Oleh:
Rakhmi Dwi Agustin B0A013004
M. Faqih Zuhri B0A013016
Nita Indra P. B0A013025
Dian Malamsari B0A013033
Lathifah B0A013042
Iqbal Rona Fatkana B0A013053
Kelompok IV
2014
I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan pembuahan buatan secara kering dan basah
serta menghitung prosentase pembuahannya.
II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mangkok plastik, pipet, sendok, tisu,
dan spuit injeksi ukuran 5 ml.
Bahan yang digunakan adalah induk ikan nilem (Osteochillus hasselti) jantan dan betina
yang telah masak kelamin dan ovaprim.
3.1 Hasil
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia yang
hidup di sungai-sungai dan rawa-rawa. Ciri-ciri ikan nilem hampir serupa dengan ikan mas.
Ciri-cirinya yaitu pada sudut-sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut – sungut peraba.
Sirip punggung disokong oleh tiga jari-jari keras dan 12 – 18 jari-jari lunak. Sirip ekor
berjagak dua, bentuknya simetris. Sirip dubur disokong oleh 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari
lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari-jari keras dan 13 – 15 jari-jari lunak. Jumlah sisik-sisik
gurat sisi ada 33 – 36 keping, bentuk tubuh ikan nilem agak memenjang dan piph, ujung
mulut runcing dengan moncong (rostral) terlipat, serta bintim hitam besar pada ekornya
merupakan ciri utama ikan nilem. Ikan ini termasuk kelompok omnivora, makanannya
berupa ganggang penempel yang disebut epifition dan perifition (Djuhanda, 1985).
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) menurut Saanin (1968) diklasifikasikan dalam:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Craniata
Class : Pisces
Subclass : Actinopterygi
Famili : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Spesies : Osteochilus hasselti
Ikan nilem akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar antara 5 – 6
ppm, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan yaitu ≤ 1 ppm
(Willoughby, 1999). Menurut Susanto (2001) suhu yang optimum untuk kelangsungan
hidup ikan nilem berkisar antara 18 – 28oC, dan untuk pH berkisar antara 6,7 – 8,6.
Sedangkan menurut PBIAT Muntilan (2007), untuk kandungan ammonia yang
disarankan adalah 0,5 ppm. Ikan nilem akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen
berkisar antara 5 – 6 ppm, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup
ikan yaitu ≤ 1 ppm (Willoughby, 1999). Menurut Susanto (2001) suhu yang optimum untuk
kelangsungan hidup ikan nilem berkisar antara 18 – 28oC, dan untuk pH berkisar antara 6,7
– 8,6.
Ikan nilem adalah ikan organik yang artinya tidak membutuhkan pakan tambahan
atau pellet. Ikan nilem termasuk ikan pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivora). Larva yang
baru menetas biasanya memakan jenis zooplankton (hewan yang berukuran kecil atau
mikro yang hidup diperairan dan bergerak akibat arus perairan) yaitu rotifer. Sedangkan
benih dan ikan dewasa memakan tumbuh-tumbuhan air seperti chlorophyceae, characeae,
ceratophyllaceae, polygonaceae (Susanto, 2006)
Pemijahan adalah proses perkawinan antara ikan jantan dan ikan betina yang
mengeluarkan sel telur dari betina, sel sperma dari jantan dan terjadi di luar tubuh ikan
(eksternal). Dalam budidaya ikan, teknik pemijahan ikan dapat dilakukan dengan tiga
macam cara, yaitu:
1. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan ikan tanpa campur tangan manusia, terjadi
secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon),
2. Pemijahan secara semi intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan
rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi proses ovulasinya
terjadi secara alamiah di kolam,
3. Pemijahan ikan secara intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan
rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta proses ovulasinya
dilakukan secara buatan dengan teknik stripping atau pengurutan (Gusrina, 2008).
Reproduksi pada ikan dikontrol oleh kelenjar pituitari yaitu kelenjar hipotalamus,
hipofisis – gonad, hal tersebut dipengaruhi oleh adanya pengaruh dari lingkungan yaitu
temperatur, cahaya, cuaca yang diterima oleh reseptor dan kemudian diteruskan ke sistem
syaraf kemudian hipotalamus melepaskan hormon gonad yang merangsang kelenjar
hipofisa serta mengontrol perkembangan dan kematangan gonad dalam pemijahan
(Sumantadinata, 1981).
Masa perkembangan sel telur dimulai dari keluarnya telur dari tubuh induk dan
kemudian bersentuhan dengan air, maka akan terjadi dua hal yaitu terjadi ruang
perivetelline di mana selaput chorion terlepas dari selaput vitelline karena masuknya air ke
dalam telur, dan terjadi ruang pengerasan di mana selaput chorion mengeras sehingga akan
mencegah terjadinya pembuahan poly sperma. Dalam kondisi optimum/kekuatan
optimum, sperma dalam air dapat bergerak 1 – 2 menit. Sel telur dan sperma mempunyai
suatu hormon atau zat kimia. Zat kimia spermatozoa dinamakan androgamon yang dibagi
dalam dua macam yaitu yang berfungsi untuk menekan aktivitas sperma sewaktu masih
berada dalam salutan genital ikan jantan, dan yang berfungsi untuk mengumpulkan dan
menahan sperma pada permukaan telur. Setelah telur dibuahi sampai dengan menetas,
maka akan terjadi proses embriologi (masa pengeraman) yaitu mulai mesoderm. Saluran
pencernakan dan kelenjar pencernakan makanan berasal dari endoterm. Sedangkan insang,
linea lateralis, dan lipatan-lipatan sirip berasal dari ektoderm (Sutisna dan Sutarmanto,
1995).
Penetasan terjadi bila embrio telah menjadi lebih panjang daripada lingkaran
kuning telur dan telah terbentuk sirip perut. Penetasan terjadi dengan cara penghancuran
chorion oleh enzim yang dikeluarkan oleh kelenjar ektoderm. Selain itu, penetasan
disebabkan oleh gerakan-gerakan larva akibat peningkatan suhu, intensitas cahaya, dan
pengurangan oksigen (Sutisna dan Sutarmanto, 1995).
Setelah menetas, embrio memasuki fase larva. Larva adalah embrio yang masih
berbentuk primitif atau sedang dalam proses peralihan untuk menjadi bentuk definitif
dengan cara metamorfosis. Akhir fase larva ditentukan oleh habisnya isi kantong kuning
telur. Saat itu merupakan akhir dari bentuk primitif, dan selanjutnya menjadi individu
dewasa. Fase larva ini dibagi menjadi dua yaitu pro-larva dan post-larva. Fase pro-larva
ditandai dengan adanya kuning telur dalam kantongnya, sedangkan post-larva ditandai
dengan menghilangnya kantong kuning telur, timbulnya lipatan sirip dan bintik-bintik
pigmen (Sutisna dan Sutarmanto, 1995).
Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon dan lingkungan. Faktor
lingkungan yang paling penting adalah zat hara. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor internal yang meliputi genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor
eksternal yang berhubungan dengan lingkungan. Faktor eksternal tersebut yaitu komposisi
kualitas kimia dan fisika air, bahan buangan metabolik, ketersediaan pakan, dan penyakit.
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu makanan, ruang, suhu, salinitas,
musim, dan aktivitas fisik (Huwoyon, et al., 2013).
IV. KESIMPULAN
DAFTAR REFERENSI
Huwoyon, G. H., Prakoso, V. A., dan Nuryadi. 2013. Keragaman Pertumbuhan Ikan Lokal
Potensial Jawa Barat : Ikan Nilem (Osteochilus hasseltii) dan Panon Beureum
(Puntius orphoides). Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor.
Saanin. 1968. Anatomi dan Fisiologi Ikan Nilem. PT. Gramedia. Jakarta.
Susanto, H. 2006. Budidaya Ikan di Pekarangan edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutisna, D. H. dan Sutarmanto, R. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta.