Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KELOMPOK BIOSECURITY DAN BIOSAFETY VETERINER

“BIOSECURITY DAN BIOSAFETY PADA PENANGKARAN

KURA-KURA LEHER ULAR ROTE (Chelodina mccordi)”

OLEH:

KELOMPOK A1

RAMBU LIKA PAREMADJANGGA 1609010002

THERESIA O. BARA 1609010009

YUDITH ELMA MAUWALAN 1609010006

OKTAVIANO DEKRISMAR 1609010012

NOVIE HELLEN MANONGGA 1609010032

ELISE M. BALLO 1609010038

MARIA I. TULASI 1609010040

DELFINA G. G. ALVES 1609010052

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2019
Aspek Teknis Manajemen Penangkaran
Bentuk dan sistem penangkaran kura-kura yang dilakukan adalah penangkaran ex-situ
dan intensif, karena dilakukan di luar habitat dan pengelolaan usahanya secara penuh diatur
olehmanusia/penangkar (Masy’ud, 2001). Pola penangkaran yang dijalankan berdasarkan
observasi adalah usaha pembiakan dengan memelihara indukan yang berkembang biak
menghasilkan individu baru dan dipelihara hingga siap panen. Saat observasi langsung,
diperoleh data jumlah Kura-Kura Leher Ular Rote 1 ekor jantan dan 1 ekor betina (sebagai
indukan), dan anakan kura-kura sebanyak 8 ekor (setiap 4 ekor dipisah kedalam 2 bak).
Fungsi manajemen yang diterapkan dalam penangkaran, misalnya perencanaan
(merencanakan lokasi dan desain kolam berikut fasilitas penunjangnya, merencanakan
kebutuhan pakan secara rutin, merencanakan produksi), pengendalian (pelaporan, monitoring
dan evaluasi atas pencapaian hasil yang diperoleh dari penangkaran) (Purwantono, dkk.,
2016).
1. Pengadaan Bibit
Sumber bibit diperoleh dari berbagai macam tempat. Bibit untuk keperluanpenangkaran
diambil dari habitat alam atau sumber-sumber lain yang sah, seperti penangkaran lain atau
lembaga konservasi sebagaimana tertuang dalam PP No. 8 Tahun 1999 (Departemen
Kehutanan dan Perkebunan 1999b).
Dari aspek keselamatan, ketersediaan bibit kura-kura yang baik dan berkualitas dapat
menjamin proses regenerasi kura-kura di penangkaran. Kura-kura yang dipilih sebagai bibit
harus benar-benar baik dan unggul dengan ditandai adanya ciri-ciri kualitatif dan kuantitatif.
Ciri-ciri kualitatif ditandai dengan pertumbuhan normal, sehat, tidak cacat dan umur ideal
untuk berkembang biak serta tidak terluka atau terinfeksi mata pancing apabila diperoleh dari
hasil penangkapan di alam. Ciri-ciri kuantitatif ditandai dengan ukuran karapas (panjang
lengkung karapas) dan bobot tubuhnya (Purwantono, dkk., 2016).
2. Adaptasi dan Aklimatisasi
Bibit kura-kura yang diperoleh dari alam harus melalui proses adaptasi dan aklimatisasi
terlebih dahulu sebelum dipelihara di penangkaran untuk membiasakan diri kura-kura
terhadap lingkungan yang baru dan mencegah masuknya penyakit dari luar melalui kura-kura
tersebut. Indikator kura-kura telah dapat menerima lingkungan baru adalah nafsu makan
normal, perilaku tidak menyimpang dan dapat bereproduksi (Purwantono, dkk., 2016).
Lama proses adaptasi dan aklimatisasi berbeda-beda tergantung kemampuan dan
perlakuan masing-masing jenis kura-kura. Perlakuan (treatment) yang sebaiknya perlu
dilakukan terhadap kurakura untuk mempercepat atau memuluskan proses tersebut
berdasarkan hasil observasi di lokasi penangkaran adalah mencukupi kebutuhan pakannya,
menyediakan kolam yang nyaman mendekati kondisi habitat aslinya di alam dengan kualitas
air yang cukup baik untuk mengurangi kura-kura dari ancaman stres, kegelisahan dan
perilaku yang menyimpang (abnormal), menjaga kesehatannya serta meningkatkan kualitas
hidup secara keseluruhan, sehingga mengurangi/memperkecil peluang mengalami stress di
lingkungan yang baru. Jenis kura-kura asli yang diperoleh dari hasil tangkapan di alam lebih
mudah stress, sehingga berakibat terhadap lamanya proses adaptasi dan aklimatisasi di lokasi
penangkaran (Purwantono, dkk., 2016).
3. Perkandangan
Sistem perkandangan/kolam kura-kura harus dibuat dengan memisahkan anakan dan
dewasa untuk menghindari persaingan dan perilaku kanibalisme. Anakan yang baru menetas
diadaptasikan terlebih dahulu sampai kuning telur di pusarnya hilang sebelum dimasukkan ke
kolam pemeliharaan/pembesaran.
Kandang kura-kura di penangkaran hingga saat ini belum ditetapkan adanya ukuran
ideal yang dipersyaratkan untuk setiap jenis. Kandang yang baik adalah kandang yang
memenuhi kesejahteraan satwa dan memudahkan pengelolaan. Ukuran dan bentuk kandang
kura-kura dapat berubah sesuai dengan kebutuhan.
Kandang/kolam merupakan habitat buatan yang dipakai di penangkaran kurakura dan
harus memenuhi semua kebutuhan hidup dan perkembangan kurakura. Kandang/kolam harus
memenuhi kebutuhan akan luas untuk pergerakan kura-kura, suhu dan kelembaban serta
sirkulasi udara yang cukup.
Standar sarana kandang kura-kura dewasa minimal haruslah memenuhi syarat antara
lain kolam berisi air dengan pengelolaan pengairan berikut sanitasinya, tempat bertelur yang
dilengkapi naungan sebagai pelindung, tempat naik ke permukaan. Tempat bertelur kura-kura
sekaligus dijadikan tempat pengeraman. Konstruksi kolam pemeliharaan kura-kura dari
bahan beton dan dibuat di atas permukaan tanah
4. Pakan dan air
Pakan merupakan salah satu aspek yang sangat penting di dalam kegiatan
penangkaran satwa liar, tak terkecuali C. mccordi. Pemberian pakan kura-kura dilakukan
secara rutin dengan jenis pakan yang disukai oleh kura – kura. Komposisi pakan kura-kura
dewasa bervariasi untuk setiap jenisnya, namun syaratnya harus diupayakan memiliki
kecukupan gizi untuk pertumbuhan dan kesehatannya (Purwantono, 2015).Berdasarkan hasil
komunikasi yang dilakukan oleh Kayat dan Saragih (2012), dengan masyarakat di Desa Lida
Besi, Kecamatan Rote Tengah yang pernah memelihara C. mccordi, menyatakan bahwa
pakan alami yang diberikan tersedia di alam yaitu ikan kecil sejenis impun (Aplocheilus
panchax), beunteur (Rasbora argyrotaenia,) dan anak katak (Occidozyga lima). Menurut
informasi yang mereka dari masyarakat, jenis-jenis tersebut biasa dikonsumsi oleh kura-kura
leher ular di habitat alaminya.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, petugas mengatakan bahwa jenis
pakan yang diberikan pada kura – kura tersebut yaitu jenis ikan lele, ikan nila dan udang. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kayat dkk (2010) menunjukkan bahwa
C. mccordi menyukai berbagai jenis ikan, baik ikan air laut maupun ikan air tawar, dengan
palatabilitas berturut-turut lele, ikan kembung, ikan cakalang dan udang. Pemberian pakan
dilakukan sehari sekali. Pada indukan kura – kura pakan diberikan satu kali dalam satu hari,
dengan komposisi pemberian yaitu: jika ikan yang diberikan ukurannya besar maka hanya
diberikan satu ekor saja dengan cara di potong menjadi ukuran kecil, sedangkan ikan dengan
ukuran yang kecil diberikan sebanyak 2 ekor. Pada anakan kura – kura tidak diberi makan
ikan ukuran besar oleh penjaga, dimana mereka menyediakan ikan nila dengan ukuran kecil –
kecil untuk dimangsa oleh anakan kura – kura. Hal ini bertujuan agar melatih anakan kura –
kura untuk mencari makannya sendiri, sehingga ketika dilepaskan ke habitat aslinya anakan
kura – kura ini tidak bergantung pada manusia untuk memberi mereka makan. Selain itu
pekerja di tempat ini juga mengatakan bahwa saat ini indukan kura – kura sedang menjalani
diet pakan karena mengalami peningkatan bobot tubuh. Oleh karena itu, indukan kura – kura
diberi makan sekali tiap dua hari untuk menurunkan bobot tubuhnya. Mereka mengatakan
bahwa hal ini telah disampaikan dan direkomendasikan oleh Bapak Kayat, S.Hut, M.Sc yang
telah melakukan penelitian tentang kura – kura dan yang telah berhasil menetaskan kura –
kura rote. Komposisi pakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi pakan kura-kura (Turtle feed composition)

Sumber : Purwantono et al, 2016

Kura-kura menghabiskan hidupnya lebih banyak di air, sehingga memerlukan air


yang cukup, bersih, ber-pH normal dan memenuhi kesesuaian habitat sebagai lingkungan
hidupnya. Penyediaan air untuk mengisi kolam kura-kura sebagai habitat buatan haruslah
selalu memperhatikan kestabilan jumlah dan kualitasnya dengan sirkulasi dan sanitasi air
yang baik dan teratur (Purwantono et al, 2016).Air dalam kolam tidak dikuras semua dan
sebagiannya akan dimasukkan dan dicampur dengan air bersih. Hal ini bertujuan untuk tidak
menghilangkan bau amis ikan yang terkandung dalam air sebelumnya untuk menyesuaikan
dengan kondisi alami tempat hidup kura – kura.
Penyediaan pakan dan pemeliharaan kondisi air yang sesuai dengan tempat alaminya
bertujuan untuk menjaga biosecurity dari kura – kura rote itu sendiri. Pemenuhan biosecurity
yang sesuai ini sebagai langkah pengamanan untuk mencegah dan mengurangi tingkat stress
yang dipengaruhi oleh factor lingkungan maupun pakan yang diberikan untuk menjaga
keberlangsungan hidup kura – kura rote agar tidak punah. Selain itu, hal yang perlu
diperhatikan dalam pemeliharaan kura – kura yaitu tingkat biosafety personel yang bekerja di
tempat tersebut. Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan yang dilakukan, para personel
kurang memperhatikan dan tidak menggunakan alat perlindungan diri yang harus digunakan.
Dimana ketika petugas memberikan makan pada kura – kura, mereka tidak menggunakan
sarung tangan dan berpakaian seadanya. Kondisi ini berpotensi menyebabkan terjadinya
penularan agen infeksius dari personel ke kura – kura.

5. Perkembangbiakan/Reproduksi danTeknik Penetasan Telur


✓ Kura-kura Leher Ular Rote berkembang biak dengan cara betelur dengan
menghasilkan 5-20 butir telur setiap kali bertelur, yakni 2-3x dalam satu musim
atau satu tahun.
✓ Telur diletakkan pada bak yang berisi pasir di atas kolam yang sudah disediakan,
untuk kemudian ditimbun dan dibiarkan menetas selama kurang lebih 50 hari.
6. Pemeliharaan
Perkawinan Indukan :
✓ Indukan Kura-kura Leher Ular Rote yang terdiri darisatu ekor jantan dan beberapa
ekorbetina dikawinkandi dalam kolam perkawinan sampai bertelur di
tempatpeneluran.
✓ Kolam indukan disesuaikandengan banyaknya indukan, dan dihubungkan
dengantangga miring ke bagian atas yang berupa tempatpeneluran.
✓ Kolam indukan diisi oleh berbagai jenis tumbuhan airdan kayu-kayu kering agar
menyerupai di habitatalami sehingga lebih cepat bertelur.
✓ Indukan diberi variasi pakan ikan sarden, tembang,udang, ikan nila, dan lele
(dicincang) secara bergantian
Peneluran :
✓ Setelah kawin di kolam perkawinan, indukan Kura-kura Leher Ular Rote yang
betina akan sering naik ke tempat peneluran dan akhirnya bertelur
✓ Tempat peneluran diisi oleh campuran pasir dan tanah halus yang sudah diayak.
Pembesaran :
✓ Selama di aquarium atau kolam, anakan kura-kura diberi makan dengan pakan
yang biasa dijumpai di alam.
✓ Jika sudah mulai terbiasa, ikan diberikan utuh satu ekor dan ada yang dilepas hidup
agar anakan kura-kura terbiasamenangkap ikan hidup
✓ Penggantian air bersih pada kolam dilakukan setiap sebulan sekali. Rehabilitasi :
✓ Setelah berumur satu tahun, direncanakan akan dilakukan rehabilitasi
✓ Setelah direhabilitasi selama beberapa tahun, direncanakan akan dilepasliarkan di
pulau Rote.
Dapat disimpulkan bahwa, dilihat dari aspek keselamatan dan keamanan cukup buruk
dikarenakan pekerja yang ada di penangkaran kura-kura leher ular Rote tidak menggunakan
alat pelindung diri (masker, sarung tangan, sepatu boot) ketika berkontak langsung dengan
kura-kura. Selain itu, keselamatan dari kura-kura kurang diperhatikan dimana hampir tidak
dilakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin oleh dokter hewan, dan juga tingkat sanitasi
dari kolam itu sendiri tidak begitu diperhatikan, sehingga pada saat observasi ditemukan
cacing di dalam kolam. Ditemukannya cacing dalam kolam, karena pada saat pergantian air
yang ada didalam kolam, hanya mengambil air dipermukaan saja hal ini bertujuan untuk
membuat kolam tersebut mirip dengan habitat aslinya, namun tindakan yang dilakukan
kurang tepat karena air yang ada didasar kolam itu harusnya yang dikeluarkan karena
mengandung banyak kotoran dan sisa pakan.

Gambar 1. Kondisi kolam tempat tinggal kura-kura.

Gambar 2. Alat pembersih karapas kura-kura.


Gambar 4. Sabun yang hanya digunakan untuk mencuci tangan setelah selesai memberi
makan.

Gambar 4. Foto bersama pekerja yang ada di penangkaran.


DAFTAR PUSTAKA

[Dephutbun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan.(1999b). Peraturan


PemerintahRepublik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan danSatwaliar. Jakarta (ID) : Dephutbun.
Kayat, G. S. Saragih dan R. Kurniadi. 2010. Kajian Habitat dan Sebaran Populasi Kura-Kura
Leher Ular (Chelodina mccordi Rhodin, 1994). Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian
Kehutanan Kupang. Kupang.
Kayat dan Grace S. Saragih. 2012. Peluang Penangkaran Kura-Kura Leher Ular Rote
(Chelodina mccordi, Rhodin 1994) Sebagai Alternatif Sumber Pendapatan. Prosiding
Seminar Hasil LITBANG. Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Kupang.
Masy'ud B. (2001). Dasar-dasar penangkaransatwaliar. Laboratoriun :
PenangkaranSatwaliar. Jurusan Konservasi SumberdayaHutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan. Bogor (ID) :Institut Pertanian Bogor.
Purwantono. 2015. Penangkaran Kura-Kura Yang Berkelanjutan Berdasarkan Model Sistem
Dinamik. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Purwantono, KusriniD. M., Masy’ud B. (2016). Manajemen Penangkaran Empat Jenis Kura-
Kura Peliharaan Dan Konsumsi Di Indonesia. Balai Taman Nasional Meru Betiri. Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor

Anda mungkin juga menyukai