Anda di halaman 1dari 15

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu ikan air
tawar yang sukses dibudidayakan dan memiliki prospek ekonomi yang tinggi
karena konsumennya luas, selain itu mudah dibudi dayakan dan pertumbuhannya
yang cepat. Di Indonesia kehadiran ikan Patin Siam membawa dampak yang baik
dalam membangkitkan usaha para pembudidaya ikan khususnya di daerah
Bangkinang, Kabupaten Kampar. Ikan patin siam akan hidup dan dapat bertumbuh
dengan baik bila kondisi lingkungan yang disediakan sesuai dengan kondisi habitat
aslinya. Aktivitas budidaya ikan tidak terlepas dari limbah yang dihasilkan. Ikan
mengeluarkan 80-90% amoniak (N-organik) melalui proses osmoregulasi,
sedangkan dari feses dan urine sekitar 10-20% dari total nitrogen (Rakocy et al.,
dalam Asis et al., 2017).
Feeding rate merupakan jumlah pakan yang diberikan setiap hari pada ikan.
Feeding rate ikan patin berkisar pada 2-5% per hari. Budidaya ikan patin,
membutuhkan pakan dengan kandungan protein 28-30%. Namun sebagian pakan
yang diberikan hanya 25% yang dikonversi sebagai hasil produksi dan sisanya
terbuang sebagai limbah. Hal ini akan berdampak pada penurunan kualitas air dan
mengakibatkan pertumbuhan ikan patin terganggu (Schneider et al, dalam Savitri.
A et al., 2015).
Djarijah dalam Wangni et al (2019), menyatakan bahwa pemeliharaan benih
untuk budidaya ikan rentan terhadap kondisi perairan, karena benih ikan sensitif
terhadap perubahan lingkungan perairan. Banyak faktor yang dapat diperhatikan
dalam keberhasilan pembenihan ikan patin siam, salah satunya ialah menyediakan
kualitas air yang mendukung pembenihan ikan patin siam berdasarkan parameter
fisika dan kimia. Parameter fisika meliputi temperatur air kolam budidaya yang
dapat mempengaruhi organisme yang ada dalam kolam tersebut yaitu tingkat
viskositas air, penurunan maupun peningkatan suhu air kolam budidaya yang tidak
sesuai dengan kondisi ikan akan menyebabkan ikan mengalami kesulitan
melakukan mobilisasi energi dan mengakibatkan kematian dalam waktu singkat,
kekeruhan dan kecerahan air selain itu, parameter kimia meliputi oksigen terlarut
2

(DO), nitrat (NO3), amoniak (NH3), dan fosfat (PO4) (Armanto, dalam Pramana.
R, 2018).
Untuk itu praktek magang yang akan dilaksanakan ini penting mengingat
pengaruh kualitas air terhadap pertumbuhan benih ikan patin siam maka dilakukan
monitoring terhadap kualitas air pada pembenihan ikan patin siam (Pangasius
hypophthalmus) agar pertumbuhan benih ikan patin siam yang paling efisien dan
dapat memberikan informasi terkait produksi budidaya ikan patin siam yang
maksimum serta mendukung upaya pencapaian kelayakan ekomomi budidaya ikan
patin siam di Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) Bangkinang, Kabupaten Kampar.
1.2. Tujuan Praktek Magang
Tujuan dari dilaksanakannya praktek magang di Balai Benih Ikan Lokal
(BBIL) Bangkinang, Kabupaten Kampar ini yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan keterampilan mahasiswa serta sebagai
salah satu persyaratan dalam melaksanakan ujian akhir nanti selain itu:
1. Menambah soft skill meliputi:
a. Berkomunikasi dihalayak ramai
b. Berpikir kritis dan percaya diri
c. Kolaborasi dan bekerja sama dengan tim
2. Meningkatkan hard skill meliputi:
a. Penguasaan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan monitoring
kualitas air pada pembenihan ikan patin siam (pangasius
hypophthalmus).
b. Kemampuan teknisi menggunakan alat laboratorium.
1.3. Manfaat Praktek Magang
Manfaat dilaksanakannya praktek magang ini yaitu:
a. Memberi informasi
b. Menambah wawasan dan pengalaman persiapan penulis untuk siap terjun
ke dunia kerja terutama lapangan.
c. Mendukung kegiatan mahasiswa selanjutnya, dalam penelitian ataupun
memberikan pengetahuan baru dalam memonitoring kualitas air pada
pembenihan ikan patin ini.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)


