Anda di halaman 1dari 21

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN PATIN

( Pangasius hypophthalmus )

DISUSUN OLEH :

1. DAVID KRISTIADI (2018511010)

2. RONALDO PRATAMA (201851007)

3.WELLY WIDIA SHARA (2018511028)

DOSEN PEMBIMBING : RAHMA MULYANI S.Pi.M.Si

FAKULTAS PERIKANAN

PROGRAM STUDI DIII BUDIDAYA IKAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan malakah yang berjudul “ Tehnik
Pembenihan Ikan Patin”.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada “ Bapak/Ibu Dosen “yang
telah membantu kami dalam belajar Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah memberi kontribusi baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan makalah ini.

Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan
demi kesempurnaan karya kami. Semoga makalah ini dapat membawa
pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua tentang.

Palembang,22 maret 2020

David Kristiadi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar asli Indonesia yang
tersebar di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan. Daging ikan patin
memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas,
enak, lezat dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat. Ikan patin dinilai lebih
aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan
daging hewan ternak. Selain itu ikan patin memilki beberapa kelebihan lain, yaitu
ukuran per individunya besar dan di alam panjangnya bisa mencapai 120 cm
(Susanto dan Amri, 2002).

Ketersediaan benih sebagai unsur yang mutlak dalam budidaya. Usaha budidaya
tidak cukup bila hanya mengandalkan benih secara alami, karena bersifat
musiman seperti ikan patin (Pangsius) yang ditemukan hanya pada awal musim
hujan. Penyediaan benih tidak hanya dalam jumlah yang cukup dan terus-
menerus, tetapi diperlukan mutu yang baik serta tepat sasaran.

Sejalan dengan perkembangan teknologi diberbagai bidang ilmu termasuk bidang


perikanan, budidaya ikan sedang mengarah ke berbagai budidaya intensif.
Intensifikasi di bidang perikanan menuntut adanya ketersediaan benih dalam
jumlah dan mutu yang memadai secara kontinyu. Kontinyuitas ketersediaan benih
tersebut membutuhkan kegiatan pembenihan yang intensif pula. Pembenihan yang
intensif membutuhkan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu,
penggalian ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kegiatan praktikum di
lapangan bagi mahasiswa perikanan.

Pemijahan dapat dilakukan dengan cara alami atau buatan. Pemijahan alami
dimaksudkan pemijahan yang dilakukan secara alami antara jantan dan betina di
dalam media pemijahan. Sedangkan pemijahan buatan dilakukan di luar media
pemijahan, biasanya dilakukan dengan bantuan manusia atau dengan stripping
(pemijahan). Saat ini, telah dijual dipasaran hormon gonadotropin yang dibuat
dari ekstrak kelenjar hipofisa, ikan salmon dengan nama dagang ovaprim produksi
Syndel Co, Vancoaver, Canada.

Adanya keberhasilan penemuan ekstrak hormon tersebut dapat memacu terjadinya


peningkatan proses pemijahan. Sehingga, dalam usaha kegiatan pemijahan ikan
akan memberikan dan meningkatkan hasil benih ikan yang berkualitas.

1.2. Tujuan

Melatih keterampilan teknik mahasiswa kaitannya dengan aplikasi hormon untuk


kegiatan pemijahan ikan.

Mempraktekkan dan mengaplikasikan teori yang didapat di lapangan.

Melatih kemampuan analisis mahasiswa untuk membaca dan memahami


fenomena sesungguhnya yang terjadi di lapangan.
BAB II

KALSIFIKASI DAN MORPOLOGI

2.1. Klasifikasi Ikan Patin

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub-kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub-ordo : Siluroidae

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spisies : Pangasius Pangasius


2.2.Morfologi Ikan Patin.

Ikan patin mempunyai warna tubuh putih keperak – perakan dan punggung kebiru
– biruan.

Bentuk tubuh relatif memanjang dan Kepala relatif kecil.

Pada ujung mulut terdapat dua pasang sungut yang pendek.

Pada bagian sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi
patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya.

Sirip ekor berbentuk cagak dan bentuknya simetris.

