Anda di halaman 1dari 24

1

BABI
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan Patin termasuk komoditas ikan yang banyak diminati. Produksinya di


Indonesia mengalami peningkatan secara signifikan selama beberapa tahun
terakhir, yaitu pada tahun 2010 produksinya adalah sebesar 147,888 ton dan
meningkat menjadi 403,133 ton pada tahun 2014. Produksi ikan Patin dari tahun
2010-2014 mengalami kenaikan rata-rata 30,73 ton (Laporan Ditjen Perikanan
Budidaya 2014). Meskipun capaian tidak sesuai target tetapi hasil yang diperoleh
dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan.
Ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) merupakan hasil
introduksi dari negara Thailand pada tahun 1972 dan mulai dapat dipijahkan di
Indonesia pada tahun 1980 (Sunarma,2007). Salah satu usaha yang dibutuhkan
dalam rangka menggalakan budidaya ikan patin adalah usahan
pembenihan.Menurut Arifin (1999), usaha
pembenihanmerupakanserangkaiankegiatanyangmeliputipenangananinduk,
pematangan gonad, pemijahan, dan pemeliharaan larva.Ikan patin merupakan
salah satu ikan potensial untuk dikembangkan karena didukung oleh aspek biologi
seperti memiliki ukuran yang besar serta fekunditas yang tinggi, pertumbuhannya
cepat, tidak memiliki banyak duri dan dapat dipijahkan secara massal.
Keunggulan-keunggulan tersebut menyebabkan permintaan ikan patin terus
meningkat, terutama dalam permintaan benih ikan untuk kegiatan budidaya
pembesaran ikan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi permintaan benih
ikan patin, maka harus dilakukan kegiatan pembenihan ikan patin (Susanto dan
Amri, 2007). Benih yang memiliki kualitas yang baik sangat ditentukan oleh cara
pemeliharaan saat stadia larva, Susanto dan Amri (20`07), menyatakan bahwa
ikan patin hanya dapat dipijahkan 3 kali selama setahun dengan cara pemijahan
buatan, Ikan Patin biasanya memijah hanya pada musim hujan. Sehingga
ketersediaan benih ikan patin diluar musim pemijahan sangatlah langka, kalaupun
pada biasanya tidak membuahkan hasil.
2

1.1 Tujuan Dan Manfaat PKL

1.2.1 Tujuan
Adapun tujuan dari praktek lapangan ini adalah:
1. Memperoleh pengetahuan dan menambah wawasan dalam bidang
pengembangan perikanan khususnya dalam pembenihan Ikan Patin Siam
(Pangasianodon Hypophthalamus) secara buatan.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
dalam pemenihan ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalamus).

1.2.2 Manfaat

Adapun manfaat yang diharapkan setelah melakukan praktek umum


adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan ilmu dan bagaimana cara pembenihan ikan patin siam
(Pangasianodon Hypopthalamus) yang baik dan benar, sehingga ilmu
yang diperoleh bisa dijadikan bekal kemasyarakat dalam menghadapi
dunia kerja.
2. Untuk memperoleh pengalaman dan keterampilan operasional yang akan
membentuk jiwa kewirausahaan yang profesional.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Ikan Patin (Pangasius Hypophthalmus)


2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi ikan patin menurut Harnowo (2001)sekelompok ikan berkumis
(Siluriformes)sebagai berikut :
Phyllum :Chordata
Kelas: Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Famili : Schilbeidae
Genus: Pangasius
Spesies : Pangasiushypotalamus.

Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius hypothalamus)

2.1.2 Ciri-ciri morfologi


Secara umum, ikan patin memiliki tubuh licin, tidak bersisik, serta
memiliki bentuk tubuh agak memanjang dan pipih. Warna tubuh patin pada
bagian punggung keabuabuan atau kebiru-biruan dan di bagian perut putih
keperak-perakan. Kepala ikan patin berbentuk simetris, lebar dan pipih, hampir
mirip seperti ikan lele. Matanya terletak agak ke bawah. Di perairan umum,
panjang ikan patin bisa mencapai 120 cm.
Mulut ikan patin agak lebar dan terletak diujung kepala agak ke bawah
(sub-terminal). Pada sudut mulutnya, terdapat dua pasang  sungut/kumis yang
4

berfungsi sebagai alat peraba pada saat berenang ataupun mencari makan.
Keberadaan kumis menjadi ciri khas dari ikan golongan catfish. Tubuh ikan patin
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Bagian kepala mulai
dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Bagian badan mulai dari akhir tutup
insang sampai pangkal sirip anal.
Sementara bagian ekor dimulai dari sirip anal sampai ujung ekor. Sirip
ekor ikan patin bentuknya seperti gunting (bercagak) dan simetris. Ikan patin
memiliki 5 sirip, yaitu sepasang sirip dada (pectoral fin), sepasang sirip perut
(ventral fin), sebuah sirip punggung (dorsal fin), sebuah sirip dubur (anal fin), dan
sebuah ekor (caudal fin). Selain lima sirip tersebut, patin juga memiliki sirip yang
tidak dimiliki ikan lain, yaitu sirip tambahan (adipose fin) yang terletak di antara
sirip punggung dan sirip ekor. Pada sirip punggung terdapat 1 jari-jari keras (patil)
dan 6—7 buah jari-jari lunak. Sirip dubur patin cukup panjang, yakni mulai dari
belakang dubur hingga pangkal sirip ekor serta mempunyai 30—33 jari-jari lunak.
Pada sirip perut terdapat 6 jari-jari lunak. Sedangkan pada sirip dada terdapat 1
jari-jari keras (patil) dan 12—13 jari-jari lunak.

