Anda di halaman 1dari 67

STUDI KARAKTERISTIK HABITAT PENELURAN PENYU DI

PANTAI NIPAH, KECAMATAN PAMENANG,


KABUPATEN LOMBOK UTARA

SKRIPSI

SYLFIA LOVETA PUTRI PRASETYO


26040118140102

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
STUDI KARAKTERISTIK HABITAT PENELURAN PENYU DI
PANTAI NIPAH, KECAMATAN PAMENANG,
KABUPATEN LOMBOK UTARA

SYLFIA LOVETA PUTRI PRASETYO


26040118140102

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Derajat Sarjana S1 pada Departemen Ilmu Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Studi Karakteristik Habitat Peneluran Penyu di


Pantai Nipah, Kecamatan Pamenang,
Kabupaten Lombok Utara.
Nama Mahasiswa : Sylfia Loveta Putri Prasetyo
Nomor Induk Mahasiswa : 260 401 181 40102
Departemen/Program Studi : Ilmu Kelautan

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Ir. Raden Ario, M.Sc. Dra. Nirwani Soenardjo, M.Si


NIP. 19600105 198703 1 002 NIP. 19611129 199003 2 001

Mengesahkan,

Dekan, Kepala
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi
Universitas Diponegoro Ilmu Kelautam

Prof. Ir. Tri Winarni Agustini, M.Sc., Ph.D. Dr. Ir. Chrisna Adhi Suryono, M.Phil
NIP. 19650821 199001 2 001 NIP. 19640605 199103 1 004

HALAMAN PENGESAHAN

i
Judul Penelitian : Studi Karakteristik Habitat Peneluran Penyu di
Pantai Nipah, Kecamatan Pamenang,
Kabupaten Lombok Utara.
Nama Mahasiswa : Sylfia Loveta Putri Prasetyo
Nomor Induk Mahasiswa : 260 401 181 40102
Departemen/Program Studi : Ilmu Kelautan

Skripsi ini telah disidangkan di hadapan Tim Penguji pada:


Hari/Tanggal :
Tempat :

Penguji Utama, Penguji Anggota,

Nama Nama
NIP. NIP.

Mengesahkan,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Raden Ario, M.Sc. Dra. Nirwani Soenardjo, M.Si


NIP. 19600105 198703 1 002 NIP. 19611129 199003 2 001

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

ii
Dengan ini saya, Sylfia Loveta Putri Prasetyo, menyatakan bahwa karya
ilmiah/skripsi yang berjudul Studi Karakteristik Habitat Peneluran Penyu di
Pantai Nipah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Utara adalah asli
karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai pemenuhan persyaratan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata satu (S1) dari Universitas Diponegoro
maupun perguruan tinggi lainnya.
Semua informasi yang dimuat dalam karya ilmiah/skripsi ini yang berasal
dari karya orang lain, baik yang dipublikasikan atau tidak, telah diberikan
penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi
dari karya ilmiah/skrpsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis

Semarang, 27 Mei 2023


Penulis,

Sylfia Loveta Putri Praseyo


NIM. 26040118140102

ABSTRAK

iii
Sylfia Loveta Putri Prasetyo. 26040118140102. Studi Karakteristik Habitat
Peneluran Penyu di Pantai Nipah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok
Utara (Ir. Raden Ario, M.Sc., dan Dra. Nirwani Soenardjo, M.Si.)

Pantai Nipah, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat diketahui sebagai


salah satu habitat peneluran beberapa penyu di Indonesia. Beberapa penyu yang
diketahui meletakkan telur pada pantai tersebut antara lain, penyu hijau (Chelonia
mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbracata), dan penyu lekang (Lepidochelys
olivacea). Kegiatan konservasi penyu di Pantai Nipah dikelola oleh TCC Nipah
sebagai solusi untuk mengurangi kegiatan yang dapat mengancam keberadaan
penyu, akan tetapi dalam pengelolaannya masih belum teredukasi dan kurangnya
informasi karakterisik habitat peneluran penyu dengan tepat. Oleh karena itu
analisis mengenai karakteristik habitat peneluran penyu diperlukan untuk
mengetahui kondisi habitat peneluran penyu agar tetap sesuai. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui karakteristik habitat peneluran baik dalam aspek
geofisik dan biologi Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan purposive
sampling saat pengambilan data. Pengambilan data dilakukan pada pagi dan sore
hari saat air laut pasang dan surut pada tiap stasiun. Penelitian dilakukan pada 8-
14 Desember 2021. Penyu lekang, hijau, dan sisik mendarat di Pantai Nipah pada
sisi barat, barat daya, dan timur. Karakteristik Pantai Nipah sudah sesuai dengan
karakteristik habitat peneluran penyu. Rata-rata lebar pantai adalah 14,3 m, 16,2
m, dan 14,4m, pantai cenderung lamdai, suhu sesuai dengan perkembangan
embrio telur, dengan rata-rata sekitar 28.5°C, 31°C, dan 34°C, dan pasir betekstur
sedang. Vegetasi dominan adalah waru laut dan bidara laut, sedangkan predator
potensial, yaitu biawak, anjing, dan kepiting.
 
Kata kunci: habitat; karakteristik; pantai; peneluran; penyu

ABSTRACT

Sylfia Loveta Putri Prasetyo. 26040118140102. Study of the Characteristics


of Turtle Nesting Habitat in Nipah Beach, Pamenang District, North Lombok
Regency (Ir. Raden Ario, M.Sc., and Dra. Nirwani Soenardjo, M.Sc.)

iv
Nipah Beach, North Lombok, West Nusa Tenggara is known as one of the
nesting habitats for several turtles in Indonesia. Several turtles that are known to
lay their eggs on the beach include the green turtle (Chelonia mydas), the
hawksbill turtle (Eretmochelys imbracata), and the olive ridley turtle
(Lepidochelys olivacea). There is a conservation activity that managed by TCC
Nipah as a solution to reduce activities that threaten the turtle’s existence, but the
management is still not educated and there is a no information on the
characteristics of turtle nesting habitats. An analysis of the characteristics of the
turtle nesting habitat is needed determine its condition so that remains suitable.
This study aims to determine the nesting habitat’s characteristic based on
geophysics and biology. This study used descriptive and purposive sampling
methods. Data collection was carried out in the morning and evening during high
and low tide at each station. The research was conducted on 8-14 December 2021.
Olive ridley, green and hawksbill turtles landed on Nipah Beach on the west,
southwest and east sides. The characteristics of Nipah Beach are in accordance
with the characteristics of turtle nesting habitat. The average width of the beach is
14,3 m, 16,2 m anf 14.4 m, the beach slope is gentle, the temperature is in
accordance with the development of egg embryos with average around 28.5°C,
31°C and 34 °C, and the sand is of medium texture. The dominant vegetation is
sea hibiscus and seabirds, while potential predators are monitor lizards, dogs and
crabs.

Keywords: beach; characteristics; habitats; nesting; turtle

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
sebagai salah satu syarat untuk kelulusan pada program Strata-1 di Jurusan Ilmu
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro,
Semarang, yang berjudul “Studi Karakteristik Habitat Peneluran Penyu di Pantai
Nipah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Utara”.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Chrisna Adhi Suryono, M.Phil., selaku Kepala Departemen Ilmu
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro,
Semarang.
2. Ir. Raden Ario, M.Sc., selaku dosen pembimbing utama dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
3. Dra. Nirwani Soenardjo, M.Si., selaku dosen pembimbing anggota dalam
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh pihak yang tiada henti untuk selalu mendoakan, mendukung,
memberi bantuan, saran, dan masukan selama ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi, baik
itu sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas
segala kekurangan tersebut dan tidak menutup diri terhadap segala kritik, masukan
dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

Semarang, 27 Mei 2023

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH............................................... iii
RINGKASAN....................................................................................................... iv
SUMMARY......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................4
1.5. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................5
2.1. Penyu.........................................................................................................5
2.2. Klasifikasi dan Morfologi.........................................................................6
2.3. Reproduksi dan Siklus Hidup....................................................................7
2.4. Habitat Peneluran......................................................................................8
2.5. Aktivitas Peneluran...................................................................................9
2.6. Karakteristik Fisik Peneluran Penyu........................................................10
2.6.1. Lebar dan Panjang Pantai.....................................................................10
2.6.2. Kemiringan Pantai................................................................................11
2.6.3. Kelembaban Pasir.................................................................................11
2.6.4 Suhu Substrat.........................................................................................11
2.6.5 Tekstur Substrat Sarang.........................................................................12
2.7. Vegetasi Peneluran Penyu.......................................................................12
2.8. Pesebaran Penyu di Indonesia..................................................................13
III. MATERI DAN METODE..............................................................................14

vii
3.1. Materi Penelitian......................................................................................14
3.1.1. Alat dan Bahan..............................................................................15
3.2. Metode Penelitian....................................................................................15
3.2.1. Metode Penentuan Stasiun.............................................................16
3.3. Metode Pengumpulan Data......................................................................16
3.3.1. Pengukuran Lebar Pantai...............................................................16
3.3.2. Perhitungan Panjang dan Luas.......................................................16
3.3.3. Pengukuran Kemiringan Pantai.....................................................16
3.3.4. Pengukuran Suhu Sarang...............................................................17
3.3.5. Pengukuran Kelembaban Sarang...................................................17
3.3.6. Pengukuran Ukuran dan Tekstur Sarang.......................................17
3.3.7. Pengamatan Jenis Vegetasi Pantai.................................................17
3.3.8. Pengamatan Predator Potensial......................................................19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................20
4.1. Hasil.........................................................................................................20
4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian..............................................
4.1.2. Karakteristik Pantai Peneluran Penyu............................................
4.1.2.1. Panjang dan Lebar Pantai..................................................
4.1.2.2. Kemiringan Pantai.............................................................21
4.1.2.3. Suhu Sarang.......................................................................22
4.1.2.4. Kelembaban Sarang...........................................................22
4.1.2.5. Intensitas Cahaya...............................................................23
4.1.2.6. Ukuran Butir dan Tekstur Pasir.........................................24
4.1.2.7. Temuan Vegetasi Pantai....................................................24
4.1.2.8. Predator Sarang Penyu......................................................24
4.2. Pembahasan.............................................................................................24
4.2.1. Temuan Bekas Sarang Peneluran Penyu.......................................24
4.2.2. Karakteristik Pantai Nipah Sebagai Tempat Peneluran Penyu......26
4.2.2.1. Lebar dan Panjang Pantai Nipah.......................................26
4.2.2.2. Kemiringan Pantai Nipah..................................................26
4.2.2.3. Suhu Pasir..........................................................................27
4.2.2.4. Kelembaban Pasir..............................................................28

viii
4.2.2.5. Ukuran Butir dan Tekstur Pasir.........................................29
4.2.2.6. Intensitas Cahaya...............................................................29
4.2.2.7. Temuan Vegetasi Pantai Nipah.........................................30
4.2.2.8. Temuan Predator Potensial Sarang Penyu........................31
V. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................32
5.1. Kesimpulan..............................................................................................32
5.1. Saran........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
LAMPIRAN...........................................................................................................43

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1. Alat dan Bahan Penelitian yang Digunakan dalam Penelitian.............15

Tabel 3.2. Klasifikasi Nilai Kemiringan...............................................................17

Tabel 3.3. Klasifikasi Pasir Berdasarkan Diameter...............................................18

Tabel 4.1. Jumlah Telur Ditemukan dan yang Telah Menetas..............................21

Tabel 4.2. Lebar Pantai Nipah...............................................................................21

Tabel 4.3. Kemiringan Pantai saat Pasang............................................................22

Tabel 4.4. Kemiringan Pantai Saat Surut..............................................................22

Tabel 4.5. Suhu Saat Pagi dan Sore Hari..............................................................22

Tabel 4.6. Kelembaban Sarang Saat Pagi dan Sore Hari......................................23

Tabel 4.7. Intensitas Cahaya Saat Pagi dan Sore Hari..........................................23

Tabel 4.8. Komposisi Butir Pasir Permukaan.......................................................23

Tabel 4.9. Komposisi Butir Pasir Kedalaman.......................................................24

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.1. Bagian-Bagian Tubuh Penyu...........................................................6

Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian.....................................................................14

Gambar 3.2. Perhitungan Nilai Kemiringan Pantai..............................................17

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Data Pendaratan dan Telur Penyu di Pantai Nipah..........................44

Lampiran 2. Data Pasang Surut............................................................................

