Anda di halaman 1dari 42

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air II

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PROSES FISIOLOGI


IKAN MAS ( Oreochromis niloticus )

SRI FAJRIAH
4443200021
III A

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Budidaya ikan nila mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia,
karena
budidayanya dapat dilakukan di tambak, lahan bekas galian pasir atau penambangan, dan
karamba jaring apung (KJA) di perairan umum atau laut. Potensi ikan nila untuk di
budidayakan cukup besar karena memiliki beberapa kelebihan. Yaitu mudah berkembang
biak, pertumbuhan cepat, kandungan protein cukup tinggi, ukuran tubuh relatif
besar, tahan terhadap penyakit, mudah beradaptasi dengan lingkungan, harga relatif murah,
dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi sebagai sumber protein hewani. Ikan nilai
merupakan salah satu komoditas penting perikanan budidaya air tawar di Indonesia. Ikan
ini
disenangi tidak hanya karena rasa dagingnya yang khas, tetapi juga karena laju
pertumbuhan
dan perkembangbiakkannya yang cepat. Karenanya, di kalangan peternak ikan, ikan nila
dijadikan unggulan (Khairuman dan Khairul Amri, 2003).

Sebagaimana makhluk hidup lainnya, ikan nila membutuhkan lingkungan yang nyaman
agar dapat hidup sehat dan tumbuh optimal. Penanganan dalam budi daya yang kurang baik
dapat menyebabkan ikan mengalami stres, sehingga daya tahan tubuhnya menurun dan
mudah terserang penyakit. Ikan nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada
lingkungan perairan dengan kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen) antara 2,0-2,5 mg/l.
Suhu optimal bagi pertumbuhan ikan nila adalah antara 22- 29 C. Ikan nila terkenal
sebagai ikan yang tahan terhadap perubahan lingkungan hidup. Efek kenaikan suhu air pada
34 C selama 2 jam dapat menyebabkan stres pada ikan. Menurut Sidik (1996) bahwa,
budidaya intensif dengan menggunakan padat penebaran dan dosis pakan yang tinggi, maka
akan berdampak pada menurunnya kualitas air budidaya dikarenakan semakin
bertambahnya tingkat buangan dari sisa pakan dan kotoran (feses).

Menurut Hepher dan Pruginin (1981),peningkatan kepadatan akan diikuti dengan


penurunan pertumbuhan sehingga pada kepadatan tertentu pertumbuhan akan terhenti
karena telah mencapai titik carrying capacity(daya dukung lingkungan). Untuk memperoleh
hasil yang optimal, peningkatan kepadatan harus juga diikuti dengan peningkatan carrying
capacity. Salah satu cara meningkatkan carrying capacity yaitu dengan pengelolaan
lingkungan budidaya melalui sistem resirkulasi. Peningkatan padat penebaran akan diikuti
dengan peningkatan jumlah pakan, buangan metabolisme tubuh, konsumsi oksigen dan
dapat menurunkan kualitas air. Penurunan kualitas air akan mengakibatkan ikan menjadi
stress sehingga pertumbuhan menurun dan ikan rentan mengalami kematian.

1.2. Tujuan Praktikum


Praktikum pengaruh padat tebar terhadap proses fisiologis ikan bertujuan untuk
mendeskripsikan pengaruh perubahan padat tebar terhadap proses fisiologis ikan (respirasi).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan


Klasifikasi ikan Nila menurut Pujiastuti (2015), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Percomorphi
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki ciri morfologi, yaitu berjari - jari keras, sirip
perut
torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang
dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan. Bagian
bawah
tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal, putih agak kehitaman bahkan ada
yang kuning. Sisik ikan nila besar, kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang
menutupi
sisi bagian depan. Ukuran kepala relatif kecil, mulut di ujung, serta mempunyai mata yang
besar.

Ikan nila memiliki ciri garis vertikal berwarna gelap pada sirip-sirip ekor, punggung, dan
dubur. Bentuk tubuh pipih ke arah vertikal (kompres), mata sedikit menonjol dan cukup
besar dengan bagian tepi tubuh berwarna putih, bibir tebal dan biasa disembulkan. Ikan ini
memiliki sirip yang lengkap. Posisi sirip ventral terhadap pektoral adalah torasik.

Garis linear terputus menjadi dua yaitu atas dan bawah. Lebar badan ikan nila umumnya
sepertiga dari panjang badannya. Bentuk tubuhnya memanjang dan ramping, sisik ikan nila
relatif besar, matanya menonjol dan besar dengan tepi berwarna putih (Sinaga 2015).

2.2 Padat Tebar


Ikan nila (Oreochromis niloticus) di Indonesia merupakan salah satu ikan air tawar yang
memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air
tawar dunia, cara budidaya yang relatif mudah, rasa yang disukai banyak orang, harga yang
relative terjangkau dan toleransi terhadap lingkungan yang lebih tinggi. Peningkatan padat
tebar hingga mencapai daya dukung maksimum akan menyebabkan pertumbuhan ikan
menurun. Peningkatan padat penebaran akan diikuti dengan peningkatan jumlah pakan, sisa
metabolism tubuh, konsumsi oksigen, dan dapat menurunkan kualitas air. (Diansari et al,
2013).

Sebagai komoditas budidaya yang relatif baru, untuk meningkatkan produksi benih maka
perlu diupayakan suatu teknologi budidaya yang memungkinkan ikan dapat dipelihara
dengan kepadatan tinggi dan kualitas media yang terkontrol. Mengantisipasi hal tersebut
maka perlu dicari kepadatan benih optimal yang dapat menghasilkan produksi yang
maksimal melalui upaya budidaya yang dilakukan secara intensif. Padat penebaran yang
tinggi akan mengakibatkan terjadinya kompetisi dalam mendapatkan pakan serta ruang
gerak sehingga dapat mengakibatkan perbedaan variasi pertumbuhan. Selain itu, kepadatan
yang tinggi akan mempengaruhi kualitas air yang disebabkan karena sering terjadi
penumpukan bahan organik yang berasal dari buangan sisa metabolisme ikan dan sisa
pakan yang tidak termakan Padat penebaran sangat menentukan hasil yang dicapai.
Produksi yang tinggi akan dicapai pada kepadatan yang tinggi. Menurut Hepher dan
Pruginin(1981), pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi,
peningkatan kepadatan akan disertai dengan peningkatan hasil. Produksidipengaruhi oleh
laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Sedangkan padat tebar yang tinggi akan
menyebabkan menurunnya laju pertumbuhan, pemanfaatan pakan dan tingkat kelangsungan
hidup (Allen,1974).

2.3 DO
Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter mutu air yang penting karenanilai oksigen
terlarut dapat menunjukkan tingkat pencemaran atau tingkatpengolahan air limbah.
Kelarutan oksigen dalam air dapat dipengaruhi oleh suhu.Kelarutan oksigen berbanding
terbalik dengan suhu (Nugroho, 2006).

Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan


pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak
beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme,sangat berperan dalam
menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lainyang lebih sederhana dan tidak
beracun. Karena peranannya yang penting ini, airbuangan industri dan limbah sebelum
dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya (Salmin, 2005).

Jumlah oksigen yang diperlukan hewan-hewan perairan sangat bervariasi dan tergantung
dari spesies, ukuran, jumlah pakan yang dimakan, aktifitas, suhu air, konsentrasi oksigen
dan lain-lain. Kebutuhan oksigen bagi ikan mempunyai dua aspek yaitu kebutuham
lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada
metabolisme ikan. Dan ikan membutuhkan oksigen guna pembakaran pakan dalam tubuh
untuk menghasilkan aktivitas berenang, reproduksi dan pertumbuhan. Kebutuhan oksigen
terlarut yang diperbolehkan untuk budidaya ikan nila adalah > 3 mg/l (Raharjo, 2004).
Kualitas air yang baik ini minimal mengandung oksigen terlarut sebanyak 5 ml/l. oksigen
terlarut ini dapat ditingkatkan dengan menambah oksigen ke dalam air dengan
menggunakan aerator atau air yang terus mengalir. Kelebihan plankton dapat menyebabkan
kandungan oksigen didalam air menjadi berkurang .maka dengan itu plankton dalam air
harus selalu dipantau (Nasution, 2008).

Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada suhu 00 C dan 8
mg/liter pada suhu 250 C. kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal)
dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa
air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effeluent) yang masuk ke badan air,
semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar
oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu Dan Tempat

Praktikum fisiologi hewan air tentang Pengaruh Padat Tebar Terhadap Fisiologi Ikan di
laksanakan
pada hari Selasa Tanggal 26 oktober 2021 pukul 09.00 WIB di Laboraturium Budidaya
Perikanan
Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.2 Alat Dan Bahan

Pada praktikum kali ini alat yang di gunakan meliputi : Akuarium cukup air 20 liter
sebanyak 3
buah, Air tawar dengan salinitas 0 sebanyak 30 liter, Akuarium yang cukup untuk air 20
liter
sebanyak 3 unit, Kamera sebanyak 1 buah, Lap atau tissue secukupnya, Gayung sebanyak 1
buah
tiap kelompok, DO meter sebanyak 1 buah, pH sebanyak 1 buah, Termometer sebanyak 1
buah,
Kertas label sebanyak 1 pak, dan Timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 gram
sebanyak 1
buah.

Pada praktikum kali ini bahan yang digunakan meliputi : Ikan. Kelompok 2 yaitu Ikan Nila
dengan
panjang 5-7 cm dengan jumlah 60 ekor. Kelompok 2 yaitu Ikan mas dengan panjang 5-7
cm dengan
jumlah 60 ekor.

3.3 Metode Percobaan


Metode yang digunakan yaitu metode rancangan acak lengkap merupakan rangcangan
percobaan
jika kondisi unit percobaan yang digunakan relative homogen. Jika variable luar tidak
diketahui,
atau bila berpengaruh variable ini sengaja tidak terkontrol terhadap variasi subjek adalah
sangat
kecil. Metode percobaan praktikum menggunakan 3 perlakuan dengan pemberian ikan
ditiap
perlakuan berbeda banyak jumlah ikan. Diakuarium pertama diisi dengan 5 ikan ditiap
sekat per
akuarium. Diakuarium kedua diisi dengan 10 ikan ditiap sekat perakuarium. Diakuarium
tiga diisi
dengan 15 ikan ditiap sekat perakuarium. Peningkatan padat penebaran akan menurunkan
nilai
oksigen terlarut akibat tingginya kebutuhan oksigen karena proses respirasi. Selain itu
peningkatan
padat tebar juga dapat mengakibatkan peningkatan kandungan amoniak akibat sisa
metabolisme dan
sisa pakan yang terdekomposer.

3.4 Metode Analisis Data


Yang dianalisis secara statistik dengan ANOVA untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
dari
perlakuan yang diberikan. Data yang diperoleh dianalisis ragam menggunakan Rancangan
Acak
Lengkap

Tabel 1. Hasil Pengamatan Ikan Mas ( Cyprinus carpio )

perlakua
ulangan total
1 2
A 1 0 1
B 0 1 1
C 1 1 2
total 2 2 4

Keterangan : 1 :ulangan ke-1

2 :ulangan ke-2

5 Ekor,10Ekor,15Ekor :perlakuan 1,2 dan 3

3.4 Metode Analisis


Data yang dianalisis secara statistik dengan ANOVA untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan dari
perlakuan yang diberikan. Data yang diperoleh dianalisis ragam menggunakan Rancangan
Acak
Lengkap.

Tabel 2. ANOVA Ms.Exel

SUMMARY
Varianc
Groups Count Sum Average
Row 1 2 1 0.5 0.5
Row 2 2 1 0.5 0.5
Row 3 2 2 1 0

ANOVA
Source of
V
a
r
i
a
t
i
o
n SS df MS F P-value F crit
Between
G
r
o
u
p 0.3333 0.1666
s 2 0.5 0.649519 9.552094
0.3333
Within Groups 1 3

1.3333
Total 5

Tabel.3 ANOVA Manual


manu
al
SK DB JK KT F hitung F tabel
Perla 0.333 0.166
2 0.5 9.552094
0.333
Galat 3 1
1.333
Total 5

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan kegiatan praktikum PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PROSES


FISIOLOGI IKAN yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
GRAFIK HUBUNGAN PERLAKUAN DENGAN SR (ULANGAN 1)

100%
90%
80%
70%
60%
50%
SR

40%
30%
20%
10%
0% 15 ekor
1 10 ekor
2 3 4 5 ekor
5 6

5 ekor 10 ekor 15 ekor

Grafik 1. Hubungan perlakuan dengan SR Ulangan 1

GRAFIK HUBUNGAN PERLAKUAN DENGAN SR (ULANGAN 2)

100%
98%
96%
94%
92%
SR

90%
88%
86%
84% 15 ekor
1 10 ekor
2 3 4 5 ekor
5 6

5 ekor 10 ekor 15 ekor

Grafik.2 Hubungan perlakuan dengan SR Ulangan 2

Pada garfik hubungan perlakuan dengan SR ulangsan 1, bahwa Suhu rendah


mengalami penurunan dinkarenakan tingkat bertahan hidup yang mengalami
penurunan dan ada ikan yang mati pada jam 11.16-11.36 di data ke 3
sedangkan pada suhu control grafik terlihat stabil di presentase 100 karena
tingkat bertahan hidup ikan nila sangat stabil dan pada suhu tinggi grafik
mengalami naik turun di karenakan keadaan ikan yang labil seperti pada
pergerakannya.
Pada garafik hubungan sr ulangan 2,semua ikan bertahan hidup dengan
semua perlakuan (suhu) yang ada sehiungga presentase grafik 100 karrena
tingkat bertahan hidup ikan nila sangat tinggi.
Tingkat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) ikan adalah presentase
jumlah ikan hidup pada akhir penelitian dibandingkan dengan jumlah ikan
pada awal pemeliharaan. Untuk mengetahuinya digunakan yang
dikemukakan oleh Baktiar, (2006).
Untuk perlakuan suhu rendah, Cold-shock stress terjadi ketika ikan
diaklimatisasi dengan suhu air atau kisaran suhu kemudian terkena
penurunan suhu yang cepat, hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan
fisiologis serta perilaku ikan. Peningkatan kadar glukosa darah diidentifikasi
sebagai salah satu efek primer dari kondisi stres pada ikan. Coldshock stress
akan respon neuroendokrin pada sistem saraf pusat. Selanjutnya akan terjadi
respon primer dimana pelepasan hormon kortikosteroid dan katekolamin
(Donaldson et al. 2008).
GRAFIK HUBUNGAN PERLAKUAN DAN BOBOT RELATIF
(ULANGAN 1)

0.06
0.04
0.02
0
-0.02
-0.04
-0.06
-0.08 15 ekor
1 2 10 ekor
3 4 5 5 ekor
6

5 ekor 10 ekor 15 ekor

Grafik 3.hubungan perlakuan dan bobot relatif ulangan 1

GRAFIK HUBUNGAN PERLAKUAN DAN BOBOT RELATIF


(ULANGAN 2)

0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0 15 ekor
1 10 ekor
2 3 4 5 ekor
5 6

5 ekor 10 ekor 15 ekor

Grafik 4.hubungan perlakuan dan bobot relatif ulangan 2

Berdasarkan Hasil Analisis dan Praktikum keterkaitan antara perlakuan dan


bobot relative ikan nila itu terdapat 3 perlakuan dengan menggunakan 2
ulangan, grafik ini merupakan gambaran hubungan atau keterkaitan anatara
perlakuan dan bobot relatif pada ulangan satu maupun ulangan dua.
Pada grafik di atas yang menunjukan hubungan perlakuan dan bobot relatif
ulangan ke 1 padat tebar 5 ikan nila berada di posisi sama dengan padat
tebar 15 ekor,sedangkan padat tebar 10 ekor berada di posisis paling
rendah,pada ulangan kedua padat tebar 5 ekor ikan berada di posisi paling
atas pada padat tebar 10 ekor ikan berada di posisi kedua dan pada oadat
tebar 15 ekor ikan berada di posisi paling bawah atau paling rendah.
Peningkatan padat tebar menyebabkan laju pertumbuhan bobot dan laju
petumbuhan menurun, pada grafik diatas bahwa padat tebar sangat
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan bobot. Padat penebaran yang
berbeda menghasilkan pertumbuhan bobot ikan yang berbeda tiap perlakuan.
Padat tebar yang tinggi akan memberikan hasil bobot yang lebih rendah dan
padat terbar yang rendah akan menghasilkan bobot yang lebih tinggi
(Kristiana et al. 2014).
Jumlah pakan yang diberikan pada setiap perlakuan adalah sama atau homogen
yaitu 5% dari bobot tubuh ikan nila setiap harinya. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Liviawaty dan Afrianto (1990) yang menyatakan bahwa jumlah pakan
yang umum diberikan bagi ikan nila 3-5% dari bobot tubuh.
GRAFIK HUBUNGAN PERLAKUAN DENGAN LAJU KEMATIAN
IKAN (ULANGAN 1)

0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0 15 ekor
1 10 ekor
2 3 4 5 ekor
5 6

5 ekor 10 ekor 15 ekor

Tabel.5 Grafik hubungan perlakuan dengan laju kematian ikan ulangan 1

GRAFIK HUBUNGAN PERLAKUAN DENGAN LAJU KEMATIAN


IKAN (ULANGAN 2)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0 15 ekor
1 10 ekor
2 3 4 5 ekor
5 6

5 ekor 10 ekor 15 ekor

Grafik.6 grafik hubungan perlakuan dengan laju kematian ikan ulangan 2

Pada grafik diatas pada ulangan ke 1 terdapat ikan yang mati pada pukul 11.16-
11.36 dan respon ikan lebih banyak berenang kepermukaan dan ikan saling
menyerang dan pergerakan operculum semakin melambat.pada perlakuan ke 2
terdapat ikan yang mati pada padat tebat 10 ekor ikan
Menurut Allen (1974), pada tingkat kepadatan yang tinggi dapat menyebabkan
tingkat kelangsungan hidup ikan menurun. Sedangkan menurut Effendi (2004),
kepadatan yang tinggi akan mengakibatkan naiknya konsentrasi ammonia dan
menurunnya kualitas air. Selain itu penurunan mutu air juga dapat mempengaruhi
nafsu makan ikan, secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi padat
penebaran yang diaplikasikan maka pertumbuhan akan semakin rendah, karena
akan terjadi persainganbaik ruang gerak, oksigen terlarut maupun pakan yang
berpengaruh pada pertumbuhan.

GRAFIK HUBUNGAN WAKTU DENGAN LAJU KEMATIAN IKAN


(ULANGAN 1)

0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0 15 ekor
1 10 ekor
2 3 4 5 ekor
5 6

5 ekor 10 ekor 15 ekor

Grafik.7 hubungan waktu dengan laju kematian ikan ulangan 1


GRAFIK HUBUNGAN WAKTU DENGAN LAJU KEMATIAN IKAN
(ULANGAN 2)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0 15 ekor
1 10 ekor
2 3 4 5 ekor
5 6

5 ekor 10 ekor 15 ekor

Grafik.8 hubungan waktu dengan laju kematian ikan ulangan 2

Pada grafik ulangan 1 pada waktu 11.16-11.36 WIB terdapat kematian 1 ekor ikan
pada padat tebar 5 ekor ikan di duga karena tidak mendapatrkan kecukupan oksigen
dari air,sedangkan pada ulangan ke 2 padat tebar 10 ekor ikan mengalami kematian
sebanyak 1 ekor ikan pada waktu 10.56-11.16 WIB Gerakan operkulum
95/menit, lebih lambat dari sebeluumnya, Ikan mulai menyerang ada yang
dipermukaan dan didasar, Ikan mulai agresif dan bergerak lebih
aktifGerakan operkulum 95/menit, lebih lambat dari sebeluumnya, Ikan
mulai menyevar ada yang dipermukaan dan didasar, Ikan mulai agresif dan
bergerak lebih aktif.
Padat penebaran ikan adalah jumlah ikan atau biomassa yang ditebar
persatuan luas atau volume wadah pemeliharaan. Tingkat padat penebaran
ikan akan mempengaruhi keagresifan ikan. Ikan yang dipelihara dalam
kepadatan yang rendah akan lebih agresif, sedang ikan yang dipelihara
dalam kepadatan yang tinggi akan lambat pertumbuhannya karena tingginya
tingkat kompetisi dan banyaknya sisa-sisa metabolisme yang terakumulasi
dalam media pemeliharaan (Arif 2019).
GRAFIK HUBUNGAN WAKTU DAN DO (ULANGAN 1)

12
10
8
6
DO

4
2
0 15 ekor
1 10 ekor
2 3 5 ekor
4 5 6

5 ekor 10 ekor 15 ekor

Grafik.9 hubungan waktu dan DO ulangan ke 1

GRAFIK HUBUNGAN WAKTU DENGAN LAJU KEMATIAN IKAN


(ULANGAN 2)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0 15 ekor
1 10 ekor
2 3 4 5 ekor
5 6

5 ekor 10 ekor 15 ekor

Grafik.10 hubungan waktu dan DO ulangan ke 2


Pada grafik di atas pada ulangan ke 1 kandungan oksigen terlarut pada padat
tebar 5 ekor nila ulangan 1 berkisar antara 8,0-10,6 mg/l, pada perlakuan
kedua 10 ekor ulangan 1 berkisar antara 7,4-8,5 mg/l, dan pada perlakuan
ketiga 15 ekor ulangan 1 berkisar antara 5,8-8,8 mg/l. Sedangkan pada
perlakuan pertama 5 ekor ulangan 2 berkisar antara 7,7-8,2 mg/l, pada
perlakuan kedua 10 ekor ulangan 2 berkisar antara 7,9-8,6 mg/l, dan pada
perlakuan ketiga 15 ekor ulangan 2 berkisar 6,1-8,6 mg/l. Kandungan
oksigen terlarut pada wadah kurang baik karena tidak dalam kisaran oksigen
terlarut yang baik.
Menurut Arie (1999), bahwa kandungan oksigen yang baik untuk budi daya
ikan minimal 4 mg/l air. Hasil pengukuran DO selama masa pemeliharaan
menunjukan kisaran yang dapat ditoleril oleh ikan.
Tabel.4 tingkah laku dan Gerakan operculum tiap jam
Waktu Jumlah ikan
Suhu (°C) DO (mg/L) pH Respon (Tingkah laku)
r
c r1 & r2 r1 r2 r1 r2 r1 r2 r1 r2 r1
1 10.36-10.56 29. 30.7 8.6 7.8 1 1 Gerakan Gerakan
o o
p p
e e
r r
k k
u u
l l
u u
m m

1 1
0 0
3 3
/ /
m m
e e
n n
it it
I I
k k
a a
n n
m m
a a
s s
i i
h h
b b
e e
r r
g g
e e
r r
a a
k k
n n
o o
r r
m m
a a
l, l,
l l
e e
b b
i i
h h
b b
a a
n n
y y
a a
k k
b b
e e
r r
a a
d d
a a
d d
it it
e e
n n
g g
a a
h h
a a
k k
u u
a a
ri ri
u u
m m
2 10.56-11.16 29. 29.3 8 8 1 1 Gerakan Gerakan
o o
p p
e e
r r
k k
u u
l l
u u
m m

9 1
5 0
/ 0
m /
e m
n e
it n
, it
l g
e e
b r
i a
h k
l a
a n
m n
b y
a a
t l
d e
a b
ri i
s h
e c
b e
e p
l a
u t,
u I
m k
n a
y n
a l
, e
I b
k i
a h
n d
m i
u a
l m
a
i d
m a
e n
n l
y e
e b
v i
a h
r s
a e
d ri
a n
y g
a d
n i
g d
d a
i e
p r
e a
r h
m d
u a
k s
a a
r
a a
n k
d u
a a
n ri
d u
i m
d
a t
s a
a p
r, i
I m
k ti
a d
n a
m k
u b
l e
a r
i g
a e
g r
r o
e m
s b
if o
d l
a
n
b
e
r
g
e
r
a
k
l
e
b
i
h
a
k
ti
f.
3 11.16-11.36 28. 28.8 8.9 8.2 1 1 Gerakan Gerakan 1 ekor
o o
p p
e e
r r
k k
u u
ll ll
u u
m m
u u
8 8
5 5
/ /
m m
e e
n n
it it
, ,
I I
k k
a a
n n
l l
e e
b b
i i
h h
b b
a a
n n
y y
a a
k k
b b
e e
r r
e e
n n
a a
n n
g g
k k
e e
p p
e e
r r
m m
u u
k k
a a
a a
n n
d d
a a
n n
s s
a a
li li
n n
g g
s s
e e
r r
a a
n n
g g
, ,
G G
e e
r r
a a
k k
a a
n n
o o
p p
e e
r r
k
k u
u l
l u
u m
m
s
s e
e m
m a
a k
k i
i n
n m
m e
e l
l a
a m
m b
b a
a t,
t
4 11.36-11.56 28. 29.8 8.2 8.1 1 1 Gerakan Gerakan
o o
p p
e e
r r
k k
u u
l l
u u
m m

1 1
0 0
0 0
/ /
m m
e e
n n
it it
l l
e e
b b
i i
h h
c c
e e
p p
a a
t t
d d
a a
ri ri
s s
e e
b b
e e
l l
u u
m m
n n
y y
a a
, ,
B B
e e
b b
e e
r r
a a
p p
a a
i i
k k
a a
n n
b b
e e
r r
g g
e e
r r
a a
k k
a a
k k
ti ti
f f
m m
e e
n n
c c
a a
ri ri
m m
a a
k k
a a
n n
d d
a a
n n
b b
e e
b b
e e
r r
a a
p p
a a
l l
a a
g g
i i
h h
a a
n n
y y
a a
d d
i i
a a
m m

d d
i i
p p
e e
r r
m m
u u
k k
a a
a a
a a
n n
. ,
I
k
a
n
l
e
b
i
h
b
a
n
y
a
k
d
it
e
n
g
a
h
d
a
n
p
a
s
if
b
e
r
g
e
r
a
k
.
5 11.56-12.16 28. 29.1 10.6 7.8 1 1 Gerakan Gerakan
o o
p p
e e
r r
k k
u u
l l
u u
m m

1 1
0 0
0 0
/ /
m m
e e
n n
it it
, ,
L L
e e
t t
a a
k k
i i
k k
a a
n n
m m
e e
n n
y y
e e
b b
a a
r r
I I
k k
a a
n n
m m
u u
l l
a a
i i
p p
a a
s s
if if
d d
a a
n n
ti ti
d d
a a
k k
b b
e e
r r
g g
e e
r r
o o
m m
b b
o o
l, l,
L L
e e
b b
i i
h h
b b
a a
n n
y y
a a
k k
b b
e e
r r
a a
d d
a a
d d
it i
e d
n a
g s
a a
h r
a a
k k
u u
a a
ri ri
u u
m m
. .
6 12.16-12.36 28. 28.6 8.6 7.7 1 1 Gerakan Gerakan
o o
p p
e e
r r
k k
u u
l l
u u
m m

9 9
5 5
/ /
m m
e e
n n
it it
l l
e e
b b
i i
h h
l l
a a
m m
b b
a a
t t
d d
a a
ri ri
s s
e e
b b
e e
l l
u u
m m
n n
y y
a a
, ,
G G
e e
r r
a a
k k
a a
n n
i i
k k
a a
n n
l l
e e
b b
i i
h h
s s
e e
ri ri
n n
g g
d d
i i
a a
m m

d d
it it
e e
m m
p p
a a
t, t,
I I
k k
a a
n n
l l
e e
b b
i i
h h
b b
a a
n n
y y
a a
k k
d d
i i
d d
a a
e e
r r
a a
h h
t t
e e
n n
g g
a a
h h
a a
k k
u u
a a
ri ri
u u
m m

d d
a a
n n
ti ti
d d
a a
k k
b b
e e
r r
g g
e e
r r
o o
m m
b b
o o
l. l.