2.1.3 Pakan dan Kebiasaan Makan


Ikan Patin dikategorikan sebagai ikan omnivora atau pemakan segalanya,
tetapi cenderung ke arah karnivora. Karena secara alami, makanan ikan Patin di
alam antara lain berupa ikan-ikan kecil, cacing, detritus, serangga, udang-
udangan, moluska dan biji-bijian (Kharimun dan Sudenda 2009). Pakan dalam
suatu usaha budidaya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Pakan
dibagi menjadi dua yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pada usia pembenihan
biasanya larva diberi pakan alami yang biasa digunakan dalam pembenihan adalah
artemia.

2.1.4 Reproduksi
Keberhasilan proses pemijahan ikan Patin sangat dipengaruhi oleh
lingkungan. Pemijahan ikan Patin Siam pada umumnya terjadi pada musim hujan
sedangkan pada musim kemarau sulit untuk melakukan pemijahan secara alami.
5

Oleh karena itu dilakukan pemijahan secara buatan agar ikan Patin tetap
bereproduksi dengan penyuntikan PMSG 20 IU/kg ikan + HCG 10 IU/kg ikan
dapat meningkatkan performa reproduksiikan Patin Siam selama musim kemarau
dan mampu meningkatkan jumlah telur dan larva yang di produksi (Tahapari dan
Dewi 2013).

2.1.5 Kualitas Air


Parameter kualitas air memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
kelangsungan hidup ikan untuk tumbuh dan berkembang. Menurut (Zonneveld et
al. 1991) pertumbuhan dan kelangsungan hidup hewan dan tumbuhan di suatu
perairan sangat di pengaruhi oleh suhu, kecerahan, PH, DO, CO 2 dan kadar
Ammonia (NH3).

2.2 Pembenihan Ikan Patin


Dalam pelaksanaan teknik pembenihan ikan Patin terdapat beberapa proses yaitu
persiapan kolam, seleksi induk, pemijahan dan penetasan telur, pemeliharaan
larva, dan pemanenan

2.2.1 Persiapan Kolam


Persiapan kolam dalam pembenihan sangat penting untuk menciptakan
kondisi kolam yang lebih baik dan cocok untuk ikan berpijah. Persiapan kolam
pembenihan meliputi pengeringan, persiapan kakaban, pemasangan kakaban
(Effendi 2009).
Persiapan kolam dimulai dengan pengeringan selama satu minggu sampai
dasar kolam mengalami retak-retak dan diikuti dengan pembuatan kemalir/parit
dan perbaikan pematang. Setelah pengeringan dasar kolam, kemudian dilanjutkan
dengan pengapuran pada tanah yang mempunyai pH rendah (<6) dengan kapur
CaO dosis 100 gram/m2 yang bertujuan untuk meningkatkan pH dan membunuh
bibit penyakit/hama Selanjutnya dilakukan pemupukan untuk meningkatkan
kesuburan (merangsang pertumbuhan pakan alami) dengan menggunakan pupuk
kandang atau pupuk hijau dengan dosis 250-500 gr/m2. Setelah selesai pengolahan
kolam dilakukan pengisian air (Ditjen Perikanan Budidaya 2009).
6

2.2.2 Seleksi Induk


Seleksi induk bertujuan untuk memperbaiki genetikdari induk yang akan
digunakan dalam pemijahan. Kualitas telur yang baik di pengaruhi oleh kondisi
induk. Oleh karena itu dalam pemilihan induk harus berhati-hati agar induk tidak
stres dan cermat memilih induk yang unggul. Pengelolaan induk merupakan tahap
awal untuk menghasilkan benih yang berkualitas baik sehingga menentukan
keberhasilan kegiatan pembenihan ikan.
Induk dipelihara secara terpisah antara induk jantan dan betina hal ini bertujuan
untuk memudahakan dalam pemberian pakan dan kegiatan seleksi induk. Pada
saat pemeliharaan induk pakan yang diberikan berupa pakan buatan yang
memiliki kandungan protein 30-35%. Selain itu dapat juga ditambahkan dengan
vitamin E untuk mempercepat kematangan gonad. Induk diberi pakan sebanyak 2-
3 kali/hari dengan pemberian pakan sebanyak 3% bobot biomasa/hari (Sunarma
2007).Adapun umur kematangan gonad ikan Patin jantan adalah saat berumur 11-
12 bulan dan lebih dari 80% ikan jantan sudah mengeluarkan sperma pada umur
dua tahun dengan bobot
tubuh 2-3 kg di dalam kondisi atau lingkungan tempat pemeliharaan.
Sedangkan pada ikan Patin betina matang gonad pada umur tiga tahun dan
memiliki bobot tubuh 45kg. Namun demikian pada usia empat tahun semua induk
Patin dapat dianggap matang gonad sepenuhnya. Ciri-ciri induk jantan yang sudah
matang gonad ditentukan dengan keluarnya sperma waktu di stripping dengan
menggunakan tangan, untuk Induk betina dengan mengambil sampel sel telur dan
ditandai perut luar lembut dan makin membesar (Slembrouck et al. 2005).
Menurut Effendi (1979) tingkat kematangan gonad dibagi menjadi tujuh
tingkatan, yaitu sebagai berikut:
Tingkat I : Gonad masih muda, ukuran sangat kecil
Tingkat II : Tahap istirahat, produk seksual belum berkembang, gonad masih
kecil, oosit belum dapat dibedakan dengan mata biasa
Tingkat III : Tahap pemasakan, oosit-oosit dapat dibedakan dengan mata
biasa, perkembangan gonad sedang berjalan dengan cepat
Tingkat IV : Tahap matang gonad, gonad mendapat bobot yang maksimal,
oosit belum keluar bila ditekan
7

Tingkat V : Tahap reproduksi, oosit keluar bila perut ditekan perlahan


Tingkat VI : Kondisi salin, oosit sudah dikeluarkan. Lubang genital sudah
kemerah-merahan, ovari biasanya berisi oosit sisa
Tingkat VII : Tahap istirahat, oosit sudah keluar, lubang genital sudah tidak
kemerah-merahan lagi.