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian...................................................................47

Lampiran 4. Riwayat Hidup.................................................................................

xii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyu merupakan reptil laut yang melakukan migrasi sepanjang

wilayah Samudra Hindia, Samudra Pasifik, dan Asia Tenggara (Kurniarum

et al., 2015). Kehidupan penyu saat ini terancam punah akan menganggu

keseimbangan ekosistem. Faktor aktivitas manusia maupun alam

mendorong punahnya keberadaan penyu (Hanipa et al., 2017). Kegiatan

manusia seperti konsumsi telur dan daging, pemburuan cangkang, dan

pembuatan wisata pantai dapat membahayakan populasi penyu. Perubahan

lingkungan dan iklim dapat mempengaruhi aktivitas peneluran penyu.

Terdapat tujuh jenis penyu yang ada di dunia, dan enam

diantaranya berada di Indonesia. Keenam jenis penyu antara lain, penyu

hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu

tempayan (Caretta caretta), penyu belimbing (Dermochelys coriacea),

penyu lekang (Lepidochelys olivacea) dan penyu pipih (Natator

depressus). Jenis-jenis penyu tersebut ditetapkan pemerintah sebagai satwa

yang dilindungi berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP No. 7 Tahun 1999

tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dan PP No 8 Tahun 1999

tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Peraturan-peraturan

tersebut berlaku dengan dilarangnya berbagai bentuk perniagaan baik

penyu dalam keadaan hidup atau mati karena terjadi penurunan populai

pada spesies penyu yang berada di Indonesia (Marlian et al., 2021).

1
2

Kehadiran penyu ke pantai berkaitan dengan proses reproduksi.

Faktor pendaratan induk penyu karena kondisi pantai yang sesuai untuk

peneluran. Kondisi bio-fisik pantai merupakan salah satu faktor

pendaaratan penyu. Secara biologi pendaratan induk penyu dipengaruhi

oleh sebaran ekosistem dan vegetasi pantai, serta predator yang

berpengaruh terhadap jumlah telur dan tukik (Setiawan et al., 2018).

Naiknya induk penyu ke habitat peneluran dipengaruhi kondisi fisik pantai

yaitu, kemiringan, substrat, panjang dan lebar pantai (Yayasan Alam

Lestari, 2000).

Habitat peneluran penyu terletak di pesisir pantai. Induk penyu

akan muncul ke permukaan dan melakukan pendaratan untuk bertelur.

Penyu ketika mendarat cenderung memilih wilayah yang heterogen yang

relatif luas (Bouchard dan Bjorndal dalam Pratama dan Romadhon, 2020).

Pantai Nipah, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat diketahui sebagai

salah satu habitat peneluran beberapa penyu di Indonesia. Beberapa penyu

yang diketahui melakukan peneluran di pantai tersebut antara lain, penyu

hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbracata), dan penyu

lekang (Lepidochelys olivacea). Konservasi penyu di pantai tersebut

dipelopori oleh pemuda sekitar yang membentuk komunitas konservasi

penyu sebagai Turtle Conservation Community (TCC) Nipah. TCC Nipah

terbentuk dari sikap peduli pemuda Nipah karena keberadaan penyu yang

semakin terancam punah jika tidak dilestarikan (P3TB, 2023).

Saat ini belum terdapat informasi mengenai kondisi habitat

peneluran penyu di Pantai Nipah. Usaha perlindungan diperlukan untuk


3

mempertahankan keberadaan penyu di habitatnya. Analisis mengenai

karakteristik habitat peneluran penyu diperlukan untuk mengetahui kondisi

habitat pantai peneluran penyu agar tetap sesuai dengan kondisi idealnya

sehingga keberlangsungan hidup penyu masih berjalan dengan baik. Hasil

penelitian dapat dijadikan acuan mencirikan habitat peneluran penyu dan

informasi yang mendukung dalam kegiatan konservasi penyu di Pantai

Nipah.

1.2. Rumusan Masalah

Keberadaan penyu saat ini semakin terancam akibat perubahan

lingkungan, iklim, dan kegiatan manusia. Maraknya pemanfaatan penyu

sebagai sumber pangan ataupun pemburuan cangkang sebagai cindera

mata sebagai pertanda rendahnya kesadaran masyarakat. Faktor penyebab

rentannya penyu untuk bertelur dapat dijumpai di Pantai Nipah, seperti

kegiatan wisata, pengalihan lahan dengan adanya bangunan-bangunan

disekitar habitat peneluran. Kegiatan konservasi penyu di Pantai Nipah

dikelola oleh TCC Nipah dapat menjadi solusi untuk mengurangi

kegiatan-kegiatan yang akan mengancam keberadaan penyu, akan tetapi

dalam pengelolaannya belum dapat mempertimbangkan kegiatan edukasi

dan kurangnya informasi karakterisik habitat peneluran penyu dengan

tepat. Hal tersebut dapat mempengaruhi frekuensi pendaratan penyu ke

pantai untuk bertelur. Oleh sebab itu diperlukan penelitian mengenai

karakteristik habitat penyu di Pantai Nipah, Permasalahan tersebut perlu


4

dikaji lebih lanjut demi mendukung kegiatan konsevasi pada TCC Nipah

yang lebih bijak.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah penelitian, maka tujuan

dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui karakteristik habitat peneluran, penyu lekang, penyu hijau,

dan penyu sisik di Pantai Nipah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten

Lombok Utara.

2. Mengetahui aspek geofisik dari karakteristik habitat peneluran, penyu

lekang, penyu hijau, dan penyu sisik di Pantai Nipah, Kecamatan

Pamenang, Kabupaten Lombok Utara.

3. Mengetahui aspek biologi dari karakteristik habitat peneluran, penyu

lekang, penyu hijau, dan penyu sisik di Pantai Nipah, Kecamatan

Pamenang, Kabupaten Lombok Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan

kepada TCC Nipah serta masyarakat sekitar terkait karakteristik habitat penyu

yang bertelur di Pantai Nipah.

1.5. Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian berada di Pantai Nipah, Kecamatan Pamenang,

Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Penelitian dilakukan dari 8-14

Desember 2021. Pengukuran fisik secara in situ, sedangkan analisis ukuran dan
5

tekstur substrat pasir sarang dilakukan di Laboratorium Geologi Laut, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyu

Penyu merupakan salah satu reptilia laut berkarapas yang hidup di

daerah tropis dan subtropis. Reptilia laut tersebut dapat bermigrasi dalam

jarak jauh hingga sampai di sepanjang kawasan Samudera Hindia,

Samudera Pasifik dan Perairan Asia (Pratama dan Romadhon, 2020).

Penyu dilindungi keberadaanya karena populasinya semakin berkurang.

Penurunan populasi penyu akan memberikan dampak terhadap

keseimbangan ekosistem laut. Peran penting penyi sebagai pemelihara

keseimbangan ekosistem laut mulai seperti memelihara ekosistem karang

dan lamun, predator ubur-ubur, distributor berbagai nutrien penting yang

berasal dari lautan menuju pesisir pantai (Wilson et al., 2010; Kelen et al.,

2020).

Terdapat tujuh jenis penyu yang hidup di dunia dan 6 diantaranya

terdapat di Indonesia. Di perairan Indonesia enam jenis penyu yang

dijumpai adalah penyu tempayan (Caretta caretta), penyu hijau (Chelonia

mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbracata), penyu lekang

(Lepidochelys olivacea), penyu pipih (Natator depressus) dan penyu

belimbing (Dermochelys coriacea) (Anshary et al., 2014). Jenis-jenis

penyu tersebut semakin berkurang dan telah masuk dalam red list di IUCN

(International Union for Conservation of Nature and Natural Resources)

dan Appendix I CITES. List tersebut merupakan sebagai endangered

6
7

species atau spesies yang beresiko mengalami kepunahan dalam kurun

dekat (IUCN, 2023).

2.2. Klasifikasi dan Morfologi

Penyu termasuk ke dalam Filum Chordata, Kelas Reptilia dan Ordo

Testudinata. Penyu terbagi menjadi dua Famili yaitu Cheloniidae dan

Dermochelyidae (Guna et al., 2018). Famili Cheloniidae diantaranya

penyu tempayan (Caretta caretta), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu

sisik (Eretmochelys imbricata), penyu kempi (Lepidochelys kempi), penyu

lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu pipih (Natator depressus),

sedangkan Famili Dermochelyidae yaitu penyu belimbing (Dermochelys

coriacea). Bagian tubuh penyu terdiri dari: 1) Karapas, yaitu bagian tubuh

pada punggung sebagai pelindung; 2) Plastron, yaitu penutup pada perut

dan dada; 3) Infra marginal, yaitu keping penghubung antara pinggiran

karapas dengan plastron; 4) Tungkai depan, yaitu kaki pendayung; 5)

Tungkai belakang, yaitu kaki bagian belakang sebagai penggali (Yayasan

Alam Lestari, 2000).


8

Gambar 1.1 Bagian-Bagian Tubuh Penyu

(Yayasan Alam Lestari, 2000)

Spesies penyu dapat diidentifikasi berdasarkan morfologinya.

Morfologi yang berbeda merupakan adaptasi terhadap jenis makanan dan

habitat penyu. Penyu hijau memiliki karapas yang oval kuning-keabuan,

kepala bundar, dan punggung yang tidak meruncing. Penyu pipih memiliki

karapas kuning-keabuan berbentuk oval yang meluas, kepala kecil dan

bundar, dan punggung yang tidak meruncing. Penyu lekang memiliki

kepala besar, karapas bewarna hijau kegelapan dengan bagian bawah

bewarna kuning, dan pinggiran karapas lembut, serta karapas berbentuk

kubah dengan 5 pasang coastal scutes dimana tiap sisi terdiri 6-9 bagian.

Penyu sisik memiliki karapas berbentuk jantung dengan warna coklat

terang mengkilat, kepala sempit, dan punggung yang meruncing. Penyu

belimbing memiliki punggung memanjang seperti belimbing, kepala

bundar berukuran sedang, tungkai depan panjang, dan punggung hitam

berbintik putih. Penyu tempayan bertubuh memanjang yang meruncing

dibagian belakang, kepala berbentuk triangular, dan bewarna coklat-

kemerahan (Dermawan et al., 2009).

2.3. Reproduksi dan Siklus Hidup

Siklus hidup penyu secara umum dimulai dari penyu betina dewasa

bertelur di pantai berpasir. Telur yang sudah berada di sarang kemudian

terinkubasi secara mandiri selama beberapa minggu. Pada suatu periode

inkubasi, penentuan kelamin penyu akan dilakukan dan ditentukan oleh


9

suhu di sekitar sarang. Apabila suhu di sekitar sarang kurang dari 29 o C

maka telur-telur tersebut nantinya akan berkelamin jantan dan berlaku

sebaliknya. Setelah masa inkubasi selesai dan telur menetas, para tukik

yang baru lahir akan pergi dari sarang menuju laut. Para tukik yang

berhasil mencapai laut nantinya akan tumbuh dan berkembang di perairan

dangkal sebelum beranjak dewasa. Proses maturasi penyu memerlukan

lebih dari 20 tahun dan nantinya akan bermigrasi kembali ke tempat

mereka lahir untuk melakukan reproduksi dan bertelur (Witherington,

2006).

Menurut Lutz et al. (2002), proses reproduksi penyu diawali

dengan migrasinya para penyu dewasa menuju ke mating area yang dekat

dengan tempat peneluran. Tahap selanjutnya adalah kawin (mating)

dimana penyu jantan akan mencari penyu betina untuk kawin dengan cara

mounting. Proses kawin pada penyu dapat menyebabkan luka pada penyu

betina dan jantan, seperti luka pada tempurung dan luka gigitan pada leher,

kepala, ekor serta flipper. Setelah musim kawin penyu selesai, penyu

jantan akan kembali ke habitanya sedangkan penyu betina akan menuju ke

pantai untuk membuat sarang dan bertelur. Reproduksi pada penyu dapat

dilakukan beberapa kali tergantung dengan banyaknya musim kawin tiap

jenis penyu. Penyu dewasa pada musim kawin bermigrasi ke sekitar pantai

peneluran. Induk penyu bertelur di galian pasir dan menimbunnya, lalu

meninggalkan telur-telur tersebut untuk selanjutnya melanjutkan siklus

hidup. Telur di dalam pasir akan mengalami proses inkubasi sehingga

akan menetas menjadi anakan penyu (tukik).


10

2.4. Habitat Peneluran

Menurut Lutz et al. (2002), habitat dari seluruh jenis penyu di

dunia saat ini sangat beragam. Habitat penyu spesies L. Kempi terbatas

pada Teluk Mexico dan N. depressus yang tersebar di sekitar benua

Australia sedangkan jenis penyu lainnya tersebar di daerah tropis dan

subtropis. Penyu memerlukan beberapa hal untuk menentukan tempat

membangun sarang dan bertelur, seperti akses pantai yang mudah dan

cukup jauh dari batas gelombang pasang. Adapun tempat peneluran penyu

juga memerlukan pantai dengan kondisi pasir yang lembab dan dapat

melakukan difusi gas. Sarang penyu juga perlu berada di tempat dengan

salinitas yang rendah.

Karakteristik habitat setiap penyu berbeda-beda. Penyu hijau

memiliki karakteristik dengan ditemukannya Hibiscus tiliacus, Terminalia

catappa, dan Pandanus tectorius dengan jenis pasir yang terdiri dari

mineral kuarsa. Penyu pipih memiliki karakteristik pasir putih dengan

banyak ditemukan sand dunes dan hanya ditemukan di rerumputan dan

tanaman perdu. Penyu lekang memiliki karakteristik butiran pasir hitam

dengan kandungan mineral lebih dari 70% opac. Penyu sisik memiliki

karakteritik butiran pasir putih-kekuningan dan karang. Penyu belimbing

memiliki karakteristik sama dengan Penyu hijau, yang membedakannya

adalah jarak antara sarang asli dan sarang palsu. Penyu tempayan memiliki

karakteristik pasir dengan material silika berdiameter sedang (Dermawan

et al., 2009).
11

2.5. Aktivitas Peneluran

Aktivitas peneluran penyu diawali oleh adanya musim kawin induk

penyu. Ketika masa bertelur, pentingnya karakteristik habitat sarang yang

dapat memengaruhi kualitas induk penyu untuk bertelur. Umumnya proses

bertelur induk penyu terjadi pada malam hari hingga terbitnya matahari,

lama waktu bertelur induk penyu berkisar antara satu hinga dua jam. Pada

saat menetas, tukik akan menjadi penyu dewasa yang dapat memijah pada

usia 20 hingga 50 tahun. Penyu dewasa akan melakukan perkawinan

dengan migrasi ke daerah pakan. Selanjutnya penyu betina yang sudah

dibuahi akan menaruh telur-telurnya kembali ditempat semula penyu

betina menetas. Penyu betina dapat bertelur sebanyak dua hingga tiga kali

dalam satu tahun dengan interval waktu 10-14 hari (Mansula dan

Romadhon, 2020).

Aktivitas peneluran pada penyu terjadi setelah musim kawin (mating)

selesai. Penyu jantan akan kembali ke laut sedangkan penyu betina melakkukan

pendaraataj di pantai untuk bertelur. Pemilihan tempat yang cocok untuk bertelur

dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kemiringan pantai, suhu, tekstur subrat,

dan lain-lain. Penyu betina akan membuat sarang menggunakan flipper. Telur

kemudian diletakkan ke dalam lubang dan ditimbun kembali dengan pasir. Penyu

betina kembali ke laut setelah aktivitas peneluran selesai (Lutz et al., 2002).

2.6. Karakteristik Fisik Peneluran Penyu


12

Menurut Lutz et al. (2002), penyu dewasa akan berkumpul di dekat area

peneluran untuk kawin (mating) pada saat musim kawin tiba. Penyu betina

kemudian akan menuju pantai untuk bertelur setelah musim kawin berakhir. Pada

peneluran penyu, kondisi dan karakteristik dari sarang merupakan salah satu

indikator keberhasilan peneluran penyu. Karakteristik dari peneluran penyu dapat

berupa kemiringan pantai, kelembaban pasir, suhu substrat, dan tekstur substrat.

Adapun lebar dan panjang pantai juga dapat menjadi salah satu faktor

keberhasilan peneluran penyu

2.6.1. Lebar dan Panjang Pantai

Lebar dan panjang pantai merupakan salah satu karakteristik yang

mempengaruhi penyu dalam peneluran. Pantai yang dipilih penyu dalam proses

peneluran cenderung memiliki garis pantai yang panjang. Garis pantai yang

panjang dapat memudahkan penyu dalam menentukan tempat yang aman untuk

bertelur. Lebar pantai yang cenderung sempit juga menjadi salah satu factor

pemilihan pantai peneluran penyu. Alasan pemilihan lebar pantai tersebut untuk

memudahkan penyu kembali kembali ke laut setelah bertelur (Mansula dan

Romadhon, 2020).

2.6.2. Kemiringan Pantai

Kemiringan pantai merupakan salah satu parameter penting dalam

menentukan lokasi peneluran penyu. curam atau landainya suatu pantai dapat

mempengaruhi energi induk penyu menuju pantai untuk bertelur. Semakin curam

pantai maka semakin banyak energi yang diperlukan oleh induk penyu untuk

bertelur dan kembali ke laut. Pantai yang memiliki kemiringan landai lebih dipilih
13

oleh penyu sebagai tempat peneluran karena aksesnya yang lebih mudah. Adapun

kekurangan pantai yang landai sebagai tempat peneluran adalah adanya resiko

terjadinya intrusi air laut ke sarang (Mansula dan Romadhon, 2020).

2.6.3. Kelembaban Pasir

Kelembaban pasir dapat dipengaruhi oleh intrusi air laut, vegetasi, dan

tekstur pasir serta proses penguapan kadar air. Kelembaban pasir mempengaruhi

proses peneluran penyu dan penetasan tukik. Pada proses peneluran, penyu akan

memilih tempat dengan kondisi fluktuasi kelembaban pasir yang stabil agar telur

tidak rusak. Pasir yang memiliki kelembaban tinggi akan menyulitkan tukik yang

baru menetas untuk keluar dari sarang sedangkan pasir dengan kelembaban

rendah akan menyebabkan dinding sarang mudah runtuh (Rahman et al., 2022).

2.6.4. Suhu Substrat

Suhu merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi

aktivitas makhluk hidup maupun lingkungannya. Suhu yang terdapat pada

substrat dipengaruhi oleh sinar matahari, penyesuaian tersebut yang akan

memengaruhi tinggi atau rendahnya suhu pada suatu substrat. Penyu

sebagai hewan poikilotermal yaitu memiliki suhu tubuh mengikuti suhu

yang ada di lingkungan dengan ambang batas. Suhu sebagai parameter

yang memengaruhi aktivitas peneluran penyu. Suhu mempengaruhi proses

peneluran dan inkubasi telur baik di permukaan dan dalam sarang. Suhu

sarang yang melebihi batas toleransi telur penyu akan mengganggu

perkembangan dan metabolisme embrio (Mansula dan Romadhon, 2020).

2.6.5. Tekstur Substrat Sarang


14

Menurut Parawangsa et al. (2018), Pasir sebagai satu tempat bagi penyu

dalam proses peneluran hingga menetas. Tekstur substrat sarang berhubungan

pendaratan penyu. Pasir dengan klasifikasi tertentu akan memberi tingkat

kemudahan induk penyu dalam penggalian sarang. Berbagai variasi substrat yang

menjadi tempat memijah beraneka ragam hewan terdiri dari pasir, liat dan debu.

Berbagai macam substrat tersebut merupakan hasil dari proses pecahan batu-batu

karang secara alami.

2.7. Vegetasi Peneluran Penyu

Keberadaan vegetasi pantai akan mempengaruhi penyu

menentukan lingkungan untuk bertelur. Penentuan lokasi sarang yang

terletak dekat dengan vegetasi berfungsi sebagai tempat berlindung.

Perakaran vegetasi mampu menyokong kekokohan sarang (Parinding,

2021). Perakaran vegetasi tersebut mengikat butiran pasir sehingga dapat

meminimalisir runtuhnya sarang ketika penyu sedang menggali lokasi

peneluran. Keberadaan vegetasi juga dapat menghindarkan telur dari

predator dan manusia (Sulumasi et al., 2020).

Menurut Esteban et al. (2016), vegetasi pantai sebagai naungan

yang dapat menstabilkan suhu pasir. Naungan mengatur agar tidak terjadi

perubahan suhu tajam di sekitar sarang dimana mencegah paparan radiasi

cahaya matahari secara langsung. Suhu yang meningkat menyebabkan

suhu daerah peneluran naik dan mempengaruhi kelembaban. Peningkatan

suhu dapat memperpendek jangka inkubasi telur penyu sehingga terjadi

mortalitas dini (Wood dan Wood, 1979).


15

2.8. Persebaran Penyu di Indonesia

Penyu merupakan hewan kelompok reptilia yang dapat hidup di laut.

Habitat penyu berada pada daerah tropis dan subtropis. Terdapat 7 jenis penyu di

seluruh dunia, yaitu E. imbricata, C. mydas, C. caretta, L. Kempi, L. olivaceae, D.

coriaceae, dan N. depressa. Indonesia merupakan negara kepulauan yang

memiliki keanekaragaman biota, salah satunya adalah penyu. Terdapat 6 jenis

penyu yang dapat ditemui di Indonesia kecuali spesies L. Kempi. Penyu hijau

merupakan salah satu jenis penyu yang sering ditemukan di perairan Indonesia

(Dewi et al., 2016).

