Oleh
Aurelia Anjelika
NPM. 1754221003
Catatan Nilai
I. PENDAHULUAN
Artemia sp. merupakan udang renik yang tergolong udang primitif. Zooplankton
ini hidup secara planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi yakni antara
15 – 300 permil. Sebagai plankton, Artemia sp. tidak dapat mempertahankan diri
terhadap pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun cara untuk membela
diri. Artemia sp. mempunyai cara makan dengan jalan menyaring makanannya
atau filter feeder. Artemia sp. dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali.
Setiap kali bertelur dapat menghasilkan 50-300 butir telur (Sumeru, 2008).
1.2. Tujuan
Adapun tujuan yang dilakukan pada praktikum ini yaitu mengetahui proses
penetasan Artemia sp dimulai dari kista hingga menjadi nauplius.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Telur Artemia atau kista berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat
penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang
yang tebal dan kuat. Cangkang Artemia berguna untuk melindungi embrio
terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan
mempermudah pengapungan. Cangkang kista Artemia dibagi dalam dua bagian
yaitu korion (bagian luar) dan kutikula embrionik (bagian dalam). Diantara kedua
lapisan tersebut terdapat lapisan ketiga yang dinamakan selaput kutikuler luar
(Thariq, 2002).
Korion dibagi lagi dalam dua bagian yaitu lapisan yang paling luar yang disebut
lapisan peripheral (terdiri dari selaput luar dan selaput kortikal) dan lapisan
alveolar yang berada di bawahnya. Kutikula embrionik dibagi menjadi dua bagian
yaitu lapisan fibriosa dibagian atas dan selaput kutikuler dalam di bawahnya.
Selaput ini merupakan selaput penetasan yang membungkus embrio. Diameter
telur Artemia berkisar 200 – 300 μg, bobot kering berkisar 3.65 μg, yang terdiri
dari 2.9 μg embrio dan 0.75 μg cangkang (Mudjiman, 2008).
Artemia dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi yang biasa disebut
dengan brain shrimp. Kultur biomassa Artemia yang baik pada kadar garam antara
30-50 ppt. Untuk Artemia yang mampu menghasilkan kista membutuhkan kadar
garam diatas 100 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Kadar oksigen terlarut
yang dibutuhkan agar Artemia dapat tumbuh dengan baik ialah sekitar 3 ppm.
Media untuk penetasan kista, diperlukan air yang pH-nya lebih dari 8, jika pH
kurang dari 8 maka efisiensi penetasan akan menurun atau waktu penetasan
menjadi lebih panjang (Mudjiman, 2008).
Pertama kali menetas larva Artemia disebut Instar I. Nauplius stadia I (Instar I)
ukuran 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 15 mikrongram, berwarna orange
kecoklatan. Setelah 24 jam menetas, naupli akan berubah menjadi Instar II,
Gnatobasen sudah berbulu, bermulut, terdapat saluran pencernakan dan dubur.
Tingkatan selanjutnya pada kanan dan kiri mata nauplius terbentuk sepasang mata
majemuk. Bagian samping badannya mulai tumbuh tunas-tunas kaki setelah instar
XV kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang. Nauplius menjadi Artemia
dewasa (Proses instar I-XV) antara 1-3 minggu (Mukti, 2004).
Telur Artemia yang kering atau kista berbentuk bulat cekung, berwarna coklat,
berdiameter 200–300 mikron dan di dalamnya terdapat embrio yang tidak aktif.
Nauplius Artemia mempunyai tiga pasang anggota badan yakni antenna I yang
berfungsi sebagai alat sensor, antena II berfungsi sebagai alat gerak atau
penyaring pakan dan rahang bawah belum sempurna. Di bagian kepala antara ke
dua antenna terdapat bintik merah (ocellus) yang berfungsi sebagai mata nauplius.
Artemia dewasa berukuran 1–2 cm dengan sepasang mata majemuk dan 11 pasang
thoracopoda. Setiap thoracopoda mempunyai eksopodit, endopodit dan epipodit
yang masing-masing berfungsi sebagai alat pengumpul pakan, alat berenang dan
alat pernapasan. Pada yang jantan, antenna II berkembang menjadi alat penjepit
dan pada bagian belakang perut terdapat sepasang penis. Pada yang betina,
antenna menjadi alat sensor dan pada kedua sisi saluran pencernaan terdapat
sepasang ovari. Telur-telur yang telah masak dipindahkan dari ovari ke dalam
sebuah kantong telur atau uterus (Sumeru, 2008).
Artemia (Artemia salina) merupakan pakan bagi larva udang dan ikan yang
banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan pembenihan udang dan ikan
(hatchery). Artemia merupakan jenis crustaceae tingkat rendah dari phylum
arthropoda yang memiliki kandungan nutrisi cukup tinggi seperti karbohidrat,
lemak, protein dan asam-asam amino. Benih ikan dan udang pada stadium awal
mempunyai saluran pencernaan yang masih sangat sederhana sehingga
memerlukan nutrisi pakan jasad renik yang mengandung nilai gizi tinggi.
Nauplius Artemia mempunyai kandungan protein hingga 63 % dari berat
keringnya. Selain itu Artemia sangat baik untuk pakan ikan hias karena banyak
mengandung pigmen warna yang diperlukan untuk variasi dan kecerahan warna
pada ikan hias agar lebih menarik (Jubaedah, 2010).
Artemia merupakan salah satu makanan hidup yang sampai saat ini paling banyak
digunakan dalam usaha budidaya udang, khususnya dalam pengelolaan
pembenihan. Sebagai makanan hidup, Artemia tidak hanya dapat digunakan dalam
bentuk nauplius, tetapi juga dalam bentuk dewasanya. Bahkan jika dibandingkan
dengan naupliusnya, nilai nutrisi Artemia dewasa mempunyai keunggulan, yakni
kandungan proteinnya meningkat dari rata-rata 47 % pada nauplius menjadi 60 %
pada Artemia dewasa yang telah dikeringkan. Selain itu kualitas protein Artemia
dewasa juga meningkat, karena lebih kaya akan asam-asam amino essensial.
Demikian pula jika dibandingkan dengan makanan udang lainnya, keunggulan
Artemia dewasa tidak hanya pada nilai nutrisinya, tetapi juga karena mempunyai
kerangka luar (eksoskeleton) yang sanga tipis,sehingga dapat dicerna seluruhnya
oleh hewan pemangsa. (Bougias, 2008).
III. METODOLOGI
wadah.
Jumlah
Jam H(%)
Kista Umbrellla Nauplius
20:00 133 0 0 0%
21:00 215 0 0 0%
22:00 63 0 0 0%
23:00 88 1 0 0%
0:00 44 0 0 0%
1:00 30 0 0 0%
2:00 76 0 0 0%
3:00 100 4 0 0%
4:00 209 2 0 0%
5:00 149 1 0 0%
6:00 190 1 0 0%
7:00 145 1 0 0%
8:00 182 3 0 0%
9:00 131 1 0 0%
10:00 197 5 0 0%
11:00 230 8 0 0%
12:00 88 6 0 0%
13:00 148 10 0 0%
14:00 215 8 0 0%
15:00 146 8 3 1.91%
16:00 241 13 2 0.78%
17:00 165 18 4 2.14%
18:00 105 16 4 3.20%
19:00 258 4 12 4.38%
Tabel. 2 Hasil Akhir Pengamatan Artemia sp. 7 Kelompok
Salinitas
Kelompok Kista Umbrella Nauplius H%
(ppt)
1 24 69 8 6 7.2
2 26 21 3 3 11
3 28 58 8 4 6.03
4 30 41 3 4 7.6
5 32 59 8 5 7.3
6 24 49 5 3 4.7
7 28 86 1 4 4.38
4.2 Pembahasan
Pengamatan praktikum penetasan kista Artemia dengan tujuan mengamati
pembelahan kista Artemia hingga menjadi nauplius dilakukan selama 24 jam,
terdiri dari pengamatan kista basah, umbrella dan nauplius, kista yang telah
dikultur selama 24 jam. Pada pengamatan awal, terlihat di bawah mikroskop kista
berbentuk bulat sempurna dengan berbagai kepadatan setiap waktunya. Kemudian
pada waktu 4 jam sudah dapat terlihat bentuk dari umbrella yaitu kista yang tidak
beraturan, yang mulai retak dan mengeluarkan sedikit embrio. Kemudian pada
pengamatan 20-24 jam, telah nampak Artemia yang aktif bergerak,sehingga dalam
pengamatan digunakan formalin untuk menghentikan pergerakan Artemia yang
aktif ini. Pada fase ini, struktur tubuh Artemia telah lengkap, namun belum
seutuhnya fungsional. Dalam setiap pengamatan di waktu yang berbeda
menunjukkan perubahan yang terjadi terhadap kista Artemia. Didapat H% pada
waktu pengamatan 20-24 jam.
Dari praktikum ini nampak bahwa penetasan kista Artemia terdiri dari beberapa
tahapan, seperti yang diungkapkan Gusrina (2008), yang menyetakan bahwa
proses penetasan Artemia terdiri dari beberapa tahap yaitu proses penyerapan air,
pemecahan dinding kista, embrio terlihat jelas dengan diselimuti membrane,
menetas dimana naupliusberenang bebas dan membutuhkan waktu sekitar 18-24
jam. Faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan Artemia dipengaruhi oleh
kualitas air termasuk didalamnya kadar salinitas, kepadatan, intensitas cahaya dan
aerasi dalam media kultur.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum penetasan Artemia yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penetasan kista Artemia terdiri dari beberapa fase, yakni dari bentuk kista kering
yang menyerap air, kemudian fase kista retak dimana cangkang kista nampak
mengeluarkan nauplius.
5.2 Saran
Supaya pengamatan maupun praktikum lebih terstruktur dan penjelasan yang
diberikan oleh dosen maupun asisten dosen lebih mudah diterima dan dapat
dilaksanakan dengan baik sesuai prosedur yang semestinya tanpa ada kekeliruan
antara asisten dosen dan pratikan.
DAFTAR PUSTAKA
Chumaidi, et al. 2009. Petunjuk Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang.
Puslitbangkan PHP\KAN\PT\12\Rep\1990, Jakarta
Jubaedah, Dade. 2010. Jumlah & Kualitas Kista Artemia Pada Berbagai Tingkat
Perubahan Salinitas. Jurnal perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (2) 194-200
Kurniastuty dan Julinasari. 2011 Pertumbuhan Alga Dunaleilla sp. Pada Media
Kultur Yang Berbeda dalam Skala Masal (Semi Out door) dalam Buletin
Budidaya Laut No 9 .BBL. Lampung
Pitoyo, 2004. Artemia salina (kegunaan, Biologi dan Kulturnya). INFIS Manual
Seri No.12. Direktorat Jendral Perikanan dan International Development
Research Centre.