Anda di halaman 1dari 14

KULTUR ARTEMIA sp.

(Laporan Praktikum Planktonologi Laut)

Oleh

Caroline Lydia Aulia


1814221034
Kelompok 7

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kultur Artemia sp.


Tempat : Laboratorium BDI Fakultas Petanian Universitas Lampung
Tanggal : 22 - 23 November 2019
Nama : Caroline Lydia Aulia
NPM : 1814221034
Prodi : Ilmu Kelautan
Jurusan : Perikanan dan Kelautan
Fakultas : Pertanian
Universitas : Lampung
Kelompok : 7 (tujuh)

Bandar Lampung, 05 Desember 2019


Mengetahui,
Asisten Dosen

Aurelia Anjelika
NPM. 1754221003

Catatan Nilai
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut
,krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena
Artemia memiliki nilai gizi yang tinggi, serta ukuran yang sesuai dengan bukaan
mulut hampir seluruh jenis larva ikan tersebut. Artemia adalah filter feeder, sebab
cara makannya denganmenyaring bahan apa saja yang berada disekitarnya.
Ukuran pakan yang dapat dimakanadalah lebih kecil dari 60 mikron. Dengan
demikian, pemeliharaan Artemia membutuhkan pakan tambahan berupa pakan
buatan atau pakan alami (plankton). Jenis pakan buatan yang mudah diperoleh dan
memiliki kualitas cukup baik untuk makanan Artemia adalah dedak halus
(Purwakusuma, 2009).

Artemia sp. merupakan udang renik yang tergolong udang primitif. Zooplankton
ini hidup secara planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi yakni antara
15 – 300 permil. Sebagai plankton, Artemia sp. tidak dapat mempertahankan diri
terhadap pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun cara untuk membela
diri. Artemia sp. mempunyai cara makan dengan jalan menyaring makanannya
atau filter feeder. Artemia sp. dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali.
Setiap kali bertelur dapat menghasilkan 50-300 butir telur (Sumeru, 2008).

1.2. Tujuan
Adapun tujuan yang dilakukan pada praktikum ini yaitu mengetahui proses
penetasan Artemia sp dimulai dari kista hingga menjadi nauplius.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Artemia sp. dan Morfologi


Artemia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda
dan kelas Crustacea. Secara lengkap sistemarika Artemia dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Branchiophoda
Ordo : Anostraca
Famili : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina linn.

Telur Artemia atau kista berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat
penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang
yang tebal dan kuat. Cangkang Artemia berguna untuk melindungi embrio
terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan
mempermudah pengapungan. Cangkang kista Artemia dibagi dalam dua bagian
yaitu korion (bagian luar) dan kutikula embrionik (bagian dalam). Diantara kedua
lapisan tersebut terdapat lapisan ketiga yang dinamakan selaput kutikuler luar
(Thariq, 2002).

Korion dibagi lagi dalam dua bagian yaitu lapisan yang paling luar yang disebut
lapisan peripheral (terdiri dari selaput luar dan selaput kortikal) dan lapisan
alveolar yang berada di bawahnya. Kutikula embrionik dibagi menjadi dua bagian
yaitu lapisan fibriosa dibagian atas dan selaput kutikuler dalam di bawahnya.
Selaput ini merupakan selaput penetasan yang membungkus embrio. Diameter
telur Artemia berkisar 200 – 300 μg, bobot kering berkisar 3.65 μg, yang terdiri
dari 2.9 μg embrio dan 0.75 μg cangkang (Mudjiman, 2008).

2.2 Habitat Artmia sp


Artemia sp. secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30 °C. Kista
Artemia kering tahan terhadap suhu -273 hingga 100 °C. Artemia dapat ditemui di
danau dengan kadar garam tinggi, disebut dengan brain shrimp. Kultur biomasa
Artemia yang baik pada kadar garam 30-50 ppt. Untuk Artemia yang mampu
menghasilkan kista membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt (Kurniastuty dan
Isnansetyo, 2011).

Artemia dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi yang biasa disebut
dengan brain shrimp. Kultur biomassa Artemia yang baik pada kadar garam antara
30-50 ppt. Untuk Artemia yang mampu menghasilkan kista membutuhkan kadar
garam diatas 100 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Kadar oksigen terlarut
yang dibutuhkan agar Artemia dapat tumbuh dengan baik ialah sekitar 3 ppm.
Media untuk penetasan kista, diperlukan air yang pH-nya lebih dari 8, jika pH
kurang dari 8 maka efisiensi penetasan akan menurun atau waktu penetasan
menjadi lebih panjang (Mudjiman, 2008).

2.3 Siklus Hidup Artemia sp dan Reproduksi


Artemia sp. yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam waktu
24-36 jam. Larva Artemia yang baru menetas dikenal dengan nauplius. Nauplius
dalam pertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan bentuk, masing-masing
perubahan merupakan satu tingkatan yang disebut instar (Pitoyo, 2004) .

Pertama kali menetas larva Artemia disebut Instar I. Nauplius stadia I (Instar I)
ukuran 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 15 mikrongram, berwarna orange
kecoklatan. Setelah 24 jam menetas, naupli akan berubah menjadi Instar II,
Gnatobasen sudah berbulu, bermulut, terdapat saluran pencernakan dan dubur.
Tingkatan selanjutnya pada kanan dan kiri mata nauplius terbentuk sepasang mata
majemuk. Bagian samping badannya mulai tumbuh tunas-tunas kaki setelah instar
XV kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang. Nauplius menjadi Artemia
dewasa (Proses instar I-XV) antara 1-3 minggu (Mukti, 2004).

Telur Artemia yang kering atau kista berbentuk bulat cekung, berwarna coklat,
berdiameter 200–300 mikron dan di dalamnya terdapat embrio yang tidak aktif.
Nauplius Artemia mempunyai tiga pasang anggota badan yakni antenna I yang
berfungsi sebagai alat sensor, antena II berfungsi sebagai alat gerak atau
penyaring pakan dan rahang bawah belum sempurna. Di bagian kepala antara ke
dua antenna terdapat bintik merah (ocellus) yang berfungsi sebagai mata nauplius.
Artemia dewasa berukuran 1–2 cm dengan sepasang mata majemuk dan 11 pasang
thoracopoda. Setiap thoracopoda mempunyai eksopodit, endopodit dan epipodit
yang masing-masing berfungsi sebagai alat pengumpul pakan, alat berenang dan
alat pernapasan. Pada yang jantan, antenna II berkembang menjadi alat penjepit
dan pada bagian belakang perut terdapat sepasang penis. Pada yang betina,
antenna menjadi alat sensor dan pada kedua sisi saluran pencernaan terdapat
sepasang ovari. Telur-telur yang telah masak dipindahkan dari ovari ke dalam
sebuah kantong telur atau uterus (Sumeru, 2008).

Perkembangbiakan Artemia ada dua cara, yakni partenogenesis dan biseksual.


Pada Artemia yang termasuk jenis parthenogenesis populasinya terdiri dari betina
semua yang dapat membentuk telur dan embrio berkembang dari telur yang tidak
dibuahi, sedangkan pada Artemia jenis biseksual, populasinya terdiri dari jantan
dan betina yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari
telur yang dibuahi (Chumaidi, 2009).

2.4 Manfaat Artemia sp


Artemia merupakan salah satu makanan hidup yang sampai saat ini paling banyak
digunakan dalam usaha budidaya udang, khususnya dalam pengelolaan pembenihan.
Sebagai makanan hidup, Artemia ini merupakan salah satu pakan alami yang
biasanya digunakan dalam usaha budidaya ikan dan udang sebagai pakan utama
dan sehat karena mengandung banyak nutrisi dan gizi sehingga ikan dan udang
yang dibudidayakan dapat tumbuh lebih sehat dan tidak mudah sakit (Djarija,
2010).

Artemia (Artemia salina) merupakan pakan bagi larva udang dan ikan yang
banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan pembenihan udang dan ikan
(hatchery). Artemia merupakan jenis crustaceae tingkat rendah dari phylum
arthropoda yang memiliki kandungan nutrisi cukup tinggi seperti karbohidrat,
lemak, protein dan asam-asam amino. Benih ikan dan udang pada stadium awal
mempunyai saluran pencernaan yang masih sangat sederhana sehingga
memerlukan nutrisi pakan jasad renik yang mengandung nilai gizi tinggi.
Nauplius Artemia mempunyai kandungan protein hingga 63 % dari berat
keringnya. Selain itu Artemia sangat baik untuk pakan ikan hias karena banyak
mengandung pigmen warna yang diperlukan untuk variasi dan kecerahan warna
pada ikan hias agar lebih menarik (Jubaedah, 2010).

Artemia merupakan salah satu makanan hidup yang sampai saat ini paling banyak
digunakan dalam usaha budidaya udang, khususnya dalam pengelolaan
pembenihan. Sebagai makanan hidup, Artemia tidak hanya dapat digunakan dalam
bentuk nauplius, tetapi juga dalam bentuk dewasanya. Bahkan jika dibandingkan
dengan naupliusnya, nilai nutrisi Artemia dewasa mempunyai keunggulan, yakni
kandungan proteinnya meningkat dari rata-rata 47 % pada nauplius menjadi 60 %
pada Artemia dewasa yang telah dikeringkan. Selain itu kualitas protein Artemia
dewasa juga meningkat, karena lebih kaya akan asam-asam amino essensial.
Demikian pula jika dibandingkan dengan makanan udang lainnya, keunggulan
Artemia dewasa tidak hanya pada nilai nutrisinya, tetapi juga karena mempunyai
kerangka luar (eksoskeleton) yang sanga tipis,sehingga dapat dicerna seluruhnya
oleh hewan pemangsa. (Bougias, 2008).
III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Planktonologi laut ini dilaksanakan pada tanggal 22 dan 23 November
2019 di Laboratorium BDI I Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini :
1
Botol liter, lakban hitam, lampu ayam, fitting, aerasi, terminal, air laut steril,
2

wadah.

3.3 Prosedur Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum ini yaitu:
1. Disiapkan wadah dengan memasang botol dan lampu pada tempatnya
2. Dihidupkan lampu lalu tebar Artemia sp ke dalam botol
3. Diambil dengan pipet tetes biakan Artemia sp yang sudah direndam selama
sejam, lalu dimasukkan ke dalam botol sampel
4. Diteteskan Artemia sp pada preparat
5. Diamati dibawah mikroskop
6. Dilakukan pengulangan pada pengamatan tersebut hingga 24 jam.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1. Pengamatan Kultur Artemia sp selama 24 jam

Jumlah
Jam H(%)
Kista Umbrellla Nauplius
20:00 133 0 0 0%
21:00 215 0 0 0%
22:00 63 0 0 0%
23:00 88 1 0 0%
0:00 44 0 0 0%
1:00 30 0 0 0%
2:00 76 0 0 0%
3:00 100 4 0 0%
4:00 209 2 0 0%
5:00 149 1 0 0%
6:00 190 1 0 0%
7:00 145 1 0 0%
8:00 182 3 0 0%
9:00 131 1 0 0%
10:00 197 5 0 0%
11:00 230 8 0 0%
12:00 88 6 0 0%
13:00 148 10 0 0%
14:00 215 8 0 0%
15:00 146 8 3 1.91%
16:00 241 13 2 0.78%
17:00 165 18 4 2.14%
18:00 105 16 4 3.20%
19:00 258 4 12 4.38%
Tabel. 2 Hasil Akhir Pengamatan Artemia sp. 7 Kelompok
Salinitas
Kelompok Kista Umbrella Nauplius H%
(ppt)
1 24 69 8 6 7.2
2 26 21 3 3 11
3 28 58 8 4 6.03
4 30 41 3 4 7.6
5 32 59 8 5 7.3
6 24 49 5 3 4.7
7 28 86 1 4 4.38

4.2 Pembahasan
Pengamatan praktikum penetasan kista Artemia dengan tujuan mengamati
pembelahan kista Artemia hingga menjadi nauplius dilakukan selama 24 jam,
terdiri dari pengamatan kista basah, umbrella dan nauplius, kista yang telah
dikultur selama 24 jam. Pada pengamatan awal, terlihat di bawah mikroskop kista
berbentuk bulat sempurna dengan berbagai kepadatan setiap waktunya. Kemudian
pada waktu 4 jam sudah dapat terlihat bentuk dari umbrella yaitu kista yang tidak
beraturan, yang mulai retak dan mengeluarkan sedikit embrio. Kemudian pada
pengamatan 20-24 jam, telah nampak Artemia yang aktif bergerak,sehingga dalam
pengamatan digunakan formalin untuk menghentikan pergerakan Artemia yang
aktif ini. Pada fase ini, struktur tubuh Artemia telah lengkap, namun belum
seutuhnya fungsional. Dalam setiap pengamatan di waktu yang berbeda
menunjukkan perubahan yang terjadi terhadap kista Artemia. Didapat H% pada
waktu pengamatan 20-24 jam.

Dari praktikum ini nampak bahwa penetasan kista Artemia terdiri dari beberapa
tahapan, seperti yang diungkapkan Gusrina (2008), yang menyetakan bahwa
proses penetasan Artemia terdiri dari beberapa tahap yaitu proses penyerapan air,
pemecahan dinding kista, embrio terlihat jelas dengan diselimuti membrane,
menetas dimana naupliusberenang bebas dan membutuhkan waktu sekitar 18-24
jam. Faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan Artemia dipengaruhi oleh
kualitas air termasuk didalamnya kadar salinitas, kepadatan, intensitas cahaya dan
aerasi dalam media kultur.
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum penetasan Artemia yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penetasan kista Artemia terdiri dari beberapa fase, yakni dari bentuk kista kering
yang menyerap air, kemudian fase kista retak dimana cangkang kista nampak
mengeluarkan nauplius.

5.2 Saran
Supaya pengamatan maupun praktikum lebih terstruktur dan penjelasan yang
diberikan oleh dosen maupun asisten dosen lebih mudah diterima dan dapat
dilaksanakan dengan baik sesuai prosedur yang semestinya tanpa ada kekeliruan
antara asisten dosen dan pratikan.
DAFTAR PUSTAKA

Bougias. 2008. Pakan Ikan Alami. Kanisisus. Yogyakarta

Chumaidi, et al. 2009. Petunjuk Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang.
Puslitbangkan PHP\KAN\PT\12\Rep\1990, Jakarta

Djarija, Abbas. 2003. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta

Jubaedah, Dade. 2010. Jumlah & Kualitas Kista Artemia Pada Berbagai Tingkat
Perubahan Salinitas. Jurnal perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (2) 194-200

Kurniastuty dan Julinasari. 2011 Pertumbuhan Alga Dunaleilla sp. Pada Media
Kultur Yang Berbeda dalam Skala Masal (Semi Out door) dalam Buletin
Budidaya Laut No 9 .BBL. Lampung

Mudjiman. A. 2008. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar swadaya. Jakarta

Pitoyo, 2004. Artemia salina (kegunaan, Biologi dan Kulturnya). INFIS Manual
Seri No.12. Direktorat Jendral Perikanan dan International Development
Research Centre.

Purwakusuma. 2008. Artemia salina. Ofish. Jakarta

Sumeru. 2008. Penyediaan Nauplii Artemia. HOBIKAN. Jakarta


Thariq, et al. 2002. Biologi Zooplankton Seri Budidaya Laut No.9. BBLL.
Lampung
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai