea, subregion Sunda Kecil (Lesser
Sunda) memiliki tingkat endemisitas yang tinggi salah satunya
dikarenakan sejarah geologi yang komplek. Kawasan Wallacea terdiri dari
ribuan pulau, yang kebanyakan pulau-pulau tersebut memiliki luas kurang
dari satu juta hektar. Karakteristik ini memiliki pengaruh yang menentukan
tingkat keanekaragaman hayati di kawasan ini. Jumlah pulau yang tidak
diketahui secara pasti, tapi satu perkiraan adalah bahwa ada 1.683 pulau
di Maluku dan Sunda Kecil, 84 persen dari pulau-pulau tersebut memiliki
kurang dari satu juta hektar (Monk et al. 1997).
Konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan
sumberdaya alam hayati yang pemanfaatanya dilakukan secara bijaksana
untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas keanekargaman nilainya. Konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian
kemampuan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Tujuan pengelolaan
konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya terwujudnya kelesatarian
sumberdaya alam hayati serta kesimbangan ekosistemnya sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Balai Besar KSDA NTT sebagai Unit Pelaksana Teknis Konservasi
Sumber Daya Alam mempunyai tugas penyelenggaraan konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan
cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru,
koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta
konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
Kawasan konservasi mempunyai mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Kawasan Hutan Konservasi terdiri dari Kawasan Suaka Alam (KSA) dan
Kawasan Pelesrarian Alam (KPA). Pengelolaan KSA dan KPA bertujuan
untuk mengawetkan keanekaragaman tumbuhan dan satwa dalam rangka
mencegah kepunahan spesies, melindungi sistem penyangga kehidupan,
dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara lestari. Dalam
pengelolaan kawasan konservasi, Informasi mengenai kondisi
keanekargaman hayati sangat diperlukan dalam rangka pengambilan
kebijakan pengelolaan kawasan konservasi secara berkelanjutan.

1.2. Tujuan
Tujuan Kegiatan Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi Di
Kawasan CA Hutan Bakau Maubesi adalah untuk membuat
mengumpulkan data dan informasi mengenai potensi dan kondisi
keanekaragaman hayati yang terdapat Kawasan Cagar Alam Hutan
Bakau Maubesi.

1.3. Tahapan dan Cakupan Kajian


Tahapan yang dilakukan dalam rangka kegiatan Inventarisasi Data
dan Informasi Ekologi dilaksanakan melalui dua tahap yaitu:
1. pengumpulan data dan informasi melalui studi referensi. Kegiatan
studi referensi merupakan kegiatan pengumpulan data dan
informasi yang telah ada (data sekunder) tanpa dilakukan
pengukuran di lapangan. Data tersebut digunakan sebagai
dukungan dalam analisisnya, serta biasanya terdapat dalam
dokumen-dokumen yang ada, baik dokumen perencanaan,
pelaporan, maupun dokumen penting lainnya seperti hasil kajian,
studi, penelitian, dan referensi lainnya di masa lalu.
2. Pengukuran parameter secara langsung di lapangan dilakukan
dengan tehnik sampling maupun sensus, sampling harus
memenuhi azas keterwakilan, dengan intensitas sampling antara
1,5% (satusetengah perseratus) sampai 5% (lima perseratus).

2 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
1.4. Tim Pelaksana
Pelaksana kegiatan Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi
Di Kawasan CA Hutan Bakau Maubesi adalah Tim yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh Kepala Balai Besar KSDA NTT melalui Surat Perintah
Tugas Nomor: PT. 147 /BBKSDA-16.2/2016 Tanggal 1 April 2016.

Tabel 1. Daftar Lampiran Petugas Pelaksana Kegiatan Inventarisasi Data


dan Informasi Potensi Ekologi di Kawasan CA Maubesi
No. Nama/NIP Jabatan

1 2 3
1. Marliana Chrismiawati, S.Hut/ PEH Pertama pada Seksi Perencanaan,
19850325 200912 2 004 Perlindungan, dan dan Pengawetan
/sebagai Ketua Tim
2 Agung Jaya Ramli, SE./ Analis Data Statistik pada Sub. Bag Data,
19860201 201012 1 003 Evlap dan Kehumasan/ Sebagai Anggata
3. Sarah Dadiara, S.S.T/ Analis Data Pengembangkan dan
19700120 1998 03 2 002 Pemanfaatan SDAHE pada Seksi
Pemanfaatan dan Pelayanan/ Sebagai
Anggota
5. Bere Benyamin/ Kepala Resort Konservasi Wilayah CA
19600808 198303 1 009 Maubesi pada Seksi Konservasi Wilayah I
/sebagai Anggota

1.5. Waktu dan Lokasi Kegiatan


Kegiatan Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi Di
Kawasan CA Hutan Bakau Maubesi dilaksanakan selama sepuluh hari
mulai tanggal 6 s/d 15 April 2016 di Kawasan CA Hutan Bakau Maubesi,
Kabupaten Malaka.

3 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
II . KONDISI UMUM CAGAR ALAM HUTAN BAKAU MAUBESI

2.1. Letak dan Luas


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi berada di kawasan timur
daratan Timor Barat, secara administratif termasuk dalam wilayah
Kabupaten Malaka. Kawasan ini ditetapkan berdasarkan keputusan
Menteri Kehutanan nomor : 887/Menhut-II/2009, tanggal 16 Oktober 2009
dengan luas 3.246 hektar. Sesuai dengan pembagian administrasi
pengelolaan kawasan konservasi, Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi
berada dalam wilayah pemangkuan Resort Konservasi Wilayah Cagar
Alam Maubesi, Seksi Konservasi Wilayah I Atambua, Bidang KSDA
Wilayah I Soe pada Balai Besar KSDA NTT. Kawasan Cagar Alam
Maubesi memiliki luas 3.246 hektar.
Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi telah dilakukan penataan batas
di lapangan dan ditantangani Berita Acara Tata Batas pada tanggal 30
Mei 1983 dan diketahui luasnya adalah 3.246 Hektar yang selanjutnya
Berita Acara tata Batas tersebut disahkan pada tanggal 29 Februari 1984.
Untuk menjamin kepatian hukum kawasan Cagar Alam Hutan Bakau
Maubesi , maka Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi seluas 3.246 Hektar
yang terletak di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur ditetapkan
melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.687/MENHUT-II/2009
tanggal 16 Oktober 2009, termasuk Areal hutan Bakau Maubesi seluas
1.830 Hektar.

2.2 Topografi
Secara umum kawasan Cagar Alam Hutan Bakau terletak pada
ketinggian 0 sampai dengan 50 mdpl dengan topografi relatif datar sampai
dengan bergelombang ringan.

2.3 Geologi dan Tanah


Terdapat fenomena alam yang unik di CA Maubesi yaitu semburan
lumpur dingin yang membentuk bukit kecil. Hutan Mangrove di Cagar
Alam Maubesi memiliki jenis tanah berupa endapan tanah alluvial.

4 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
2.4 Iklim
Curah hujan rata-rata kurang dari 500 mm per tahun dan termasuk
tipe iklim D dalam sistem klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson.
Klasifikasi ini didasarkan pada nilai Q (rasio antara jumlah bulan basah
dan bulan kering setiap tahun). Tipe iklim D memiliki nilai Q 0,6-1,0 dan
dikategorikan moderat mengindikasikan bahwa itu adalah iklim transisi
(Irfan 2006 dalam Pujiono dkk, 2013)

2.5 Hidrologi
Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi memiliki fungsi utama
sebagai daerah tangkapan air bagi wilayah Belu dan sekitarnya, dengan
sungai-sungai utamanya seperti Sungai Maubesi, Sungai Kotun, Sungai
Darekama, dan Sungai Mamea.

2.6 Aksesibilitas
Akses menuju kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi dapat
ditempuh dengan menggunakan kendaraan darat dari Kota Kupang dapat
dicapai melalui Kota Atambua. Kupang-Soe-Atambua dengan jarak sekitar
300 kilometer dan beraspal mulus dapat ditempuh dalam waktu lebih
kurang tujuh jam. Perjalanan dilanjutkan ke lokasi dengan jarak tempuh
sekitar 65 kilometer, menggunakan bis umum atau kendaraan carteran
dalam waktu lebih kurang satu jam.

5 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
III. METODOLOGI

3.1. Jenis Data


1. Pengumpulan data dan informasi melalui studi referensi. Kegiatan
studi referensi merupakan kegiatan pengumpulan data dan
informasi yang telah ada (data sekunder) tanpa dilakukan
pengukuran di lapangan. Data tersebut digunakan sebagai
dukungan dalam analisisnya, serta biasanya terdapat dalam
dokumen-dokumen yang ada, baik dokumen perencanaan,
pelaporan, maupun dokumen penting lainnya seperti hasil kajian,
studi, penelitian, dan referensi lainnya di masa lalu.
2. Pengukuran parameter secara langsung di lapangan dilakukan
dengan tehnik sampling maupun sensus, sampling harus
memenuhi azas keterwakilan, dengan intensitas sampling antara
1,5% (satusetengah perseratus) sampai 5% (lima perseratus).

3.2. Metode Pengambilan Data


Inventarisasi tumbuhan dan satwa liar antara lain berupa jenis,
populasi dan sebarannya serta status konservasi tumbuhan dan satwa
liar.

3.2.1. Metode Pengambilan Data Tumbuhan dan Satwa Liar


Untuk metode dan analisis data disesuaikan dengan masing-masing
metode yang digunakan untuk survey/monitoring tumbuhan dan satwa
liar yang akan diambil.

1) Cara Pengambilan Data Satwa Liar (Data Mamalia, Data Burung,


Herpetofauna, Data Insekta)
Metode Transek Titik (Point transect). Dilakukan dengan: (1) Metode
Titik Hitung, yang dilakukan dengan berjalan pada suatu garis
transek dengan interval waktu tertentu, memberi tanda dan
mencatat semua jenis burung yang ditemukan selama jangka waktu
yang telah ditentukan sebelumnya (misalnya setiap 10 menit),

6 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
sebelum bergerak ke titik selanjutnya; dan (2) Transek Titik
Tertentu, yang dilakukan berbeda dengan transek garis, dimana
pengamat berjalan disepanjang garis transek dan berhenti pada
titik-titik yang sudah ditentukan, memberikan waktu bagi burung
untuk diamati dan mencatat semua burung yang terlihat dan
terdengar pada waktu yang telah ditentukan yang berkisar antara 2-
20 menit digunakan sebagai dasar manajemen/ pengelolaan suatu
kawasan.
.

Gambar 1. Jalur Trasnsek Pengamatan Satwa

Data Keanekaragaman Jenis Burung


Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode
MacKinnon (metode daftar jenis) yaitu dengan cara mendaftar
suatu jenis burung dengan menggunakan daftar jenis (Mackinnon
et al 2010). Dalam kegiatan ini satu daftar jenis terdiri dari 10 jenis.
Pengamatan dilakukan dengan cara berjalan dengan kecepatan
konstan disepanjang jalur penelitian. Setiap jenis burung yang
ditemukan diidentifikasi jenisnya. Burung-burung hasil pengamatan
dan telah diidentifikasi dimasukkan kedalam suatu daftar yang
mencatat jenis-jenis burung yang teramati, setiap jenis hanya
dicatat satu kali untuk setiap daftar, setiap daftar terdiri dari
maksimal 10 jenis. Metode Mackinnon ini dapat menghasilkan data
jenis burung dalam suatu kawasan, sehingga data hasil dari
penelitian dapat digunakan sebagai dasar manajemen/ pengelolaan
suatu kawasan.

7 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
2. Data Vegetasi
Analisis data vegetasi akan mencakup: Kerapatan (ind/ha),
Kerapatan relatif (%), Dominansi (m/ha), Dominansi relatif (%),
Frekuensi relatif (%), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks
Keanekaragaman. Dari pengolahan data dan tersebut diharapkan
akan dapat diketahui keragaman, komposisi dan kemantapan
struktur komunitas hayati dari vegetasi pada berbagai kondisi
habitat.
Pengambilan data dilaksanakan dengan menggunakan
transek dan petak contoh. Petak contoh berupa bujur sangkar
dengan ketentuan:
a. 2 x 2 m, untuk semai/seedling yang berukuran < 1,5
meter
b. 5 x 5 m, untuk sapihan/sapling yang memiliki tinggi >
1,5 meter dan diameter (D) < 5 cm
c. 10 x 10 m untuk pohon dewasa dewasa / trees yang
memiliki D 10 cm

Gambar 2. Petak Analisis Vegetasi Mangrove

Pengolahan data vegetasi tersebut akan mencakup


perhitungan parameter:
a. Kerapatan (batang/ha) = Jumlah individu suatu spesies
Luas seluruh plot

b. Kerapatan nisbi (%) = Kerapatan suatu spesies X 100%


Kerapatan seluruh spesies

8 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
c. Dominansi (m2/ha) = Basal area suatu spesies
Luas seluruh plot

d. Dominansi nisbi (%) = Dominansi suatu spesies x 100%


Dominansi seluruh spesies

e. Frekuensi = Jumlah petak terisi suatu spesies


Jumlah seluruh petak

f. Frekuensi nisbi (%) = Frekuensi suatu spesies x 100%


Frekuensi seluruh spesies

Indeks Nilai Penting (INP) = KN + FN + DoN


Khusus untuk semai dan sapihan INP = KN + FN

9 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Potensi Ekosistem


4.1.1 Ekosistem Mangrove
Kawasan Cagar Alam Maubesi sesuai dengan didominasi oleh
ekosistem lahan basah berupa hutan mangrove. Hutan Mangrove
termasuk dalah tipe ekosistem lahan basah. Lahan Basah merupakan
daerah rawa, fen, lahan gambut atau air, baik alam atau buatan,
permanen atau temporer, dengan air yang statis atau mengalir, segar,
payau atau garam, termasuk daerah perairan laut yang kedalamannya
surut tidak lebih dari enam meter (Konvensi Ramsar).

Gambar 3. Hutan Bakau Maubesi

Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri


khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang
dipengaruhi oleh salinitas serta flukfluasi ketinggian permukaan air karena
adanya pasang surut air laut (Duke, 1992). Kawasan Cagar Alam Hutan
Bakau maubesi merupakan salah satu dari tiga daerah mangrove yang
ada di Timor Barat. Hutan Mangrove Maubesi di Muara Sungai Benain
merupakan hutan mangrove terluas di Timor Barat. Pada daerah yang

10 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
jauh dari pemukiman rata-rata tinggi pohon mencapai 15 meter dengan
diameter rata-rata mencapai 25 cm (Lesmana dkk, 2000).
Hasil Analisis Citra menunjukkan bahwa dari total luas kawasan
seluas 3.246 ha, penutupan Hutan mangrove di Maubesi kurang lebih
2500 ha, luas badan air di kawasan ini kurang lebih seluas 350 ha yang
merupakan muara sungai benain dan Sungai-sungai utama yang ada di
Kabupaten Malaka seperti Sungai Maubesi, Sungai Kotun, Sungai
Darekama, dan Sungai Mamea.
Ekosistem Hutan Mangrove di Cagar Alam Maubesi masih memiliki
kondisi yang sangat baik dengan kerapatan tajuk yang lebat. Dari hasil
analisis vegetasi dengan menggunakan 8 lokasi sampling dapat diperoleh
informasi tentang susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk
(struktur) vegetasi dari tumbuhan. Unsur struktur vegetasi antara lain
adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Pada tingkat
semai dan pancang jenis tumbahan yang memiliki dominasi tinggi adalah
jenis Bruguiera sp., Ceriops tagal dan Rhizopora sp. Untuk tingkat
pancang jenis yang memiliki dominansi tinggi adalah Bruguiera sp.,
Ceriops tagal Rhizopora sp dan Avicennia sp.. Tingkat erubahan dominasi
pada masing-masing tingkatan menunjukkan bahwa pada masa yang
akan datang akan hanyaakan terjadi sedikit perubahan komposisi.

Gambar 4. Penutupan Tajuk Mangrove di CA Hutan Bakau Maubesi

11 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
4.1.2 Ekosistem Hutan Gugur
Selain hutan mangrove, pada areal dekat dengan semburan lumpur
di Masinlulik terdapat hutan kering gugur daun dengan jenis vegetasi
antara lain adalah Kesambi (Schleicera oleosa), Gewang (Corypha
gebanga), Lontar (Borrasus flabelifer), Ketapang (Terminalia catappa),
Ficus benyamina dan Bidara (Ziziphus sp.) Menurut Lesmana, dkk (2000)
tipe habitat hutan Kering Gugur Daun memiliki karakter bertegakan
jarang, tajuk tidak kontinyu dan ketinggian rata-rata 20 hingga 25 meter.

Gambar 5. Hutan kering gugur daun di dekat semburan lumpur

4.2 Potensi Tumbuhan


Menurut Hidayatullah, M. dkk (2013) menyebutkan bahwa di
kawasan Cagar Alam Maubesi ditemukan sebanyak 23 jenis mangrove
yang terdiri dari 16 jenis mangrove sejati dan 7 jenis mangrove asosiasi.
Selain jenis tumbuhan mangrove terdapa juga jenis tumbuhan khas Hutan
Kering Gugur Daun. Spesies tumbuhan yang dapat ditemukan di Cagar
Alam Hutan Bakau Maubesi selengkapnya disajikan pada Tabel 2 berikut:

12 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
Tabel 2. Jenis Vegetasi di Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Keterangan
1 Api-api Avicennia marina
2 Bakau Rhizophora sp.
3 Teruntun Aigeceras sp.
4 Wakat Rhizophora muconata
5 Kalibuat Acanthus ilicifolius
6 Bangko Avicennia alba
7 Babisuk B. gymnorrhiza
8 Ai Bikumean Ceriops tagal
9 Kabesak Acacia leucophloea
10 Paku laut Acrostechum aereum
11 Bakau Sonneratia sp.
13 Rumput angin Spinifex littoreus
12 Nyiri Xylocarpus granatum
13 Kesambi Schleichera oleosa
14 Takada Scaevola taccada
15 Beringin Ficus benyamina
16 Gewang Corypha gebanga
17 Lontar Borrasus flabelifer
18 Buta-buta Excoecaria agallocha
19 Ketapang Terminilia cattapa
20 Bidara Ziziphus sp.
21 Asam jawa Tamarindus indica
22 Waru Hibiscus tiliaceus
23 Kelapa Cocos nucifera

4.2. Potensi Satwa Liar


Hutan mangrove sebagai ekosistem yang kompleks merupakan
tempat hidup yang menyediakan komponen habitat bagi satwaliar untuk
bertahan hidup. Satwa liar yang terdapat di ekosistem mangrove
merupakan perpaduan antara fauna ekosistem terestrial, peralihan dan
perairan. Satwa liar terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove
13 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi
Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
sedangkan Satwa liar peralihan dan perairan hidup di batang, akar
mangrove dan kolom air (Dedi S et al., 2007). Jenis-jenis satwaliar yang
dijumpai di Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi dapat dilihat pada tabel 3
berikut:
Tabel 3. Daftar Jenis Fauna CA Hutan Bakau Maubesi
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Keterangan
Burung
1 Undan Kacamata Pelicanus conspicillatus
2 Kuntul Besar Egretta alba
3 Kuntul Karang Egretta sacra
4 Kokokan Laut Butorides striatus
5 Elang Laut Heliaeetus leucogaster
6 Ayam Hutan Merah Gallus galus
7 Trulek topeng Vanellus miles
8 Gagang-bayam belang Himantopus himantopus
9 Gajahan kecil Numenius minutus
10 Gajahan Pengala Numenius phaeopus
11 Tekukur biasa Streptopelia chinensis
12 Perkutut Jawa Geopelia striata
13 Perkutut loreng Geopelia maugei
14 Kirik-kirik australia Merops ornatus
15 Decu Belang Saxicola caprata
16 Cikukua timor Philemon inonartus
17 Cikukua Tanduk Philemon buceroides
18 Layang layang api Hirundo rustica
19 Burung Madu Kelapa Anthreptes malacensis
20 Burung Gereja erasia Passer montanus
21 Betet-kelapa paruh-besar Tanyganthus megalorynchos
22 Ibis Sendok Raja Platalea regia
23 Pecuk-ular asia Anhinga melanogaster
24 Cangak australia Egretta novaehollandiae
25 Trinil pantai Actitis hypoleucos

14 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
26 Trinil Kaki merah Tringa totanus
27 Trinis Kaki Hijau Tringa nebularia
28 Trinil rawa Tringa stagnatilis
29 Bangau Hitam Ciconia episcopus
30 Kuntul perak Egretta intermedia
31 Kuntul Kecil Egretta garzetta
32 Remetuk Timor Gerygone inonarta
33 Kepudang Sungu Besar Coracina novaehollandiae
27 Kipasan Dada Lurik Rhipidura rufiventris
28 Gajahan besar Numenius arquata
29 Elang Tiram Pandion haliaetus
30 Kuntul Kerbau Bubulcus ibis
31 Gagak Corpus sp
32 Elang Laut Heliaeetus leucogaster
33 Itik Gunung Anas superciliosa
34 Burung Gereja Erasia Passer montanus
35 Isap madu Australia Lichmera indistincta
36 Decu Belang Saxicola caprata
37 Myzomela timor Myzomela vulnerata
38 Cekakak suci Todiramphus sanctus
Reptil
1 Ular tambak Cerberus rhynchops
2 Buaya muara Crocodylus porosus
3 Penyu sisik Eretmochelys imbricata
4 Penyu Hijau Chelonia mydas
5 kadal Mabuya multifasciata
6 tokek Gecko gecko
7 Biawak air asia Varanus salvator
8 Biawak timor Varanus timorensis
Mamalia
1 Monyet ekor panjang Macaca fasicularis
2 Kalong Pteropus sp.

15 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan
a. Ekosistem utama kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi di
dominasi oleh ekosistem hutan mangrove seluas kurang lebih 2500
hektar.
b. Terdapat 23 jenis tumbuhan, 38 jenis burung, 8 Jenis Herpetofauna
dan 2 jenis mamalia.

5.2 Rekomendasi
Lingkup kajian Inventarisasi Ekologi sangat luas sehingga masih
perlu dilakukan penggalian data dan inforamsi keanekaragaman hayati
secara lebih mendalam

16 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
DAFTAR PUSTAKA

Hidayatullah, M. 2014.Keragaman Jenis Mangrove di Nusa Tenggara


Timur. Warta Cendana Edisi VII No.1 November 2014.
Lesmana, D. Trainor, C., and Gatur, A. 2000. Arti Penting Hutan di
Daratan Timor bagian Barat: Telaah Awal Informasi
Keanekaragaman Hayati dan sosial ekonomi di Pulau Timor
(Propinsi Nusa Tenggara Timur). PKA/BirdLife
International/WWF, Bogor. Laporan No. 13.
Monk, K.A., Y. de Fretes., dan G.R. Lilley. 1997. The Ecology of Nusa
Tenggara and Maluku. Periplus Eds.

17 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
LAMPIRAN

18 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
Lampiran 1. Penghitungan Analisis Vegetasi Tingkat Semai

No. Jenis K KR F FR D DR INP


1 Aigeceras sp. 625 0,44% 0,042 3,66% 4,09%
2 Bruguiera sp. 60659,722 42,31% 0,375 32,93% 75,24%
3 Ceriops tagal 64583,333 45,05% 0,333 29,27% 74,32%
4 Excoecaria agallocha 104,16667 0,07% 0,014 1,22% 1,29%
5 Rhizopora sp. 10833,333 7,56% 0,264 23,17% 30,73%
6 Scyphiphora hydrophyllacea 2430,5556 1,70% 0,056 4,88% 6,57%
7 Xylocarpus granatum 4131,9444 2,88% 0,056 4,88% 7,76%
143368,06 100% 1,139 100% 200,00%

19 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
Lampiran 2. Penghitungan Analisis Vegetasi Tingkat Sapihan/Sapling

No. Jenis K KR F FR D DR INP


1 Aigeceras sp. 705,56 11,81% 0,13 9,38% 21,19%
2 Avicennia sp. 0,06 0,00% 0,04 3,13% 3,13%
3 Bruguiera sp. 2372,22 39,72% 0,44 33,33% 73,05%
4 Ceriops tagal 1461,11 24,46% 0,33 25,00% 49,46%
5 Rhizopora sp. 1138,89 19,07% 0,26 19,79% 38,86%
6 Scyphiphora hydrophyllacea 177,78 2,98% 0,06 4,17% 7,14%
7 Xylocarpus granatum 116,67 1,95% 0,07 5,21% 7,16%
5972,28 100% 1,33 100% 200,00%

20 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
Lampiran 3. Penghitungan Analisis Vegetasi Tingkat Pohon

No. Jenis K KR F FR D DR INP


1 0,38 0,02% 0,17 13,19% 2,596448 19% 32,65%
2 Bruguiera sp. 855,56 34,68% 0,50 39,56% 4,476109 34% 74,24%
3 Ceriops tagal 972,22 39,41% 0,24 18,68% 3,414021 26% 58,09%
4 Rhizopora sp. 411,11 16,66% 0,24 18,68% 0,186604 1% 35,35%
5 Scyphiphora hydrophyllacea 5,56 0,23% 0,01 1,10% 0,00585 0% 1,32%
6 Xylocarpus granatum 222,22 9,01% 0,11 8,79% 2,67435 20% 17,80%
2467,04 100% 1,26 100% 13,35338 100% 219,44%

21 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
Lampiran 4. Foto Hasil Kegiatan

22 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi


Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
23 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi
Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016
24 Laporan Hasil Inventarisasi Data dan Informasi Potensi Ekologi
Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai