PRAKTIKUM ECOTOURISM
EKOSISTEM LAMUN
KELOMPOK LAMUN 2
Nama Anggota :
Valmay Savira 26020116120006 Septiyani Kusuma D. 26020116130153
Wildari N. S. 26020116120020 Rima Rosema 26020116130154
Dinda Monita 26020116130106 Nadya Oktavia 26020116130174
Annisa Rhamadany 26020116130146 Erick S. F. Hasibuan 26020116140175
1.1. Latar Belakang Commented [k1]: Berisi tentang pentingnya praktikum tersebut
dilakukan
Indonesia dikenal sebagai negara maritim dikarenakan mempunyai perairan
laut yang lebih luas dibandingkan daratan. Perairan laut Indonesia kaya akan
berbagai biota laut baik flora maupun fauna (Bengen, 2001). Salah satu sumber daya
laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun. Indonesia
diperkirakan memiliki luasan padang lamun mencapai 30.000 km2 (Green dan Short,
2003). Lamun di Indonesia tersebar luas di seluruh perairannya dan terdiri dari 13
jenis yang berasal dari 2 suku (Fortes, 1990). Lamun merupakan tumbuhan berbunga
yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Lamun
hidup di perairan dangkal yang agak berpasir dan sering juga ditemui di terumbu
karang. Lamun terkadang membentuk komunitas yang lebat sehingga dapat disebut
sebagai padang lamun (Rahman et al., 2016).
Padang lamun merupakan hamparan atau kumpulan vegetasi lamun yang
terdiri dari satu atau berbagai jenis lamun dengan kepadatan rapat atau jarang.
Padang lamun mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting (Riniatsih, 2013).
Padang lamun mempunyai berbagai fungsi, diantaranya; sebagai produktivitas
primer, sumber makanan bagi organisme bentuk detritus, tempat berlindung biota
laut dari predator, tempat perkembangbiakan (spawning ground) dan pengasuhan
(nursery ground), mengikat sedimen dan menstabilkan substrat, dengan sistem
perakaran yang padat dan saling menyilang (Nybakken, 1992). Peranan lamun
sebagai sumber bahan organik, tempat berlindung dan tempat asuhan berbagai jenis
biota laut menyebabkan analisis ekosistem padang lamun menjadi penting untuk
diketahui. Menurut Larkum (2006), ekosistem lamun memiliki aspek untuk diteliti
mengenai tatanan struktur komunitas dan berbagai macam biota yang hidup di
sekitarnya.
Padang lamun merupakan ekosistem penunjang bagi biota yang hidup di
laut dangkal dan padang lamun memiliki peran penting di perairan sehingga
kelestariannya perlu dijaga (Harpiansyah et al., 2014). Namun kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya ekosistem padang lamun belum sebesar
dibandingkan terhadap ekosistem terumbu karang dan mangrove (Den Hartog,
1970). Penurunan luas padang lamun dapat diakibatkan oleh faktor alami ataupun
aktivitas manusia dan tekanan lingkungan (Rahman et al., 2016).
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui pemanfaatan lamun di daerah perairan Karimunjawa
2. Untuk mengetahui peranan masyarakat dalam konservasi ekosistem lamun
3. Untuk mengetahui manfaat pelestarian lamun di daerah perairan
Karimunjawa
1.3. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui sudah ada atau belum pemanfaatan lamun di
daerah perairan Karimunjawa
2. Mahasiswa mengetahui peranan masyarakat dalam konservasi ekosistem
lamun
3. Mahasiswa mengetahui manfaat dari pelestarian lamun di daerah perairan
Karimunjawa
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Ekowisata
2.3.1. Pengertian Ekowisata
Ekowisata adalah perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami
ataupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang
bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata adalah
suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih
alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan
keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk
ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh
penduduk dunia. Ecotraveler ini pada hakekatnya bersifat konservasionis. Untuk
mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan pariwisata pada
umumnya. Ecotraveler menghendaki persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem
ekowisata (Tanaya dan Rudiarto, 2014).
Ekowisata merupakan pengembangan pariwisata yang ramah lingkungan,
mengedepankan konservasi lingkungan, pendidikan lingkungan dan menguntungkan
penduduk lokal (meningkatkan perekonomian penduduk lokal). Penyelenggaraan
ekowisata pada dasarnya dilakukan dengan kesederhanaan, memelihara keasliaan
alam dan lingkungan, memelihara keaslian adat istiadat, kebiasaan hidup atau the way
of life, menjaga kelestarian flora dan fauna, serta melestarikan lingkungan hidup
sehingga terjadinya suatu keseimbangan antara kehidupan manusia dengan
lingkungan alam. Ekowisata dalah kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggung
jawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap
usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan pendapatan masyarakat
lokal. Ekowisata berbasis kearifan lokal merupakan buah dari kecerdasan masyarakat
lokal (local genius) dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar (Hijriati dan
Mardiana, 2017).
2.3.2. Prinsip Ekowisata
Lima prinsip dasar pengembangan ekowisata di Indonesia diantaranya
pelestarian, pendidikan, pariwisata, ekonomi dan partisipasi masyarakat sekitar.
Prinsip ini menekankan bahwa kegiatan ekowisata tidak akan menimbulkan
pencemaran, baik pencemaran lingkungan, adat, budaya di kawasan ekowisata.
Ruang lingkup dalam kegiatan ekowisata tidak hanya sebatas pariwisata alam.
Namun faktor pendidikan juga harus ditekankan, mengingat sektor pendidikan tidak
hanya terfokus pada sektor formal saja. Pengelola berhak untuk menawarkan produk
ekowisata dengan memberikan unsur pendidikan di dalamnya. Ekowisata merupakan
bagian dari pariwisata. Oleh karena itu, unsur-unsur yang terdapat pariwisata juga
harus terdapat dalam kegiatan ekowisata. Adapun unsur yang harus dimiliki, yaitu
pengelola ekowisata harus memberikan produk atau pelayanan berupa barang dan
jasa yang memberikan unsur kesenangan agar layak jual dan diterima oleh pasar.
Dengan adanya kawasan ekowisata di suatu daerah, diharapkan dapat memberikan
dampak peningkatan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, produk atau
pelayanan baik barang ataupun jasa yang ditawarkan juga harus berkualitas.
Partisipasi masyarakat akan timbul dengan sendirinya ketika alam memberikan
dampak positif bagi masyarakat. Agar alam memberikan dampak positif maka perlu
adanya pengelolaan dan penjagaan. Begitulah hubungan timbal balik antara alam dan
partisipasi masyarakat terbentuk. Masyarakat adalah salah satu indikator penting
dalam kegiatan ekowisata (Tanaya dan Rudiarto, 2014).
Manurut Hijriati dan Mardiana (2017), prinsip-prinsip ekowisata adalah
sebagai berikut:
1. Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan
budaya lokal akibat kegiatan wisata.
2. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya dengan
tujuan wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal, maupun pelaku wisata
lainnya.
3. Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi bagi wisatawan maupun
masyarakat lokal, melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam
pemeliharaan atau konservasi daerah tujuan objek wisata.
4. Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi
melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.
5. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal,
dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.
6. Memberikan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di daerah
tujuan wisata.
2.3.3. Karakteristik Ekowisata
Ekowisata pada mulanya hanya bercirikan bergaul dengan alam untuk
mengenali dan menikmati. Meningkatnya kesadaran manusia akan meningkatnya
kerusakan atau perusakan alam oleh ulah manusia sendiri, telah menimbulkan atau
menumbuhkan rasa cinta alam pada semua anggota masyarakat dan keinginan untuk
sekedar menikmati telah berkembang menjadi memelihara dan menyayangi, yang
berarti mengkonservasi secara lengkap. Ciri-ciri ekowisata sekarang mengandung
unsur utama, yaitu konservasi edukasi untuk berperan serta pemberdayaan
masyarakat setempat. Kriteria yang menunjukkan karakteristik dari sebuah kawasan
ekowisata, yaitu: (1) keindahan alam di kawasan yang dilindungi; (2) tidak terlalu
banyak bangunan; (3) kegiatan wisatawan tidak merugikan sistem alam seperti
sungai, pantai, payau, dan hayati; (4) mengembangkan bisnis masyarakat termasuk
toko makanan, dan kerajinan yang harus dimiliki oleh masyarakat lokal; (5)
melakukan kegiatan wisata outdoor yang ditujukan untuk melindungi sumberdaya
alam, termasuk jalan setapak yang dapat digunakan bersama- sama dengan
masyarakat setempat; (6) mengusahakan keberadaan hotel, restoran dan kegiatan
lainnya dengan keramah-tamahan; (7) menyajikan atraksi budaya lokal di lokasi
wisata; (8) menyediakan fasilitas unum bagi wisatawan yang dapat digunakan
bersama dengan masyarakat lokal seperti pemandian umum dan toilet; (9) adanya
interaksi atau pertemuan antara masyarakat lokal dengan wisatawan di tempat yang
alami seperti toko atau bangku di pantai ekowisata (Tanaya dan Rudiarto, 2014).
Menurut Hijriati dan Mardiana (2017), ekowisata memiliki beberapa
karakteristik yang membedakannya dengan pariwisata, yaitu:
1. Aktivitas wisata berkaitan dengan konservasi lingkungan;
2. Penyedia jasa wisata tidak hanya menyiapkan atraksi untuk menarik tamu, tetapi
juga menawarkan peluang bagi mereka untuk lebih menghargai lingkungan;
3. Kegiatan wisata yang berbasis alam;
4. Organisasi perjalanan tour operator menunjukkan tanggung jawab finansial dalam
pelestarian lingkungan hijau yang dikunjungi atau dinikmati oleh wisatawan dan
wisatawan juga melakukan kegiatan yang terkait dengan konservasi;
5. Kegiatan wisata dilakukan tidak hanya dengan tujuan untuk menikmati keindahan
dan kekayaan alam, tetapi juga untuk mengumpulkan dana yang akan digunakan
untuk pelestarian objek daya tarik wisata ODTW;
6. Perjalanan wisata menggunakan alat transportasi dan akomodasi lokal;
7. Pendapatan dari pariwisata tidak hanya digunakan untuk mendukung kegiatan
konservasi lokal, tetapi juga untuk membantu pengembangan masyarakat setempat
secara berkelanjutan;
8. Perjalanan wisata menggunakan tekonologi sederhana yang tersedia di daerah
tujuan wisata; dan
9. Kegiatan wisata berskala kecil.
2. Kamera Dokumentasi
3.3. Metode
3.3.1. Observasi Pengamatan Lingkungan
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Keadaan lingkungan di sekitar perairan padang lamun diamati
3. Keberadaan sampah diamati dan dicatat pada kertas underwater
4. Observasi didokumentasikan dengan kamera
3.3.2. Wawancara
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Responden berupa turis dicari atau dihubungi
3. Pertanyaan yang tercatat pada kuesioner diajukan terhadap responden
4. Jawaban dan respon dari responden dicatat
5. Kegiatan didokumentasikan
6. Pengolahan data hasil wawancara dilakukan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Deskripsi Lokasi Commented [k2]: Deskripsi lokasi Alang-Alang bisa ditambahin
lagi dari jurnal
Kepulauan Karimunjawa terletak di Laut Jawa, termasuk dalam Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah, dengan luas wilayah daratan dan perairan 111.625 hektar. Pada
Kepulauan Karimunjawa terdapat gugusan pulau sebanyak 22 buah diantaranya Pulau
Karimunjawa sendiri. Pulau Karimunjawa memiliki luas 4.302,5 hektar (Kusiani et
al., 2014). Karimunjawa merupakan daerah wisata dan termasuk dalam Kawasan
Taman Nasional Karimunjawa. Pulau Karimunjawa terkenal dengan pantai-pantainya
yang bagus, dan di daerah pantai-pantai tersebut ada salah satu ekosistem, yaitu
ekosistem lamun.
Padang lamun adalah salah satu ekosistem di Pulau Karimunjawa dimana
padang lamun adalah hamparan tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut,
berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, berbiak dengan biji dan tunas (Kusiani et
al., 2014). Lamun dapat tumbuh di daerah pasang surut terbuka serta perairan pantai
yang berupa lumpur, pasir, kerikil dan patahan karang mati hingga kedalaman 4 m.
Ekosistem padang lamun juga mempunyai peran dan fungsi sebagai daerah asuhan
(nursery ground), pertumbuhan dan tempat mencari makan (feeding ground) dari
berbagai jenis ikan herbivor dan ikan-ikan karang (coral fishes). Di Pulau
Karimunjawa, ekosistem padang lamunnya masih cukup banyak dan terdapat
beberapa jenis lamun, salah satunya di Pantai Alang-Alang. Pantai Alang-Alang
merupakan lokasi yang digunakan untuk observasi lapangan dan pengamatan
praktikum konservasi. Di pantai Alang-alang memiliki ekosistem lamun yang cukup
melimpah. Ekosistem lamun tersebut juga memiliki potensi yang banyak.
4.1.2. Hasil Observasi Lapangan
4.1.2.1. Hasil Pengamatan Praktikum Konservasi
Tabel 2. Jenis Lamun yang Ditemukan
No. Nama Spesies Gambar
1. Cymodocea serrulata
2. Cymodocea rotundata
3. Thalassia hemprichii
4. Enhalus acoroides
5. Halodule uninervis
6. Holudule pinifolia
KELEMAHAN (W)
W1 Belum ada pendidikan mengenai pentingnya ekosistem lamun
W2 Belum adanya penataan kawasan lamun dalam pemanfaatan
W3 Belum rutin dilakukan kegiatan konservasi lamun
PELUANG (O)
Dapat dijadikan sebagai acuan bagi para pengelola untuk
O1
mengelola ekosistem lamun
O2 Sebagai daerah wisata berbasis konservasi
ANCAMAN (T)
Sampah yang terbawa arus dari pemukiman masyarakat dan dari
T1
luar
T2 Sampah yang berasal dari wisatawan
T3 Kegiatan wisatawan
5.1. Kesimpulan
1. Pemanfaatan lamun di daerah Karimunjawa belum ada dikarenakan
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya lamun
2. Masyarakat berperan serta dalam pelestarian lamun, yaitu dengan cara
mengurangi aktivitas di sekitar padang lamun dan tidak merusak lamun
3. Manfaat pelestarian lamun di daerah Karimunjawa adalah sebagai habitat
biota laut dangkal, sebagai tempat memijah dan makanan biota laut lainnya
5.2. Saran
1. Praktikan diharapkan mencari narasumber dengan berbagai profesi
2. Praktikan diharapkan lebih sopan ketika mewawancarai narasumber
3. Praktikan diharapkan mempelajari isi kuisioner sebelum wawancara
DAFTAR PUSTAKA Commented [k6]: Dilengkapi lagi !
Bengen, 2001
Green dan Short, 2003
Fortes, 1990
Harpiansyah et al., 2014
Afrillita, N. T. 2013. Analisis SWOT Dalam Menentukan Strategi Pemasaran Sepeda Larkum, 2006
Motor Pada PT. Samekarindo Indah di Samarinda. Jurnal Administrasi Bisnis.,1 Riniatsih, 2013
Den Hartog, 1970
(1): 56-70.
Anggraini, P., Sunarti dan M. K. Mawardi. 2017. Analisis SWOT pada UMKM
Keripik Tempe Amel Malang Dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing
Perusahaan. Jurnal Administrasi Bisnis., 43(1).
Feryatun, F., B. Hendrarto dan N. Widyorini. 2012. Kerapatan dan Distribusi Lamun
(Seagrass) Berdasarkan Zona Kegiatan yang Berbeda di Perairan Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu. Journal of Management of Aquatic Resources.
Kuslani, H., R. Sarbini, dan Y. Nugraha. 2014. Komposisi Jenis Lamun Di Pulau
Menjangan Besar, Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. BTL., 12(2): 105-
110.
Rahman, A. A., A. I. Nur dan M. Ramli. 2016. Studi Laju Pertumbuhan Lamun
(Enhalus acroides) di Perairan Pantai Desa Tanjung Tiram Kabupaten Konawe
Selatan. Jurnal Sapa Laut., 1(1).
Sakey, W. F.,T. W. Billy dan S. G. Grevo 2015. Variasi Morfometrik pada Beberapa
Lamun di Perairan Semenanjung Minahasa. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis.,
1(1).
Mesku