Klasifikasi ikan patin siam menurut Furhan. M dan Mugi Mulyono (2011)
adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypophthalmus
Nama lokal : Ikan patin siam

Gambar 1. Ikan Patin Siam


Ikan patin memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan berwarna putih perak
dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala ikan
relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak kebawah dan termasuk ciri
khas catfish. Ciri-ciri ikan patin yaitu tubuh yang panjang dan berlendir, memiliki
moncong yang agak panjang, mempunyai sirip punggung dan patil, ekor yang lebar
serta besar, berwarna cerah tergantug air, bentuk tubuh sedikit pipih, dan mulut
yang lebar (Ade Suhara, 2019).
Ikan patin siam mempunyai bentuk tubuh yang panjang dan pipih. Mulutnya
berada agak di sebelah bawah (sub-terminal) dengan dua pasang kumis, tidak
bersisik dengan mata kecil. Selain sirip ekor yang bentuknya seperti gunting, ikan
ini juga memiliki sirip dada adipose fin dan sirip punggung. Sirip punggung
memiliki duri bergerigi dan bersirip tambahan. Sirip ekor bercagak dengan tepi
berwarna putih dan sirip anal yang berwarna putih. Panjang tubuhnya dapat
mencapai 150 cm. Warna tubuh kelabu kehitaman, sedangkan warna perut dan
sekitarnya putih. Kepalanya lebar dan pipih, mirip lele. Ukuran kepalanya relatif
4

kecil dengan mulut terletak di ujung agak ke bawah. Pada sudut mulutnya terdapat
dua pasang sungut (kumis) pendek yang berfungsi sebagai peraba, berbentuk
memanjagn, agak pipih dan tidak bersisik. Sirip punggung mempunyai 1 jari-jari
keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya (Kordi
dan Ghurfran dalam Farhan. M dan Mugi Mulyono, 2011).
2.2. Habitat dan Penyebaran Ikan Patin Siam
Ikan patin siam merupakan ikan sungai yang banyak ditemukan di Asia
Tenggara. Hidup di sungai, danau maupun daerah rawa yang dalam, agak keruh,
dengan dasar yang berlumpur, dan kisaran suhu 250C sampai 300C. ikan patin mulai
matang kelamin pada umur 2 – 3 tahun. Di Indonesia, ikan patin siam baru memijah
pada musim penghujan. Jumlah telur yang dihasilkan berbeda-beda, tergantung
pada kondisi dan ukuran induk. Induk yang beratnya 5-6 kg dapat menghasilkan
telur sekitar 1,5 juta butir. Larva ikan patin dapat hidup di air yang bersalinitas 5
ppt. tetapi menjelang dewasa akan mencari perairan tawar sampai masuk jauh ke
sungai-sungai di pedalaman (Hernowo dalam Farhan. M dan Mugi Mulyono,
2011).
Ikan patin sulit memijah secara alami di kolam dan temasuk ikan yang kawin
musiman, ikan ini tidak sanggup melakukan ovulasi karena perkembangan gonad
berhenti pada fase istirahat, hal ini disebabkan karena faktor lingkungan yang
berbeda dengan sungai sebagai habitat alaminya (Siregar dalam Farhan. M dan
Mugi Mulyono, 2011).
2.3. Sifat Biologis Ikan Patin
Ikan patin bersifat nokturnal (aktivitasnya dilakukan pada malam hari)
sebagaimana umumnya ikan catfish lainnya. Selain itu, patin suka bersembunyi di
dalam liang-liang ditepi sungai habitat hidupnya. Ikan patin dapat dibedakan
dengan ikan catfish lainnya dilihat dari sifat patin yang termasuk omnivora atau
golongan ikan pemakan segalanya. Di alam, makanan ikan ini antara lain ikan-ikan
kecil lainnya, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, udang-udang kecil, dan
moluska. Ikan patin termasuk ikan yang suka menyelip di dasar perairan, hal ini
dapat dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah itu, habitatnya hidup di
sungai-sungai dan muara-muara sungai tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar.
Daging ikan patin siam sangat gurih dan lezat sehingga terkenal dan sangat
5

digemari oleh masyarakat. Jika di alam ikan berkumpul di tepi-tepi sungai besar
pada akhir musim penghujan atau sekitar bulan April sampai Mei. Alat yang
dipergunakan adalah seser yaitu semacam jala yang di peregang dengan sepasang
bilah bambu. Pengoperasiannya dengan cara mendorong atau menyeserkannya ke
arah depan. Waktu penangkapannya menjelang fajar karena pada saat itu anak-anak
patin umumnya berenang bergerombol dan sesekali muncul ke permukaan air untuk
menghirup okesigen dari udara langsung (Ade Suhara, 2019).
2.4. Parameter Kualitas Air pada Pembenihan Ikan Patin
Dalam pembenihan ikan patin siam kualitas air penting untuk diperhatikan
sebagai pendukung faktor pertumbuhan benih ikan patin siam. Kualitas ar untuk
pembenihan ikan patin siam harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar
oleh bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan maksimal
yang aman bagi ikan adalah 128 NTU, Ranu dalam (Ade suhara, 2019).
Menurut Harmain M. R dan Faiza. A. D (2017), menyatakan beberapa faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ikan patin siam dapat dilihat dari parameter
fisika, kimia yaitu sebagai berikut:
2.4.1. Suhu
Suhu berperan penting dalam menentukan pertumbuhan ikan patin siam
yang hendak dibudidayakan. Suhu optimum untuk pertumbuhan ikan patin
siam kisaran 250C – 320C, mengacu pada PP. NO. 82 Tahun 2001 (Kelas II)
yaitu deviasi 3 dari keadaan alamiah, maka kondisi kualitas ditinjau dari
parameter suhu masih dalam batas baku mutu air sesuai peruntukkannya.
Mahyuddin. K (2010), menambahkan bahwa suhu merupakan faktor
kontrol dari proses kimia dan biologi pada perairan sehingga perubahan suhu
bisa membuat semua proses dalam perairan berubah. Selain itu, suhu dapat
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi nafsu makan ikan dan secara
otomatis akan berpengaruh dengan pertumbuhannya. Apabila suhu rendah,
nafsu makan rendah, metabolisme relatif lambat, dan pertumbuhan juga
menjadi lambat. Sebaliknya ketika suhu meningkat, nafsu makan,
metabolisme, dan pertumbuhan ikan akan meningkat. Suhu air yang optimal
untuk menggugah selera makan ikan adalah 25-300C.
6

2.4.2 Oksigen Terlarut (DO)


Ikan membutuhkan oksigen untuk bernafas dan mendukung proses
Metabolismenya. Oksigen juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan
perkembangan ikan. Untuk itu, oksigen menjadi faktor mutlak yang harus ada
agar ikan dapat terus melangsungkan hidupnya. Sumber utama oksigen terlarut
dalam air ialah difusi dari udara dan hasil fotosintesis biota (mahkluk hidup)
yang berklorofil yang seluruh tubuhnya tenggelam di dalam air. Proses difusi
ini akan berlangsung pada saat terjadi pergerakan air sehingga mendorong
terjadinya proses difusi oksigen dari udara ke dalam air. Hal ini karena
kandungan oksigen di udara lebih banyak.
Kelarutan oksigen di dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya suhu, pergerakan air, luas daerah permukaan perairan terbukan dan
persentase oksigen di sekelilingnya. Pada kadar oksigen terlarut kurang dari 2
mg/l, ikan akan mengalami penurunan nafsu makan dan pertumbuhannya
kurang baik, kandungan oksigen terlarut untuk budi daya ikan patin siam dalam
air minimal 3 mg/l. Faktor penyebab berkurangnya oksigen terlarut di perairan
antara lain, respirasi yang dikeluarkan oleh biota perairan, penguraian atau
perombakan bahan organik, dan pelepasan oksigen ke udara (Mahyuddin. K,
2010).
2.4.2. Derajat Keasaman (pH)
Secara alamiah, pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO 2 dan
senyawa-senyawa yang bersifat asam. Pada malam hari, fitoplankton dan
tumbuhan air lainnya mengonsumsi oksigen dalam proses respirasi yang
menghasilkan CO2. Perestiwa ini menyebabkan kandungan pH air menurun.
Semakin tinggi konsentrasi CO2, nilai pH semakin rendah karena asam
karbonat (H2CO3) yang terbentuk semakin banyak. Meningkatnya kadar CO2
selalu diikuti dengan menurunnya kadar oksigen. Sebaliknya, pada siang hari
pH suatu perairan meningkat karena pada siang hari berlangsung proses
fotosintesis. Pada proses ini tumbuhan air atau fitoplankton mengonsumsi
karbondioksida (CO2). pH perairan akan mempengaruhi proses kehidupan di
perairan. Perubahan pH yang mendadak bisa menyebabkan ikan menjadi lebih
7

cepat berenang. Kisaran pH optimal yang diperlukan untuk budidaya ikan


adalah 6,5-8,5 (Mahyuddin. K, 2010).
2.4.3. Nitrat (NO3)
Nitrat (NO3) merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
juga sebagai nutrien utama bagi tumbuhan tanaman algae. Nitrat nitrogen sangat
mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Sesuai dengan baku mutu yang
mengacu pada PP RI No. 82 Tahun 2001 kadar nitrat pada ikan air tawar yaitu
<20 mg/l.
2.4.4. Amonia (NH3)
Kadar amoniak (NH3) yang terdapat dalam perairan umumnya
merupakan hasil metabolisme ikan berupa kotoran padat (feces) dan terlarut
(amonia), yang dikeluarkan lewat anus, ginjal dan jaringan insang. Kotoran
padat dan sisa pakan yang tidak termakan adalah bahan organik dengan
kandungan protein tinggi yang diuraikan menjadi polypeptida, asam-asam
amino dan akhirnya amonia sebagai produk akhir dalam kolam. Semakin tinggi
konsentrasi oksigen, pH dan suhu air makin tinggi pula konsentrasi NH 3.
Menurut Boyd dalam Afrinaldi et al (2017), kadar amoniak yang aman bagi
ikan dan organisme perairan adalah kurang dari 1 mg/l.
Menurut Jangkaru dalam Minggawati dan Saptono ( 2012), menyatakan
bahwa kadar amoniak yang melebihi 0,2 mg/l bersifat racun bagi beberapa
jenis ikan, selain itu apabila kadar amoniak tinggi dapat dijadikan indikasi
pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, dan limpasan
bahan pupuk pertanian. Adapun sumber amoniak di perairan ialah hasil dari
pemecahan nitrogen organik berupa tumbuhan dan biota akuatik yang telah
mati.
2.5. Pakan dan Kebiasaan Makan
Di alam, ikan patin bersifat karnivora, tetapi ditempat budidaya bersifat
omnivora atau pemakan segala. Sebagai omnivora, ikan patin memakan organisme
nabati (phythoplankton maupun zooplankton) berupa intervertebrata air, udang-
udang renik (crustacea), kerang-kerangan (mollusca), serangga air dan bahan
oraganik berupa detritus. Sebagai karnivora, patin makan ikan-ikan kecil, udang-
8

udang kecil, moluska, cacing dan serangga. Ikan patin memerlukan makanan
sebagai sumber energik yang digunakan untuk pertumbuhan dan kelangsugan
hidupnya Susanto dan Amir dalam (Farhan. M dan Mugi Mulyono, 2011).
Larva ikan patin yang baru menetas hingga umur 3 hari belum sanggup
memakan makanan dari luar karena bukaan mulutnya yang masih kecil sehingga
organisme renik berupa plankton tidak dapat masuk ke dalam rongga mulut, jadi
larva ikan patin yang berumur 1 sampai 3 hari mengkonsumsi makanan dari dalam
tubuhnya sendiri yaitu berupa kuning telur yang berada di bawah perutnya.
Berbagai jenis pakan alami yang dimakan oleh larva berumur 4 sampai 5 hari adalah
organisme renik berupa plankton.
9

III. METODOLOGI MAGANG

3.1. Waktu dan Tempat


Praktek magang mengenai Monitoring Kualitas Air pada Pembenihan Ikan
Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) di Balai Benih Ikan Lokal Bangkinang,
Kabupaten Kampar akan dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2023, di
Laboratorium Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) Bangkinang, Kabupaten Kampar
(Lampiran 1).
3.2. Metode Praktek Magang
Metode yang akan digunakan dalam praktek magang ini terdiri dari metode
mentorial (short course), praktek langsung di lapangan dan di laboratorium serta
studi literatur, dengan praktek sebagai berikut:
a) Metode mentorial adalah pengarahan dari pembimbing selama praktek
magang berlangsung.
b) Metode observasi dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer didapatkan dengan cara mengikuti dan mengamati secara aktif
praktek yang berlangsung di lapangan dan mengetahui secara langsung
kondisi lapangan tersebut dengan dibimbing oleh pembimbing lapangan.
Pembimbing akan melatih mahasiswa mengenai monitoring kualitas air
pada pembesaran ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus).
c) Studi literatur dilakukan selama praktek magang, dengan cara mendapatkan
beberapa literatur dari perpustakaan yang berkaitan dengan praktek magang
dan dari sumber lainnya.
3.3. Pengumpulan Data
3.3.1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan
untuk mendapatkan data dan mengikuti semua kegiatan yang dilakukan yang
berhubungan dengan Pangasius hypophthalmus dan keterampilan teknis yang
berhubungan dengan monitoring kualitas air ikan patin siam (Pangasius
hypophthalmus).
3.3.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari wawancara, menggunakan literatur-
10

literatur dan hasil penelitian sebelumnya serta dari lokasi magang terkait.
Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang bertujuan
untuk mengetahui keadaan instansi Balai Benih Ikan Lokal (BBIL)
Bangkinang, Kabupaten Kampar.
3.4. Analisis Data
Data primer dan data sekunder yang diperoleh dari kegiatan praktek magang
dikumpulkan, dikelompokkan, ditabulasi dalam bentuk tabel untuk dianalisis secara
deskriptif berdasarkan literatur tentang monitoring kualitas air ikan patin siam
(Pangasius hypophthalmus).
3.5. Prosedur Praktek Magang
a. Melakukan survei pendahuluan tentang aktifitas di Balai Benih Ikan Lokal
(BBIL) Bangkinang, Kabupaten Kampar Provinsi Riau, untuk mengetahui:
- Apakah kegiatan BBIL Bangkinang, Kabupaten Kampar Provinsi Riau
sedang melaksanakan penelitian sesuai dengan objek magang yang
ditujukan?
- Apakah pihak Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) Bangkinang, Kabupaten
Kampar Provinsi Riau sedang menerima mahasiswa magang?
b. Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing di kampus.
c. Koordinasi dan melengkapi administrasi ke Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.
d. Mengajukan permohonan untuk melakukan magang di Balai Benih Ikan
Lokal (BBIL) Bangkinang, Kabupaten Kampar Provinsi Riau tersebut.
e. Melakukan breafing, orientasi lab dan reaktor, pembagian bench kerja
dengan pembimbing lapangan di Balai Benih Ikan Lokal (BBIL)
Bangkinang, Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
f. Melakukan uji kesiapan kerja dari prosedur kerja yang telah dibagikan oleh
pembimbing lapangan di Balai Benih Ikan Lokal (BBIL) Bangkinang,
Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
g. Melakukan persiapan sampling dan praktek kerja yang akan dilaksankan.
h. Melapor kepada dosen pembimbing dan konsultasi mengenai hasil kegiatan
praktek magang.
i. Menyusun laporan hasil praktek magang.
11

j. Konsultasi laporan magang kepada para pembimbing.


k. Persetujuan untuk ujian magang.
l. Pengujian ujian magang dan penyelesaian administrasi ujian magang ke
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Riau.
3.6. Jadwal Kegiatan Magang
Praktek magang ini akan dilaksanakan selama satu bulan yang dimulai dari
tahap persiapan dan pengurusan izin selama 1 minggu, tahap pengamatan dan
pengambilan data selama 3 minggu hingga pada hasil. Adapun jadwal kegiatan dari
minggu pertama sampai minggu keempat magang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Magang di BBIL, Bangkinang
Minggu ke-
No Nama Kegiatan Mekanisme Kegiatan
1 2 3 4
Survey Lokasi dan Dibimbing oleh staf dari
Pengenalan terhadap segala Balai Benih Ikan Lokal
1
sesuatu yang akan (BBIL) Bangkinang,
dibutuhkan Kabupaten Kampar.
Dibimbing oleh staf dari
Briefing dan Persiapan, Balai Benih Ikan Lokal
2
Sampling di Kolam (BBIL) Bangkinang,
Kabupaten Kampar.
Dibimbing oleh staf dari
Balai Benih Ikan Lokal
3 Analisis di Lab
(BBIL) Bangkinang,
Kabupaten Kampar.
Dibimbing oleh staf dari
Balai Benih Ikan Lokal
4 Pengolahan data
(BBIL) Bangkinang,
Kabupaten Kampar.
Dibimbing oleh staf dari
Balai Benih Ikan Lokal
(BBIL) Bangkinang,
5 Pelaporan hasil magang
Kabupaten Kampar dan
Dosen Pembimbing
Akademik.
12

DAFTAR PUSTAKA

Ade Suhara. 2019. Teknik Budidaya Pembesaran dan Pemilihan Bibit Ikan Patin
(Studi Kasus di Lahan Luas Desa Mekar Mulya, Kec. Teluk Jambe Barat,
Kab. Karawang). Jurnal Buana Pengabdian. 1(2): 1-8.

Afrinaldi., Mulyadi., dan Rusliadi. (2017). Pertumbuhan dan Kelulushidupan Ikan


Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) pada Sistem Resirkulasi dengan
Debit Air yang Berbeda. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Perikanan
dan Ilmu Kelautan. 3(3): 63-77.

Asis. A., M. Sugihartono dan Muarofah. G. 2017. Pertumbuhan Ikan Patin Siam
(Pangasianodon hypopthalmus F.) Pada Pemeliharaan Sistem Akuaponik
Dengan Kepadatan Yang Berbeda. Jurnal Aquakultur Sungai dan Danau.
2(2): 51-57.

Harmain, R. M., dan Faiza. A. D. 2017. Buku Ajar Ilabulo Ikan Patin (Pangasius
sp.). Kota Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo Press.

Mahyuddin. K. 2010. Agribisnis Patin. Jakarta: Perpustakaan Nasional.

Minggawati. F dan Saptono. 2012. Parameter Kualitas Air untuk Budidaya Ikan
Patin (Pangasius pangasius) di Karamba Sungai Kahayan, Kota Palangka
Raya. Jurnal Ilmu Hewani Tropika, 1(1): 28-30.

Pramana. R. 2018. Perancangan Sistem Kontrol dan Monitoring Kualitas Air dan
Suhu Air Pada Kolam Budidaya Ikan. Jurnal Hasil Penelitian dan Industri
Terapan. 7(1): 13-23.

Savitri. A., Qadar. H., dan Tarsim. 2015. Pertumbuhan Ikan Patin Siam
(Pangasianodon hypopthalmus) yang Dipelihara dengan Sistem Bioflok
pada Feeding Rate yang Berbeda. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya
Perairan. 4(1): 453-460.

Wangni. G. P., Sugeng. P., dan Sumantriyadi. 2019. Kelangsungan Hidup Dan
Pertumbuhan Benih Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) Pada Suhu
Media Pemeliharaan Yang Berbeda. Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan
Budidaya Perairan. 14(2): 21-28.
LAMPIRAN
14

Lampiran 1. Peta Lokasi Praktek Magang


15

Lampiran 2. Biaya Praktek Magang


Pada praktek magang yang akan dilaksanakan membutuhkan biaya sebesar tiga
juta lima puluh ribu rupiah, kebutuhan biaya tersebut meliputi bahan habis pakai,
biaya transportasi dan akomodasi, biaya penulisan laporan dan seminar serta biaya
tak terduga. Adapun rincian biaya yang akan dikeluarkan adalah sebagai berikut:
1. Biaya Persiapan
a) Pengerjaan Proposal Rp. 50.000
b) Memperbanyak Proposal Rp. 50.000
2. Biaya Pelaksanaan
a) Transportasi Rp. 250.000
b) Konsumsi Rp. 500.000
c) Dokumentasi Rp. 200.000
d) Sewa Tempat Tinggal Rp. 100.000
3. Biaya Penulisan Laporan
a) Pengetikan Laporan Rp. 50.000
b) Perbanyak Laporan Rp. 300.000
c) Biaya Ujian Rp. 400.000
Biaya Tidak Terduga Rp. 1.000.000
Jumlah Total Biaya Rp. 2.090.000
Terbilang: “Dua Juta Sembilan Puluh Ribu Rupiah”

Anda mungkin juga menyukai