Anda di halaman 1dari 14

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perairan belawan adalah tempat bermuaranya air yang berasal dari sejumlah
sungai yang mengalir dikawasan kota medan dan sekitarnya. Kawasan perairan
belawan berada dekat dengan kawasan industri, pelabuhan dan permukiman
penduduk. Oleh karena itu ada kemungkinan perairan laut Belawan dan sekitarnya
sudah mulai tercemar, yang disebabkan oleh kegiatan manusia yang ada sekitaran
perairan tersebut, contohnya berasal dari berbagai sumber yaitu, limbah industri,
limbah cair pemukiman, limbah cair perkotaan , pelayaran , pertanian, dan perikanan.
bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa:
sedimen, unsur hara, logam beracun, pestisida, organisme pathogen dan sampah.
Perairan belawan juga merupakan salah satu yang memiliki peranan ekologis
bagi ekosistem lainnya. Kondisi lingkungan yang sangat mempengaruhi organisme
yang hidup didalamnya. Pemanfaatan wilayah muara sungai sebagai daerah
penangkapan para nelayan, aktivitas penduduk, aktivitas tranportasi dan buangan
limbah industri menyebabkan penurunan kualitas perairan. Kondisi tersebut pada
akhirnya akan menghasilkan logam berat, diantaranya logam berat Pb (Timbal).
Jenis krustacea yang hidup didalam air terdiri dari banyak spesies,antara lain
adalah udang. Jenis oraganisme ini pergerakannya relatif tidak secepatnya jenis ikan
untuk menhindari dai pengaruh polusi logam dalam air. (Darmono,2001).
Sudarwin (2008) menyatakan bahwa logam berat adalah salah satu bahan
pencemar yang berbahaya, karena bersifat toksik jika dalam jumlah besar dan dapat
mempengaruhi berbagai aspek dalam perairan baik aspek ekologis maupun aspek
biologi.
Kandungan logam berat yang meningkat dalam perairan (air dan sedimen) akan
mempengaruhi kehidupan organisme di perairan tersebut. Logam berat dapat masuk
kedalam sistem rantai makanan dan melalui proses biomagnifikasi akan terakumulasi
(Darmono, 1995).

1
2

Penigkatan kadar logam berat pada air laut akan mengakibatkan logam berat
semula dibutuhkan untuk proses metaboloisme berubah menjadi racun bagi
organisme laut. Hal ini berkaitan dengan sifat logam berat yaitu dalam lingkungan
perairan dan keberadaanya secara alami sulit terurai. (Ika dan Irwan,2012).
Permasalahan yang terjadi di perairan Belawan biasanya diakibatkan oleh
bahan pencemar berupa logam berat, sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan
gangguan fisiologis dan histologi pada biota perairan. Ika et al., (2012) menyatakan
bahwa pencemaran logam berat akan terakumulasi ke dalam tubuh biota perairan
sehingga menyebabkan kerusakan organ pada biota tersebut. Selain itu aktivitas
pelabuhan juga merupakan salah satu sumber pencemar logam berat pada perairan
Amin et al., (2011).
Salah satu cara mengamati permasalahan seperti diatas yaitu dengan analisis
histologi. Analisis histologi biasa digunakan untuk mengetahui gambaran organ biota
yang sehat maupun yang terserang penyakit. Gambaran kesehatan udang dapat dilihat
pada perubahan struktur organ tubuh yang menjadi target utama yaitu daging.
Berdasarkan permasalahan di atas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui
gambaran histologi daging udang windu yang terindikasi terpapar logam berat (Pb) di
perairan Kecamatan Medan Belawan.
3

1.2. Rumusan Masalah


Aktivitas industri dan rumah tangga merupakan sumber pencemar perairan
dalam kategori besar. Badan air juga merupakan muara akhir pembuangan limbah
tersebut. Akibatnya akan merusak struktur jaringan terutama biota perairan yang
terkena dampaknya. Salah satu biotanya yaitu udang windu yang umumnya terpapar
limbah pencemar di kawasan perindustrian. Adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh logam berat timbal (Pb) terhadap daging udang windu secara
Histologi?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Histologi daging udang
windu yang terindikasi terpapar logam berat timbal (Pb) di perairan Kecamatan
Medan Belawan.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini sebagai media informasi tentang gambaran histologi udang
windu yang terindikasi terpapar logam berat timbal (Pb) serta pengetahuan umum
kepada pembudidaya udang yang dekat dengan pembuangan limbah industri dan
rumah tangga.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Udang Windu (Penaeus monodon)