Ikan patin tidak memiliki sisik.

Sirip perut memiliki 6 jari-jari lunak.

Sirip dubur relatif panjang yang terletak di atas lubang dubur terdiri dari 30-33
jari-jari lunak.

Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari – jari keras yang berubah
menjadi senjata yang dikenal dengan patil.
Bagian permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran
kecil.

BAB III

PERSIAPAN BUDIDAYA IKAN PATIN

3.1. Persiapan Kolam

a. Pengringan Kolam

Pengeringan kolam tanah harus dilakukan setiap kali budidaya ikan dimulai.
Caranya dengan mengosongkan isi kolam dan menjemur dasar kolam.
Penjemuran berlangsung selama 3-7 hari tergantung cuaca dan jenis tanah.Sebagai
patokan, penjemuran sudah selesai apabila tanah terlihat retak-retak. Penjemuran
yang terlalu lama akan menyebabkan tanah membatu. Sebaiknya jangan sampai
seperti itu. Untuk mengukurnya, injak dasar kolam. Bila telapak kaki kita hanya
meninggalkan jejak sedalam kurang lebih 1 cm, pengeringan sudah dianggap
cukup. Bila jejak yang ditinggalkan masih dalam, penjemuran belum maksimal.
Pengeringan dasar kolam tanah dilakukan untuk memutus siklus hidup hama dan
penyakit yang mungkin ada pada periode budidaya sebelumnya. Sebagian besar
mikroorganisme patogen akan mati dengan sinar matahari kekeringan. Selain itu,
penjemuran juga membantu menghilangkan gas-gas beracun yang terperangkap di
dasar kolam.

b. Perbaikan Kontruksi Kolam

Pebaikan kontruksi kolam adalah makukan pemeriksaan terhadap pematang atau


tanggul-tanggul. Bila ada kebocoran atau rusak segera ditambal. Bersihkan juga
dasar kolam dari kerikil dan sampah anorganik.
c. Pembalikan Tanah

Dasar kolam yang telah dikeringkan dan dijemur, selanjutnya diolah dengan cara
dibajak atau dicangkul. Kedalaman pembajakan sekitar 10 cm. Pembajakan tanah
berfungsi untuk membalik tanah agar tanah menjadi gembur.

Bersamaan dengan pembajakan, angkat lumpur hitam yang biasanya tersisa di


dasar kolam. Lumpur hitam tersebut terbentuk dari sisa pakan yang tidak habis
dimakan ikan. Lumpur hitam biasanya menimbulkan aroma busuk dan
mengandung gas beracun seperti hidrogen sulfida (H2S), nitrit (NO2) dan
amoniak (NH3).

e. Pengapuran

Kolam tanah yang telah dipakai budidaya ikan biasanya keasaman tanahnya
meningkat (pH-nya turun). Oleh karena itu perlu dinetralkan dengan memberikan
kapur pertanian atau dolomit. Derajat keasaman ideal bagi perkembangan ikan
biasanya berkisar pH 7-8. Bila derajat keasaman tanah kurang dari itu perlu
pengapuran. Tujuan dari pengapuran adalah:

Menaikan pH tanah

Mempercepat dekomposisi sisa bahan organik nutrien

Memberantas hama dan penyakit ikan

Mengikat zat harah lumpur yang melayang-layang dalam air sehingga air bisa
menjadi jernih

Mengikat kelebihan CO2 yang menghasilkan proses respirasi/pernapasan ikan


maupun rentik dan penguraian limbah organik

f. Pemupukan

Setelah proses pengapuran selesai, langkah selanjutnya adalah pemupukan.


Sebaiknya gunakan sebagai pupuk dasar. Apabila dirasa kurang, bisa ditambahkan
pupuk kimia atau penyubur tanah lainnya. Pupuk organik mutlak diperlukan untuk
mengembalikan kesuburan tanah.

Pupuk organik akan merangsang aktivitas kehidupan dalam tanah. Tanah yang
kaya bahan organik merupakan surga bagi berbagai macam organisme untuk
berkembang biak. Organisme tersebut nantinya sangat bermanfaat sebagai pakan
alami ikan.

g. Pengisian Air di Kolam

Tahap terakhir persiapan kolam tanah adalah penggenangan kolam dengan air.
Caranya dilakukan secara bertahap. Pertama-tama genangi dasar kolam dengan air
setinggi 10-15 cm. Dengan kedalaman air seperti ini sinar matahari masih bisa
menembus dasar kolam. Sehingga berbagai macam tumbuhan dan hewan bisa
berkembangbiak.

Biarkan kondisi tersebut selama 2-3 hari. Warna air akan terlihat kehijauan. Itu
tandanya gangang sebagai makanan biota air dan ikan telah tumbuh. Setelah itu
ketinggian air bisa dinaikkan hingga 60-75 cm dan kolam siap untuk ditebari
benih ikan.

3.2. Perawatan induk

Menurut Hamid dkk., (2009), induk yang ideal di pelihara dalam sangkar
(keramba atau jaring apung) yang dipasang di danau, sungai atau perairan alami
atau dipelihara dalam penampungan kolam secara khusus. Pematangan gonad
dilakukan selama 3-4 bulan dengan kepadatan 3-5 ekor/m2 dengan berat Induk
1,5-2 kg.

Kualitas induk ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal .
Faktor internal dilihat dari keturunanya atau genetiknya, sedangkan faktor
eksternal yaitu dilihat dari perawatannya. Dua hal yang harus diperhatikan dalam
memelihara induk yaitu kolam pemeliharaan dan pakan. Sumber air harus terjaga
dari pencemaran lingkungan. Kolam memiliki saluran pemasukan dan
pembuangan, debit air masuk minimal 0,5 liter per detik, kedalaman air antara
100-150 cm dan tersinari oleh matahari, kepadatan 0,25 kg/m2, kolam induk
jantan dan betina dibuat terpisah (Jauhari dkk., 2012).

Selama pemeliharaan, induk ikan diberi makanan khusus yang banyak


mengandung protein. Pada Balai besar pengembangan air tawar Jambi untuk
mendapatkan induk yang matang telur, induk diberi pakan berupa gumpalan
(pasta) dengan komposisi tepung ikan 35 %, dedak halus 30 %, menir beras 25
%, tepung kedelai 10 %, serta vitamin dan mineral 0,5 %. Pakan diberikan 5 hari
dalam seminggu sebanyak 5 % setiap hari dengan pembagian pagi 2.5 % dan
sore 2,5 % dan diberikan ikan runcah dua kali seminggu sebanyak 10 % dari berat
badan induk ikan (Pamungkas dkk., 2007).

3.3. Sleksi Induk

Menurut Purnama dkk., (2011), induk betina yang akan di pijahkan yaitu yang
memiliki ciri-ciri bagian perut besar dan oosite berwarna opaque, seragam dan
tidak mengandung cairan. Sedangkan untuk induk jantan memiliki kualitas
sperma yang baik diciri-cirikan apabila diurut pada bagian ujung anus, keluar
cairan putih kental (tidak encer). Setelah didapatkan induk yang siap memijah,
induk di bawa ketempat inkubasi induk, untuk selanjutnya dilakukan penyuntikan.
Menurut Supriyadi dkk., (1997), kriteria induk yang matang gonad adalah sebagai
berikut :

Induk betina bagian perut terlihat membuncit dan lunak serta daerah sekitar
lubang uregenetical berwarna kemerah-merahan. Contoh telur di ambil dengan
kateter, kemudian diamati tingkat dengan pengamatan visual. Induk yang siap
untuk dipijahkan telurnya berwarna kekuningan, dengan diameter 1,0 – 1,2 mm
dan jika direndam larutan serta terlihat inti berada dipinggir.

Induk jantan bagian perut terlihat biasa, bentuk alat kelamin menonjol. Bila dipijat
bagian perut kearah lubang uregenetical akan mengeluarkan cairan sperma
berwarna putih susu.
Menurut Jauhari dkk., (2012) keriteria seleksi induk didasarkan pada bentuk fisik,
ukuran berat, umur, tingkat kesehatan dan kematangan gonad memiliki ciri-ciri :
postur tubuh cenderung melebar, perut lembek, halus dan membesar kearah anus,
urogenital membengkak dan membuka serta berwarna merah tua. Sedang postur
tubuh induk jantan relative lebih langsing dan panjang, apabila bagian perut dekat
lubang kelamin diurut akan mengeluarkan cairan putih kental/cairan sperma.
Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel telur dari induk betina. Induk yang
siap dipijahkan mempunyai diameter telur yang seragam, warna putih kekuningan
dengan diameter telur 1 – 1,2 mm.

3.4. Pemijahan Secara Buatan

Pemijahan yang didahului dengan proses perangsangan hormon disebut pemijahan


buatan atau kawin suntik (induce breeding) hingga saat ini, teknik perangsangan
hormon masih dianggap paling muttakhir untuk pemijahan buatan patin. Dosis
penyuntikan harus lah tepat. Caranya untuk induk betina dilakukan dua kali
penyuntikan dengan hormon yang berbeda (Khairuman, 2008).

Penyuntikan pertama menggunakan HCG (Human Chronic Gonadotropin) untuk


mempersiapkan gonad, meningkatkan kepekaan oosiet pada tahap kedua
pemberian hormon. Penyuntikan ke dua menggunakan ovaprim berfungsi untuk
merangsang hypopthalmus mengeluarkan GnRH dan menghambat kerja dopamin,
selanjutnya GnRH mempengaruhi kelenjar hipopfisa mengeluarkan
gonadontropin dan merangsang pertumbuhan sel telur (Mahyuddin, 2010).

Induk betina dirangsang untuk ovulasi dengan menggunakan hormon.


Rangsangan ovulasi menggunakan ovaprim dengan dosis total 0,5 ml/kg bobot
ikan. Penyuntikan induk dilakukan sebanyak 2 kali dengan dosis 1/3 dari dosis
total untuk penyuntikan pertama dan 2/3 dosis total untuk penyuntikan kedua.
Adapun interval waktu penyuntikan adalah 6 jam dari penyuntikan pertama ke
penyuntikan kedua.
Penyuntikan dilakukan secara intramuscular (punggung atas kanan/kiri) dengan
sudut penyuntikan 45o. Perbandingan antara induk betina dan jantan yang
dipijahkan adalah 1:3 proses penyalinan (pengurutan) dilakukan setelah 6 jam dari
penyuntikan kedua. Hal pertama yang dilakukan dalam proses striping adalah
melakukan pengecekan apakah induk betina sudah ovulasi atau belum dengan
cara mengurut perut induk ikan dari arah kepala ke lubang genital bila telur dapat
keluar dengan pijatan yang lembut berarti induk sedah ovulasi dan siap di striping.
Striping pada induk jantan dilakukan apabila sudah ada induk betina yang ovulasi
(BBAT Jambi, 2011).

Menurut Purnama dkk., (2011), induk betina yang sudah ovulasi di striping dan
telurnya ditampung dalam baskom plstik kering, kemudian induk jantan di
striping untuk diambil spermanya dan ditampung dalam baskom yang berisi telur
dari induk betina. Telur dan sperma diaduk secara perlahan sampai sperma dan
telur tercampur merata. Untuk memudahkan proses pencampuran sperma dengan
telur dapat ditambahkan larutan NaCl 0,8%. Tahap selanjutnya adalah melakukan
pembuahan (inseminasi). Pembuahan dilakukan dengan cara memasukan wadah
telur yang sudah dicampur dengan sperma.

Telur kemudian ditebar ke wadah penetasan untuk ditetaskan. Wadah penetasan


patin dapat berupa akuarium, hapa didalam kolam, bak semen, fibrglass atau
corong penetas yang dilengkapi aerator. Telur disebar merata didalam wadah dan
dijaga agar jangan sampai bertumpuk karena dapat mengakibatkan telur menjadi
busuk. Untuk itu, telur-telur tersebut disebarkan dengan menggunakan bulu ayam
agar telur-telur tidak pecah. Di bak penetasan telur yang dibuahi akan berkembang
sedikit demi sedikit hingga menetas menjadi larva telur akan menetas pada 18-24
jam setelah ovulasi pada suhu 29 – 30 oC, sedangkan pada suhu 26 – 28 oC, telur
menetas setelah 28 jam. 10 – 12 jam setelah menetas, larva mulai bergerak naik
turun (Kordi, 2005). Hal ini sependapat dengan Purnama dkk., (2011), yaitu telur
mulai menetas setelah 18 jam dari pembuahan pada suhu 27 – 30 oC. Wadah
penetasan dilengkapi aerasi dan pemanas (water heather). Larva setelah menetas
dipelihara selama 3 minggu diakuarium.
Telur ikan patin menetas menjadi larva. Bentuk larva berbeda dengan induknya
dan masih belum memiliki kelengkapan tubuh seperti induknya. Fase larva
merupakan fase kritis dalam daur hidup ikan sehingga tingkat mortalitas
(kematian) pada fase ini sangat tinggi. Banyak faktor yang menyebapkan tingkat
mortalitas pada fase larva menjadi tinggi. Faktor penyebap tersebut dapat di
golongkan dalam faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal tersebut antara
lain meliputi penyakit, hama, kualitas air, cuaca dan pakan. Sementara faktor
internal berasal dari proses perkembangan biologi larva sendiri .Pemeliharaan
benih ikan patin sebaiknaya dilakukan dalam wadah terbatas seperti akuarium,
bak fiberglas, kolam tanah, dan kolan semen. Benih yang dipelihara di akuarium
biasanya sampai 15 hari setelah umur 17-18 hari benih dijarangkan di kolam
pendederan selain itu juga dapat dipelihara dikolam (Susanto dan Amrie, 2002).

Setelah menetas menjadi larva, 10-12 jam kemudian mulai bergerak naik turun.
Larva yang berumur 1 hari dapat dipindahkan ke wadah lain untuk pemeliharaan.
Sebuah aquarium berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm dapat diisi larva sebanyak
500 ekor. Selama 2 hari larva memanfaatkan kuning telur (yolk sack) pada
tumbuhannya. Bekal kuning telur tersebut mulai habis ketika memasuki hari ke-3,
sehingga segera diberi suspensi makanan alami berupa kutu air (Moina), atremia,
rotifera dan jentik-jentik nyamuk. Pada hari ke-5, larva sudah dapat diberikan
pakan berupa tepung hati dan pada hari ke-10 larva sudah dapat diberikan tubifex
atau daging ikan yang telah digiling. Jumlah pakan yang diberikan kepada larva
adalah sampai kenyang (ad libitum) (Kordi, 2005).

Menurut Khairuman dan Sudenda (2009) larva yang mempunyai banyak


cadangan makanan atau ukuran kuning telurnya lebih besar biasanya memiliki
kelangsungan hidup yang lebih baik. Proses pernapasan pada larva yang baru
menetas menggunakan alat bantu pernapasan (respirasi) secara difusi karena
insang belum berfungsi. Penyerapan oksigen terlarut melalui permukaan
tubuhnya. Untuk menjaga kualitas air, pergantian air sebanyak 60-70 %. Teknik
pergantian air dilakukan dengan cara penyiponan. selama pemeliharaan,
dilakukan pergantian air bersih 1-2 hari sekali atau tergantung pada kebutuhan.
Pergantian air dilakukan secara hati-hati dengan cara menyifon atau sambil
membuang kotoran yang berada didasar wadah pemeliharaan dengan
menggunakan slang kecil. Penambahan air bersih dilakukan secara bertahap
sedikit demi sedikit guna menghindari terjadinya stres pada benih yang dipelihara
sampai posisi air mendekati ketinggian semula.

Makanan yang cocok untuk larva yang dipelihara di aquarium dapat berupa
plankton yang diberikan dalam kondisi hidup, segar atau awetan. Pada awal
penebaran larva diberi pakan berupa Rotifera, pakan diberikan sedikit demi
sedikit setiap 0,5 jam –1 jam Pada hari ke empat pakan diberikan yang ukurannya
lebih besar berupa Nauplii Artemia sp. atau Paramaecium. Untuk benih
1.000.000 dalam satu minggu diberikan pakan sebanyak 3-4 liter pakan alami
dengan taksiran larva akan memakan 3-4 ekor pakan alami. Pakan tambahan dapat
diberikan berupa cincangan cacing Tubifex, Moina sp, Daphnia sp. emulsi telur
dan pellet yang kemudian disaring dengan saringan ukuran 100-200 mikron
(Susanto, 2009).

3.5. Perawatan Telur

Fertilisasi Merupakan proses masuknya spermatozoa ke dalam telur ikan melalui


lubang mikrofil yang terdapat pada chorion dan selanjutnya akan terjadi
perubahan pada telur dalam proses pembuahan. Telur ikan dan sperma
mempunyai zat kimia yang terbentuk dalam proses pembuahan. Zat tersebut
adalah gamone. Gamone yang dikeluarkan sel telur disebut gynamone 1 dan
gynamone 11. Setelah telur dibuahi sampai dengan menetas maka akan terjadi
proses embriologi (masa pengeraman)

Lama penetasan telur ikan setelah ditebar didalam bak fiber yang di lengkapi hapa
yaitu selama 35 - 40 jam setelah pembuahan. Pada keesokan paginya dihitung
jumlah telur yang terbuahi untuk mendapatkan nilai dari Fertility Rate (% FR).
Pada sore harinya dilakukan penghitungan terhadap telur-telur yang sudah
menetas untuk mengetahui daya tetas telur (% HR). Selanjutnya itu dilakukan
pemeliharaan larva.

3.6. Perawatan Benih

Telur yang telah menetas, menjadi larva dan berkembang menjadi benih akan
bergerak mengikuti aliran menuju ke bak penampungan yang telah dipasang hapa
halus. Proses pemanenan dilakukan pada hari ke-15 dari penebaran dengan cara
benih yang ber ada di hapa penampungan diseok dengan menggunakan serok
dengan jaring halus secara hati-hati, kemudian benih yang didapat ditampung
dalam wadah yang telah disiapkan (BBAT Jambi, 2011).

Pemanenan dilakukan setelah benih mencapai ukuran tertentu atau satu bulan
pemeliharaan. Pemanenan dapat dilakukan pada pagi dan malam hari saat suhu
masih rendah guna menghindari ikan patin terkena stres. Pemanenan dilakukan
dengan mengurangi air didalam media pemeliharaan sebesar 80–90 %. Setelah air
dikurangi, benih ditangkap dengan menggunakan serok, dan ditampung didalam
baskom (Khairuman dan Sudenda, 2009).

Menurut Kordi (2005), yang menyatakan bahwa pemanenan benih dilakukan pada
akhir masa pemeliharaan. Panen dilakukan secara total dengan menangkap semua
benih dan mengeringkan baknya. Air dibuang sebanyak 90 % dari total volume
bak. Benih ditangkap dengan menggunakan serok, kemudian ditampung
sementara dalam ember atau wadah lain.

3.7. Pendederan

Benih yang telah di pelihara selama 15 hari, kemudian dipindahkan lagi ke wadah
yang lebih besar untuk didederkan. Adapaun tahapan-tahapan pendederan adalah
sebagai berikut :

1. Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan

Untuk pendederan benih ikan patin, dapat digunakan kolam tanah. Kolam
dikeringkan terlibih dahulu selama 3 – 5 hari untuk menguapkan gas beracun yang
terdapat di dalam tanah. Dasar kolam diratakan dan dibuat agak miring kearah
saluran pembuangan. Pada dasar kolam juga dibuatkan kemalir dengan lebar 40
cm dan tinggi 10 cm, kemalir ini dibuat untuk memudahkan saat pemanenan.

Setelah semua konstruksi kolam telah selesai, kemudian kolam dipupuk dengan
menggunakan kotoran ayam sebanyak 50 – 100 gr/m2. Kolam yang telah dipupuk
selajutnya diisi air setinggi 40 cm dan dibiarkan selama 5 hari (air tidak dialirkan).

2. Penebaran Benih

Setelah wadah dan media siap, maka dilakukan penebaran benih. Padat
penebrannya sebanyak 60-100 ekor/m2. Sebelum dilakukan penebaran, dilakukan
aklimatisasi agar benih tidak stress. Proses aklimatisasi ini dengan cara
menambahkan sedikit demi sekit air kolam pemeliharaan ke bak atau kantong
benih agar kualitas airnya sama.

Penebaran benih ikan sebaiknya dilakukan pada sore hari atau pagi hari saat
kondisi perairan tidak terlalu panas. Agar ikan tidak stress, sebelum ikan di
tebarkan, perlu dilakukan aklimatisasi (Penyesuaian kondisi lingkungan) sekitar
5-10 menit.(Siregar,2002).

3. Pengelolaan Pakan

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi laju pertumbuhan
benih. Pakan yang digunakan untuk pendederan patin sebaiknya yang mempunyai
kandungan protein diatas 30%.penggunaan pakan menjadi penting

Dalam pemberian pakan, efisiensi sangat mempengaruhi tingkat karena


keuntungan. Ikan budidaya mempunyai konversi pakan yang berbeda, tergantung
dari jenis, umur, ukuran ikan, pakan dan kondisi lingkungan (Kordi, 2005) Jumlah
pakan biasanya 3-4% dari bobot total ikan per hari. Pellet ini ada yang dibuat
sendiri (pellet lokal) dan ada pula pellet buatan pabrik (pellet komersial).

Pakan tambahan lainnya juga bisa diberikan adalah limbah ikan, udang-udangan,
moluska dan bekicot. Pemberian pakan jenis ini sesuai dengan pakan ikan patin di
alam (Susanto dan Amri, 2005).
keuntungan. Ikan budidaya mempunyai konversi pakan yang berbeda, tergantung
dari jenis, umur, ukuran ikan, pakan dan kondisi lingkungan (Kordi, 2005)

Jumlah pakan biasanya 3-4% dari bobot total ikan per hari. Pellet ini ada yang
dibuat sendiri (pellet lokal) dan ada pula pellet buatan pabrik (pellet komersial).

Pakan tambahan lainnya juga bisa diberikan adalah limbah ikan, udang-udangan,
moluska dan bekicot. Pemberian pakan jenis ini sesuai dengan pakan ikan patin
dialam (Susanto dan Amri, 2005).

4. Kualitas Air

Kualitas air penting untuk diperhatikan dalam budidaya ikan patin. Air yang
kurang baik dapat menyebabkan ikan terserang penyakit. Ikan patin bisa bertahan
hidup pada perairan yang kondisinya sangat jelek. Akan tetapi, ikan patin akan
tumbuh normal dan optimal di perairan yang memenuhi persyaratan ideal
sebagaimana perairan alami atau habitat aslinya (Djarijah, 2001).

Adapun parameter kualitas air yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

Kualitas air penting untuk diperhatikan dalam budidaya ikan patin. Air yang
kurang baik dapat menyebabkan ikan terserang penyakit (Khairuman dan
Sudenda, 2002) .

Menurut Djarijah (2001), ikan patin bisa bertahan hidup pada perairan yang
kondisinya sangat jelek. Akan tetapi, ikan patin akan tumbuh normal dan optimal
di perairan yang memenuhi persyaratan ideal sebagaimana perairan alami atau
habitat aslinya. Setelah proses aklimatisasi selesai, benih siap

Suhu

Menurut Djarijah (2001), keadaan suhu air yang optimal untuk kehidupan ikan
patin adalah 28-29 0C. Kehidupannya mulai terganggu pada apabila suhu perairan
mulai turun sampai 14-15 0C atau meningkat di atas 35 0C. Aktivitasnya terhenti
pada perairan yang suhunya di bawah 6 0C atau di atas 42 0C. Sedangkan menurut
Ghufran (2005), suhu optimal untuk patin berkisar antara 26-33 0C.
Oksigen Terlarut

Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang cukup tahan dengan kekurangan
oksigen di dalam air, hampir sama halnya dengan ikan lele. Apabila kandungan
oksigen di dalam air kurang, ikan patin akan mengmbil langsung oksigen di udara
bebas. Bahkan ikan patin dapat bertahan hidup selama beberapa saat di darat.
Kandungan oksigen yang baik minimal 4 mg/liter air (Khairuman dan Sudenda,
2002). Sedangkan kandungan oksigen yang optimal bagi larva ikan patin adalah 3
mg/liter. Apabila konsentrasi oksigen cukup tinggi larva, larva menyebar secara
merata dalam tangki. Sebaliknya, apabila konsentrasi oksigen sangat rendah, larva
berkonsentrasi dibagian yang banyak arus aerasi atau jalan pemasukan air
(Slambrouck, dkk., 2005).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang


menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan. Derajat keasaman suatu
perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan senyawa yang bersifat asam
(Lesmana, 2002). Purnawati (2002), menambahkan bahwa derajat keasaman
sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan air
sebagai lingkungan hidup. Menurut Khairuman dan Sudenda (2002), ikan patin
mempunyai toleransi yang panjang terhadap derajat keasaman yaitu antara 5-9,
dan derajat keasaman yang optimum adalah 7

3.8. Pemanenan

Setelah proses pendederan selesai, maka dilakukan pemanen. Panen ini dilakukan
dengan cara memasang saringan pada saluran pembuangan bagian dalam,
kemudian air di kolam di buang sampai hanya tersisa di kemalir. Ikan yang
terkumpul di kemalir diambil dengan menggunakan seser yang lembut agar benih
tidak terluka. Ikan yang telah di panen di tampung pada bak dengan menggunakan
air bersih. Setalah semua benih dipanen, dilakukan seleksi ukuran (grading) untuk
memisahkan ukuran yang berbeda. Ikan yang telah di seleksi ukurnnya, sudah
siap untuk di tebar di kolam pembesaran. Apabila jarak kolam pembesaran jauh
dari tempat pendederan, perlakukan pengemasan (packing). harus diperhatikan
dalam melakaukn pengemasan benih.

a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak
cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem
tertutup) atau keramba (sistem terbuka).

b. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan
penyakit serta

bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah
diaerasi semalam.

c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari.

Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi
yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5
m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas
sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam
pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.

d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi


menjadi dua bagian, yaitu:

1) Sistem terbuka Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atautidak
memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap keramba
dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih
ukuran 3-5 cm.

2) Sistem tertutup Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang

memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume
media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na 2(HPO)4
H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan
kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian
benih; (3) hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air.
3) alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume
keseluruhan rongga (air:oksigen=1:1);

(4) kantong plastik lalu diikat.

(5)kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau


ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m
dapat diisi 2 buah kantong plastik

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Praktikan mempunyai keterampilan dalam aplikasi hormon pada proses pemijahan


ikan dengan diadakannya praktikum teknik pemijahan ini;

Penyuntikkan ovaprim berhasil untuk mengupayakan ikan resipien memijah,


sehingga ovaprim terbukti sebagai salah satu ekstrak hormon yang berfungsi
dalam proses pemijahan baik ikan jantan maupun ikan betina;

Praktikan dapat mempraktekkan dan mengaplikasikan teori yang didapat dari


praktikum teknik pemijahan ini;

Keberhasilan pemijahan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya teknik


penyuntikkan, kondisi perairan, keadaan ikan yang stress atau tidak.

4.2. Saran

Dalam melakukan penyuntikkan, diharapkan pada saat memegang ikan kita tidak
banyak bergerak agar ikan kondisi tetap tenang sehingga kita mudah untuk
melakukan penyuntikan pada ikan serta kita dapat menghasilkan kualitas telur dan
embrio yang lebih baik sehingga kita mendapatkan kualitas benih yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ghufran Kordi. 1997. Budidaya ikan nila. Dahara Prize, Semarang.

Gusrina. 2008. Budidaya ikan Jilid I. Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta.

Kholis Mahyuddin. 2012. Panduan lengkap agribisnis lele. Penebar Swadaya,


Jakarta.

Santoso. 1997. Pembenihan Jambal Siam (Pangasius sutchi). Instalasi Penelitian


dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Jakarta.

PBIAT Muntilan. 2007. Pusat Budidaya Ikan Air Tawar, Muntilan.

Anda mungkin juga menyukai