2.2.3 Pemijahan
Ikan Patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit untuk memijah secara
alami, jika tidak berada di habitat aslinya. Karena ikan Patin akan memijah saat
musim penghujan yaitu kisaran bulan September-Maret. Untuk itu perlu dilakukan
pemijahan secara intensif/buatan. Tingkat keberhasilan pemijahan secara buatan
sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad induk ikan Patin. Sebelum
melakukan pemijahan buatan induk ikan Patin harus melakukan pemberokan
tujuanya untuk membuang sisa-sisa pakan yang ada dalam perut ikan yang
dapatmempengaruhi reaksi hormon yang akan disuntikan. Pemberokan ini
dilakukan selama 10-12 jam sebelum penyuntikan pertama. Pemijahan
intensif/buatan pada ikan Patin menggunakan Hormon HCG (Human Clhorionic
Gonadotropin) dan hormon  LHRH yang biasa disebut Ovaprim. Penyuntikan
pertama berfungsi untuk kematangan dan pembentukan telur secara merata
dilakukan hanya untuk induk betina saja yaitu dengan mengunakan hormon HCG
dan dilarutkan di dalam NaCl sebanyak 1 ml yang sudah tersedia dalam kemasan
bersama dengan ampul yang berisis HCG.  Dosis HCG dalam 1 ampul adalah
1500 IU (International Unit), sedangkan dosis yang diberikan untuk induk betina
adalah 500 IU/kg atau sebanyak 0,5 ml/kg induk, jadi 1 ampul HCG dapat
digunakan untuk 3 kg ikan. Penyuntikan dilakukan pada punggung sebelah kanan
atau di bawah sirip punggung (Intra moscular) dengan kemiringan 45ºC. Setelah
penyuntikan pertama berselang 24 jam  maka dilakukan penyuntikan kedua.
Penyuntikan kedua dilakukan pada induk betina dan induk jantan dengan
mengunakan hormon LHRH (ovaprim), Penyuntikan pada induk jantan berfungsi
agar menjaga kualitas sperma tetap bagus dan memastikan apakah induk jantan
dapat mengeluarkan sperma pada waktu dilakukan stripping.  Dosis ovaprim yang
diberikan pada induk jantan adalah sebanyak 0,3 ml/kg, sedangkan untuk induk
8

betina sebanyak 0,6 ml/kg. Secara keseluruhan ikan yang diberi perlakukan
LHRH dan estradiol-17B, memperlihatkan perkembangan berarti dalam
kematangan gonad. Setelah dilakukan penyuntikan pertama dan kedua dengan
selang waktu 8-12 jam induk patin yang jantan  harus dikeluarkan spermanya.
Sperma diambil dengan cara mengurut bagian perut induk jantan menuju papilla.
Sperma kemudian diencerkan dengan larutan fisiologis NaCl dengan
perbandingan 1:5,penambahan larutan fisiologis bertujuan mempertahankan daya
hidup sperma dan mengencerkan supaya pada saat pencampuran sperma dengan
telur merata.  Sperma akan aktif selama 12 jam apabila disimpan dalam suhu 5-
7ºC. Kemudian Stripping induk betina tujuannya agar telur yang telah ovulasi
keluar. Proses stripping dilakukan dengan metode kering (dry stripping).
Stripping dilakukan dengan cara mengurut bagian perut induk betina ke arah
papila. Telur yang keluar ditampung dengan menggunakan wadah yang telah
dikeringkan sebelumnya. Fertilisasidilakukan dengan cara mencampur telur dan
sperma dalam wadah. Pengadukan telur dilakukan dengan menggunakan bulu
ayam kurang lebih selama 30 detik. Untuk meningkatkan fertilisasi sebaiknya
ditambahkan NaCl sebanyak 2 ml atau 1:2, pengadukan dilakukan kurang lebih
selama 1 menit. Sambil diaduk dan ditambahkan air sedikit demi sedikit (Afrizal
2009).
ikan dan bisa menyebabkan kematian sampai 100% dalam hal terjadinya
infeksi parah dan Thaparocleidus Infeksi ini menyebabkan kesulitan pernapasan
pada ikan dan cenderung menurunkan pertumbuhan, dengan pengaruh negatif
yang nyata pada produksi ikan. Infeksi bakteri bisa tibul sebagai infeksi sekunder
(Slembrouck et al. 2005).
Daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit sangat tergantung pada
kondisi ikan. Interaksi antara kualitas media budidaya, ketersediaan pakan dan
ikan yang dipelihara sangat mempengaruhi kesehatan ikan sehingga
memungkinkan terjadinya serangan penyakit. Pencegahan penyakit ikan dilihat
dari lingkungan media budidaya. Manajemen lingkungan media budidaya harus di
perhatikan untuk meminimalkan terjadinya stress sehingga ikan terhindar dari
serangan patogen dan tumbuh dengan baik. Pada media budidaya yang dikelola
9

dengan baik akan meningkatkan daya tahan tubuh ikan maka ikan tidak
mengalami stress dan patogen tidak mudah menyerang (Afrianto E et al. 2015).

2.2.4 Pemeliharaan Larva


Setelah telur yang di dalam akuarium menetas maka dilakukan pergantian air
sebanyak 3 kali. Sebelum air diganti, larva di pindahkan terlebih dahulu kedalam
bak fiber yang ada di dalam Inkubasi Patin. Memindahkan larva dengan cara
pertama menggunakan scopnet patin yang lubang nya agak besar sehingga larva
nya tidak terbawa, yang berfungsi untuk mengambil kotoran larva, yang kedua
larva di ambil menggunakan scopnet yang lubangnya agak kecil supaya larva nya
tidak bisa keluar. Kemudian larva yang sudah di ambil di simpan di dalam bak
fiber.

2.2.5 Pemanenan Benih


Pemanenan benih ikan Patin dilakukan dengan cara mengurangi air pada
bak pendederan sampai tersisa 10% terlebih dahulu. Selanjutnya benih diambil
menggunakan serokan secara perlahan agar benih yang dipanen tidak stress atau
menyebabkan luka pada tubuh benih. Waktu pemeliharaan larva di dalam
akuarium selama 10 hari, benih yang selesai dipanen kemudian dilakukan
penyortiran untuk mendapatkan ukuran benih yang seragam dengan tujuan
pencegahan sifat kanibalisme pada benih Ikan patin, kemudian benih ikan Patin di
sampling untuk mengetahui jumlahnya. Ukuran rata-rata benih yang berumur 10
hari adalah 1,5 cm.

2.3 Pengendalian Hama dan Penyakit.


Menurut Suyanto S.Rachmatun (2008), hama adalah binatang yang
menyebabkan kematian atau hilangnya ikan karena di makan atau rusak tubuhnya.
Hama ikan adalah binatang-binatang yang ukurannya suatu gejala penyakit.
Salah satu jenis hama ikan adalah serangga yang menusuk dan mengisap
ikan sampai mati. Hama yang merupakan insekta ini berasal dari genus notonecta.
Serangga ini datang menyerbu kolam pemeliharaan ikan dalam jumlah besar pada
10

kolam yang dipupuk dengan bahan organik. Ikan patin mati ditusuk dan diisap
cairan tubuhnya oleh serangga ini.
Menurut Hernowo dan R.Suyanto (2010), penyakit yang sering menyerang
ikan patinadalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa, bakteri, dan virus.
Relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Penyakit
pada ikan lele sangkuriang dibedakan menjadi penyakit infeksi dan penyakit non
infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh mikroba penyebab penyakit non infeksi
disebabkan oleh faktor kelalaian manusia dalam pemeliharaan.
Beberapa jenis-jenis penyakit yang sering menyerang ikan patin adalah :
1) Penyakit Infeksi (Bintik putih).
2. Penyakit Akibat Virus.
3 Penyakit Gatal.
4 Infeksi Aeromonas.
5 Penyakit Non-infeksi (Kuningan).

Menurut Suyanto (2010), penyakit ikan yang disebabakan oleh jamur


dapat diobati dengan empat cara yaitu :
1) Khasiat herbal Mengkudu dapat mengobati penyakit disebabkan oleh bakteri
Aeromonas hydriphila, dengan 1-2 buah mengkudu matang dan 15 lembar
daun pahit-pahitan dan Antibiotik enrofloxacin sebanyak 1/3 sendok teh
kemudian di tumpuk mengkudu sampai halus dan rebus daun pahit-pahitan
sampai mendidih kemudian campurkan semua bahan dengan enrofloxacin
lalu campurkan ramuan ke dalam 3kg pakan dan aduk hingga rata sekitar 3-5
menit.
2) Khasiat allium sativum (Bawang putih) dapat meningkatkan ketahan tubuh
dan meningkatkan nafsu makan ikan patin.
3) Khasiat daun pepaya dapat menambahkan stamina patin.
4) Khasiat herbal jahe dapat mengobati bibit lele sangkuriang yang berumur 3-4
minggu yang diakibatkan penyakit kembung.
5) Larutan garam dapur dan larutan lebacyd. Ikan direndam dalam larutan
kalium pemangatan 1 gram per 100 liter, selama 60-90 menit. Ikan direndam
dalam larutan garam dapur (10 gram per liter) selama 1 menit.
11

METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapangan ini dilakukan di Balai Riset Air Tawar STP
Sibolga,Sumatra Utara, mulai pada tangga 3 Agustus -3 November 2020

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
Alat yang digunakan untuk pemijahan ikan Patin Siam (Pangasionodon
hypopthalmus) di Balai Riset Air Tawar STP Sibolga adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Alat yang digunakan dalam proses pemijahan ikan patin Siam
No Alat Kegunaan
1 Aerator Menyuplai oksigen di dalam air
2 Bak Fiber Tempat Pemijahan Ikan
3 Do Meter Menghitung oksigen terlarut
4 Mikroskop Untuk mengamati diameter telur
5 Kaca Preparat Sebagai tempat bahan yang akan diamati
6 Hapa Alat untuk mempermudah saat pemanenan
7 Kanulator Untuk mengambil sampel telur
8 Jarum Suntik Menyuntik hormon pada induk ikan
9 Kamera Alat dokumentasi
10 Scoop Net Alat pemanenan larva
11 Penggaris Mengukur panjang larva dan induk
12 Heater Meningkatkan, menghangatkan dan
menstabilkan suhu air.
13 Timbangan Menimbang telur dan larva
Sartorius
14 Timbangan Menimbang bobot ikan
15 Akuarium Tempat penetasan telur
16 Sendok Untuk sampling larva
17 Baskom Menampung telur dan menampung larva
18 Ember Wadah mengangkut induk dari kolam ke bak
19 Alat Tulis Mencatat hasil pengamatan
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk pemijahan ikan Patin Siam (Pangasionodon
hypopthalmus) di Balai Riset Air Tawar STP Sibolga adalah sebagai berikut.

Tabel 2 Bahan yang digunakan dalam proses pemijahan ikan patin Siam
No Bahan Kegunaan
12

1 Induk patin betina Bahan yang dipijahkan


2 Induk patin jantan Bahan yang dipijahkan
3 Larva patin Bahan pengamatan
4 Pakan megami Pakan induk ikan patin
5 Pakan artemia Pakan larva ikan patin
6 Pakan Dafhnia Pakan Larva ikan patin
7 Cacing sutra Pakan benih ikan patin
8 Pf 500 Pakan benih ikan patin
9 Telur Bahan pengamatan
10 HCG Merangsang ikan patin untuk memijah
11 Ovaprim Menyempurnakan kematangan gonad
12 NaCl 0,9% Pengenceran sperma
13 Air Untuk menetaskan telur
14 Teh Menghilangkan perekat pada telur

3.3 Prosedur pelaksanaan pembenihan


3.3.1.Pemeliharan Induk
Menurut (Sukardi 2007), induk jantan dipelihara secara terpisah dengan
induk betina. Hal ini memudahkan dalam pengelolaan, pengontrolan, dan dapat
mencegah terjadi “mijah maling” atau memijah diluar kehendak. Kolam induk
berupa kolam tanah, kolam tembok, atau kolam tanah dengan pematang tembok.
Ada ketentuan khusus ukuran kolam untuk pemiliharaan induk. Setiap kolam
dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran air,kedua saluran di pasang
saringan agar hewan liar tidak masuk dan induk-induk yang dipelihara tidak dapat
keluar.

Menurut Soetomo (2000), perbedaan ikan patinjantan danbetina adalah:


1) Ikan patin jantan :
a. Memiliki naluri gerakan yang lincah.
b. Postur tubuh dan perut yang ramping.
c. Warna tubuh putih cerah kemerah-merahan.
d. Lubang kelamin runcing dan lebih menonjol.
e. Bila diurut pada bagian perut akan keluar cairan putih susu (sperma).
2. Ikan patinbetina :
1. Memiliki naluri gerakan lamban.
2. Postur tubuh gemuk dan lembek.
3. Warnah tubuh terlihat lebih gelap dan kusam
13

4. Lebih cerah dari yang lainnya.


5. Gonad/kelamin bentuknya bulat telur dan agak melebar.

Induk ikan patin perlu dirawat dan dijaga kebersihan lingkungan dengan
cara sebagai berikut.
1) Mengatur aliran air masuk yang bersih, walaupun kecepatan aliran air
tidak perlu deras, cukup 5-6 liter/menit.
2) Memberikan makanan yang cukup kandungan gizinya dengan kadar
protein lebih dari 35%.
3) Segera di pisahkan induk-induk yang mulai lemah atau yang terserang
penyakit untuk segera diobati.
4) Ikan patin diberikan pakan tambahan seperti keong mas ataupun cacing
sutra (Tubifex) untuk mempercepat proses pematangan gonad.

3.2.2 Seleksi calon induk


Seleksi induk ikan patin harus dilakukan dengan hati-hati agar induk ikan patin
tidak mengalami kerusakan fisik saat seleksi. Seleksi dilakukan dengan cara
memilih atau memisahkan antara induk-induk yang sudah matang gonad, atau
matang telur dengan yang belum. Tujuannya untuk mendapatkan induk-induk
yang siap mijah, dimana telur bisa dibuahi dan spermanya bisa membuahi.
Kegiatan ini dilakukan setelah pematangan gonad dan sebelum pemijahan.
Menurut (Rahadian Surya 2010), ciri-ciri primer induk ikan patinmatang
gonad adalah sebagai berikut :
1) Induk Jantan.
a. Alat kelamin tampak jelas dan memerah
b. Umur 1 – 1,5 Tahun..
c. Perutnya tampak ramping, jika perut diurut akan keluar spermanya.
d. Berat 1,5 – 2 kg.
e. Gerakan lincah dan gesit.

2) Induk Betina.
14

a. Alat kelaminnya bentuknya bulat dan kemerahan,lubangnya agak


membesar.
b. Umur 2 – 3 tahun.
c. Perut membesar kearah anus.
d. Gerakannya lambat.
e. Kulit bagian perut lembek dan tipis
f. Kalau disekitar kloaka diurut akan keluar beberapa butir telur yang
bentuknya bulat dan besarnya seragam atau sama rata.

Gambar 2. a) Induk Jantan ikan patin b) Induk betina ikan patin

3.2.3 Pemberokan Induk


Induk ikan patin yang telah diseleksi akan dikarantinakan ataupun diberok
di kolam pemberokan. Tahapan dilakukan dengan caraikan dipuasakan selama 1
– 2 hari. Pemberokan induk jantan dan betina dilakukan pada wadah terpisah.
Fungsi pemberokan adalah menghilangkan stres pada saat ditangkap. Selain itu,
pemberokan bertujuan untuk membuang kotoran, mengurangi kandungan lemak
dalam gonad, dan meyakinkanhasilseleksiindukbetina.Setelah diberok,
kematangan gonad induk patin betina diperiksa kembali.

3.2.4 Pemijahan
Sunarma (2004),Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit
memijah secara alami jika tidak berada dihabitat aslinya. Untuk itu perlu
dilakukan pemijahan sistem induced breeding (kawin  suntik). Tingkat
keberhasilan pemijahan sistem kawin suntik sangat dipengaruhi oleh tingkat
kematangan induk patin.
15

Faktor lainnya yang juga cukup berpengaruh adalah kualitas air,


penyediaan makanan yang berkualitas dan dalam jumlah yang mencukupi, serta
kecermatan didalam penanganan atau pelaksanaan penyuntikan.Induced breeding
dapat dilakukan dengan menggunakan kelenjar hipofisa ikan lain, seperti ikan
mas, dapat juga dilkaukn dengan menggunakan semacam kelenjar hipofisa buatan
yang mengandung hormon gonadotropin. Dipasaran dikenal dengan merek
dagang ovaprim.Hernowo (2001) menyatakan bahwa, pemijahan buatan dapat
dilakukan dengan cara menstriping atau mengurut perut sampai ke arah lubang
kelamin induk jantan dan induk betina. Agar telur dan sperma dari induk-induk
yang telah disuntik tersebut dapat dikeluarkan. Proses penstripingan ini dapat
dilakukan beberapa jam setelah penyuntikan.
            Pemijahan ikan patin dapat dilakukan dengan perbandingan 1 : 1.
Pembuahan dilakukan dengan cara mencampur telur dan sperma yang diaduk
secara perlahan dengan menggunakan bulu ayam selama lebih kurang 2 menit dan
kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih (aquades) untuk menghilangkan
lendir. Agar daya rekat telur hilang dan menghindari penggumpalan pada telur,
maka dilakukan pencucian dengan emulsi lumpur yang terlebih dahulu telah
dipanaskan pada suhu 1000 C guna menghindari penyakit (Khairuman dan
Suhenda, 2002).

3.2.5 Stripping dan Pembuahan


Induk yang sudah disuntik disimpan di dalam bak penampungan untuk menunggu
waktu striping. Interval waktu pengecekan ovulasi pertama setelah penyuntikan ke
dua adalah 12 jam. Jika setelah 12 jam induk sudah mengalami ovulasi, maka
induk siap untuk distriping dengan cara mengurut bagian perut secara perlahan-
lahan hingga keluar telur. Telur ditampung pada mangkok plastik kemudian
dicampur
dengan sperma induk jantan yang sudah distriping dan diaduk perlahan-lahan
menggunakan bulu ayam agar pembuahan merata. Induk yang telah distriping
ditimbang untuk mengetahui berat seluruh telur yang dihasilkan. (Kordi dan
16

Ghufran, 2005)Ovulasi adalah puncak kematangan gonad. Saat ovulasi, telur yang
telah masak harus dikeluarkan dengan cara memijat bagian perut (stripping) patin
betina, kemudian ditampung dalam wadah yang kering. Selanjutnya
mengeluarkan sperma dari induk jantan dan diteteskan ke dalam wadah yang
berisi telur, kemudian diaduk dengan bulu ayam selama 0,5 – 1 menit. Untuk
meningkatkan fertilisasi, maka ditambahkan garam dapur sebanyak 4.000 ppm ke
dalam campuran sambil terus diaduk disertai dengan memasukkan air sedikit demi
sedikit. Pengadukan dilakukan selama  kurang lebih 2 menit. Kemudian lakukan
pembilasan telur selama 2 – 3 kali dengan menambahkan dan membuang air
secara berulang-ulang. Telur-telur yang telah dibuahi akan mengalami
pengembangan, ukuran telur terlihat besar serta berwarna kuning penuh. (Siregar,
2001).

3.2.6 Penetasan telur


Penetasan merupakan saat terakhir dari masa pengeraman (inkubasi)
sebagai hasil dari beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya
(Effendi, 1997). Penetasan terjadi karena adanya kerja mekanik embrio sering
mengubah posisinya karena kekurangan ruang dalam cangkangnya, dengan
pergerakan tersebut bagian cangkang telur yang lembek akan pecah sehingga
embrio akan keluar dari cangkangnya.
Penetasan telur ikan patin akan semakin cepat apabila embrio yang ada
didalam cangkang semakin aktif bergerak. Aktivitas embrio dan dipengaruhi oleh
faktor dalam yaitu hormone (yang dihasilkan oleh hipofisa dan tyroid dan
berperan dalam proses metamorfosa) dan volume kuning telur (berperan dalam
perkembangan embrio),faktor luar yaitu suhu, pH, salinitas, gas-gas terlarut
(O2, CO2, NH3) dan intensitas cahaya (Nikolsky dalam Sukendi, 2005).
Telur ikan patin yang akan di inkubasi dimasukkan kedalam corong
penetasan. Didalam corong penetasan telur ikan patin akan terus diaduk karena
corong penetasan telah dilengkapi dengan sirkulasi pada dasar corong, sehingga
membuat telur ikan patin akan selalu bergerak teraduk. Tujuan dari pengadukan
yaitu untuk mengurangi daya rekat telur satu dengan yang lain. Jika daya rekat
tinggi maka dipastikan tinggkat penetasan telur ikan patin sangat rendah begitu
17

juga sebaliknya. Selama prosees penetasan suhu tempat penetasan tetap dipantau
agar tetap konstan.
Telur ikan patin akan menetas ± 20 – 24 jam, telur akan menetas menjadi
larva ikan patin. Larva ikan patin yang sehat akan berenang keatas permukaan dan
mengikuti arus air dari saluran pembuangan yang terdapat di corong penetesan
dan ditampung didalam bak yang sudah terpasang hapa. Sedangkan telur yang
tidak menetas akan tetap berada didasar corong (Susanto2001)

3.2.7 Pemanenan juvenile Ikan Patin


Pemanenan juvenile patin (Budilaksono 2010) adalah tahap akhir dari
proses kegiatan pemijahan ikan patin. Juvenile ikan patin yang telah menetas 22 –
24 jam dan tertampung didalam bak fiber yang telah terpasang berupa hapa
(Trilin) harus segera dipanen, karena jika tidak segera dipanen kemungkinan besar
juvenile ikan patin akan mati. Hal ini disebabkan air yang ada didalam bak
penampung juvenile ikan patin telah tercemar kandungan amoniak sisa – sisa dari
pemijahan.
Juvenile ikan patin yang telah dipanen menggunakan scop net halus secara hati –
hati agar juvenile ikan patin tidak mengalami stress. Selanjutnya juvenile di
tampung didalam akuarium sebagai media perawatan larva.Jumlah juvenile untuk
setiap akuriam tergantung dari ukuran akurium perawatan larva.

3.3 Pemeliharaan Larva dan Benih


3.3.1 Pemberian Pakan dan Penggukuran Kualitas Air
Benih patin mempunyai sifat kanibal yang tinggi, untuk menghindarinya
perlu diperhatikan waktu pemberian pakan.Jenis pakan untuk benih patin
diberikan berdasarkan umur dari benih. Pakan pertama dapat di berikan sekitar 24
jam setelah menetas pada kisaran suhu pemeliharaan 29-30°C. Pakan yang di
berika berupa artemia (Sunarma, 2007). Penyiapan Artemia dilakukan pada saat
telur patin menetas, sehingga pakan Artemia diberikan pada saat benih sudan
berumur 1 hari.
18

Tabel 2.2 Jenis Pakan Berdasarkan Umur Dalam Pemeliharaan Benih Patin
Siam
Umur Larva (hari) Jenis Pakan
2-6 Artemia
7-15 Cacing Sutra / Cacing Rambut
>15 Pellet

Pemberian pakan Artemia selanjutnya dapat dilakukan pada kisaran 4-5


jam sekali.Pakan dapat adlibitum atau secukupnya yang memperhatikan nafsu
makan ikan.Penggantian pakan darai Artemia ke cacing rambut dapat dilakukan
mulai hari ke tujuh dengan memperhatikan bukaan mulut larva.Apabila suplai
cacing rambut tidak mencukupi larva bisa diberi makan pakan alami lainnya
seperti moina atau dapnia. Sedangkan pakan buatan masih mungkin dilakukan
dengan memberikan adaptasi secukupnya (mulai hari ke tujuh larva dapat
diberikan pakan buatan yang sesuai yang sesuai bukaan. mulut larva dan Ppada
hari ke-16 larva patin sudah dapat di beri pakan buatan.

3.3.2 Parameter Kualitas Air


Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan
dalam melakukan kegiatan pembenihan ikan patinsiam. Air yang digunakan untuk
pembenihan ikan patin siam harus bersih dan jernih serta tidak mengandung
kaporit. Hal tersebut dimaksudkan agar telur-telur ikan patin siam yang sedang
ditetaskan dapat menetas dengan sempurna. Menurut Kordi (2005), air yang
digunakan dalam pembenihan patin harus memenuhi syarat-syarat kualitas air
yang baik seperti Oksigen, Suhu, PH, kecerahan dan sebagainya. Sumber air yang
dapat digunakan yakni dapat berasal dari sumur pompa yang bisa digunakan
untuk keperluan keluarga ataupun sumur pompa tersendiri yang dibuat
terpisah.Selain itu, air hujan juga dapat digunakan untuk mengairi kolam yang
terlebih dahulu di tampung dikolam penampungan dan diendapkan.Selanjutnya
pergantian air dilakukan 3 sehari sekali. Cara pergantian air merupakan cara yang
benar-benar dapat menghilangkan kotoran dan memperbaiki kualitas air secara
nyata (Nur Rahmi Ainum, 2008).
19

Menurut Khairuman (2006), parameter kualitas air untuk pemeliharaan


ikan patin yakni sebagai berikut:
Tabel 2. 3 Parameter kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin
n
Parameter Batas toleransi
No
1
Suhu (°C) 26-31
1
2
pH (ppm) 6-8,9
2
3
Osigen terlarut (mg/l) >4
3
4
Salinitas (ppt) 0-4
4

3.3.3 Pengendalian Hama dan Penyakit


Secara prinsip lebih baik mencegah (preventif) dari pada mengobati
(kuratif). Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit:
1) Menjaga kebersihan wadah pemeliharaan,
2) Menjaga stabilitas suhu agar tetap panas antara 28-30°C
3) Pakan terbebas dari parasit dan jamur
4) Menjaga kondisi air agar tetap baik yang selalu bersih dari sisa pakan
Pada benih patin penyakit yang umum adalah bakteri, parasit dan jamur.

Obat dan carapengobatan terhadap penyakit tersebut berbeda-beda. Alternatif


obat dan cara pengobatan untuk penyakit pada benih patin antara lain:

1) Penyakit bakteri
Bakteri yang umum menyerang benih ikan patin adalah bakteri
Aeromonas hydropylla.

Tanda-tanda penyakit bakteri antara lain:


 Permukaan tubuh ikan ada bagian-bagian yang berwarna darah
terutama pada bagian dada pangkal sirip dan perut,
 Selaput lendir berkurang dan licin,
 Di beberapa bagian tubuh ikan kulitnya melepuh,
20

 Sirip rusak dan pecah-pecah,


 Insang rusak dan berwarna keputih-putihan sampai kebiru-biruan,
 Ikan lema, hilang keseimbangan serta mudah ditangkap.

Cara pengonbatan untuk penyakit bakteri yaitu:


a) Pengoban dengan PK
Bagi ikan yang keadaaan infeksinya belum parah dapat diobati
dengan kalium permanganate (PK) dengan dosis 2 gram /m 3. cara
pengobatannya dengan dengan kalium permanganat (PK) adalah
sebagai berikut:
 Larutkan 2 gram PK kedalam 1 liter air aduk sampai terlarut
dengan sempurna dan tebarkan pada pemeliharaan,
 Biarkan selama 30-60 menit dengan cara pengawasan terus
menerus,
 Apabila ikan memperlihatkan gejala keracunan, segera tambahkan
air segar kedalam wadah pemeliharaan.
b) Pengobatan dengan oxytetracycline (OTC)
Pengobatan dengan menggunakan Oxytetracylin (OTC) sebanyak
gram/m3 adalah sebagai berikut:
 Larutan 5 gram OTC kedalam satu liter sampai semua terlarut
sempurna,
 Tebarkan larutan tersebut kedalam air pemeliharaan,
 Biarkan selama 3 jam, setelah itu tambahkan air segar,
 Apabila ikan belum sembuh bisa dilakukan pengobatan berulang
keesokan harinya dengan cara diatas sampai 3 pengobatan.
2) Penyakit Parasit
Penyakit parasit yang umumnya menyerang benih ikan patin adalah
Ichthyophirius Mulitifilisatau disebut penyakit “Ich’’ atau disebut
penyakit white spot.Jenis penyakit ini muncul pada awal, akhir, dan
selama musim hujan. Tanda-tandanya adalah bahwa pada tubuh benih
ikan patin terdapat bitik-bintik putih, akan terlihat jelas dibawah
mikroskop.
21

a. Pengobatan dengan garam dapur (NaCl) Pengobatan terhadap benih


putih yang terserang penyakit parasit dengan cara pemberian garam
dapur (NaCl) pada media pemeliharaan larva/benih serta menaikan
suhu media.
Cara pengobatannya dengan garam dapur adalah sebagai berikut:
 Dosis pengobatan 1 ppt (1 kg/m3 air pemeliharaan benih). Larutkan
1kg garam dapur kedalam 2 liter air, kemudian aduk sampai
sempurna,
 Tebarkan larutan tadi ke dalam wadah pemeliharaan,
 Biarkan selama 1 jam dan lakukan pengawasan secara terus
menerus. Apabila benih ikan terlihat gelisah atau keracunan, segera
tambahkan air segar kedalam media pemeliharaan,
 Apabila ikan belum sembuh, bisa dilakukan pengulangan
pengobatan dengan cara diatas.
b. Pengobatan dengan formalin
Pengobatan dengan formalin menggunakan dosis 10 ml formalin
teknis per 1 m3 air pemeliharaan benih patin. Formalin teknis
merupakan formalin dengan kadar 40%. Cara pengobatan dengan
menggunakan formalin adalah sebagai berikut:
 Taburkan 10 ml formalin kedalam 1 m3 air pemeliharaan, aduk
sampai merata,
 Biarkan selama 3 jam dalam pengawasan terus menerus, apabila
ikan tidak kuat segera tambahkan air segar kedalam media
pemeliharaan,
 Apabila ikan belum sembuh, bisa dilakukan pengobatan seperti
yang telah di lakukan.
c. Pengobatan dengan Methylene blue
Buat larutan baku 1 % (stock solution ) yang terdiri dari 1 gram
serbuk Methylene blue dicampur dengan 100cc air bersih. Selanjutnya
campurkan 1-2 cc larutan tersebut untuk 1 liter air pemeliharaan
kemudian diaduk secara merata dan biarkan selama 24 jam.Apa bila
22

masih belum bisa dilakukan pengobatan dengan cara diatas, lakukan


sampai 3 kali ulangan pengobatan.

PENUTUP

Demikian proposal praktek kerja lapangan (PKL) ini di susun dengan


harapan memberikan gambaran singkat dan jelas mengenai maksud dan tujuan
dilaksakan nya program studi S1 Budidaya Perairan Sekolah Tinggi Perikanan
Sibolga. Di Balai Riset Sekolah Tinggi Serikanan Sibolga .Besar harpan kami
agar pihak Balai Riset Sekolah Tinggi Serikanan Sibolga, Bersedia menerima
kami untuk melaksanakan PKL tersebut pada Bulan Agustus-November dan dapat
memberikan kebijaksanaannya demi Membantu kelancaran pelaksanaan PKL.
23

Atas Perhatian, Kebijaksanaan dan bantuannya, Kami ucapkan


Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R. dan Tang, U. M. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press. Riau
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Produksi benih Ikan Patin Siam
(Pangsius hypophthalamus) kelas benih sebar. Standar Nasional Indonesia
(SNI): 01-6483.4-2000.
[BSN] Badan Standar Nasional. 2014. Cara pembenihan ikan yang baik. Standar
Nasional Indonesia (SNI): 8038: 2014.
24

Cholik F, Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P. dan Jauzi, A. 2005. Akuakultur


Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara
dan Taman Akuarium Air Tawar Taman Mini Indonesia Indah. Jakarta. 415
hal.

Darmawan J, Tahapari E, Pamungkas W. 2016. Performa benih ikan patin Siam


Pangasianodon hypophthalmus (Sauvage, 1878) dan pasupati (Pangasius
sp.) dengan padat penebaran yang berbeda pada pendederan sistem
resirkulasi. Jurnal Iktiologi Indonesia. 16(3): 243-250.
Daelami, D. 2001. Agar Ikan Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 Hal.
Djarijah, A. S. 2001. Budidaya Ikan Patin. Kanisius. Yogyakarta. 87 Hal.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Gustiano R. 2009. Pangasiid catfishes of Indonesia. Buletin Plasma Nutfah. 15(2):
91-100.

Anda mungkin juga menyukai