Penyebaran penyu di perairan Indonesia sangat beragam. Salah satu jenis

penyu yang dapat ditemukan di Indonesia adalah penyu sisik. Penyu sisik dapat

ditemukan di beberapa perairan Indonesia, yaitu pada Kepulauaan Riau, Selat

Makassar, Bali, Selat Karimata, Laut Flores dan Laut Jawa. Jenis penyu lainnya

yaitu penyu lekang dapat ditemukan pada perairan Bali, Jawa Timur, NTT, dan

Papua. Penyu belimbing merupakan salah satu jenis penyu yang dapat ditemui

pada perairan Sumatera bagian barat, Papua, Selatan Jawa dan Kepulauan

Maluku. Adapun Penyu pipih yang tersebar di Benua Australia tetapi juga dapat

ditemukan di perairan Indonesia, seperti NTT dan Maluku. Penyu tempayan di

perairan Indonesia tersebar pada perairan NTT, NTB, Sulawesi Selatan dan

Kepulauan Banggai (Isdianto et al., 2022).


III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi Penelitian

Materi penelitian yang digunakan adalah data karakteristik habitat

penyu yang diperoleh dari data lapangan dari Pantia Nipah, Kecamatan

Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Pengambilan data dilakukan di titik bekas sarang per spesies yang

diharapkan dapat mewakili sifat keseluruhan populasi objek penelitian.

Data primer yang digunakan meliputi, lebar pantai, kemiringan pantai,

suhu, kelembaban, intensitas cahaya, ukuran butir dan tekstur pasir, dan

jenis vegetasi pantai. Adapun data sekunder yang digunakan dalam

penelitian meliputi data pasang dan surut air laut, data pendaratan penyu,

dan penetasan telur, pasang-surut, peta rupa bumi, luas wilayah penelitian,

dan panjang pantai yang merupakan data penelitian bersama.

16
17

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

3.1.1. Alat dan Bahan

Tabel 3.1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian


No Alat dan Bahan Kegunaan

1. Sekop Menggali dan mengambil substrat

2. GPS Menentukan titik koordinat

3. Ziplock Wadah sampel

4. Kertas label Memberi nama sampling

5. Termometer Mengukur suhu air

6. Alat tulis Mencatat data

7. Tongkat berskala Mengukur kedalaman perairan

8. Roll meter Mengukur lebar pantai

9. Neraca Mengukur berat sampel

10
Aluminium foil Menyimpal sampel
.

11
Shieve shaker Mengawetkan sampel
.

12
Lux meter Mengukur intensitas cahaya
.

13
ArcGIS Membuat peta lokasi penelitian
.

14
Kamera Mendokumentasi kegiatan
.

15
Tissue Mengeringkan sampel
.

16
Google Earth Pro Membuat peta lokasi penelitian
.

17
Microsoft Excel Mengolah data
.
18

18
Soil tester Mengukur kelembaban dan pH substrat
.

19
Data pasang-surut Data sekunder
.

20
Substrat sarang Bahan pengukuran butir
.

21
Peta rupa bumi Membuat peta lokasi penelitian
.

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif untuk

menggambarkan kondisi obejek penelitian dimana data-data yang ada di

lapangan dikumpulkan secara faktual dan sistematis (Saputra, 2019).

Pengumpulan data dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu

sampling dilakukan non random secara sengaja sesuai tujuan penelitian

(Lenaini, 2021). Pengambilan data primer meliputi, lebar pantai, kemiringan

pantai, suhu, kelembaban, intensitas cahaya, ukuran butir dan tekstur pasir,

dan jenis vegetasi pantai di Pantai Nipah. Data sekunder yang digunakan

dalam penelitian meliputi data pasang dan surut air laut, data pendaratan

penyu, dan penetasan telur, pasang-surut, peta rupa bumi, Penelitian

dilakukan dalam beberapa tahapan antara lain, survei lokasi penelitian

untuk mengetahui kondisi umum Pantai Nipah dengan menentukan titik

akan digunakssan, pengamatan dan pengambilan data, analisis data

karakteristik habitat, dan intepretasi hasil penelitian.

3.2.1. Metode Penentuan Stasiun Penelitian


19

Penentuan stasiun penelitian didasarkan secara purposive sampling

dimana didasarkan pada kriteria dengan tujuan tertentu agar data yang

diperoleh lebih representatif (Lenaini, 2021).

3.3. Metode Pengumpulan Data

3.3.1. Pengukuran Lebar Pantai

Pengukuran lebar pantai per stasiun menggunakan meteran rol.

Jarak lebar pantai diukur dari batas vegetasi pantai terluar hingga batas air

laut saat pasang dan surut secara langsung (Pranata et al., 2020).

3.3.2. Perhitungan Panjang dan Luas

Perhitungan panjang dan luas pantai menggunakan data dari

Google Earth Pro. Pada panjang pantai diukur mengikuti garis pantai,

sedangkan luas pantai meliputi batas pasang-surut hingga vegetasi pantai

dengan cakupan kawasan yang digunakan untuk peneluran penyu.

3.3.3. Pengukuran Kemiringan Pantai

Pengukuran kemiringan pantai menggunakan tongkat berskala dan

roll meter pada setiap stasiun. Roll meter ditarik secara tegak lurus dari

vegetasi terluar hingga batas pasang yang kemudian ditandai dengan

tongkat berskala. Tali direntangkan hingga membentuk sudut 90° terhadap

tongkat, dimana bentangan roll meter sebagai panjang vegetasi terluar (X)

dan tinggi tongkat sebagai ketinggian pantai (Y) dicatat. Menurut Putra et

al. (2014), nilai kemiringan pantai dapat dihitung melalui rumus:


20

Gambar 3.2. Perhitungan Nilai Kemiringan Pantai

(Sumber: Putra et al., 2014)

Y
tan α=
X

Keterangan:

α : Sudut kemiringan (°)

Y: Ketinggian pantai (m)

X: Panjang dari vegetasi terluar (m)

Hasil dari perhitungan kemiringan pantai menurut Damanhuri et al. (2019) dapat

diklasifikan dalam 6 kelas yang dapat dilihat pada Tabel 3.2:

Tabel 3.2 Klasifikasi Nilai Kemiringan

No. Nilai Kemiringan (o) Nilai Kemiringan (%) Klasifikasi


1. <1 <2 Datar
2. 1-5 2-7 Landai
3. 5-9 7-15 Bergelombang
4. 9-14 9-14 Curam
5. 14-23 14-24 Sangat Curam
6. >24 >45 Terjal
(Sumber: Damanhuri et al., 2019)

3.3.4. Pengukuran Suhu Sarang

Pengukuran suhu dilakukan mengunakan thermometer pada tiap

sarangnya yang dibenamkan ke dalam pasir selama ± 5 menit pada

permukaan dan kedalaman dibawah permukaan sarang ±50 cm (Septiana

et al., 2019; Syaputra et al., 2020).

3.3.5. Pengukuran Kelembaban Sarang


21

Pengukuran kelembaban pasir diukur menggunakan soil tester

pada permukaan dan kedalaman sarang (Syaputra et al., 2020). Sarang

digali ±50 cm, angka yang tertera pada soil meter dicatat.

3.3.6. Pengukuran Ukuran dan Tekstur Butir Sarang

Substrat sarang per stasiun yang akan dianalisis diambil pada permukaan

dan kedalaman ±50 cm dibawah permukaan sarang. Substrat yang telah

dikeringkan lalu diambil sebanyak 25 gram per stasiun ditentukan fraksi pasir

dengan penyaringan bertingkat menggunakan shieve shaker berukuran 2 mm; 500

µm; 300 µm; 150 µm; 75 µm; dan 53 µm selama 10 menit (Pratama dan

Romadhon, 2020). Hasil yang ayakan lalu diklasifikasikan mater partikelnya

berdasaran Skala Wentworth. Klasifikasi diameter butir pasir menurut Bustard

(1972) dalam Parawangsa et al. (2018), dapat dilihat pada Tabel 3.3:

Tabel 3.3 Klasifikasi pasir berdasarkan diameter

No. Klasifikasi Diameter Pasir (mm)


1. Sangat Halus 0,053 – 0,10
2. Halus 0,10 – 0,21
3. Sedang 0,21 – 0,50
4. Kasar 0,50 – 1,0
5. Sangat Kasar 1,0 – 2,0
(Sumber: Bustard, 1972 dalam Parawangsa et al., 2018)

3.3.7. Pengamatan Jenis Vegetasi Pantai

Pengamaan jenis vegetasi pantai dilakukan secara visual dan

observasi. Invetarisasi jenis vegetasi dilakukan pada tiap sekitar pantai dan

diamati vegetasi yang berada di sekitar sarang peneluran penyu (Sari et al.,

2018).
22

3.3.8. Pengamatan Predator Potensial

Pengamatan predator dilakukan dengan mengamati secara

langsung satwa potensial sebagai predator di lapangan selama penelitian

beserta informasi dari masyarakat sekitar (Iary et al., 2018).


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi Pantai Nipah berada di Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok

Utara, Nusa Tenggara Barat. Koordinat pantai tersebut pada 8°26’8.70” LS

116°2’28.50” BT hingga 8°25’30.90” BT. Pantai Nipah berbatasan dengan bagian

timur yakni Tanjung Blambangan dan bagian barat yakni Pantai Malimbu. Pantai

Nipah memiliki pasir putih-kehitaman yang cocok sebagai lokasi peneluran

penyu. Penyu-penyu yang mendarat untuk bertelur, yaitu penyu hijau (Chelonia

mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu sisik (Eretmochelys

imbricata). Kegiatan penangkaran penyu di Pantai Nipah dijalankan oleh

komunitas masyarakat lokal yang dikenal Turtle Consevation Community (TCC)

Nipah.

TCC Nipah menyediakan tempat sarang semi alami dan kolam

untuk melindungi penyu dari penangkapan ilegal dan predator. Sarang

semi alami yang disediakan komunitas mengikuti jumlah sarang alami

yang ditemui di sekitar pantai. Kolam berjumlah empat bak dengan ukuran

5 m × 2 m. Kolam-kolam tersebut digunakan untuk tukik yang telah

menetas hingga berusia 3 bulan atau hingga ada yang mengadopsi tukik,

sebagai perawatan induk penyu dan sebagai sarana edukasi bagi

pengunjung. Berdasarkan data TCC Nipah terdapat sekitar 40 kali

pendaratan induk penyu pada periode Januari 2021 hingga Juli 2021

dengan total telur sebanyak 5.090 butir dan 3 lubang bekas sarang

23
24

peneluran penyu sebagai titik sampling, yaitu penyu lekang (Lepidochelys

olivacea) (sarang 1), penyu hijau (Chelonia mydas) (sarang 2), dan penyu

sisik (Eretmochelys imbricata) (sarang 3). Jumlah telur penyu yang

ditemukan dalam sarang alami dan yang telah dipindahkan ke sarang semi

alami, serta jumlah telur yang sudah menetaskan dapat disajikan pada

Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Jumlah Telur Ditemukan dan yang Telah Menetas

Jumlah Telur Telah


Sarang Jumlah Telur Ditemukan
Menetas
S1 2.274 1.499
S2 112 -
S3 2.704 1.325
(Sumber: TCC Nipah 2021)

4.1.2. Karakteristik Pantai Peneluran Penyu

4.1.2.1. Panjang dan Lebar Pantai

Panjang Pantai Nipah ±1.608 meter dengan lebar pantai antara 10,6-19,3

meter, sedangkan luas keseluruhan Pantai Nipah ±41.7 Ha. Rerata lebar saat surut

18,39 meter, sedangkan rerata lebar saat pasang 11,51 meter. Data lebar pantai

pada setiap stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Lebar Pantai Nipah

Lebar Pantai saat Surut Lebar Pantai saat Pasang


Sarang
(m) (m)
S1 17,9 10,6
S2 19,3 13,1
S3 17,99 10,85
(Sumber: Data Primer, 2021)

4.1.2.2. Kemiringan Pantai

Pengukuran kemiringan pantai pada setiap stasiun di Pantai Nipah dengan

kisaran 0,80° hingga 3,09° dengan rata-rata sebesar 1,99°. Tingkat kemiringan
25

Pantai Nipah dikategorikan cenderung sangat landai. Hasil pengukuran

kemiringan pada setiap sarang disajikan pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.3 Kemiringan Pantai saat Pasang

Sarang Y (m) X (m) Kemiringan (°) Kategori


S1 10,6 0,15 0,80 Datar
S2 13,1 0,56 2,41 Landai
S3 10,85 0,46 2,41 Landai
(Sumber: Data Primer, 2021)

Tabel 4.4 Kemiringan Pantai saat Surut

Sarang Y (m) X (m) Kemiringan (°) Kategori


S1 0,62 17,9 1,95 Landai
S2 1,05 19,3 3,09 Landai
S3 0,43 17,99 1,32 Landai
(Sumber: Data Primer, 2021)

4.1.2.3. Suhu Sarang

Pengukuran suhu pasir ketika pagi hari berkisar 30-39°C pada permukaan

sarang dengan rata-rata 34,7°C, sedangkan pada kedalaman sarang berkisar 27-

29°C dengan rata-rata 30,3°C. Pada pengukuran suhu pasir saat sore hari berkisar

30-34°C pada permukaan dengan rata-rata 32,3°C, sedangkan pada kedalaman

sarang berkisar 27-29°C dengan rata-rata 27,7°C. Hasil pengukuran suhu sarang

disajikan pada Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Suhu saat Pagi dan Sore Hari

Suhu (°C)
Pagi Sore
Sarang
Permukaan Kedalaman Permukaan Kedalaman
Sarang Sarang Sarang Sarang
S1 39 34 34 29
S2 35 30 33 27
S3 30 27 30 27
(Sumber: Data Primer, 2021)

4.1.2.4. Kelembaban Sarang


26

Pengukuran kelembaban sarang pada permukaan saat pagi dan sore hari

adalah 1 pada setiap sarang, sedangkan pada kedalaman ± 50 cm saat pagi dan

sore hari adalah 1-2. Hasil suhu disajikan pada Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6 Kelembaban sarang saat Pagi dan Sore Hari

Kelembaban
Pagi Sore
Sarang
Permukaan Kedalaman Permukaan Kedalaman
Sarang Sarang Sarang Sarang
S1 1 1 1 1
S2 1 2 1 1
S3 1 1 1 1
Sumber: Data Primer, 2021)

4.1.2.5. Intensitas Cahaya

Pengukuran intensitas cahaya pada pemukaan sarang ketika pagi hari

berkisar 0,5-53 Lux, sedangkan saat sore hari berkisar 0,2-0,5 Lux. Intensitas

cahaya pada kedalaman sarang ketika pagi hari berkisar 0,13-1,5 Lux, sedangkan

saat sore hari adalah 0. Hasil intensitas cahaya disajikan pada Tabel 4.7 berikut:

Tabel 4.7 Intensitas Cahaya saat Pagi dan Sore Hari

Intensitas Cahaya (Lux)


Pagi Sore
Sarang
Permukaan Kedalaman Permukaan Kedalaman
Sarang Sarang Sarang Sarang
S1 0,5 0,5 0.2 0
S2 1 0,29 0,5 0
S3 53 0,13 0,5 0
(Sumber: Data Primer, 2021)

4.1.2.6. Ukuran Butir dan Tekstur Pasir

Analisis ukuran butir di Pantai Nipah menunjukkan pasir bertekstur

sedang.

Pasir sedang mendominasi semua stasiun sarang baik permukaan dan kedalaman..

Hasil analisis komposisi butir pasir disajian pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9 berikut:
27

Tabel 4.8 Komposisi Butir Pasir Permukaan

Komposisi Butir Pasir (%)


Sarang
2 mm 500 µm 300 µm 150 µm 75 µm 53 µm
S1 0.6 40,6 40,4 4,8 0,3 13,4
S2 6,8 60,2 28,9 3,5 0,4 0,2
S3 0,1 18,1 62,9 18,2 0,6 9,1
(Sumber: Data Primer, 2021)

Tabel 4.9 Komposisi Butir Pasir Kedalaman

Komposisi Butir Pasir (%)


Sarang
2 mm 500 µm 300 µm 150 µm 75 µm 53 µm
S1 0.2 31,6 38,1 27,1 3,1 0,0
S2 11,9 55,3 28,0 4,7 0,2 0,0
S3 2,1 20,7 58,2 18,5 0,6 0,0
(Sumber: Data Primer, 2021)

4.1.2.7. Temuan Vegetasi Pantai

Pengamatan vegetasi yang dilakukan di Pantai Nipah menujukan bahwa

jenis vegetasinya adalah hutan pantai. Jenis yang ditemukkan berupa tumbuhan

perdu dan belukar. Vegetasi Pantai Nipah didominasi oleh waru laut (Thespesia

populnea) dan bidara laut (Strychhnos lucida R. Brown). Terdapat tumbuhan lain

selain tumbuhan yang mendominasi, yaitu pandan laut (Pandanus tectorius Park)

dan kelapa (Cocoa nucifora).

4.1.2.8. Predator Sarang Penyu

Pengamatan yang dilakukan di lapangan menemukan predator potensial

bagi sarang penyu di Pantai Nipah. Satwa liar yang ditemukan, seperti biawak

(Varanus salvator), anjing (Canis familiaris), dan kepiting (Ocypoda sp.). Adapun

satwa peliharaan yakni ayam kampung (Gallus domesticus).

4.2. Pembahasan

4.2.1. Temuan Bekas Sarang Peneluran Penyu


28

Berdasarkan hasil wawancara dengan TCC Nipah terdapat tiga jenis penyu

yang mendarat di Pantai Nipah, yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu

lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Pantai

Nipah sebagai habitat potensial untuk penyu lekang (Lepidochelys olivacea),

penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata)

(Amartiya et al., 2020). Pendaratan penyu yang sering terjadi adalah penyu sisik

dan penyu lekang, terkadang penyu hijau. Berdasarkan data pada 2021 penyu

hijau melakukan pendaratan untuk bertelur pada Januari, penyu sisik pada Januari

hingga Juli, dan penyu lekang pada Maret hingga Juni. Pada stasiun S1 hingga S3

hanya ditemukan bekas sarang dengan jarak lokasi yang berbeda. Selama

penelitian tidak ditemukan adanya aktivitas peneluran penyu di Pantai Nipah,

namun berdasarkan data dari TCC Nipah terdapat pendaratan penyu pada

November dengan jenis yang belum diketahui. Hal tersebut diduga bahwa musim

peneluran penyu di Pantai Nipah dimulai dari November hingga Juli atau musim

barat hingga musim peralian I yang terjadi antara Maret hingga Mei dari musim

barat ke timur. Pada musim barat angin kencang membentuk gelombang tinggi

dan curah hujan yang tinggi (Nuitja, 1992 dalam Wicaksono et al., 2013).

Keberadaan Pantai Nipah terlindung dari arus deras pada musim barat karena

berada di Teluk Nipah. Gelombang laut mengarah ke perairan teluk sebagai

pereduksi energi gelombang (Pamungkas, 2018).

Sepanjang sisi barat hingga utara di Pantai Nipah ditemukan ekosistem

lamun dan terumbu karang dengan kondisi baik. Keberadaan lamu dan terumbu

karang sebagai habitat alami, tempat mencari makan, dan lokasi cukup dekat

dengan pantai. Setiap penyu memakan makanan yang tidak sama. Penyu hijau
29

(Chelonia mydas) memakan lamun atau tumbuhan laut lain (Guna et al., 2018).

Penyu lekang (Lepidochelys olivacea) karnivora pemakan ikan, ubur-ubur,

bintang laut, dsb, sedangkan Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) bersifat

omnivora yang mencari makan di daerah terumbu karang (Ario et al., 2016).

Pada setiap stasiun penelitian, sarang penyu tidak ditemukan bekas

cangkang telur penyu. Berdasarkan TCC Nipah telur-telur yang berhasil diambil

dipindahkan ke sarang semi alami. Jumlah telur penyu yang ditemukan tidak

sebanding dengan jumlah telur yang menetas, bahkan ada yang tidak menetas

sama sekali yang bisa dilihat di Tabel 4.1 Telur-telur yang tidak menetas

merupakan unhealthy eggs atau dead hatchling dapat dipengaruhi dari fisiologi

indukan, karekteristik lingkungan, dan predator yang mempengaruhi tingkat

hatchling survival (Pazira et al., 2016).

4.2.2. Karakteristik Pantai Nipah sebagai Tempat Peneluran Penyu

4.2.2.1. Lebar dan Panjang Pantai Nipah

Panjang Pantai Nipah adalah ± 1.608 m dengan luas keseluruhan Pantai

Nipah ± 41.7 Ha. Menurut Ridwan et al. (2017), penyu cenderung memilih pantai

yang memiliki pantai garis yang sempit dan panjang karena mempermudah dalam

pembuatan sarang dan kembali setelah bertelur. Pada S1, S2, dan S3 rerata lebar

pantai adalah 14,3 m, 16,2 m, dan 14,4 m. Lebar pantai tersebut memungkinkan

penyu lekang, penyu hijau, dan penyu sisik lebih mudah melakukan pendaratan

untuk bertelur. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian Manurung et

al. (2023), dalam penelitiannya mencatat lebar dari stasiun 1 dan 2 sarang penyu

berkisar 16,8 m dan 13,2 m. Lebar pantai belum mempengaruhi penyu yang tidak
30

dipengaruhi pasang surut air laut. Lebar pantai yang digunakan sebagai sarang

peneluran penyu adalah diantara 20-80 meter (Natih et al., 2021).

4.2.2.2. Kemiringan Pantai Nipah

Pantai Nipah memiliki kategori kemiringan yang hampir sama. Hasil

pengukuran kemiringan di Pantai Nipah pada S1, S2, dan S3 adalah 0.80-1,94°,

2,41-3,09°, dan 2,41-1,32°. Rerata kategori antar tergolong sangat landai. Pada

penelitian Atuany et al. (2020), menunjukkan kategori kemiringan yang sama

pada tiap stasiun Pantai Faong tergolong landai dengan rerata nilai 4-6°, sehingga

pada rerata semua stasiun kemiringannya tergolong layak. Kemiringan pantai

berpengaruh pada kemampuan penyu dalam pendaratan untuk bertelur. Menurut

(Rahman et al., 2022), semakin curam kemiringan maka energi yang dikeluarkan

semakin besar dalam pendaratan. Pantai yang landai mempermudah penyu dalam

aktivitas peneluran, akan tetapi memiliki risiko lebih besar akan rusaknya sarang

alami rusak akibat akibat intrusi air laut pasang tertinggi (Septiana et al., 2019)

4.2.2.3. Suhu Pasir

Pengambilan suhu dilakukan saat pagi dan sore hari pada permukaan dan

kedalaman pasir. Pada S1, S2, dan S3 diperoleh rata-rata 28.5°C, 31°C, 34°C.

Hasil penelitian berbeda pada penelitian Atuany et al. (2020), suhu yang diukur

terdapat perbedaan berkisar 28-30°C. Menurut Ackerman (1997) dalam Hamino

et al. (2020), suhu untuk perkembangan embrio yang baik berkisar 25-35°C dan

apabila suhu diluar itu maka risiko telur kempes dan tidak menetas. Rata-rata suhu

pada S1 hingga S3 termasuk baik untuk perkembangan embrio telur penyu.

Pengaruh suhu tidak hanya berpengaruh pada penetasan telur. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Maulany et al. (2012), apabila suhu sarang diatas
31

34°C selama 3 hari konsekutif pada akhir masa inkubasi dapat menghasilkan tukik

yang kurang bugar atau cacat sehingga kurang berhasil mencapai permukaan

sarang. Suhu menentukan sex ratio tukik, apabila suhu >30°C maka akan

menghasilkan dominan tukik betina atau bahkan 100% betina, sedangkan suhu

<28°C akan menghasilkan dominan tukik jantan atau bahkan 100% jantan

(Suprapti et al., 2010)

4.2.2.4. Kelembaban Pasir

Pengukuran kelembaban pasir sarang pada permukaan saat pagi

dan sore hari adalah 1 pada setiap sarang, sedangkan pada kedalaman ± 50

cm saat pagi dan sore hari adalah 1-2. Nilai 2 ditemui di kedalaman sarang

pada S2. Nilai 1-2 tersebut berasal dari pengukuran menggunakan soil

meter. Berdarkan penelitian Dewi et al., (2022), nilai soil meter memiliki

range sebesar 1-10 yang dikonversi 1-100 dalam persen. Alat soil meter

menunjukkan tiga kriteria kelembaban, yakni kering 1-39%, lembab 40-

79%, dan basah 80-100%. Nilai antar stasiun menunjukkan angka 10-20%

yang dapat dikategorikan kering. Akan tetapi, berdasarkan penelitian

Syaputra et al. (2020), hasil kelembaban memenuhi kriteria apabila

kelembaban tidak lebih dari 40% dan tidak kurang dari 20%. Semakin

tinggi kelembaban (>40%) akan menyebabkan telur mengalami

pembusukkan sedangkan semakin rendah kelembaban (<20%)

menyebabkan telur berkeriput. Hasil pengukukuran kelembaban 10%

termasuk rendah atau kering, sedangkan 20% termasuk lembab.


32

Kelembaban substrat yang tergolong kering akan menyebabkan keluarnya

cairan pada telur sehingga tukik akan kesulitan untuk keluar dari cangkang

dan akan mati sebelum keluar dari cangkang (Bustard, 1972 dalam

Parawangsa et al., 2018). Adanya perbedaan nilai kelembaban dapat

dipengaruhi oleh sirkulasi udara di sekitar lingkungan sarang (Muliani et

al., 2022). Telur penyu memerlukan sirkulasi udara yang baik untuk

perkembangan embrio telur (Agustina, 2009 dalam Parawangsa, 2018).

Sirkulasi udara dipengaruhi beberapa faktor, seperti tekstur pasir dan

tanaman (Parinding, 2021).

4.2.2.5. Ukuran Butir dan Tekstur Pasir

Tingkat kehalusan pasir menjadi salah satu hal yang

dipertimbangkan penyu dalam aktivitas peneluran. Kehalusan pasir

ditentukan melalui ukuran butir pasir. Menurut Widiastuti (1998) dalam

Alfred et al. (2020), ukuran butir pasir menentukan penyu ketika membuat

sarang, Berdasarkan hasil analisis antar stasiun, pasir sarang bertekstur

sedang. Hal ini diperkuat oleh peneltian Bustard (1972) dalam Fadhilah

dan Sunarto (2018), kondisi pasir yang sesuai untuk sarang penyu

berkategori pasir sedang (0,21-0,50 mm). Kondisi ini selaras dengan

penelitian Nuitja (1992) dalam Alfred et al. (2020), tekstur pasir pada

sarang peneluran penyu berupa 90% dengan butiran sedang hingga halus.

Pasir bertekstur sedang memudahkan penyu dalam penggalian sarang dan

penyebaran suhu pada sarang memungkinkkan lebih merata dan stabil


33

(Karim et al., 2019). Pantai Nipah didominasi pasir putih yang terdapat

pada S3, sedangkan pada S1 dan S2 terdapat pasir putih bercampur hitam

yang berasal dari angkutan vulkanis yang terbawa arus dan gelombang

dari Gunung Rinjani. Menurut Rofiah et al. (2012), pasir kehitaman pada

umumnya mineral magnetit dan ilmenite dengan daya hantar panasnya

lebih besar dibanding non-logam yang mampu mengabsorbsi radiasi antara

30-80% dan mampu mengurangi evaporasi pada permukaan pasir.

Berdasarkan penelitian pasir bersubstrat warna putih kehitaman cocok

sebagai habitat peneluran penyu lekang, penyu hijau, dan penyu sisik

(Kurniawan et al., 2020; Rahman et al., 2022)

4.2.2.6. Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya mempengaruhi dalam aktivitas peneluran penyu, penyu

cenderung lebih memilih tempat bertelur dalam keadaan gelap. Intensitas cahaya

pada permukaan dan kedalaman S1, S2, dan S3 adalah 0-0,5 Lux, 0-1 Lux, dan 0-

53 Lux. Berdasarkan hasil yang diperoleh S1 dan S2 tergolong sesuai. Nilai S3

permukaan saat pagi hari 53 Lux tidak sesuai dengan penelitian Putra et al.

(2023), bahwa pencahayaan >3 sangat tidak sesuai dalam matriks kesesuaian

habitat penyu. Hal tersebut juga didukung penelitian oleh Santos et al. (2006),

yang menunjukkan nilai pencahayaan yang sesuai untuk habitat penyu adalah 0-3

Lux. Ketidaksesuaian nilai pada S3 diduga sekitar sarang tidak terdapat naungan

akibat pembukaan lahan oleh masyarakat setempat. Menurut Rianda et al. (2017),

intensitas cahaya mempengaruhi suhu sarang karena panas pada permukaan

sarang akan terserap dan dirambatkan ke pernukaan lebih dalam dan sebagian lagi

dipantulkan. Sarang yang terbuka atau terkena paparan sinar matahari seccara
34

langsung dapat meningkatkan suhu permukaan sarang signifikan (Nybakken,

1992).

4.2.2.7. Temuan Vegetasi Pantai Nipah

Pengamatan vegetasi yang dilakukan di Pantai Nipah menujukan vegetasi

dominannya yaitu, waru laut (Thespesia populnea) dan bidara laut (Strychhnos

lucida R. Brown). Adapun tumbuhan non dominan yaitu, pandan laut (Pandanus

tectorius Park) dan kelapa (Cocoa nucifora). Menurut Amartiya et al. (2022),

vegetasi di Pantai Nipah termasuk campuran dari vegetasi yang rapat hingga

terbuka yang tersusun, seperti ketapang (Terminalia catappa), pandan laut

(Pandanus tectorius), keranji (Dialium indum), waru (Hibiscus tiliacus), kelapa

(Cocos nucifera) dan kuku kambing (Ipomea pescaprae). Peran vegetasi terhadap

penyu sebagai tempat berlindung dari intesitas cahaya, memberi rasa aman seperti

menghindari keruntuhan, penstabil suhu dan kelembaban saat aktivitas peneluran

(Manurung et al., 2023). Aktivitas peneluran penyu di Pantai Nipah tidak hanya

mencari naungan dibawah vegetasi, tetapi juga diantara semak, kapal, dan gazebo

bambu. Perilaku tersebut sebagai upaya penyu untuk melindungi sarangnya dari

predator dan aktivitas manusia. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Rahman et

al. (2022), terdapat faktor seperti salinitas air dan jenis substrat sehingga

pemilihan lokasi bertelur penyu berdasarkan insting dan tidak dilakukan secara

acak apa adanya. Hal tersebut membuktikan penyu dapat menyesuaikan diri saat

aktivitas pendaratan dan peneluran pada lokasi yang belum tentu terdapat

vegetasi.

4.2.2.8. Temuan Predator Potensial Sarang Penyu


35

Sarang penyu yang ditemukan berada diantara vegetasi, gazebo, dan kapal

sebagai upaya melindungi sarang dari predator potensial. Predator potensial yang

dijumpai seperti seperti biawak (Varanus salfator), anjing (Canis familiaris),

kepiting (Ocypode sp.) dan ayam kampung (Gallus domesticus). Hal ini sesuai

dengan pernyataan Manurung et al. (2023), binatang predator seperti biawak dan

anjing sering mengais sarang dan memakan telur bahkan tukik. Adapun predator

lain yakni manusia yang mengambil telur dan penyu untuk dijual dan dikonsumsi,
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Penyu lekang, hijau, sisik cenderung mendarat dan melakukan peneluran

pada sisi barat, barat daya, dan timur Pantai Nipah dikarenakan Pantai

Nipah berada di Teluk Nipah yang terlindung dari arus deras musim barat;

terdapat ekosistem lamun dan terumbu karang yang dapat dimanfaatkan

sebagai tempat mencari makan; karakteristik Pantai Nipah sudah sesuai

dengan karakteristik yang berhubungan dengan insting penyu bertelur.

2. Karakteristik geofisik habitat Pantai Nipah meliputi lebar pantai dimana

rata-rata S1, S2, dan S3 adalah 14,3 m, 16,2 m, dan 14,4 kategori rerata

kemiringan tergolong landai dengan nilai S1, S2, dan S3 adalah 1,37°,

2,75°, dan 1,87°; Suhu sesuai ambang perkembangan embrio dimana S1,

S2, dan S3 diperoleh suhu dengan rata-rata sekitar 28.5°C, 31°C, 34°C;

serta ukuran dan tekstur pasir berkategori pasir sedang.

3. Karakteristik biologi Pantai Nipah meliputi vegetasi pantai yang

didominasi oleh waru laut (Thespesia populnea) dan bidara laut

(Strychhnos lucida R. Brown). Terdapat tumbuhan lain selain tumbuhan

yang mendominasi, yaitu pandan laut (Pandanus tectorius Park) dan

kelapa (Cocoa nucifora); serta terdapat predator potensial seperti biawak

(Varanus salfator), anjing (Canis familiaris), kepiting (Ocypode sp.) dan

ayam kampung (Gallus domesticus).

36
37

5.2. Saran

1. Sebaiknya penelitian dilakukan pada musim barat hingga peralihan I.

2. Diharapkan ada pengembangan konservasi penyu lebih di tingkatkan dari

segi edukasi dan fasilitas.

3. Diperlukan penelitian dan berkala mengenai karakteristik habitat penyu

di Pantai Nipah serta pengawasan rutin pada lokasi dijumpainya penyu.


DAFTAR PUSTAKA

Amartiya, R., M. Syaputra, dan A.C. Ichsan. 2022. Teknik Penangkaran dan

Strategi Pengelolaan Penyu di Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Desa

Malaka Kabupaten Lombok Utara.

Alfred, D., K. Zangri, M. Ermelinda, K. D. Fransiskus, A. Vinsensius, dan M.

Andriani. 2020. Karakteristik Fisik Pantai dan Distribusi Sarang Alami

Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di Pantai Sosadale Rote-Ndao Nusa

Tenggara Timur. Jurnal Biofaal, 1(2): 55-65.

Anshary, M., T. R. Setyawati, dan A. H. Yanti. 2014. Karakteristik Pendaratan

Penyu Hijau ( Chelonia mydas , Linn aeus 1758 ) di Pesisir Pantai Tanjung

Kemuning Tanjung Api Dan Pantai Belacan Kecamatan Paloh Kabupaten

Sambas. Jurnal Protobiont, 3(2): 232–239.

Atuany, D.J., J.C. Hitipeuw, dan A. Tuhumury. 2020. Karakteristik Area Tempat

Bertelur Penyu Sisik ( Eretmochelys imbricata ) Pantai Faong Taman

Nasional Manusela. MAKILA, 14(2): 135–146.

Ario, R., E. Wibowo, I. Pratikto, dan S. Fajar. 2016. Pelestarian Habitat Penyu

Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center

(TCEC), Bali. Jurnal Kelautan Tropis, 19(1): 60–66. 

Damanhuri, H., A. Putra, dan R.A. Troa. 2019. Karakteristik Bio-Fisik Pantai

Peneluran Penyu Di Pulau Laut-Sekatung Kabupaten Natuna – Provinsi

Kepulauan Riau. Prosiding Simposium Nasional Magister, (2): 1–15.

Dermawan, A., N.S. Nuitja, D. Soedharma, M.H. Halim, M.D. Kusrini, S.B.

Lubis, R. Alhanif, Khazali, M. Murdiah, P.L. Wahjuhardini,

38
39

Setiabudiningsih, dan A. Mashar. 2009. Pedoman Teknis: Pengelolaan

Konservasi Penyu, Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Dirjen

Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kedil, Departemen Kelautan dan

Perikanan RI. Jakarta. 123 hlm.

Dewi, A.S., H. Endrawati, dan S. Redjeki. 2016. Analisa Persebaran Sarang

Penyu Hijau (Chelonia Mydas) Berdasarkan Vegetasi Pantai Di Pantai

Sukamade Merubetiri Jawa Timur. Buletin Oseanografi Marina, 5(2): 115–

120.

Dewi, A.S., D. Darlis, dan R.A. Primadhi. 2023. Rancang Bangun Agriculture

Node Untuk Monitoring Kualitas Tanah Berbasis Lora AS923-2 Guna

Mendukung Penelitian Integrated Smart Farming Di Laboratorium Inacos

Universitas Telkom. e-Proceeding of Applied Science, 9(1): 220–231.

Esteban, N., J.O. Laloë, J.A. Mortimer, A.N. Guzman, dan G.C. Hays. 2016. Male

Hatchling Production in Sea Turtles from One of the World’s Largest Marine

Protected Areas, the Chagos Archipelago. Scientific Reports, 6(20399): 1–8.

Fadhilah, N. dan Sunarto. 2016. Perbandingan Karakteristik Lingkungan

Peneluran Penyu Dikaji Dari Aspek Geomorfologi Pesisir (Studi Kasus pada

Pantai Pelang dan Pantai Kili-kili di Kecamatan Panggul, Kabupaten

Trenggalek). Bumi Indonesia, 15(1): 165–175.

Guna, P.I.A., I.M.A. Suyadnya, dan I.G.A.P.R. Agung. 2018. Sistem Monitoring

Penetasan Telur Penyu Menggunakan Mikrokontroler NodeMCU ESP8266

dan Protokol MQTT dengan Notifikasi Berbasis Telegram Messenger.

Journal of Computer Science and Informatics Engineering (J-Cosine), 2(2):

80–89.
40

Hamino, T.Z.A.E., I.N.Y. Parawangsa, L.A. Sari, dan S. Arsad. 2021. Efektifitas

Pengelolaan Konservasi Penyu di Education Center Serangan , Denpasar

Bali. Journal of Marine and Coastal Science Vol., 10(1): 18–34.

Hanipa, S., E. Utami, dan U. Umroh. 2017. Pengaruh Pakan Terhadap

Pertumbuhan Tukik Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Penangkaran Pantai

Tongaci Sungailiat. Akuatik: Jurnal Sumberdaya Perairan, 11(2): 63–70.

Iary, T., A. Santoso, dan R. Ario. 2018. Studi Habitat Peneluran Penyu Sisik

(Eretmochelys imbricata) di Pulau Menjangan Kecil Kepulauan

Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Journal of Marine Research,

7(3): 219–222.

Isdianto, Andi, Oktiyas Muzaky Luthfi, Muhammad Arif Asadi, Dian Aliviyanti,

Bambang Semedi, Guntur, Ghita Arfiani, Berlania Mahardika Putri, dan

Muchamad Fairuz Haykal. 2022. Penyu: Biologi, Habitat, dan Ancaman.

Malang: UB Media. 101 hlm.

International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources.

https://www.iucnredlist.org/species/4615/11037468 [Diakses pada 22 Mei

2023, pukul 19.00 WIB].

Karim, M.N., S. Rifanjani, dan S. Siahaan. 2019. Characteristics of the Habitat

Laying Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata) in Tanjung Keluang

Nature Park District Kumai Central Kalimantan. Jurnal Hutan Lestari, 7(1):

106–113.

Kelen, M.S. Lou, Setiyono, T. Suratman, dan Susianto. 2020. Upaya Direktorat

Kepolisian Perairan Dan Udara (DITPOLAIRUD) Polda Nusa Tenggara

Timur Dalam Menangani Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Alam.


41

Bhirawa Law Journal, 1(2): 71–82.

Kurniarum, M., W. Prihanta, dan S. Wahyuni. 2015. Pengetahuan Dan Sikap

Masyarakat Terhadap Konservasi Penyu Dan Ekowisata Di Desa Hadiwarno

Kabupaten Pacitan Sebagai Sumber Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan

Biologi Indonesia, 1(2009): 124–137.

Kurniawan, W., Erianto, dan I. Dewantara. 2020. Jumlah Tempat Penelutan

Penyu Hijau (Chelonia mydas) Berdasarkan Vegetasi Pantai di Taman

Wisata Alam (TWA) Tanjung Belimbing Kecamatan Paloh Kabupaten

Sambas. Jurnal Hutan Lestari, 8(3): 605–619.

Lenaini, I. 2021. Teknik Pengambilan Sampel Purposive Dan Snowball Sampling.

Jurnal Kajian, Penelitian & Pengembangan Pendidikan Sejarah, 6(1): 33–39.

Lutz, P.L., Musick, J.A., & Wyneken, J. 2002. The Biology of Sea Turtes,

Volume II. 1st ed. Boca Raton: CRC Press. 472 hlm.

Mansula, J. G., & Romadhon, A. 2020. Analisis Kesesuaian Habitat Peneluran

Penyu di Pantai Saba. Juvenil, 1(1), 8–18.

Manurung, V.R., E. Defani, Y.M. Nainggolan, dan K. Dewanti. 2023.

Karakteristik Habitat Bertelur dan Penetasan Telur Penyu Lekang

(Lepidochelys olivacea) di Kawasan Konservasi Penyu Pantai Binasi.

AQUACOASTMARINE, 2(1): 1–7.

Marlian, N., N. Zurba, dan F. Rahmayanti. 2021. Sosialisasi Penyelamatan Penyu

Aceh Di Pantai Suak Geudubang Aceh. Marine Kreatif , 5(2): 112–118.

Maulany, R.I., D.T. Booth, dan G.S. Baxter. 2012. The Effect of Incubation

Temperature on Hatchling Quality in the Olive Ridley Turtle, Lepidochelys

olivacea, from Alas Purwo National Park, East Java, Indonesia: Implications
42

for hatchery management. Marine Biology, 159(12): 2651–2661.

Muliani, M., E. Erlangga, M. Mutia, E. Ayuzar, dan M. Mahdaliana. 2022.

Characteristics Nesting Ground of Turtle (Lepidochelys olivaceae) in

Gampong Gelumpang Sulu Timur Dewantara Sub-district, North Aceh

Regency. Jurnal Pembelajaran dan Biologi Nukleus, 8(2): 302–316.

Natih, N.M.N., R.A. Pasaribu, M.A.G.A. Hakim, P.S. Budi, dan G.F. Tasirileleu.

2021. Olive Ridley (Lepidochelys olivacea) Laying Eggs Habitat Mapping in

Penimbangan Beach, Bali Island. IOP Conference Series: Earth and

Environmental Science, 944 (1): 1–9.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT

Gramedia. 480 hlm.

Pamungkas, A. 2018. Karakteristik Parameter Oseanografi ( Pasang-Surut , Arus ,

dan Gelombang ) di Perairan Utara dan Selatan Pulau Bangka Belitung.

Buletin Oseanografi Marina, 7(1): 51–58.

Parawangsa, I.N.Y., I.W. Arthana, dan R. Ekawaty. 2018. Pengaruh Karakteristik

Pasir Pantai Terhadap Persentase Keberhasilan Penetasan Telur Penyu

Lekang (Lepidochelys olivacea) Dalam Upaya Konservasi Penyu Di Bali

Characteristic. Jurnal Metamorfosa, 5(1): 17–22.

Parinding, Z. 2021. Preferensi Habitat Persarangan Penyu di Kawasan Pulau

Kecil. Jurnal Ilmu Pengetahuan, 2(1): 8–15.

Pazira, A., M. Moshtaghie, M.A. Tollab, F. Ahmadi, M. Rashidi, H. Faghih, G.

Ghorbanzadeh-Zaferani, D. Mirshekar, M. Shamsaie, dan P. Malekpouri.

2016. Hatching success of Hawksbill Sea Turtles (Eretmochelys imbricata)

in a Protected Hatchery site in Nakhiloo Island, Persian Gulf. Regional


43

Studies in Marine Science, 3: 216–224.

PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. 14 hlm.

PP No 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. 22

hlm.

Pranata, I. P. A. W., Yulianda, F., dan Kusrini, M. D. 2019. Pengaruh morfologi

pantai terhadap preferensi bersarang penyu sisik (Eretmochelys imbricata,

Linneaus 1766) di Pulau Belanda dan Kayu Angin Bira. Habitus

Aquatica, 1(1): 38–43.

Pratama, A.A., dan A. Romadhon. 2020. Karakteristik Habitat Peneluran Penyu

Di Pantai Taman Kili-Kili Kabupaten Trenggalek dan Pantai Taman

Hadiwarno Kabupaten Pacitan. Juvenil:Jurnal Ilmiah Kelautan dan

Perikanan, 1(2): 198–209.

Program Pembangunan Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan (P3TB). 2022.

http:// p3tb.pu.go.id/in/main/news_detail/124/169/3002 [Diakses pada 22

Mei 2023, pukul 19.00 WIB].

Putra, B. A., Wibowo K, E., dan Rejeki, S. 2014. Studi Karakteristik Biofisik

Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) Di Pantai Palos, Sambas,

Kalimantan Barat. Journal of Marine Research, 3(3): 173–181.

Putra, S. P., dan Imran, Z. 2023. Kesesuaian Habitat Peneluran dengan Wisata dan

Daya Dukung Kunjungan di Kawasan Pelestarian Penyu Pantai Batu

Kumbang , Kabupaten Muko-Muko, Provinsi Bengkulu. JIPI, 28(2): 192–

200.

Rahman, S. A., Agustina, S. S., Mutalib, Y., Gani, A., Sangkia, F. D., dan Diana,

Lady. 2022. Stufi Karakteristik Habitat Peneluran di Pantai Sinorang, Desa


44

Sinorang, Kecamatan Batui Selatan, Kabupaten Banggai sebagai Dasar

Kelestariannya. BAWAL: 14(3), 173–185.

Rianda, F., W. Sari, A.A. Muhammadar, J.I. Kelautan, U.S. Kuala, dan B. Aceh.

2017. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Embrio Penyu Lekang

(Lepidochelys olivacea) di Lhok Pante Tibang Syiah Kuala, Banda Aceh.

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 2: 119–129.

Ridwan, E.A., L. Sara, dan Asriyana. 2017. Karakteristik biofisik habitat

peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Kampa, Konawe

Kepulauan. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(4): 295–305.

Rofiah, A., R. Hartati, dan E. Wibowo. 2012. Pengaruh Naungan Sarang terhadap

Persentase Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di Pantai

Samas Bantul, Yogyakarta. Journal of Marine Research, 1(2): 103–108.

Santos, R.G., A.S. Martins, E. Torezani, C. Baptistotte, J. Da Nóbrega Farias,

P.A. Horta, T.M. Work, dan G.H. Balazs. 2010. Relationship between

Fibropapillomatosis and Environmental quality: A Case Study with Chelonia

mydas off Brazil. Diseases of Aquatic Organisms, 89(1): 87–95.

Saputra, Ade. 2019. Penerapan Usability pada Aplikasi PENTAS Dengan

Menggunakan Metode System Usability Scale (SUS). JTIM, 1(1): 206–212.

Sari, D.N., M. Fauzi, dan E. Sumiarsih. 2018. Karakteristik Sarang Penyu Hijau

(Chelonia Mydas) Di Pulau Kasiak Kawasan Konservasi Penangkaran Penyu

Pariaman, Sumatera Barat. Berkala Perikanan Terubuk, 46(2): 42-49.

Septiana, N.O., dan A. Budiharjo. 2019. Karakteristik Habitat Bertelur Penyu Di

Pantai Taman Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.

Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek (SNPBS) ke-IV: 371–378.


45

Setiawan, R., Z. Zamdial, dan B. Fajar SPN. 2018. Studi karakteristik habitat

peneluran penyu di desa pekik nyaring Kecamatan Pondok Kelapa

Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu. Jurnal Ilmu Kelautan

Kepulauan, 1(1): 59–70.

Sulumasi, S., M. Dj, R. Odjoe, I. Tallo, M. Fakultas, U.N. Cendana, D. Fakultas,

U.N. Cendana, F. Kelautan, dan J. Adisucipto. 2020. Studi Kondisi Bio-Fisik

Habitat Peneluran Penyu di Pantai Keppo dan Dahi Ae Desa Eilogo

Kecamatan Liae Kabupaten Sabu Raijua. Jurnal Aquatik, 3(1): 78–84.

Suprapti, D., W. Adnyana, I. Bagus, dan I. W. Arthana. 2010. Identifikasi Seks

Rasio Tukik Penyu Hijau (Chelonia Mydas) Dan Penyu Belimbing

(Dermochelys Coriacea) Di Berbagai Pantai Peneluran Utama Di Indonesia.

ECOTHROPIC, 5(2): 134–138.

Syaputra, L.I., D. Mardhia, dan D. Syafikri. 2020. Karakteristik Habitat Peneluran

Penyu di Calon Kawasan Komservasi Perairan Taman Pesisir Lunyuk dan

tatar Sepang. International Journal of Applied Science and Technology, 1(2):

55–63.

UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya. 14 hlm.

Wicaksono, M.A., D. Elfidasari, dan A. Kurniawan,T. 2013. Aktivitas Pelestarian

Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan

Sukabumi Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Matematika, Sains, dan

Teknologi, 4: 116–123.

Wilson, E.G., K.L. Miller, D. Allison, dan M. Magliocca. 2010. Why Healthy

Oceans Need Sea Turtles : Habitat of Sea Turtles to Marine Ecosystems.


46

Oceana. 17 hlm.

Witherington, B.E. 2006. Sea Turtle : An Extraordinary Natural History of Some

Uncommon Turtles. USA:Voyager Press. 132 hlm.

Wood, J.R., dan F.E. Wood. 1979. Artificial Incubation of Green Sea Turtles Eggs

(Chelonia mydas). Proceedings of the World Mariculture Society, 10(1–4):

215–221.

Yayasan Alam Lestari (YAL). 2000. Mengenal Penyu. Yayasan Alam Lestari dan

Keidanren Nature Conservation Fund (KNCF) Jepang. 81 hlm.


LAMPIRAN

47
48

Lampiran 1. Data Pendaratan dan Telur Penyu di Pantai Nipab

Jam Jam Jam


Tanggal Jenis Jumlah Menetas Rusak
naik turun Menetas
05.15 09.00
09/01/2021 Hijau 112 - - -
WITA WITA
01.45 08.55
28/01/2021 Sisik 144 - - -
WITA WITA
23.45 08.35
17/02/2021 Sisik 122 - - -
WITA WITA
04.55 17.15
19/02/2021 Sisik 336 - - -
WITA WITA
01.30 08.00 96.15
16/03/2021 Lekang 70 40 30
WITA WITA WITA
10.30 08.00 04.55
24/03/2021 Lekang 80 35 45
WITA WITA WITA
09.10 08.30 05.45
05/05/2021 Sisik 79 50 29
WITA WITA WITA
10.00 09.00 05.15
05/05/2021 Sisik 97 75 22
WITA WITA WITA
11.00 10.30 05.20
05/05/2021 Sisik 101 98 3
WITA WITA WITA
10.00 08.30 05.15
06/05/2021 Sisik 122 105 17
WITA WITA WITA
11.00 10.30 05.00
06/05/2021 Sisik 92 75 17
WITA WITA WITA
08.00 07.30 05.10
06/05/2021 Sisik 100 60 40
WITA WITA WITA
09.00 08.30
06/05/2021 Sisik 100 - - -
WITA WITA
10.00 10.30 05.15
06/05/2021 Sisik 97 50 47
WITA WITA WITA
11.00 08.30 05.00
07/05/2021 Sisik 112 85 27
WITA WITA WITA
12.00 11.30 05.25
07/05/2021 Sisik 95 60 35
WITA WITA WITA
10.00 09.00 05.40
12/05/2021 Lekang 108 87 21
WITA WITA WITA
09.00 07.30 05.20
16/05/2021 Lekang 100 68 32
WITA WITA WITA
11.00 08.30 05.30
17/05/2021 Lekang 120 80 40
WITA WITA WITA
12.00 10.30 05.30
17/05/2021 Lekang 133 180 53
WITA WITA WITA
12.00 10.30 05.40
21/05/2021 Sisik 90 50 40
WITA WITA WITA
49

Lampiran 1. Lanjutan

10.00 07.30 05.20


21/05/2021 Sisik 93 50 43
WITA WITA WITA
12.00 08.30
21/05/2021 Sisik 195 - - -
WITA WITA
12.00 10.30 06.00
22/05/2021 Sisik 100 120 75
WITA WITA WITA
11.00 09.00 05.05
22/05/2021 Sisik 144 75 25
WITA WITA WITA
10.00 07.30 05.20
23/05/2021 Sisik 100 70 30
WITA WITA WITA
11.00 09.30 05.15
23/05/2021 Sisik 110 100 44
WITA WITA WITA
11.00 09.30 05.09
01/06/2021 Lekang 195 130 65
WITA WITA WITA
10.00 08.30 Lekang 05.17
02/06/2021 60 35 25
WITA WITA WITA
11.00 08.20 Lekang 05.47
03/06/2021 122 100 22
WITA WITA WITA
11.00 08.10 Lekang 05.34
05/06/2021 120 100 20
WITA WITA WITA
03.00 09.30 Lekang 05.34
08/06/2021 84 44 40
WITA WITA WITA
01.00 09.30 Lekang 05.57
13/06/2021 240 140 100
WITA WITA WITA
11.00 09.30 Lekang 05.23
19/06/2021 277 130 97
WITA WITA WITA
12.30 08.00 Lekang 05.55
20/06/2021 165 100 65
WITA WITA WITA
12.30 08.00 Lekang 05.29
21/06/2021 110 80 30
WITA WITA WITA
09.30 077.00 05.08
21//06/2021 Lekang 290 150 140
WITA WITA WITA
11.30 10.00 05.40
29/06/2021 Sisik 80 40 40
WITA WITA WITA
02.30 08.00 05.00
01/07/2021 Sisik 89 77 13
WITA WITA WITA
10.30 09.00 07.00
07/07/2021 Sisik 106 85 21
WITA WITA WITA
50

Lampiran 2. Data Pasang-Surut


51

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

(a). TCC Nipah


(b). Pengukuran Lebar dan
Kemiringan Pantai

(c). Kolam Pembesaran (d). Sarang Semi-Alami

(d). Penentuan Stasiun (e). Vegetasi Pantai


52

(f). Pengambilan Sampel (g). Wawancara dengan Pengelola

(h). Pengukuran Ukuran Butir (i). Kapal di sekitar Lokasi


Pasir Penelitian

(j). Predator Potensial di Lokasi (k). Bangunan di sekitar Lokasi


Penelitian Penelitiam
53

RIWAYAT HIDUP

Sylfia Loveta Putri Prasetyo, lahir di Kudus, 30 April 1999.


Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Dwi Prasetyo dan Ibu Eny Koesdian
Vinamawati. Bertempat tinggal di Desa Honggosoco RT
02/RW 04 Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa
Tengah. Penulis menempuh pendidikan awal di TK Pertiwi
Honggosoco, kemudian melanjutkan pendidikan di SD
Negeri 05 Honggosoco selama 6 tahun. Pendidikan berikutnya di SMP Negeri 02
Kudus yang diselesaikan pada tahun 2015, selanjutnya SMA Negeri 01 Pati yang
diselesaikan pada tahun 2015, selanjutnya SMA Negeri 2 Bandung yang
diselesaikan pada tahun 2017. Penulis diterima sebagai mahasiswi program studi
S1 Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
melalui jalur Ujian Mandiri pada tahun 2018. Tahun 2019 penulis melakukan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL)
Lombok dengan judul “Penerapan Teknik Pakan pada Benih Abalon (Haliotis
squamata) di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok”. Tahun 2021 penulis
melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tinjomoyo, Kecamatan
Banyumanik, Kabupaten Kota Semarang. Selama masa perkuliahan, penulis
menjabat sebagai Staff Ekonomi Kreatif Olimpiade Diponegoro Tahun 2017.

Anda mungkin juga menyukai