Anda di halaman 1dari 30

OSMOREGULASI

( Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air )

Oleh

Alviansah Pratama Putra


1754111006
Kelompok 5

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Judul praktikum : Osmoregulasi dan Respirasi


Tempat Praktikum : Laboratorium Perikanan dan Kelautan
Tanggal Praktikum : Jum’at, 23 Maret 2018
Nama : Alviansah Pratama Putra
NPM : 1754111006
Kelompok : 5 (Lima)
Program Studi : Budidaya Perairan
Jurusan : Perikanan Dan Kelautan
Fakultas : Pertanian
Universitas :Universitas Lampung

Bandar Lampung, 30 Maret 2018


Mengetahui,
Asisten Dosen.

Dzaky Eko Satria Turnip


NPM. 1614111024
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap organisme pada saat beraktivitas masing–masing melakukan adaptasi untuk
dapat tetap bertahan hidup dalam lingkungannya. Bentuk adaptasi yang dilakukan
organisme pun berbeda, ada beberapa organisme yang bentuk adaptasinya dapat
dilihat secara morfologi dan adapula yang beradaptasi secara fisiologi. Perubahan
salinitas juga dapat mempengaruhi permeabilitas dinding sel ketika salinitas
mengalami perubahan. Pada saat tersebut ikan akan mengalami kecenderungan
untuk mampu atau tidaknya ikan untuk melakukan keseimbangan osmotiknya
dalam rangka mengatur dan berfungsi dengan normal sesuai dengan
kebutuhannya, salinitas dalam suatu perairan pada media yang berbeda juga akan
mempengaruhi proses metabolisme untuk pertumbuhannya.

Osmoregulasi adalah proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan


pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Proses
osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh
dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air
maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel
akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk
membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.
Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari lingkungan
untuk membatasi kehilangan ion. Air akan masuk ke tubuh ikan karena kondisi
tubuhnya hipertonik, sehingga ikan banyak mengeksresikan air dan menahan ion.
Mengingat arti pentingnya pengaruh perbedaan salinitas yang berbeda-beda pada
ikan air tawar, air payau dan iar laut maka diadakanlah praktikum osmoregulasi
ini.
Cara ikan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya berhubungan dengan
kandungan kadar garam dalam perairan. Oleh karena itu ikan mempunyai daya
osmoregulasi. Batas toleransi kadar garam berbeda-beda untuk setiap jenis ikan.
Ikan yang mempunyai batas toleransi yang besar terhadap salinitas disebut
euryhaline, sedangkan yang mempunyai toleransi yang sempit terhadap salinitas
disebut stenohaline. Pentingnya mempelajari toleransi terhadap salinitas bagi
organismep perairan khususnya pada ikan air tawar yang ada disekitar.

Respirasi (pernapasan) adalah poses pertukaan oksigen dan karbondioksida antara


suatu organisme dengan lingkungannya. Peranan oksigen dalam kehidupan ikan
merupakan zat yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh yaitu untuk mengoksidasi zat
makanan ( karbohidrat, lemak, dan protein) sehingga dapat menghasilkan energi.
Tingkah laku ikan saat kandungan oksigen dalam air kurang adalah ikan akan
berenang ke tempat yang lebih baik kondisi oksigennya seperti : ke dekat inlet, air
yang berarus dan ke daerah permukaan serta dengan jalan meningkatan fekuensi
pemompaan air atau mempebesar volume air yang melewati insang

Istilah pernafasan sering di sama artikan dengan istilah Respirasi, walaupun


sebenarnya kedua istilah tersebut secara harfiah berbeda. Pernafasan (breathing)
berarti menghirup dan menghembuskan nafas. Bernafas berarti memasukkan
udara dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan mengeluarkan udara sisa dari
dalam tubuh ke lingkungan luar. Sedangkan respirasi (respiration) berarti suatu
proses pembakaran (oksidasi) senyawa organik (bahan makanan) di dalam sel
guna memperoleh energi. Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam mendapatkan oksigen yang cukup dari lingkungan
sekitarnya. Berkurangnya oksigen terlarut dalam air akan mempengaruhi fisiologi
respirasi dan metabolisme tubuh ikan.

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum Osmoregulasi dan Respirasi ini sebagai berikut :
1. Mendapatkan salinitas optimum bagi pertumbuhan biota akuatik
2. Mengetahui respon organisme akuatik terhadap konsentrasi oksigen
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologis Ikan Sampel
2.1.1 Klasifikasi Ikan Uji
2.1.1.1 Klasifikasi Ikan Nila
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan genus ikan yang dapat hidup dalam
kondisi lingkungan yang memiliki toleransi tinggi terhadap kualitas air yang
rendah, sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat ikan dari jenis
lain tidak dapat hidup (Sumantadinata, 2011). Ikan Nila mempunyai klasifikasi
sebagai berikut ini:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphi
Famili : Percoidea
Genus : Oreochromis
Spesies :Oreochromis niloticus (Abel, 2009).

