Oleh
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum Osmoregulasi dan Respirasi ini sebagai berikut :
1. Mendapatkan salinitas optimum bagi pertumbuhan biota akuatik
2. Mengetahui respon organisme akuatik terhadap konsentrasi oksigen
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologis Ikan Sampel
2.1.1 Klasifikasi Ikan Uji
2.1.1.1 Klasifikasi Ikan Nila
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan genus ikan yang dapat hidup dalam
kondisi lingkungan yang memiliki toleransi tinggi terhadap kualitas air yang
rendah, sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat ikan dari jenis
lain tidak dapat hidup (Sumantadinata, 2011). Ikan Nila mempunyai klasifikasi
sebagai berikut ini:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphi
Famili : Percoidea
Genus : Oreochromis
Spesies :Oreochromis niloticus (Abel, 2009).
Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus
dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama kali masuk
Indonesia pada tahun 1985. Klasifikasi ikan lele dumbo (C. gariepinis) menurut
Saanin (2012) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysoidei
Subordo : Silaroidae
Family : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
Ikan nila pada umumnya mempunyai bentuk tubuh panjang dan ramping,
perbandingan antara panjang dan tinggi badan rata-rata 3 : 1. Sisik-sisik ikan nila
berukuran besar dan kasar. Ikan nila berjari sirip keras, sirip perut torasik, letak
mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat
dilihat adalah dari ikan nila adalah warna tubuhnya yang hitam dan agak
keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal
putih agak kehitaman bahkan ada yang kuning. Sisik ikan nila besar, kasar, dan
tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya
memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya.
Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang
sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepalanya relatif kecil dengan
mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Merantica 2015).
Ikan lele (C. batrachus) memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik, mempunyai
pigmen hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari, dua buah
lubang penciuman yang terletak dibelakang bibir atas, sirip punggung dan dubur
memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor,
panjang maksimum mencapai 400 mm (Zaldi, 2010).
2.2.1.3 Morfologi Ikan Mas
Morfologi ikan mas dapat dipakai untuk membedakan antara ikan mas jantan dan
ikan mas betina. Pada induk ikan mas jantan dijumpai adanya sirip dada yang
relatif pendek, lunak, jari-jari luarnya tipis, lapisan sirip dalam dada licin. Tubuh
ikan mas betina terlihat lebih gemuk dibandingan dengan ikan mas jantan pada
umur yang sama. Induk ikan mas betina memiliki sirip dada relatif lebih panjang,
jari-jari luar tebal, lapisan dalam sirip dada kasar. Tubuh ikan mas jantan pada
bagian perutnya tidak lunak, perut tersebut jika dipijat akan mengeluarkan cairan
seperti air, sedangkan pada ikan betina tidak mengeluarkan cairan jika perut di
pijat (Hersanto, 2009)
Tubuh ikan mas terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Memiliki
mulut kecil yang membelah bagian depan kepala, sepasang mata, sepasang lubang
hidung terletak di bagian kepala, dan tutup insang terletak di bagian belakang
kepala. Seluruh bagian tubuh ikan mas ditutupi dengan sisik yang besar, dan
berjenis cycloid yaitu sisik halus yang berbentuk lingkaran. Ikan Mas memiliki
lima buah sirip, yaitu sirip punggung yang terletak di bagian punggung (dorsal
fin), sirip dada yang terletak di belakang tutup insang (pectoral fin), sirip perut
yang terletak pada perut (pelvic fin), sirip dubur yang terletak di belakang dubur
(anal fin) dan sirip ekor yang terletak di belakang tubuh dengan bentuk cagak
(caudal fin). (Santoso, 2011)
Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai
dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air.
Lele secara alami bersifat nocturnal, artinya aktif pada malam hari atau lebih
menyukai tempat yang gelap, pada siang hari lele lebih memilih berdiam diri dan
berlindung di tempat-tempat gelap. Dalam usaha budidaya lele dapat beradaptasi
menjadi sifat diurnal. Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup lele yang
perlu diperhatikan adalah padat tebar, pemberian pakan, penyakit, dan kualitas air
(Khairuman, 2008).
Ikan mas di daerah tropis dapat dipelihara sampai daerah 1000 meter di atas
permukaan laut, walaupun daerah yang baik berkisar pada ketinggian 150 sampai
dengan 600 meter di atas permukaan laut, suhu air yang optimal untuk ikan mas
berkisar antara 20 derajat C sampai dengan 25 derajat C, suhu optimum untuk
pertumbuhan ikan mas berkisar antara 20 derajat C sampai dengan 28 derajat C.
Pada umumnya ikan mas tergolong spesies yang tahan terhadap perubahan suhu
dan lingkungan, baik pada saat fase telur maupun setelah dewasa. Selain itu, ikan
mas dapat beradaptasi dengan perairan yang bersifat asam dan beralkalin serta
mudah mentolerir salinitas sampai 20 promil (Hariadi, 2009)
Cara makan nila memakan makanan alami berupa plankton, perifiton dan tumbuh-
tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang sutera dan klekap. Ikan nila
digolongkan ke dalam omnivora (pemakan segala). Untuk budidaya, ikan nila
tumbuh lebih cepat hanya dengan pakan yang mengandung protein sebanyak 20 -
25%. Penelitian lebih lanjut kebiasaan makan ikan nila berbeda sesuai tingkat
usianya. Benih ikan nila ternyata lebih suka mengkomsumsi zooplankton, seperti
rototaria, copepoda dan cladocera. Ikan nila tidak hanya mengkonsumsi jenis
makanan alami tetapi ikan nila juga memakan jenis makanan tambahan yang biasa
diberikan, seperti dedak halus, tepung bungkil kacang, ampas kelapa dan
sebagainya. Ikan nila aktif mencari makan pada siang hari. Pakan yang disukai
oleh ikan nila adalah pakan ikan yang banyak mengandung protein terutama dari
pakan buatan yang berupa pelet. (Khairuman dan Amri 2013).
Cara makan ikan yang punya habitat di perairan dangkal hingga sedang, dan
berarus tenang ini cukup unik. Ia membuka mulutnya lebar-lebar dan kemudian
menyedot makanannya seperti alat penghisap. Jadi umpan berstruktur lembut dan
halus sangat cocok untuk ikan mas. Dalam kondisi nafsu makan yang tinggi,
apapun yang dianggapnya makanan akan dihisap kemudian dicicipi, dan yang
bukan makanan akan dibuang dengan cara disemburkan. Tentunya pola makan ini
merupakan petunjuk berharga bagi pemancing ikan mas, karena sangat membantu
dalam pendeteksian sambaran menggunakan pelampung. ( Laili, 2010)
Osmoregulasi adalah pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi
kehidupan ikan sehingga proses-proses fisiologis berjalan normal. Ikan
mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu
ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses
fisiologis di dalam tubuhnya dapat berlangsung dengan normal. Pengaturan
tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan ini disebut osmoregulasi (Rahardjo,
2010).
Osmoregulasi adalah upaya mengontrol keseimbangan air dan ion – ion antara
tubuh dan lingkungannya atau suatu proses pengaturan tekanan osmose.hal ini
penting dilakukan, terutama oleh organisme perairan karena; (1) harus terjadi
keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan; (2) membran sel yang
permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat;
(3) perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan. Tanpa
osmoregulasi maka ikan akan mati, ini karena osmoregulasi dapat mengontrol
konsentrasi cairan dalam tubuh. Jika ikan tidak bisa mengatur proses osmosis
dalam tubuhnya maka ikan akan mati, karena osmoregulasi sangat berfungsi
dalam aspek kesehatan ikan (Fujaya, 2015).
Kebanyakan hewan menjaga agar kosentrasi cairan tubuhnya tetap lebih tinggi
dari mediumnya (regulasi hiporosmotis) atau lebih rendah dari mediumnya
(regulasi hipoosmotis). Untuk itu hewan harus berusaha mengurangi gangguan
dengan menurunkan (1) permeabilitas membran atau kulitnya (2) gardien
(landaian) kosentrasi antara cairan tubuh dan lingkungannya. Keadaan kondisi
internal yang mantap dapat dipelihara hanya bila organisme mampu mengimbangi
kebocoran dengan arus balik melawan gradient kosentrasi yang memerlukan
energi (Campbell, 2011).
Karena tekanan osmosis air laut lebih tinggi daripada cairan tubuh ikan maka air
akan mengalir dari dalam tubuh ikan ke lingkungannya melalui difusi melewati
ginjal dan mungkin juga kulit, sebaliknya garam-garam akan masuk ke dalam
tubuh juga melalui proses difusi, karenanya ikan melakukan osmoregulasi untuk
mempertahankan keseimbangan konsentrasi garam antara tubuh dan lingkungan
dengan cara memperbanyak minum air laut (Fujaya, 2015).
Pada kondisi pH rendah akut, ikan menjadi hiperaktif, nervous dan produksi
mukus insang yang berlebihan dan pada akhirnya menyebabkan gangguan
pernapasan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses
biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah
(Effendi, 2014).
III. METODE KERJA
Salinitas 1
Salinitas 5
Salinitas 10
Salinitas 15
Salinitas 20
Salinitas 30
Salinitas 32
Salinitas Gradual
Menit Ke Bukaan Sirip Respon Respon Respon
Operkulum Dada Terhadap Syaraf Tingkah Laku
cahaya
10 71 82 Menjauhi Sensitif -Kepekaan
(5 ppt) Sirip Dada
Pelan
-Bo Pelan
20 78 98 Menjauhi Sensitif -Mengeluarkan
(10 ppt) Feses
-Mulut
Menyembul
-Badan
Meregang &
Kaku
30 91 110 Menjauhi Sensitif -Mulai Saling
(15 ppt) menyerang
-Sisik Terlepas
-Sirip Menegak
Dan Tegang
40 80 118 Menjauhi Sensitif -Bergerak
(20 ppt) Menurun Agresif
-Sirip
Menegang
-Mulut
Menyembul
50 98 125 Menjauhi Sensitif -Bergerak Tak
(25 ppt) Menurun beraturan
-Mulut
Menyembul
-Sirip-sirip
Menyembul
60 87 90 Menjauhi Sensitif -Sisik Terlepas
(32 ppt) Menurun -Bergerak Tak
Beraturan
-Banyak Feses
-Mulut
Menyembul
4.2. Pembahasan
Bedasarkan hasil dari praktikum yang telah dilakukan, dengan menggunakan
perlakuan salinitas yang berbeda-beda pada tiap kelompok. Rata-rata hasil dari
pengamatan tingkah laku dan bukaan operculum yang didapat pada tiap kelompok
berbeda, serta bobot akhir ikan lebih ringan daripada bobot awal ikan. Tingkah
laku ikan seperti pergerakannya semakin lama semakin pasif, semakin banyak
mengeluarkan feses, nafasnya tersengal-sengal, sisik ikan banyak yang rontok
atau terlepas, dan ikan banyak berenang diatas untuk mengambil udara, hal ini
dikarenakan ikan tersebut habitatnya hidup di air tawar sehingga ikan menjadi
stres. Sedangkan pada perlakuan respirasi tingkah laku ikan hampir sama dengan
perlakuan salinitas, pergerakannya semakin lama menjadi pasif dan menunjukkan
perubahan warna kulit menjadi warna pudar.
Perairan air tawar memiliki salinitas yang lebih rendah dibandingkan dengan air
laut. Ikan air tawar biasanya melakukan osmoregulasi dengan cara banyak minum
air serta banyak mengeluarkan feses. Sedangkan air laut memiliki salinitas yang
tinggi. Ikan air laut melakukan osmoregulasi dengan sedikit minum dan sedikit
mengeluarkan feses (Suyanto, 1998). Ikan nila tergolong ikan yang dapat bertahan
pada kisaran salinitas yang luas dari 0 – 35 ppt. Ikan nila merupakan ikan yang
biasa hidup di air tawar, sehingga untuk membudidayakan diperairan payau atau
tambak perlu dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu secara bertahap sekitar 1 – 2
minggu dengan perubahan salinitas tiap harinya sekitar 2 - 3 ppt agar ikan nila
dapat beradaptasi dan tidak stres (Andrianto, 2016).
Ikan air tawar yang dimasukkan kedalam air tawar 0 ppt diperoleh bahwa pada 15
menit pertama berenang aktif dan mengeluarkan feses, pada 15 menit kedua
berenang aktif diatas permukaan dan pada 15 menit ketiga berenang aktif diatas
permukaan dan membut tawar dan di air payau karena ikan nila habitatnya ada
yang disungai, danau, dan uhkan oksigen. Hal ini dikarenakan ikan nila mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang salinitas 0 ppt dan terhadap perubahan air, ia
dapat hidup di air danau (Campbell, 2011).
Cara kerja yang dilakukan kelompok 5 yaitu pelakuan salinitas 10 ppt dengan
menggunakan akuarium dan ikan nila. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan
mengisi air laut sebanyak 1 liter dan air tawar sebanyak 2 liter, kemudian
menimbang ikan untuk bobot awal. Setelah itu ikan dimasukan ke dalam
akuarium yang sudah diberi perlakuan tadi dan diamati setiap 10 menit selama 60
menit, yang diamati tingkah laku, bukaan operculum, sirip dada, respon terhadap
cahaya, dan respon syarat. Setelah 60 menit ikan ditimbang kembali sebagai bobot
akhir.
Bobot ikan pada saat setelah diberi perlakuan menjadi turun hal ini karena ikan
banyak mengeluarkan energi untuk dapat menyesuaikan hidup di tempat yang
bukan habitatnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karim (2012) bahwa adanya
osmoregulasi yang terjadi pada ikan dimana ikan menyeimbangkan tekanan
osmotik di dalam dan di luar tubuh ikan. Peningkatan osmolaritas berkaitan
dengan mekanisme osmoregulasi yang dilakukan ikan mas, ikan lele dan ikan
nila. Pada media dengan tingkat kerja osmotik di luar kisaran isoosmotik, ikan
mas, ikan lele, dan ikan nila melakukan kerja osmotik untuk keperluan
osmoregulasi. Hal tersebut menyebabkan pembelanjaan energi untuk
osmoregulasi tinggi sehingga mengurangi porsi energi untuk pertumbuhan.
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Salinitas optimum untuk ikan nila, ikan lele, dan ikan mas yang merupakan
ikan air tawar sehingga salinitas yang sesuai berkisar antar 0 – 5 ppt.
2. Respon organisme akuatik terhadap konsentrasi oksigen setiap perlakuan
berbeda, hal ini karena setiap organisme memiliki kemampuan dan tingkat
osmotik yang berbeda.
5.2. Saran
Saran dalam praktikum kali ini ialah sebaiknya ketika praktikum sedang
dilaksanakan, sebaiknya asisten dosen selalu mendampingi praktikan agar tidak
terjadinya kesalahan dalam pengambilan data pengamatan serta praktikan harus
lebih bisa kondusif dalam pelaksanaan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Produksi Benih Ikan Lele Dumbo Kelas Benih Sebar. Ringkasan
SNI 01-6484.4-2000.
Bactiar, Y.2011. Paduan Lengkap Budidaya Lele Dumbo. PT. Agromedia Pustaka
.Bogor
Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2011. Biologi. edisi 5.
jilid 3. Alih Bahasa: Wasman manalu. Erlangga. Jakarta.
Cholik, F., Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P., dan Jauzi, A. 2009. Akuakultur
Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. PT. Victoria Kreasi Mandiri.
Jakarta.
Effendi, H. 2014. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Jakarta.
Fujaya, Y. 2015. Bahan Pengajaran Fisiologi Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Khairuman, 2008. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Agro Media Pustaka,
Jakarta.
Khairuman dan Amri, K., 2013. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia
Pustaka, Depok. 75 hlm.
Khairuman. S. Dodi dan G. Bambang. 2008. Budidaya Ikan Mas Secara Intensif.
Pt Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kordi KM Gufron H and Andi Baso Tancung. 2015. Pengelolaan kualitas air
dalam budidaya perairan. Rineka Cipta : Jakarta.
Rahardjo. 2010. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Saanin, S. 2012. Taksonomi da Kuntji Identifikasi Ikan. Binacipta, Bandung.
Santoso, R. H. 2011. Uji Coba Penggunaan Pelet yang Mengandung
Imunoglobulin-Y (Ig-Y) Anti Koi herpesvirus Sebagai Pencegah Penyakit
pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). (Skripsi). Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan.
Institut Pertanian Bogor. 51 Hal.
Sumantadinata, K. 2011. Program Penelitian Genetika Ikan. INFIGRAD. Jakarta.