Berdasarkan hasil tabel diatas menjelaskan bahwa tingkah laku ikan nila
setiap jamnya memiliki tingkah laku yang berbeda-beds. Kepadatan setiap
perlakuan memiliki hasil yang berbeda-beda. Semakin kepadatan ikan nila
disuatu tempat memberi hasil akan mempengaruhi pertumbuhan ikan, dan
akan menurunkan nilai oksigen terlarut akibat tingginya kebutuhan oksigen
karena proses respirasi. Suhu dapat juga mempengaruhi laju kematian ikan
nila. Tetapi yang paling utama adalah peningkatan padat penebaran. Jika
faktor tersebut dapat dikendalikan maka peningkatan kepadatan akan
mungkin dilakukan tanpa menurunkan laju pertumbuhan ikan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan .
Peningkatan padat penebaran akan diikuti dengan peningkatan jumlah pakan,
buangan metabolisme tubuh, konsumsi oksigen dan dapat menurunkan kualitas air.
Penurunan kualitas air akan mengakibatkan ikan menjadi stress sehingga
pertumbuhan menurun dan ikan rentan mengalami kematian.
5.2 Saran
Untuk akang teteh aslab sabar yaaa dalam menghadapi praktikan dan di
mohon jangan memberi info secara dadakan kepada praktikan tetep
semangat dan untuk praktikan di mohon untuk memeperhatikan aslab Ketika
menjelaskan agar tidak terjadi miskom.
DAFTAR PUSTAKA
Diansari, V. R., Endang, A dan Tita, E. 2013. Pengaruh Kepadatan yang Berbeda
Terhadap Kelulushidupan dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis
Niloticus) pada Sistem Resirkulasi dengan Filter Zeolit. Jurnal Manajemen
Akultur. Vol 2 (3): 37-45

Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Penerbit Universitas Trisakti,Jakarta

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.


Effendie, M. I. 1997. Metoda Perancangan Percobaan. CV Armico. Bandung. 472
hal.
Effendie. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sari. Bogor.

Agus, M., T. Yusufi dan B. Nafi. 2010. Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan Alami

Arifin, M.Y. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Nila (Oreochromis. Sp) Strain
Merah dan Strain Hitam yang dipelihara pada Media Bersalinitas. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari. Vol 16 (1): 159-167.

Karlyssa, F.J., Irwanmay Dan Rusdi, L. 2013. Pengaruh Padat Penebaran


Terhadap Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Ikan Nila Gesit
(Oreochromis Niloticus). Universitas Sumatera Utara, Medan.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi

Gambar 1. Menghitung Gambar 2. Pengukuran DO


Bobot ikan
Gambar 3. Pengukuran Gambar 4. Pengukuran Gambar 5. Menimbang Ikan
DO pH

Gambar 6. Mencatat Hasil Penelitian

Lampiran 2. Hasil Perhitungan Anova Manual


t=3
r=2
Derajat Bebas
DBP = t-1 = 3-1 = 2
DBS = t(r-1) = 3(2-1) = 3
DBS = tr-1 = (3.2) – 1 = 5
Faktor koreksi
2 2
Y 4 16
FK = = = = 2.67
t . r 3.2 6
Jumlah Kuadrat
2
Σ (Yi) 6
JKP = - FK = = 3- 2.67= 0.33
r 2
JKT = ¿] – FK = [42] – 2.67 = 1.33
JKS = JKT – JKP = 1.33– 0.33 = 1
Kuadrat Tengah
JKP 0.33
KTP = = = 0.16
BDP 2
JKS 1
KTS = = = 0.33
DBS 3
KTP 0.16
Fhit = = = 0.5
KTS 0.33
Ftab = 9.55

Anda mungkin juga menyukai