Sistematika ikan nila Nirwana tidak jauh berbeda dalam pengelompokan


sistematikanya dengan jenis nila lainnya, karena nila Nirwana hanya berbeda pada
rekayasa genetikanya. Menurut Trewavas dalam Suyanto (2014). Sistematika ikan
nila (Oreochromis niloticus) dapat dijelaskan sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis niloticus

2.1.1.2 Klasifikasi Ikan Lele


Di Indonesia dikenal banyak jenis lele, di antaranya lele lokal, lele dumbo, lele
phiton dan lele babon (lele Kalimantan). Namun, yang dibudidayakan hanya lele
lokal dan (Clarias batrachus) dan lele dumbo (Clarias gaeriepinus). Jenis yang
kedua lebih banyak dikembangkan karena pertumbuhannya lebih cepat dan
ukurannya lebih besar daripada lele local. .Klasifikasi ikan lele menurut
Hasanuddin Saanin dalam Bachtiar (2011). Sebagai berikut :
Kingdom :Animalia
Sub-kingdom :Metazoa
Phyllum :Chordata
Sub-phyllum :Vertebrata
Klas :Pisces
Sub-klas :Teleostei
Ordo :Ostariophysi
Sub-ordo :Siluroidea
Familia :Clariidae
Genus :Clarias
Spesies :Clarias batrachus

Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus
dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama kali masuk
Indonesia pada tahun 1985. Klasifikasi ikan lele dumbo (C. gariepinis) menurut
Saanin (2012) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysoidei
Subordo : Silaroidae
Family : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus

2.1.1.3 Klasifikasi Ikan mas


Klasifikasi ikan mas (Cyprinus carpio L). Menurut Khairuman, dkk (2008),
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cyprinifomes
Famili : Cyprinidae
Genus :Cpyrinus
Spesies :Cyprinus carpio L

Menurut Linnaeus (2009) dalam Integrated Taxonomic Information System


Report (2013), klasifikasi ikan Maskoki adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Superclass : Osteichthyes
Class : Actinopterygii
Subclass : Neopterygii
Infraclass : Teleostei
Superorder : Ostariophysi
Order : Cypriniformes
Superfamily : Cyprinoidea
Family : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus

2.1.2 Morfologi Ikan Uji


2.1.2.1 Morfologi Ikan nila
Ikan nila mempunyai nilai bentuk tubuh yang pipih kea rah vertical (kompres)
dengan profil empat persegi panjang kea rah anteroposterior, posisi mulut terletak
di ujung/termal.Pada sirip ekor tampak jelas garis-garis yang vertical dan pada
sirip punggungnya garis terlihat condong lekuknya. Ciri ikan nila adalah garis-
garis vertikal berwarna hitam pada sirip, ekor, punggung dan dubur. Pada bagian
sirip caudal/ ekor yang berbentuk membulat warna merah dan biasa digunakan
sebagai indikasi kematangan gonad .Pada rahang terdapat bercak kehitaman. Sisik
ikan nila adalah tipe scenoid. Ikan nila juga ditandai dengan jari-jari darsal yang
keras, begitupun bagian awalnya. Dengan posisi siap awal dibagian belakang sirip
dada (abdormal) (Pratama, 2009).

Ikan nila pada umumnya mempunyai bentuk tubuh panjang dan ramping,
perbandingan antara panjang dan tinggi badan rata-rata 3 : 1. Sisik-sisik ikan nila
berukuran besar dan kasar. Ikan nila berjari sirip keras, sirip perut torasik, letak
mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat
dilihat adalah dari ikan nila adalah warna tubuhnya yang hitam dan agak
keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal
putih agak kehitaman bahkan ada yang kuning. Sisik ikan nila besar, kasar, dan
tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya
memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya.
Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang
sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepalanya relatif kecil dengan
mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Merantica 2015).

2.2.1.2 Morfologi ikan Lele


Secara morfologi dan anatomi ikan lele (C. batrachus) dapat dibagi menjadi 3
bagian yaitu, Bagian kepala (cepal), Lele memiliki kepala yang panjang, hampir
mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Kepala lele pipih ke bawah
(depressed). Bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat. Tulang
pelat ini membentuk ruangan rongga di atas insang. Di ruangan inilah terdapat
alat pernapasan tambahan lele berupa labirin (Mahyuddin dan Kholish, 2011).

Ikan lele (C. batrachus) memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik, mempunyai
pigmen hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari, dua buah
lubang penciuman yang terletak dibelakang bibir atas, sirip punggung dan dubur
memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor,
panjang maksimum mencapai 400 mm (Zaldi, 2010).
2.2.1.3 Morfologi Ikan Mas
Morfologi ikan mas dapat dipakai untuk membedakan antara ikan mas jantan dan
ikan mas betina. Pada induk ikan mas jantan dijumpai adanya sirip dada yang
relatif pendek, lunak, jari-jari luarnya tipis, lapisan sirip dalam dada licin. Tubuh
ikan mas betina terlihat lebih gemuk dibandingan dengan ikan mas jantan pada
umur yang sama. Induk ikan mas betina memiliki sirip dada relatif lebih panjang,
jari-jari luar tebal, lapisan dalam sirip dada kasar. Tubuh ikan mas jantan pada
bagian perutnya tidak lunak, perut tersebut jika dipijat akan mengeluarkan cairan
seperti air, sedangkan pada ikan betina tidak mengeluarkan cairan jika perut di
pijat (Hersanto, 2009)

Tubuh ikan mas terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Memiliki
mulut kecil yang membelah bagian depan kepala, sepasang mata, sepasang lubang
hidung terletak di bagian kepala, dan tutup insang terletak di bagian belakang
kepala. Seluruh bagian tubuh ikan mas ditutupi dengan sisik yang besar, dan
berjenis cycloid yaitu sisik halus yang berbentuk lingkaran. Ikan Mas memiliki
lima buah sirip, yaitu sirip punggung yang terletak di bagian punggung (dorsal
fin), sirip dada yang terletak di belakang tutup insang (pectoral fin), sirip perut
yang terletak pada perut (pelvic fin), sirip dubur yang terletak di belakang dubur
(anal fin) dan sirip ekor yang terletak di belakang tubuh dengan bentuk cagak
(caudal fin). (Santoso, 2011)

