Anda di halaman 1dari 12

SISTIM REPRODUKSI UDANG WINDU

(Makala Fisiologi Hewan air)

Oleh
Alviansah Pratama Putra 1754111006
Amir Khadavi 1714111037
Rois Al Amin 1714111007

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, perikanan merupakan salah satu sumber devisa Negara yang sangat
potensial. Pengembangan budidaya air payau di Indonesia untuk waktu yang
akan datang sangat penting bagi pembangunan disektor perikanan serta merupakan
salah satu prioritas yang diharapkanmenjadi sumber pertumbuhan di sektor perikanan.

Udang windu (Penaeus monodon) merupakan komoditas Unggulan Indonesia


dalam upaya menghasilkan devisa negara dari eksportnonmigas. Berbagai upaya telah
dilakukan dalam meningkatkan produksiudang windu. Ialah satu diantaranya adalah
penerapan sistem budidayaudang windu secara intensif yang dimulai sejak pertengahan
tahun 1986

Komoditas ini dikenal bernilai ekonomis tinggi dibanding beberapakomoditas lainnya,


baik untuk konsumsi lokal maupun untuk pasar ekspor. Selain itu dipilihnya udang
sebagai andalan utama penggaet devisa tentu beralasan. Alasan pertama, Indonesia
memiliki luas lahan budidaya yang potensial untuk udang, yakni mencapai 866.550
hektar, Sementara sampai tahun 1999 luas tambak yang dibangun baru mencapai
344.759 ha. Artinya, tingkat pemanfaatannya baru 39,7% sementara itu, potensi
penangkapan udang dilaut diperkirakan 74.000 ton/tahun dan telah dimanfaatkan
sekitar 70.000 ton/tahun. Dengan demikian, tingkat pemanfaatan dari penangkapan di
laut sudah mencapai 95% sehinggaandalan utamanya adalah udang hasil budidaya di
tambak. Dengan target produksi sekitar 1 juta ton udang per tahun. Seiring dengan
semakin meningkatnya volume permintaan udang dipasaran internasional maka secara
langsung akan mempengaruhi permintaan benur oleh para petani tambak.
Alasan kedua, secara umum Indonesia memiliki peluang yang sangat baik untuk
memposisikan diri sebagai salah satu produsen dan eksportir utama produk
perikanan, terutama udang. Penyataan ini bertolak daribesarnya permintaan produk
udang, baik di pasar domestik maupun pasar ekspor. Berdasarkan kondisi tersebut di
atas, maka pengembangan teknologi pembenihan udang perlu terus ditingkatkan.
Menurunnya minat masyarakat akhir-akhir ini untuk mengembangkan komoditas
unggulan ini disebabkan karena ketersediaan benih udang (post larva) yang belum
memenuhi standar.

Untuk dapat mempelajari lebih lanjut cara pembudidayaan udang windu ini, terlebih
dahulu kita harus mengetahui anatomi, morfologi dan fisiologi udang windu. Maka dari
itu penulis membuat paper ini dengan judul Fisiologi Udang windu (Penaeus monodon)

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan Makala fisiologi hewan air ini adalah untuk dapat mengetahui
lebih jelas tentang fisiologi udang windu yaitu pertumbuhan, sistem pencernaan,
makanan dan kebiasaan makan, daur hidup dan reproduksi.

1.3 Rumusan masalah

Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis membatasi masalah


yang dibahas dalam paper ini adalah pertumbuhan,sistem pencernaan, makanan
dan kebiasaan makan, daur hidup dan reproduksi udang windu (Penaeus monodon).
II. ISI

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang windu

Menurut Agung (2007), dalam dunia internasional, udang windu (P.monodon)


dikenal dengan nama black tiger, tiger shrimp atau tiger prawn. Udang windu
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Family : Penaeidae
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus monodon Fabricus

Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu (P. monodon) terbagi menjadidua
bagian, yakni bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada (kepala3dada) disebut
cephalothorax dan bagian perut (abdomen) yang terdapat ekor dibagian belakangnya.
!emua bagian badan beserta anggota-anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen).
Kepala sampai dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8
ruas, sedangkan bagian perut terdiri atas segmen dan 1 telson (Suyanto dan Mujiman,
1994)

Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton yang
terbuat dari zat chitin. Bagian kepala ditutupi oleh rangkang kepala yang ujungnya
meruncing disebut rostrum .kerangka tersebut mengeras, kecuali pada sambungan-
sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini memudahkan
mereka untuk bergerak (Suyanto dan Mujiman, 1994). Udang betina lebih cepat
tumbuh daripada udang jantan, sehingga pada umur yangs ama tubuh udang betina
lebih besar dari pada udang jantan (Soetomo, 2000)

2.2 Penyebaran Habitat

Menurut Amri (2003), habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dari
persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Udang windu
(P.monodon) bersifat euryhaline yakni bisa hidup di laut yang berkadar garam
tinggi hingga perairan payau yang berkadar garam rendah. Udang windu
(P.monodon) juga bersifat benthik, yaitu hidup pada permukaan dasar laut yanglumer
(soft ) terdiri dari campuran lumpur dan pasir terutama perairan berbentukteluk dengan
aliran sungai yang besar dan pada stadium post larva ditemukan disepanjang pantai
dimana pasang terendah dan tertinggi berfluktuasi sekitar 1 mdengan aliran sungai
kecil, dasarnya berpasir atau pasir lumpur.

Pada siang hari, udang hanya membenamkan diri pada lumpur maupun menempelkan
diri pada sesuatu benda yang terbenam dalam air (Soetomo, 2000). Apabila keadaan
lingkungan tambak cukup baik, udang jarang sekali menampakkan diri pada siang
hari. Apabila udang tampak aktif bergerak di waktu siang hari, hal tersebut merupakan
tanda-tanda bahwa ada hal yang tidak wajar terjadi pada organisme budidaya. Ketidak
sesuaian ini disebabkan oleh jumlah makanan yang kurang, kadar garam meningkat,
suhu meningkat, kadar oksigen menurun atau karena timbulnya senyawa-senyawa
beracun (Suyanto dan Mujiman, 1994).

2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan

Udang windu (P. monodon) bersifat omnivor, pemakan detritus dan sisa-sisa
organik baik hewani maupun nabati. Udang ini mempunyai sifat dapat menyesuaikan
diri dengan makanan yang tersedia di lingkungannya, tidak besifat terlalu memilih-
milih (Dall dalam Toro dan Soegiarto, 1979). Sedang pada tingkat Mysis makanannya
berupa campuran diatome, zooplankton seperti balanus,veligere, copepod dan
trehophora (Vilaleg dalam Poernomo, 1976).

Udang windu (P.monodon) merupakan organisme yang aktif mencari makan pada
malam hari (nocturnal ). Jenis makanannya sangat bervariasi tergantung pada tingkatan
umur. Pada stadia benih, makanan utamanya adalah plankton (fitoplankton dan
zooplankton). Udang windu (P. monodon) dewasa menyukai daging binatang lunak
atau moluska (kerang, tiram, siput), cacing, annelida yaitu cacing Polychaeta dan
Crustacea. Dalam usaha budidaya, udang windu (P.monodon) mendapatkan makanan
alami yang tumbuh di tambak, yaitu klekap,lumut, planktondan benthos. Udang windu
(P. monodon) akan bersifat kanibal bilakekurangan makanan (Soetomo, 2000)

2.4 Siklus Hidup


Udang memijah didaerah lepas pantai yang dangkal. Proses pemijah udang
meliputi pemindahan spermatophore dari udang jantan keudang betina.Peneluran
bertempat pada daerah lepas pantai yang lebih dalam. Telur-telur dikeluarkan dan
difertilisasi secara eksternal di dalam air. Seekor udang betina mampu menghasilkan
setengah sampai satu juta telur setiap bertelur. Dalam waktu 13-14 jam,
telur kecil tersebut berkembang menjadi larva berukuran mikroskopik yang disebut
naupli atau nauplius (Perry ,2008). Tahap naupli tersebut memakan kuning telur yang
tersimpan dalam tubuhnya lalu mengalami metamorphosis menjadi zoea. Tahap kedua
ini memakan alga dan setelah beberapa hari bermetamorfosis lagi menjadi mysis.
Mysis mulai terlihat seperti udang kecil dan memakan alga dan zooplankton. Setelah 3
sampai 4 hari, Mysis mengalami metamorphosis menjadi post larva. Tahap post larva
dalah tahap saat udang sudah mulai memiliki karakteristik udang dewasa. Keseluruhan
proses dari tahap naupi sampai post larva membutuhkan waktu sekitar 12 hari.
Dihabitatalaminya, postlarva akan bermigrasi menuju estuarine yang kaya nutrisi dan
bersalinitas rendah. Mereka tumbuh disana dan akan kembali kelaut terbuka saat
dewasa. Udang dewasa adalah hewan bentik yang hidup di dasar laut (Anonim, 2008
dalam Erwinda, 2008).

Menurut Sutrisno et al, (2010), udang yang sudah dewasa akan memijah dilaut lepas,
sedangkan udang muda (juvenile) bermigrasi dari laut lepas kedaerah pantai. Di alam,
udang dewasa kawin dan memijah pada kolom perairan lepas pantai (kedalaman
kurang lebih 70 m) bagian selatan, tengah dan utara Amerika dengan suhu 26-
28 dan salinitas ppt. Setelah telur-telur menetas, larva hidup di laut lepas mejadi
bagian dari zooplankton. Saat stadium post larva mereka bergerak ke daerah dekat
pantai dan perlahan-lahan turun kedasar di daerah estuari dangkal. Perairan dangkal
ini memiliki kandungan nutrient, salinitas dan suhu yang sangat bervariatif
dibandingkan dengan laut lepas.

2.5 Biologi Reproduksi

Jenis kelamin jantan dan betina dari udang windu(P. monodon) dapat dilihatdari bentuk
alat kelamin luarnya dan kaki jalan (periopod). ALat kelamin jantan
disebut petasmayang terdapat pada kaki renang pertama, sedangkan lubang saluran
kelaminnya disebut dengan gonophore terletak diantara pangkal kaki jalan
ketiga. Sedangkan alat kelamin betina disebut thelycum yang terletak diantara kaki
jalan keempat dan kelima. (Suyanto, 1999 dalam Pratiwi, 2008).

Sperma udang terbungkus di dalam butiran kecil yang disebut spermatophora.


Di dalam spermatophora tersimpan beribu-ribu sperma yang hanya memiliki panjang
5 mikron.Spermatphora dikeluarkan oleh jantan berupa lendir yang kental, dan
kemudian akan disalurkan melalui petasma (alat kelamin jantan)kedalam rongga
thelycum (alat kelamin betina). Selanjutnya, tzelycum tertutup rapat dan setelah terjadi
pemijahan, spermatophora dapat bertahan beberapa minggu sampai beberapa bulan
setelah berlangsung perkawinan atau pemijahan, spermatophora akan dikeluarkan
sedikit demi sedikit oleh betina dari dalam thleycum dengan menggerakkan anggota
badan yang khas sehinggasperma dapat membuahi telur3telur yang dikeluarkan oleh
betina (Suyanto dan Sakarina, 1999)

2.6 Perkembangan Larva

Telur udang yang telah dibuahi menetas dan mengalami tiga


perkembangan larva yaitu naupli, zoea dan mysis . Masing-masing stadia dalam
perkembangannya mengalami matamorfosis. Dalam perkembangan dari stadiake
stadia lainnya diikuti dengan perubahan pola makannya. Naupli yang barumenetas
tidak memerlukan pakan dan sudah terpenuhi oleh nutrisi kuning telur. Setelah lima
kali berubah, cadangan kuning telunya habis dan naupli mengalami metamorfosis
menjadi zoea dan mulai memakan mikroalga (Sweeney and Wyban, 2001 dalam
Aristyani, 2006).

Menurut Mahendra (2007) dalam Lestari (2009), perkembangan larv


audang penaeidae terdiri dari beberapa stadia yaitu 9 :
1.Stadia Nauplius
Nauplius bersifat planktonik dan phototaksis positif . Udang yang masih dalam stadia
ini belum memerlukan makanan dikarenakan masih memiliki kuning
telur. Perkembangan stadia nauplius terdiri dari enam stadium. Nauplius
memeliki tiga pasang organ tubuh yaitu antena pertama, antena kedua dan mandible
2.Stadia Noea
Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira 40 jam
setelah penetasan. Pada saat stadia ini larva akan cepat bertambah besar. Tambahan
suplai makanan yang diberikan memiliki peran yang sangat penting. Pada Fase ini
mereka aktif memakan phytoplankton. Setelah akhir zoea juga memakan
zooplankton. Noea sangat sensitif terhadap cahaya yang sangat kuat dan ada juga
yang lemah diantara tingkat stadia zoea tersebut.

3.Stadia Mysis
Larva akan mencapai stadia Mysis pada hari kelima setelah penetasan.larva pada stadia
ini kelihatan lebih dewasa dari dua stadia sebelumya yaitu stadia nauplius dan
zoea. Stadia mysis lebih kuat dari stadia zoea dan dapat bertahan dalam penanganan
yang tidak terlalu ketat daripada dua stadiasebelumnya, tetapi juga perlu dikontrol
kondisi fisiknya apakah ada penyakt yangmenyerang atau tidak. Pada stadia Mysis
ini larva akan dapat memakan phytoplankton dan zooplankton akan tetapi lebih
menyukai zooplankton menjelang stadia Mysis akhir karena sudah dapat bergerak
aktif untuk mencari makananya

4.Stadia Post larva

Setelah melewati stadium nauplius, zoea dan mysis pada hari ketujuh larvaudang
windu (P.monodon) sudah berubah menjadi stadium post larva pertama(PL1).
Stadium ini mudah diketahui dan dibedakan dengan stadium mysis ketiga(M3) karena
bentuk tubuh yang lebih lurus dan Cara berenang yang sudah menelungkup atau
tidak berenang dengan kaki terbalik.

2.7 Reproduksi Udang Windu


Sejak dikembangkan intensifikasi tambak udang, kebutuhan benur untuk
tambak tidak lagi dapat tercukupi dari hasil pengkapan dialam. Jika diperhitungkan,
rata-rata untuk memproduksi udang konsumsi dengan banyak 1 ton di tambak
memerlukan benur sebanyak lebih dari 50.000 ekor. Pada pengembangan tambak
intensif di Indonesia dapat ditargetkan produksi udang yang
dipanen dapat berkisar 7-8 ton/ha/musim. Artinya diperlukan benur sebanyak
lebih dari 350.000-400.000 ekor/ha/musim. Potensi benur alam diseluruh Indonesia
diperhitungkan hanya mencapai 0,8 milyar pertahun. Untuk memenuhi kebutuhan,
kekurangan benur harus dapat diproduksi dari panti-panti pembenihan (hatchery )
yang ada sekarang (Suyanto dan Takarina, 2009).

Jumlah benur yang dibutuhkan sebanyak 40.465 juta ekor. Kebutuhan benur tersebut
tidak mungkin dapat dipenuhi dengan jalan pengambilan benur secara alami dari laut.
Benur windu (P. monodon ) alam yang dapat tertangkap rata-rata mencapai 600 juta
ekor per tahun. Benur yang tertangkap biasanya bercampur dengan benih jenis udang
putih, windu dan kerosok. Pada umumnya campuran benur alam kebanyakan
terdiri dari udang putih 90-95%, benur windu(P.monodon) hanya sebesar 4-5%
sedangkan sisanya terdiri dari jenis udang lain, hal ini yang menyebabkan
produksi udang windu tidak optimal (Suyanto dan Mujiman, 2005 dalam Purnomo,
2008)
III. KESIMPULAN

Udang windu merupakan salah satu komoditas perikanan yang sangat


penting dalam perekonomian global. Menurut data dari Monterey Bay Aquarium (20
13), seluruh proses budidaya, peternakan, dan jugapenangkapan udang windu secara t
radisional maupun modern telah mencakup total 47 % dari keseluruhan
produksi udang serta lobster didunia. Sebuah angka yang menunjukkan bahwa
permintaan
masyarakatakan tiger shrimp ini sangat tinggi. Masyarakat di seluruh dunia
memanfaatkan udang windu sebagai sumber makanan. Udang windu sangat
digemari karena beberapa hal. Diantaranya adalah kandungan gizinya yang tinggi,
kadar lemaknya yang rendah, dan yang pasti rasanya lebih gurih dan enak..
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K., 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. AgromediaPustaka. Jakarta.
Anonim. 2009. Siklus Hidup Penaeid. Diakses melalui http://galeriukm.web.id/.
Tanggal 10 Januari 2009
Martosudarmo, B. dan B. S. Fanoemihardjo. 1980. PedomanPembenihan Udang
Penaeid. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Jepara.
Musida. 2008. Teknik Budidaya udang windu. Diakses melalui http://www.agrina-
online.Com/showGarticle.phpHrid Tanggal 10 Januari 2009
Mutidjo, B. A. 2003. Benih Udang Windu Skala Kecil. Kanisius.Yogyakarta.
Soetomo, M.J.A., 2000. Teknik Budidaya Udang Windu (Penaeusmonodon).
Kansiua. Yogyakarta.
Suyanto, S.R dan A. Mujiman., 1994. Budidaya Udang Windu.Penebar Swadaya.
Jakarta.
Toro, V dan Soegiarto.1979. Biologi Udang Windu. Proyek Penelitian Sumberdaya
Ekonomi. Lembaga Oceanoligi LIPI. Jakarta, hal. 144

Anda mungkin juga menyukai