Menurut Purnamasari (2009) Klasifikasi udang windu (paneus monodon)
sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustaceae
Kelas Ordo : Malacostraca
Subordo : Dendrobranchiata
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Species : Penaeus monodon

Gambar 1. Udang Windu


Sumber. Ghufran. (2008)

Secara morfologis tubuh udang windu terdiri dari dua bagian, bagian
kepala dan bagian dada (cephalothorax) serta bagian perut (abdomen). Dibagian
kepala sampai dada terdapat anggota-anggota tubuh lainnya yang berpasang-
pasangan. Berturut-turut dari muka ke belakang adalah sungut kecil (antennula),
sirip kepala (scophocerit), sungut besar (antenna), rahang (mandibula), alat-alat
pembantu rahang (maxilla), dan kaki jalan (pereiopoda). Dibagian perut terdapat
lima pasang kaki renang (pleopoda). Ujung ruas ke-6 arah belakang membentuk
ujung ekor (telson). Dibawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus).
Udang jantan biasanya lebih besar, tubuh langsing, ruang bawah perut sempit,
sedangkan udang betina gemuk karena ruang perutnya membesar. Armanda
(2009).
Morpologi udang windu (paneus monodon) dapat dilihat pada gambar berikut:

4
5

Gambar 2. Morfologi Udang Windu


Sumber. Maysarah, (2020)
2.2. Habitat Udang Windu

Menurut Pangaribuan (2011), Udang Windu besipat euryhaline yaitu


mampu hidup dilaut dengan salinitas tinggi perairan payau dengan salinitas
rendah. Udang windu juga bersipat bentik.hidup pada permukaan dasar laut yang
terdiri dari campuran lumpur dan pasir. Udang windu mampu membenamkan diri
pada lumpur dan menempelkan diri pada suatu benda yang terdapat dalam air
pada siang hari.keadaan lingkungan yang tidak sesuai mengakibatkan udang
windu bergerak pada siang hari.

Udang windu tersebar di sebagian besar daerah Indo-Pasifik Barat, Afrika


Selatan, Tanzania, Kenya, Somalia, Madagaskar, Saudi Arabia, Oman, Pakistan,
India, Bangladesh, Srilangka, Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura,
Philipina, Hongkong, Taiwan, Korea, Jepang, Australia, dan Papua Nugini
Khairul Amri, (2003).
6

2.3. Siklus Hidup Udang Windu

Seperti pada udang dewasa, pertumbuhan larva udang sangat dipengaruhu


oleh tempratur. Larva berkembang menjadi post larva pada temperature 27-29oC,
suatu proses sekitar 10 hari pada kondisi optimal. Pada tempratur yang tinggi
perkembangan stadia larva akan berlangsung cepat dan post larva dapat dicapai
dalam waktu 7 hari sejak telur menetas. Ketika lneuplius baru saja menetas,larva
mempunayi kandungan kuning telur (yolk sac) sebagai sumber makanan dan
untuk memenuhi nutrisinya. Setelah mengalami pergantian kulit (molting),
cadangan kuning telur terlepas habis dan nauplius berubah bentuk menjadi zoea
dan mulai membutuhkan makanan organisme kecil seperti fitoplankton. Setelah 3
kali molting,zoea berubah bentuk menjadi Mysis. Frekuensi molting pada stadia
larva dapat terjadi pada antara 30-40 jam pada kondisi suhu 28oC.

Siklus hidup udang windu (Penaeus monodon) Menurut Wyban &


Sweeney (1991) adalah udang betina Bertelur, Naupli, Protozoea, Mysis,
Postlarva, Juvenil, udang dewasa.

Gambar 3. Siklus hidup udang windu


Sumber. Risaldi, (2011)

2.4. Pakan dan Kebiasaan Makan udang windu

Udang bersifat pemakan segala (omnivora), detritus dan sisa-sisa organik


lainnya baik hewani maupun nabati. Udang ini mempunyai sipat yang dapat
7

menyesuaika diri dengan makanan yang tersedia dilingkungannya,tidak bersifat


terlalu memilih-milih. Toro dan Soegiarto, (1979).

Udang windu merupakan organisme yang aktif mencari makan pada


malam hari (nocturnal). Jenis makanan sangat berpariasi tergantung pada tingkat
umur. Pada stadia benih, makanan utama adalah plankton (fitoplankton dan
zooplankton). Udang windu dewasa menyukai daging binatang lunak atau
moluska (kerang,tiram,siput), cacing,annelida yaitu cacing polychaeta, dan
crustacean. Udang windu akan bersifat kanibal bila kekurangan makanan
Soetomo, (2000).

2.5. Bahan Pencemar


Bahan pencemar merupakan suatu zat yang sengaja atau tidak sengaja
dimasukkan ke badan perairan sehingga menyebabkan menurunnya kualitas suatu
perairan. Bahan pencemar umumnya bersumber dari limbah rumah tangga dan
limbah industri yang sengaja dibuang ke badan air dalam jumlah yang melebihi
ambang batas. Ika et al., (2012) menyatakan penurunan kualitas air diakibatkan
oleh adanya zat pencemar, baik berupa komponen-komponen organik maupun
anorganik.
Dampak bahan pencemar sendiri dapat mempengaruhi metabolisme biota
yang ada di sekitar lokasi buangan limbah. Jalur masuknya adalah melalui kulit,
pernafasan, dan pencernaan akibatnya akan menganggu fisiologis biota air.

2.6. Kualitas air


Kualitas air cenderung semakin jelek sebanding dengan lamanya waktu
budidaya karena terjadi kenaikan input pakan dan pertambahan berat udang.
Kenaikan input pakan dan pertambahan berat udang tersebut selanjutnya akan
meningkatkan konsentrasi bahan organik dan fases di dalam media
pemeliharaan.hal ini akan meningkatkan pelepasan senyawa – senyawa yang
bersifat toksik dan membahayakan udang yang dipelihara, seperti amonia dan
nitrit Djunaedi et al., (2018).

Secara umum suhu optimal bagi udang windu adalah 25-32oC. Suhu dia atas
30oC masih dianggap baik bagi budidaya udang windu. Suhu yang terbaik bagi
8

pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang windu adalah berkisar antara 28-
32oC. Djunaedi et al., (2016). Menurut Widanarni et al., (2010),Kandungan
oksigen (DO) terlarut yang optimum bagi udang windu berkisar antara 4,5-7 ppm.
Sedangkan Ph yang baik utuk kehidupan dan pertumbuhan udang windu antara 7-
8,5 Djunaedi, (2008). Salinitas yang baik untuk budidaya tambak udang adalah
12-20 ppt, sedangkan udang akan mengalami kematian pada salinitas lebih besar
dari 30 ppt. Metabolisme pigmen udang tidak sempurna dan mudah terserang
penyakit apabila salinitas air tambak kurang dari 12 ppt Hamid, (2002). Menurut
Poernomo (1992), kadar nitrit yang baik untuk budidaya tambak adalah 0,25 mg/l.

2.7. Histologi
Histologi berasal dari bahasa Yunani yaitu histos yang berarti jaringan dan
logos yang berarti ilmu. histologi yaitu ilmu yang mempelajari anatomi secara
mikrokopis struktur jaringan atau organ dan merupakan langkah awal diagnosa
suatu penyakit pada ikan. Beda halnya dengan Histopatologi adalah ilmu yang
mempelajari pengamatan sel, jaringan atau organ makhluk hidup (hewan) di
bawah mikroskop untuk mendiagnosa suatu penyakit (Bavelender, 1998).
Menurut Khaisar (2006), histologi merupakan cabang ilmu biologi anatomi
yang mempelajari tentang susunan struktur sel-sel yang fungsi fisiologi yang sama
tersusun menjadi satu jaringan yang kompleks. Jaringan adalah kumpulan sel
yang tersimpan dalam suatu matriks yang mempunyai suatu kesatuan organisasi
yang mampu mempertahankan keutuhan dan penyesuaian terhadap lingkungan di
luar batas dirinya.
9

2.8. Penelitian terdahulu


Berdasarkan hasil penelitian Hasan, (2002). Kandungan logam berat yang
terdapat dalam tubuh kerang darah yang berasal dari perairan Belawan dan
Tanjung balai sudah melibihi ambang batas yang di perkenankan Departemen
Kesehatan,menurut BPOM batas maksimum kadar logam berat pada crustacean
(udang termasuk krustacea) adalah 0,20. Kadar logam berat yang terdapat pada
perairan belawan yakni sudah melibihi 0,002 ppm. Kadar rata-rata logam berat
dalam tubuh kerang di perairan Belawan mencapai 0,042 ppm dan tanjung balai
mencapai 0.033 ppm.
Tingginya kadar logam berat timbal (Pb) di kedua lokasi penelitian diduga
disebabkan oleh limbah industri dan limbah lainnya yang mengandung logam
berat yang masuk keperairan melalui aliran sungai. Daerah Belawan merupakan
pusat industri,perdagangan dan pelabuhan Kota Medan.
10
3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2022 bertempat di
Laboratorium Balai Veteriner Medan.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: objek
glass, mikroskop majemuk, pinset, botol sampel, nampan, microm (embedding),
microm (pendingin), microtom, scalpel, gunting. pisau bedah, camera, tissue
prosessing, water bath. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah: formalin 10%, entellan, xylol, hematoxylin, alcohol absolute, eosin,
aquadest,cairan paraffin, tisu, dan udang windu size 30-35

3.3. Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni pengamatan
secara langsung dengan mengamati secara histologi pada laboratorium. Hasil
penelitian ini selanjutnya dijelaskan secara deskriptif gambaran histologi daging
udang windu untuk melihat pengaruh paparan bahan pencemar terhadap struktur
jaringan daging udang windu. Sampel udang yang digunakan sebanyak 4 titik
stasiun pengambilan sampel, yakni sebanyak 5% dari tangkapan nelayan.

3.4. Prosedur Penelitian


3.4.1. Penentuan Titik Pengambilan Sampel
Penentuan titik sampel penelitian ini diambil berdasarkan sentral kegiatan
para nelayan dan adanya aktivitas masyarakat yang berada di lokasi Kecamatan
Medan Belawan yaitu:
Stasiun I, bertempat di hulu sungai yang lokasinya dekat dengan pelabuhan
dan pabrik.
Stasiun II, yang berlokasi dekat dengan pemukiman masyarakat dan lokasi
ini dijadikan tempat untuk mencuci dan buang sampah karena padatnya
penduduk.

10
11

Stasiun III, bertempat dibagian tengah yang dekat dengan hutan mangrove.
Stasiun IV, bertempat dibagian hilir yang jauh dari pemukiman masyarakat.
Jumlah titik stasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada gambar berikut.

STASIUN 4

STASIUN 2

STASIUN 1

STASIUN 3

Gambar 2. Lokasi Titik Stasuiun Pengambilan Sampel.


Sumber. Google Maps.

3.4.2. Pengambilan Sampel Udang


Pengambilan sampel udang diambil sebanyak 5% dari tangkapan nelayan
disetiap titik stasiunnya. Jumlah sampel tersebut dianggap sudah mewakili dari
setiap perairan di sekitar perindustrian, tepatnya di kawasan Perairan Kecamatan
Medan Belawan diduga merupakan perairan (sungai) yang tercemar oleh limbah
industri. Penelitian ini menggunakan 4 titik sampel pengambilan udang windu
menggunakan jala.udang yang digunakan untuk penelitian ini adalah udang yang
sudah dewasa size 30-35

3.4.3. Pembuatan Preparat Histologi Daging Udang Windu


Preparat histologi udang windu yang digunakan yaitu pada daging.
Pada penelitian ini sampel udang diambil dari beberapa titik stasiun di
kawasan Belawan. Pembuatan preparat histologi daging udang windu adalah
sebagai berikut :
1. Udang dibedah kemudian bagian dagingnya diambil lalu difiksasi
menggunakan formalin 10% selama 48 jam. Selanjutnya dicuci
12

menggunakan air bertujuan menghilangkan larutan fiksasi dari jaringan


secara perlahan. Selanjutnya dilakuka pemotongan pada daging dan
dimasukkan kedalam tissue cassette
2. Organ yang dimasukkan kedalam tissue cassette kemudia disusun kedalam
keranjang dan dimasukkan kedalam tissue processor selama 24 jam.tissue
processor merupakan alat yang digunakan untuk melakukan proses tissue
processing yang didalamnya terdapat tahap dehidrasi,clearing serta
infiltrasi
3. Setelah semua tissue processing selesa, maka lanjut ketaham selanjutnya
yaitu pemblokingan (embedding). Pemblokingan dilakukan dengan cara
memasukkan cairan paraffin kedalam cetakan diiringi dengan sampel uji.
Setelah dicetak maka blok yang sudah jadi diletakkan ke mesin pendingin
(microm)
4. Pemberian lebel pada preparat dilakukan stelah proses pemblokingan
5. Sectioning (pemotongan) dilakukan setelah blok mengeras. Pemotongan
blok dilakukan menggunakan microtom denga ketebalan 3 mikron,hasil
potongan diletaakkan kedalam waterbath dengan suhu 40oC, setelah itu
diletakan pada preparat yang sudah diberi lebel preparat dikeringkan
selama 24 jam.
6. Staining yaitu pewarnaan jaringan menggunakan haematoxylin dan eosin.
Sebelum melakukan pewarnaan pada jaringan,lakukan tahapan
deparaffinasi dengan cara direndam kedalam xylol I, xylol II dan xylol III
selama 3 menit, diikuti dengan memasukkan sempel kedalam alcohol
absolute selama 3 menit,dan dilanjutkan dengan pencucian preparat
dengan menggunakan air mengalir. Setelah dicuci,masukkan preparat
kedalam larutan haematoxylin selama 10 menit, setelah sampai 10 menit
preparat dibilas sampai bersih menggunakan air mengalir. Berikutnya
masukkan kembali kedalam eosin selama 6 menit setelah itu bilas sampai
bersih. Selanjutnya masukkan kembali kedalam alcohol absolut rendam
selama 3 menit, dan diikuti dengan memsukkannya kembali kedalam xylol
I, xylol II dan xylol III, masing-masing selama 3 menit.
13

7. Setelah semua selesai maka langkah selanjutnya adalah Mounting yaitu


penutupan preparat menggunakan kaca penutup, dengan cara
menempelkan kedua kaca tersdbut dengan menggunakan lem yang sering
disebut entellan,kemudian dibiarkan selam 24 jam agar kaca tersebut
menempel sempurna

3.5. Parameter Pengamatan


Parameter pengamatan yang digunakan yaitu kerusakan jaringan pada
daging udang. Pemeriksaan kerusakan jaringan berdasarkan pada acuan buku
histologi. Adapun parameter pengamatan dalam penelitian ini yaitu :
1. Pengambilan daging pada udang windu yang terindikasi terpapar logam
berat timbal (Pb) di perairan Kecamatan Medan Belawan
2. Kualitas Air
Kualitas air merupakan sebagai salah satu indikator penentu baik
tidaknya suatu lingungan hidup biota perairan. Adapun kualitas air yang
diamati dalam penelitian ini yaitu suhu, DO, dan salinitas. dilakukan sekali
di sungai pada saat pengambilan sampel di sungai.

3.6. Analisis Data


Data yang diperoleh berupa gambar histologi daging udang windu hasil
pengamatan, kemudian disajikan dalam bentuk gambar dan tabel yang dianalisis
secara deskriptif. Pengamatan histologi pada daging udang windu akan dibahas
secara deskriptif untuk menjelaskan efek dari paparan limbah terhadap perubahan
struktur jaringan organ (daging) tubuh udang windu.

Anda mungkin juga menyukai