2.1.3 Habitat Ikan Uji


2.1.3.1 Habitat Ikan Nila
Ikan nila umumnya hidup diperairan tawar, seperti sungai, danau, waduk, rawa,
sawah dan saluran irigasi, tetapi toleransi yang luas terhadap salinitas sehingga
ikan nila dapat hidup dan berkembang biak pada perairan payau dengan salinitas
yang disukai antara 0-35 ‰. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air payau,
dengan proses adaptasi yang bertahap ikan nila yang masih kecil 2-5 cm, lebih
tahan terhadap perubahan lingkungan dari pada ikan yang sudah besar.
Pemindahan secara mendadak dapat menyebabkan ikan tersebut stress bahkan
mati (Kordi, 2010).
Nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya, sehingga
bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau hingga di dataran tinggi
yang berair tawar. Habibat hidup ikan ini cukup beragam, bisa di sungai, danau,
waduk, rawa, sawah, kolam atau tambak. Nila dapat tumbuh secara normal pada
kisaran suhu 14-380C dan dapat memijah secara alami pada suhu 22-370C. Untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakan, suhu optimum bagi ikan ni adalah 25-
300C. Pertumbuhan nila biasanya akan merasa terganggu jika suhu habitatnya
lebih rendah dari 140C atau pada suhu di atas 380C (Khairuman dan Amri 2013).

2.1.3.2 Habitat Ikan Lele


Habitat atau lingkungan hidup ikan lele (C. batrachus) banyak ditemukan di
perairan air tawar, di dataran rendah sampai sedikit payau. Penyebaran lele di
Indonesia berada di Pulai Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Ikan lele (C.
batrachus) secara alami berada di perairan umum, namum seiring dengan semakin
banyaknya petani yang membudidayakan ikan lele (C.batrachus) ini,
pemeliharaan ikan lele (C. batrachus) banyak dilakukan di kolam-kolam buatan
(Anonim, 2011).

Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai
dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air.
Lele secara alami bersifat nocturnal, artinya aktif pada malam hari atau lebih
menyukai tempat yang gelap, pada siang hari lele lebih memilih berdiam diri dan
berlindung di tempat-tempat gelap. Dalam usaha budidaya lele dapat beradaptasi
menjadi sifat diurnal. Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup lele yang
perlu diperhatikan adalah padat tebar, pemberian pakan, penyakit, dan kualitas air
(Khairuman, 2008).

2.1.3.3 Habitat Ikan Mas


Ikan mas biasa hidup di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dan deras
seperti di pinggiran sungai atau danau. Ikan mas dapat hidup baik di daerah
dengan ketinggian 15O-600 meter di atas permukaan air laut, pada suhu 25-30° C
DO >3, salinitas 0 dan pH air antara 7-8 (Khairuman, dkk., 2008). Menurut Vonti
(2008) Semakin tinggi suhu air, maka kandungan oksigen terlarut akan semakin
sedikit. Sebaliknya jika suhu air semakin rendah maka kandungan oksigen terlarut
akan semakin besar.

Ikan mas di daerah tropis dapat dipelihara sampai daerah 1000 meter di atas
permukaan laut, walaupun daerah yang baik berkisar pada ketinggian 150 sampai
dengan 600 meter di atas permukaan laut, suhu air yang optimal untuk ikan mas
berkisar antara 20 derajat C sampai dengan 25 derajat C, suhu optimum untuk
pertumbuhan ikan mas berkisar antara 20 derajat C sampai dengan 28 derajat C.
Pada umumnya ikan mas tergolong spesies yang tahan terhadap perubahan suhu
dan lingkungan, baik pada saat fase telur maupun setelah dewasa. Selain itu, ikan
mas dapat beradaptasi dengan perairan yang bersifat asam dan beralkalin serta
mudah mentolerir salinitas sampai 20 promil (Hariadi, 2009)

2.1.4 Cara Makan Ikan Uji


2.1.4.1 Cara Makan Ikan Nila
Ikan nila tergolong ikan herbivora cenderung karnivor yang dapat diketahui dari
hasil analisis makanan dalam lambung yang terdiri dari fitoplankton, zooplankton
dan serasah. Fitoplankton didominasi oleh kelompok Cholorophyceace,
Myxophyceace, dan Desmid. Sedangkan zooplankton didominasi oleh Rotifera,
Crustacea dan Protozoa. Berdasarkan analisis makanan, jenis makanan yang
ditemukan dalam lambung ikan nila dikelompokkan atas 7 (tujuh) kelas yaitu
Chlorophyceace, Myxophyceace, Desmid, Protozoa. Rotifera, Crustacea dan yang
tidak terindentifikasi berupa serasah dan pasir yang diduga ikut termakan. Pada
umumnya ikan akan menyesuaikan jenis makanan dengan ukuran bukaan
mulutnya. Ikan yang berukuran lebih besar akan memangsa makanan yang lebih
besar dan melakukan spesialisasi terhadap jenis makanannya (Effendie, 2014).

Cara makan nila memakan makanan alami berupa plankton, perifiton dan tumbuh-
tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang sutera dan klekap. Ikan nila
digolongkan ke dalam omnivora (pemakan segala). Untuk budidaya, ikan nila
tumbuh lebih cepat hanya dengan pakan yang mengandung protein sebanyak 20 -
25%. Penelitian lebih lanjut kebiasaan makan ikan nila berbeda sesuai tingkat
usianya. Benih ikan nila ternyata lebih suka mengkomsumsi zooplankton, seperti
rototaria, copepoda dan cladocera. Ikan nila tidak hanya mengkonsumsi jenis
makanan alami tetapi ikan nila juga memakan jenis makanan tambahan yang biasa
diberikan, seperti dedak halus, tepung bungkil kacang, ampas kelapa dan
sebagainya. Ikan nila aktif mencari makan pada siang hari. Pakan yang disukai
oleh ikan nila adalah pakan ikan yang banyak mengandung protein terutama dari
pakan buatan yang berupa pelet. (Khairuman dan Amri 2013).

2.1.4.2 Cara makan Ikan Lele


Pada stadia benih, ikan lele merupakan pemakan plankton. Khususnya plankton
hewani. Sebagai pakan untuk benih dapat digunakan campuran pakan alami dan
buatan dengan perbandingan 1 : 1 (Cholik et al, 2009).

Makanan diperlukan ikan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan kondisi tubuh.


Makanan ikan dapat berupa makanan alami yakni makanan yang tersedia di
kolam seperti tanaman air, plankton, dan benthin. Hasil riset para ahli perut 20
ekor ikan lele berukuran panjang 111-331 mm yang terdapat dirawa, makanan
utamanya adalah serangga dan udang, tapi yang paling utama adalah serangga.
Ikan lele bersifat noktural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam
hari. Sedangkan pada siang hari, ikan lele lebih banyak berdiam diri dan
berlindung di tempat-tempat gelap. Oleh sebab itu, pemberian pakan pada
pemeliharaan lele sebaiknya lebih banyak pada malam hari. Di alam ikan lele
memijah pada musim penghujan (Andrianto et al, 2016).

2.1.4.3 Cara makan Ikan Mas


Ikan mas tergolong jenis omnivora (Cholik et al., 2009), yaitu ikan yang dapat
memangsa berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun
binatang renik, misalnya invertebrata air, udang-udangan renik, larva, serangga
air, kerang-kerangan dan tanaman air

Cara makan ikan yang punya habitat di perairan dangkal hingga sedang, dan
berarus tenang ini cukup unik. Ia membuka mulutnya lebar-lebar dan kemudian
menyedot makanannya seperti alat penghisap. Jadi umpan berstruktur lembut dan
halus sangat cocok untuk ikan mas. Dalam kondisi nafsu makan yang tinggi,
apapun yang dianggapnya makanan akan dihisap kemudian dicicipi, dan yang
bukan makanan akan dibuang dengan cara disemburkan. Tentunya pola makan ini
merupakan petunjuk berharga bagi pemancing ikan mas, karena sangat membantu
dalam pendeteksian sambaran menggunakan pelampung. ( Laili, 2010)

2.2. Definisi Respirasi dan Osmoregulasi


Respirasi merupakan proses penguraian bahan makanan yang menghasilkan
energi. Respirasi dilakukan oleh semua makhluk hidup dengan semua penyusun
tubuh, baik sel tumbuhan maupun sel hewan, dan manusia. Respirasi ini dilakukan
baik siang maupun malam (syamsuri, 2012).

Osmoregulasi adalah pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi
kehidupan ikan sehingga proses-proses fisiologis berjalan normal. Ikan
mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu
ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses
fisiologis di dalam tubuhnya dapat berlangsung dengan normal. Pengaturan
tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan ini disebut osmoregulasi (Rahardjo,
2010).

Osmoregulasi adalah upaya mengontrol keseimbangan air dan ion – ion antara
tubuh dan lingkungannya atau suatu proses pengaturan tekanan osmose.hal ini
penting dilakukan, terutama oleh organisme perairan karena; (1) harus terjadi
keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan; (2) membran sel yang
permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat;
(3) perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan. Tanpa
osmoregulasi maka ikan akan mati, ini karena osmoregulasi dapat mengontrol
konsentrasi cairan dalam tubuh. Jika ikan tidak bisa mengatur proses osmosis
dalam tubuhnya maka ikan akan mati, karena osmoregulasi sangat berfungsi
dalam aspek kesehatan ikan (Fujaya, 2015).

Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan


keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda.
Secara sederhana hewan dapat diumpamakan sabagai suatu larutan yang terdapat
di dalam suatu kantung membran atau kantung permukaan tubuh (Wulangi, 2008).

Kebanyakan hewan menjaga agar kosentrasi cairan tubuhnya tetap lebih tinggi
dari mediumnya (regulasi hiporosmotis) atau lebih rendah dari mediumnya
(regulasi hipoosmotis). Untuk itu hewan harus berusaha mengurangi gangguan
dengan menurunkan (1) permeabilitas membran atau kulitnya (2) gardien
(landaian) kosentrasi antara cairan tubuh dan lingkungannya. Keadaan kondisi
internal yang mantap dapat dipelihara hanya bila organisme mampu mengimbangi
kebocoran dengan arus balik melawan gradient kosentrasi yang memerlukan
energi (Campbell, 2011).

2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Osmoregulasi dan Respirasi


Salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitas,
akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Biota yang hidup di air asin harus
mampu menyesuaikan dirinya terhadap tekanan osmotic dari lingkungannya.
Penyesuaian ini memerlukan benyak energi yang diperoleh dari makanan dan
digunakan untuk keperluan tersebut (Kordi dan Andi, 2015).

Karena tekanan osmosis air laut lebih tinggi daripada cairan tubuh ikan maka air
akan mengalir dari dalam tubuh ikan ke lingkungannya melalui difusi melewati
ginjal dan mungkin juga kulit, sebaliknya garam-garam akan masuk ke dalam
tubuh juga melalui proses difusi, karenanya ikan melakukan osmoregulasi untuk
mempertahankan keseimbangan konsentrasi garam antara tubuh dan lingkungan
dengan cara memperbanyak minum air laut (Fujaya, 2015).

Pada kondisi pH rendah akut, ikan menjadi hiperaktif, nervous dan produksi
mukus insang yang berlebihan dan pada akhirnya menyebabkan gangguan
pernapasan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses
biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah
(Effendi, 2014).
III. METODE KERJA

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum osmoregulasi dan respirasi ini dilaksanakan pada Kamis, 23 maret
2018. Pukul 17.00-20.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium
Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunanakan dalam praktikum ini yaitu akuarium, aerator,
toples kaca, ikan sampel, garam ikan, DO meter, pengaduk, dan timbangan
digital, air laut, air tawar, stopwatch, centong sayur, terminal, dan alat tulis.

3.3. Cara Kerja


Cara kerja yang di lakukan dalam praktikum Osmoregulasi dan Respirasi sebagai
berikut :
3.3.1 Adaptasi organisme akuatik terhadap perubahan salinitas
1. Disiapkan salinitas berbeda ( 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 ppt dan gradual)
2. Dimasukan 3 ekor ikan ( yang berat dan panjangnya sama )
3. Dikondisikan medianya dalam keadaan utuh
4. Dihitung laju frekuensi dan operkulum dan respon respirasi
5. Dihitung frekuensi gerak sirip dada sebagai indikator pengerak
6. Diamati ikan terhadap sentuhan lidi sebagai repon kulit saraf
7. Diamati ikan terhadap benda didepan matanya sebagai repon syaraf mata
8. Diamati tingkah laku ikan selama 60 menit kemudian di timbang kembali
9. Dihitung penurunan berat badan ikan
10. Dihitung ikan yang hidup (Survival Rate)

3.3.2 Adaptasi organisme akuatik terhadap perubahan konsentrasi oksigen


1. Disiapkan ikan (lele, mas dan nila) dab 4 buah toples
2. Ditimbang bobot awal ikan
3. Dimasukan kedalam toples yang telah dihitung DO dan ditambahkan air hingga
penuh
4. Ditutup plastik selama 60 menit dan diamati setiap 3 menit sekali
5. Dibuka plastik diukur kadar oksigen menggunakan DO meter
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil praktikum

4.1.1 Tabel Osmoregulasi

Salinitas 1

Menit Bukaan Sirip Respon Respon Respon


Ke Operkulum Dada Terhadap Syaraf Tingkah Laku
Cahaya
10 132 122 Menjauhi Sensitif -Tenang Di
Dasar
20 110 112 Menjauhi Sensitif -Mengeluarkan
Berkurang Feses
30 96 99 Menjauhi Sensitif -Mengeluarkan
feses
40 92 94 Menjauhi Sensitif -Berenang Ke
Atas
50 87 90 Menjauhi Sensitif -Bergerak Aktif
60 85 86 Menjauhi Sensitif -Bergerak Aktif
Wo = 102 g
Wt = 92 g

Salinitas 5

Menit Ke Bukaan Sirip Respon Respon Respon


Operkulum Dada terhadap Syaraf Tingkah
Cahaya Laku
10 95 82 Hanya Sensitif -Tenang
Diam
20 90 92 Hanya Sensitif -Aktif
Diam
30 86 115 Hanya Kurang -Tenang
Diam Sensitif
40 91 126 Hanya Kurang -Aktif
Diam Sensitif
50 96 130 Hanya Sensitif -Tenang
Diam
60 99 143 Kurang Sensitif -Aktif
Sensitif
Wo =196 g
Wt = 170 g

Salinitas 10

Menit Ke Bukaan Sirip Respon Respon Respon


Operkulum Dada Terhadap Syaraf Tingkah
Cahaya Laku
10 45 95 Menjauhi Kurang -Aktif
Sensitif
20 28 110 Menjauhi Sensitif -Tenang
30 33 98 Menjauhi Sensitif -Tenang
40 90 92 Menjauhi Sangat -Aktif
Sensitif
50 120 100 Menjauhi Sensitif -Aktif
-Bergerak
Di Atas
Permukaan
60 122 110 Menjauhi Sangat -Aktif
Sensitif -Bergerak
Bebas
Wo = 163
g
Wt = 144 g

Salinitas 15

Menit Bukaan Sirip Respon Respon Respon


ke Operkulum Dada Terhadap Syaraf Tingkah Laku
Cahaya
10 66 100 Mendekati Sensitif -Berenang aktif
-Mengeluarkan
feses
-Banyak
mengeluarkan
gelembung di
sekitar mulut
20 70 140 Menjauhi Sensitif -Kepakan sirip
dada semakin
cepat
30 79 132 Menjauhi Mulai -Berenang di
menurun permukaan
-Banyak
gelembung di
sekitar mulut
-Sisik mulai
terlepas
40 89 120 Menjauhi Mulai tidak -Berenang di
sensitive permukaan
50 90 112 Menjauhi Tidak -Sisik banyak
sensitif yang terelepas
60 109 92 Menjauhi Tidak -Sisik banyak
sensitif yang terelepas
Wo= 141 g
Wt= 124 g

Salinitas 20

Menit ke Bukaan Sirip Respon Respon Respon Tingkah


Operkulum Dada Terhadap Syaraf Laku
Cahaya
10 62 70 Menjauhi Sensitif -Berenang di
permukaan
-Mengeluarkan
feses
20 90 87 Menjauhi Mulai -Berenang di
menurun permukaan
30 96 89 Menjauhi Tidak -Berenang di
sensitif permukaan
-Bukaan
operkulum lebih
besar

40 116 93 Menjauhi Tidak - mengambil


sensitif udara di
permukaan
-Mengeluarkan
lender
50 120 120 Menjauhi Tidak - mengambil
sensitif udara di
permukaan
-Mengeluarkan
lender
60 123 110 Menjauhi Tidak - mengambil
sensitif udara di
permukaan
-Mengeluarkan
lender
W0 = 116 g
Wt = 104 g
Saliinitas 25

Menit ke Bukaan Sirip Respon Respon Respon Tingkah


Operkulum Dada Terhadap Syaraf laku
Cahaya
10 70 125 Menjauhi Sensitif -Diam di dasar
akuarium
20 81 152 Menjauhi Sensitif -Mengeluarkan
feses
30 95 170 Menjauhi Sensitif -Diam di dasar
-Stabil
40 80 177 Menjauhi Sensitif -Diam di dasar
menurun
50 98 130 Menjauhi Sensitif -Banyak
menurun mengeluarkan
feses
60 102 104 Menjauhi Sangat -Tidak bergerak
sensitif
W0 = 132 g
Wt = 90 g

Salinitas 30

Menit ke Bukaan Sirip Dada Respon Respon Respon


Operkulum Terhadap Syaraf Tingkah
Cahaya Laku
10 113 98 Menjauhi Sensitif -Kepakan
sirip dada
lebih cepat
20 105 115 Menjauhi Sensitif -Bergerak
aktif
30 81 113 Menjauhi Sensitif -Bergerrak
normal
40 95 118 Menjauhi Sensitif -Bergerak
aktif
50 107 109 Menjauhi Sensitif -Lebih
menurun banyak
diam
60 110 102 Menjauhi Sensitif -Berada di
menurun dasar
W0 = 207 g
Wt = 204 g

Salinitas 32

Menit Bukaan Sirip Respon Respon Tingkah Laku


Ke Operkulum Dada Terhadap Syaraf
Cahaya
10 94 108 Menjauhi Sensitif -Mengeluarkan
Feses
20 81 94 Menjauhi Sensitif -Bergerak
Aktif
30 82 90 Menjauhi Sensitif -Bergerak
Aktif
40 70 75 Menjauhi Sensitif -Diam Di
Dengan Kolom Air
Perlahan
50 72 70 Diam Sensitif -Diam Sedikit
Menurun Bergerak
60 89 94 Diam Sensitif -Mata
Menurun Memutih,
Berdiam Di
Dasar
Wo = 103 g
Wt = 87 g

Salinitas Gradual
Menit Ke Bukaan Sirip Respon Respon Respon
Operkulum Dada Terhadap Syaraf Tingkah Laku
cahaya
10 71 82 Menjauhi Sensitif -Kepekaan
(5 ppt) Sirip Dada
Pelan
-Bo Pelan
20 78 98 Menjauhi Sensitif -Mengeluarkan
(10 ppt) Feses
-Mulut
Menyembul
-Badan
Meregang &
Kaku
30 91 110 Menjauhi Sensitif -Mulai Saling
(15 ppt) menyerang
-Sisik Terlepas
-Sirip Menegak
Dan Tegang
40 80 118 Menjauhi Sensitif -Bergerak
(20 ppt) Menurun Agresif
-Sirip
Menegang
-Mulut
Menyembul
50 98 125 Menjauhi Sensitif -Bergerak Tak
(25 ppt) Menurun beraturan
-Mulut
Menyembul
-Sirip-sirip
Menyembul
60 87 90 Menjauhi Sensitif -Sisik Terlepas
(32 ppt) Menurun -Bergerak Tak
Beraturan
-Banyak Feses
-Mulut
Menyembul

4.1.2 Tabel Respirasi


Toples Ditutup (Clarias sp.)
Menit ke Bukaan Sirip Dada Tingkah Laku Keterangan
Operkulum
3 235 230 -Berenang aktif Do = 1,74
-Berenang ke Dot = 1, 25
atas
6 197 193 -Berenang aktif Wo= 205 g
-Berenang ke Wt= 210 g
atas
9 180 176 -Tidak aktif
-Sering ke
permukaan
12 170 165 Tidak aktif
-Sering ke
permukaan
15 150 135 -Tidak aktif
-Berusaha untuk
keluar
18 120 110 -Tidak aktif
-Berusaha untuk
keluar
21 110 102 -Tidak aktif
24 80 75 -Berusaha untuk
keluar
27 74 70 -Tidak aktif
30 63 57 -Tidak aktif
-Berusaha untuk
keluar
Toples Dibuka (Clarias sp.)
Menit ke Bukaan Sirip Dada Tingkah Laku Keterangan
Operkulum
3 69 62 -Berenang aktif Do = 1,18
-Berenang ke
atas Dot = 1,18
6 72 70 -Berenang aktif Wo = 130 g
-Berenang ke
atas Wt = 130 g
9 93 91 -Kadang-kadang
ke permukaan
12 76 77 -Lebih sering ke
permukaan
15 69 65 -Lebih sering ke
permukaan
18 51 52 -Posisi kepala ke
permukaan
21 68 63 -Posisi kepala ke
permukaan
24 60 51 -Lebih sering
mengambil
udara
27 59 54 -Ikan sering
terlihat gelisah
30 68 66 -Nafas ikan
mulali terlihat
berbat

Toples Ditutup (Cyprinus carpio)

Menit ke Bukaan Sirip Dada Tingkah Laku Keterangan


Operkulum
3 137 98 -Kepala ke Do = 1,72
permukaan Dot= 1,23
6 111 98 -Kepala ke Wo = 362 g
permukaan Wt = 333 g
9 78 79 -Kepala ke
permukaan
12 75 70 -Mulai melemah
15 69 29 -Mulai melemah
18 64 26 -Mulai melemah
21 67 38 -Banyak diam
-Hanya sesekali
bergerak
24 51 33 -Mulai pucat
-Gerakan
melemah
27 60 40 -Mulai kejang
-Tambah pucat
30 51 24 -Sudah tidak
bergerak namun
tidak mati

