Disusun Oleh:
Mada Yudistira 061711133142
Ade Fini Aprilliani 061711133146
Daffa Amalia Putri 061711133147
Suwaibatul Annisa 061711133160
Ratna Wahyuning 061711133161
Sherina 061711133
Penggunanaan hewan percobaan pada penelitian kesehatan banyak dilakukan untuk uji
kelayakan atau keamanan suatu bahan obat dan juga untuk penelitian yang berkaitan dengan
suatu penyakit. Berdasarkan itu maka hewan coba yang digunakan harus sehat atau bebas dari
mikroorganisme patogen sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan.
Hewan coba adalah hewan yang sengaja dipelihara untuk digunakan sebagai hewan
model yang berkaitan untuk pembelajaran dan pengembangan berbagai macam bidang ilmu
dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Hewan coba banyak digunakan sebagai
penunjang dalam melakukanpengujian-pengujian terhadap obat, vaksin, atau dalam penelitian
biologi.
Hewan bisa digunakan sebagai hewan coba apabila hewan tersebut bebas dari
mikroorganisme patogen, mempunyai kemampuan dalam memberikanreaksi imunitas yang baik,
kepekaan hewan terhadap sesuatu penyakit, dan performa atau performa atau anatomi tubuh
hewanpercobaan yang dikaitkan dengan sifat genetiknya. Hewan coba yang sering digunakan
yakni mencit (Mus musculus), tikus putih (Rattus Norvegicus),kelinci (Oryctolagus cuniculus),
dan hamster. Hewan lainya yang di gunakan sebagai hewan coba adalah babi, anjing, kelinci,
non human primata, dan kura kura. Jenis kura kura yang bisa di pakai adalah Cuora amboinensis
dan Cyclemis dentata.
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Reptilia
Ordo: Testudines
Upaordo: Cryptodira
Superfamili: Testudinoidea
Famili: Geoemydidae
Upafamili: Geoemydinae
Genus: Cuora
Spesies: C. Amboinensis
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Reptilia
Ordo: Testudines
Famili: Geoemydidae
Genus: Cyclemys
Spesies: C. dentata
Karapas Cyclemys dentata berwarna kuning coklat, berbentuk bundar dan cenderung rata.
Keping marginal karapas bergerigi dan berwarna lebih gelap (Gambar 2a). Plastron dapat
digerakkan, keping gular berbentuk segitiga tidak menonjol, keping femoral lebih panjang dari
keping anal, tepi depan pasangan keping anal berbentuk busur. Pola plastron berupa garis-garis
hitam yang tersusun radial dan agak menebal (Gambar 2b). Kepala memiliki bercak-bercak atau
garis berwarna merah yang tipis dan hampir tidak terlihat (Gambar 2c). Tungkai berwarna hitam,
memiliki selaput dan cakar (Gambar 2d). Berdasarkan bentuk ekornya Cyclemys dentata yang
ditemukan pada penelitian ini adalah jantan (Gambar 2e).
KASUS 1: Effects of opioids in the formalin test in the Speke’s hinged tortoise (Kinixy’s
spekii)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvetigasi efek dari obat opioids, NSAIDs
dan steroidal anti-inflammatory pada sistem syaraf sensori rangsangan menyakitkan yang
diinduksi dengan tes formalin pada kura-kura Speke’s hinged. Data yang didapatkan menunjukan
adanya kehadiran sistem opioidergik dan mengindikasi perannya dalam proses kimiawi rasa sakit
di kura-kura.
Tiga puluh tujuh Kura-kura speke’s hinged dewasa terdiri dari 17 jantan dan 20 betina
dibeli dari pemasok professional bersertifikat. Berat kura-kura 629.4 ± 21.4 g (kisaran 425-800
g) dan memiliki Panjang plastron sebesar 12.6 ± 0.3 cm (kisaran 10–14.5 cm). Hewan tersebut
tinggal pada kandang dengan ventilasi yang baik, ruangan kedap suara dengan jendela
translusen. Suhu ruangan dipertahankan pada 20 – 28 oC menggunakan thermostatic ruangan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah penekanan pada mitokondria
berasal dari penurunan regulasi konten mitokondria atau aktivitas intrinsik dengan
membandingkan mitokondria jantung dari kura-kura di iklim hangat (25°C) normoksik, beriklim
dingin (4°C) normoksisk dan kura-kura anoksik dingin.
Menggunakan slider bertelinga merah dewasa dan trachemys scripta elegans. Dari kedua
jenis kelamin diizinkan untuk beradaptasi dengan suhu lingkungan selama beberapa bulan
sebelum eksperimen. Kura-kura disimpan di akuarium pada suhu 25 ° C dan memiliki akses
bebas ke platform kering di bawah lampu inframerah untuk termoregulasi perilaku. Dua belas
kura-kura secara acak dibagi menjadi tiga kelompok: kelompok penyu yang diberi makan
hangat, disimpan pada suhu 25 ° C dengan akses penuh ke platform berjemur dan berjemur (rata-
rata ± massa sem = 0,63 ± 0,05 kg, n = 3) dan dua kelompok kura-kura menyesuaikan diri
sampai 5 ° C, di mana satu kelompok terpapar 9 hari anoksia, seperti yang dijelaskan secara rinci
di tempat lain
Kura-kura yang telah dikeluarkan dari air dan ditidurkan pada suhu kamar dengan injeksi
50 mg kg-1 pentobarbital ke dalam sinus vena supravertebral. Ketika kura-kura tidak lagi
merespons mencubit kaki dan tidak memiliki refleks kornea, mereka dipenggal dan otak disuntik
secara intratekal dengan dosis pentobarbital yang mematikan. Plastron dibuka dengan
menggunakan tulang, jantung dibedah dan ventrikel diangkat dan dipindahkan ke cawan petri
kaca. Warna merah gelap darah dan jaringan jantung pada penyu anoksik dibandingkan dengan
yang normoksik menunjukkan tidak adanya reoksigenasi selama eutanasia. Ventrikel kemudian
dicuci dalam saline fosfat buffered (PBS) untuk menghilangkan darah dan dibagi menjadi empat
bagian yang digunakan untuk: (1) TEM, (2) respirometri resolusi tinggi dalam serat
permeabilisasi dan (3) respirometri resolusi tinggi dalam mitokondria terisolasi (di mana
produksi ROS juga diukur). Peneliti memilih untuk bekerja dengan serat permeabilisasi dan
mitokondria terisolasi, karena serat permeabilisasi diasumsikan paling relevan secara fisiologis
untuk mengukur laju respirasi mitokondria, tetapi produksi ROS tidak dapat diukur dengan andal
dalam serat permeabilisasi karena gradien oksigen yang dapat mempengaruhi pengukuran
produksi ROS. Akhirnya, (4) bagian keempat dibekukan dengan cepat dalam cairan N2 untuk
pengujian aktivitas enzim berikutnya dan western blotting.
Dalam bidang penelitian, aspek – aspek yang diperlukan untuk kura – kura adalah :
- Adaptasi dan Aklimatisasi setelah pembelian
- Sistem lingkungan penampungan
- Pakan dan air
- Perawatan penyakit dan pemeliharaan
- Selanjutnya adalah prosedur penelitian yang dilakukan
1. Kura kura merupakan satwa yang sensitif dan memiliki tingkat stress yang cukup tinggi, dibandingkan
satwa aquatic dan mamalia lainnya, Kontak manusia yang intensif pada pemeliharaan dapat membuat
kura-kura stres, sehingga tidak mau makan dan bertelur (Hemsworth et al., 1997). Ketika stress gejala
penyakit pun akan timbul. Menurut Amri dan Khairuman (2002), ciri-ciri kura-kura yang terkena
penyakit adalah gerakannya lemah, hilang keseimbangan, nafsu makan berkurang, menggosok-gosokkan
tubuhnya pada benda yang keras, kulit dan bagian badannya rusak, sehingga berwarna pucat dan terlihat
bintik-bintik pucat pada permukaan tubuhnya.
2. Kekurangan pemberian pakan dapat menyebabkan persaingan dalam mendapatkan makanan dan dapat
mengakibatkan timbulnya perilaku kanibalisme sesama individu,sehingga akan mempengaruhi
pertumbuhan dan kesehatan kura-kura.
3. Kura-kura lebih banyak menghabiskan waktu hidupnya di dalam air dibandingkan di daratan, oleh
karena itu pemantauan kesehatannya perlu dilakukan dengan mengangkat dan mengecek kura-kura
tersebut dari dalam air ke daratan secara berkala (minimal sekali dalam seminggu).
Dari aspek Bioekologi, didapatkan beberapa perbandingan manajemen pemeliharaan kura – kura
(Purwantono, 2015) :
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa jenis kura-kura hasil introduksi dari luar (labi-
labi cina dan kura-kura brazil) relatif mudah ditangkarkan karena memiliki keunggulan lebih
banyak dibandingkan jenis kura-kura asli (labilabi/bulus dan kura-kura rote), terutama dalam hal
kemudahan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan makanan, berbiak dan bertumbuh
dengan cepat, serta tahan/imun terhadap penyakit sehingga dapat diusahakan dalam jumlah
banyak dengan puluhan ribu individu yang dipelihara.
DAFTAR PUSTAKA
Anandita Eka Setiadi. 2015. Identifikasi Dan Deskripsi Karakter Morfologi Kura-kura Air Tawar
Dari Kalimantan Barat. Majalah Ilmiah Al Ribaath, Universitas Muhammadiyah Pontianak Vol
12, No. 1, Juni 2015, Hal 29 – 34 ISSN: 1412 – 7156.
Intan Tolistiawaty, Junus Widjaja, Phetisya Pamela F. Sumolang, Octaviani. 2014. Gambaran
Kesehatan pada Mencit (Mus musculus)di Instalasi Hewan Coba. Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8
No. 1, 2014 : 27 – 32.
Joko Pamungkas, Diah Iskandriati , Maryati Surya, Dondin Sajuthi. 2014. Peran Komisi Etik
Hewan Dalam Kegiatan Penelitian, Pengujian Dan Pendidikan . Prosiding Konferensi Ilmiah
Veteriner Nasional (KIVNAS) ke-13 Palembang, 23-26 November 2014 .
Bundgaard, A., Qvortrup, K., Rasmussen, L.J. and Fago, A., 2019. Turtles maintain
mitochondrial integrity but reduce mitochondrial respiratory capacity in the heart after cold
acclimation and anoxia. Journal of Experimental Biology, 222(11), p.jeb200410.
Wambugu, S.N., Towett, P.K., Kiama, S.G., Abelson, K.S. and Kanui, T.I., 2010. Effect of
opioids in the formalin test in the Speke’s hinged tortoise (Kinixy’s spekii). Journal of veterinary
Pharmacology and Theurapeutics. 33(4), pp.347-351.