Toples Dibuka (Cyprinus carpio)


Menit ke Bukaan Sirip Dada Tingkah Laku Keterangan
Operkulum
3 114 107 -Agresif dan Do = 1,15
aktif Dot = 1,14
6 104 110 -Agresif dan Wo = 439 g
aktif Wt= 402 g
9 104 78 -Agresif dan
aktif
12 90 82 -Kepala di
dasar, sesekeli
ke permukaan
15 89 80 -Gerakan mulai
melemah
18 86 58 -Gerakan mulai
melemah
21 90 65 -Gerakan mulai
melemah
24 87 43 -Sesekali
bergerak agresif
27 81 51 -Warna
memucat
-Lebih tenang
30 75 75 -Warna
memucat
-Lebih tenang

4.2. Pembahasan
Bedasarkan hasil dari praktikum yang telah dilakukan, dengan menggunakan
perlakuan salinitas yang berbeda-beda pada tiap kelompok. Rata-rata hasil dari
pengamatan tingkah laku dan bukaan operculum yang didapat pada tiap kelompok
berbeda, serta bobot akhir ikan lebih ringan daripada bobot awal ikan. Tingkah
laku ikan seperti pergerakannya semakin lama semakin pasif, semakin banyak
mengeluarkan feses, nafasnya tersengal-sengal, sisik ikan banyak yang rontok
atau terlepas, dan ikan banyak berenang diatas untuk mengambil udara, hal ini
dikarenakan ikan tersebut habitatnya hidup di air tawar sehingga ikan menjadi
stres. Sedangkan pada perlakuan respirasi tingkah laku ikan hampir sama dengan
perlakuan salinitas, pergerakannya semakin lama menjadi pasif dan menunjukkan
perubahan warna kulit menjadi warna pudar.

Penurunan kapasitas osmoregulasi tersebut dikarenakan adanya cekaman


lingkungan berupa peningkatan salinitas sehingga untuk mempertahankan
kestabilan air dan ion di dalam tubuhnya ikan nila melakukan osmoregulasi
dengan cara membuang air dan menghemat garam pada saat lingkungan disekitar
ikan nila bersalinitas rendah (air tawar) dan secara total dapat berubah menjadi
membuang garam dan menghemat air pada saat lingkungan disekitar ikan nila
bersalinitas tinggi (air laut/air payau) (Pramono, 2006). Hal ini dilakukan ikan nila
untuk mempertahankan sistem keseimbangan antara cairan tubuh dan cairan
media dengan konsekuensi energi yang dikeluarkan oleh ikan nila untuk mencapai
keseimbangan tersebut juga sangat besar (Fujaya, 2014).

Perairan air tawar memiliki salinitas yang lebih rendah dibandingkan dengan air
laut. Ikan air tawar biasanya melakukan osmoregulasi dengan cara banyak minum
air serta banyak mengeluarkan feses. Sedangkan air laut memiliki salinitas yang
tinggi. Ikan air laut melakukan osmoregulasi dengan sedikit minum dan sedikit
mengeluarkan feses (Suyanto, 1998). Ikan nila tergolong ikan yang dapat bertahan
pada kisaran salinitas yang luas dari 0 – 35 ppt. Ikan nila merupakan ikan yang
biasa hidup di air tawar, sehingga untuk membudidayakan diperairan payau atau
tambak perlu dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu secara bertahap sekitar 1 – 2
minggu dengan perubahan salinitas tiap harinya sekitar 2 - 3 ppt agar ikan nila
dapat beradaptasi dan tidak stres (Andrianto, 2016).

Ikan air tawar yang dimasukkan kedalam air tawar 0 ppt diperoleh bahwa pada 15
menit pertama berenang aktif dan mengeluarkan feses, pada 15 menit kedua
berenang aktif diatas permukaan dan pada 15 menit ketiga berenang aktif diatas
permukaan dan membut tawar dan di air payau karena ikan nila habitatnya ada
yang disungai, danau, dan uhkan oksigen. Hal ini dikarenakan ikan nila mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang salinitas 0 ppt dan terhadap perubahan air, ia
dapat hidup di air danau (Campbell, 2011).
Cara kerja yang dilakukan kelompok 5 yaitu pelakuan salinitas 10 ppt dengan
menggunakan akuarium dan ikan nila. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan
mengisi air laut sebanyak 1 liter dan air tawar sebanyak 2 liter, kemudian
menimbang ikan untuk bobot awal. Setelah itu ikan dimasukan ke dalam
akuarium yang sudah diberi perlakuan tadi dan diamati setiap 10 menit selama 60
menit, yang diamati tingkah laku, bukaan operculum, sirip dada, respon terhadap
cahaya, dan respon syarat. Setelah 60 menit ikan ditimbang kembali sebagai bobot
akhir.

Bobot ikan pada saat setelah diberi perlakuan menjadi turun hal ini karena ikan
banyak mengeluarkan energi untuk dapat menyesuaikan hidup di tempat yang
bukan habitatnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karim (2012) bahwa adanya
osmoregulasi yang terjadi pada ikan dimana ikan menyeimbangkan tekanan
osmotik di dalam dan di luar tubuh ikan. Peningkatan osmolaritas berkaitan
dengan mekanisme osmoregulasi yang dilakukan ikan mas, ikan lele dan ikan
nila. Pada media dengan tingkat kerja osmotik di luar kisaran isoosmotik, ikan
mas, ikan lele, dan ikan nila melakukan kerja osmotik untuk keperluan
osmoregulasi. Hal tersebut menyebabkan pembelanjaan energi untuk
osmoregulasi tinggi sehingga mengurangi porsi energi untuk pertumbuhan.

Penyesuaian ikan terhadap pengaruh lingkungan itu merupakan suatu


homeostasis, dalam hal ini ikan akan mempertahankan keadaan yang stabil
melalui suatu proses aktif melawan perubahan yang dimaksud. Homeostasis
merupakan kecenderungan organisme hidup untuk mengontrol dan mengatur
fluktuasi lingkungan internalnya (Affandi dan Tang 2013). Osmoregulasi
memiliki hubungan dengan pertumbuhan dalam hal penggunaan energi dimana
hubungan tersebut bersifat berbanding terbalik. Meningkatnya penggunaan energi
untuk osmoregulasi akan menurunkan porsi energi untuk pertumbuhan. Hal ini
terkait kecenderungan bahwa osmoregulasi mutlak harus dipenuhi terlebih dahulu
sebelum digunakan untuk tumbuh. Maka dari itu pertumbuhan akan maksimal
pada kondisi salinitas yang optimal.
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Salinitas optimum untuk ikan nila, ikan lele, dan ikan mas yang merupakan
ikan air tawar sehingga salinitas yang sesuai berkisar antar 0 – 5 ppt.
2. Respon organisme akuatik terhadap konsentrasi oksigen setiap perlakuan
berbeda, hal ini karena setiap organisme memiliki kemampuan dan tingkat
osmotik yang berbeda.

5.2. Saran
Saran dalam praktikum kali ini ialah sebaiknya ketika praktikum sedang
dilaksanakan, sebaiknya asisten dosen selalu mendampingi praktikan agar tidak
terjadinya kesalahan dalam pengambilan data pengamatan serta praktikan harus
lebih bisa kondusif dalam pelaksanaan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Abel PD. 2009. Water Pollution Biology. Chichester: Ellis Horwood


Ltd.Brotonidjoyo, M.D. 2001. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

Affandi dan Tang. I 2013. Penyesuaian Ikan Terhadap Homogeninitas Perairan.


Balai Pustaka. Bogor

Andrianto, T. T. 2016. Pedoman Praktis Budidaya Ikan Nila. Absolut.


Yogyakarta.

Anonim. 2011. Produksi Benih Ikan Lele Dumbo Kelas Benih Sebar. Ringkasan
SNI 01-6484.4-2000.

Bactiar, Y.2011. Paduan Lengkap Budidaya Lele Dumbo. PT. Agromedia Pustaka
.Bogor

Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2011. Biologi. edisi 5.
jilid 3. Alih Bahasa: Wasman manalu. Erlangga. Jakarta.

Cholik, F., Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P., dan Jauzi, A. 2009. Akuakultur
Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. PT. Victoria Kreasi Mandiri.
Jakarta.

Effendi, H. 2014. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Jakarta.

Effendie, M. Ichsan. 2014. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama.


Yogyakarta.

Fujaya, Y. 2015. Bahan Pengajaran Fisiologi Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hariadi, B. A. Haryono, U. Susilo. 2009. Evalusai efisiensi pakan dan efisiensi


protein pada ikan mas (Cyprinus carpio L). yang diberi pakan dengan
kadar karbohidrat dan energi yang berbeda. Jurnal Ichtyos, 4(2): 88-92
hal : Jakarta
Hersanto 2009. Mengenal beberapa Jenis Koi (Kerper Jepang-Nishikigoi).
Penerbit Kanasius. Jakarta.hal 21-26.

Integrated Taxonomic Information System. 2013. Carassius auratus (Linnaeus,


1758) Taxonomic Serial No.: 163350. Diakses pada 10-06-2013 : London

Khairuman, 2008. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Agro Media Pustaka,
Jakarta.

Khairuman dan Amri, K., 2013. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia
Pustaka, Depok. 75 hlm.

Khairuman. S. Dodi dan G. Bambang. 2008. Budidaya Ikan Mas Secara Intensif.
Pt Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kordi, K. 2010. Budidaya Ikan Nila di Kolam Terpal. Yogyakarta : Lily


Publisher, 8-15.

Kordi KM Gufron H and Andi Baso Tancung. 2015. Pengelolaan kualitas air
dalam budidaya perairan. Rineka Cipta : Jakarta.

Laili, U. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza


roxb) Terhadap Prevalensi dan Kelulushidupan Ikan Mas (Cyprinus carpio)
yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi. Program Sarjana
Sains Universitas Islam Negri Malang.

Mahyuddin dan Kholish, 2011. Panduan Lengkap Agribisnis Lele.


Jakarta: Penebar Swadaya.

Merantica. 2015. Feed management in Intesive Aquaculture. Chapman and Hail,


New York. 1949.
Pratama, 2009. Morfologi Ikan Nila. Airlangga. Jakarta

Rahardjo. 2010. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Saanin, S. 2012. Taksonomi da Kuntji Identifikasi Ikan. Binacipta, Bandung.
Santoso, R. H. 2011. Uji Coba Penggunaan Pelet yang Mengandung
Imunoglobulin-Y (Ig-Y) Anti Koi herpesvirus Sebagai Pencegah Penyakit
pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). (Skripsi). Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan.
Institut Pertanian Bogor. 51 Hal.
Sumantadinata, K. 2011. Program Penelitian Genetika Ikan. INFIGRAD. Jakarta.

Suyanto, S.R., 2014. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. 105 halaman.

Syamsuri. 2012. Biologi Jilid 2B untuk SMA Kelas IX Semester 2. Erlangga.


Jakarta.
Wulangi. S kartolo. 2008.Prinsip-prinsip fisiologi Hewan. DepDikBud : Bandung.

Zaldi, 2010. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lele. Kanisius : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai