Anda di halaman 1dari 49

PENGARUH TEPUNG TESTIS SAPI UNTUK

MASKULINISASI LARVA IKAN GUPPY (Poecilia reticulata)

MUHAMMAD AFRIZAL
160330064

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2021

v
KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-
Nya yang dilimpahkan kepada kita. Shalawat beriring salam kita sampaikan
kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta kerabat dan sahabat beliau yang
telah membawa umat manusia dari alam kebodohan menuju alam yang penuh
ilmu pengetahuan, sehingga sampailah pada kesempatan ini penulis dapat
menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Tepung Testis Sapi untuk
Maskulinisasi Larva Ikan Guppy (Poecilia reticulata)”.
Dengan segenap hati penulis mengucapkan rasa terima kasih yang paling
utama kepada kedua orang tua beserta keluarga besar penulis yang telah
memberikan semangat dan dukungan serta doa kepada penulis. Ucapan terima
kasih kepada Bapak Dr. Prama Hartami, S.Pi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing
Utama dan kepada Ibu Mahdaliana, S.Pi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing
Kedua yang telah memberikan banyak arahan dan bimbingan kepada penulis dan
kepada rekan – rekan mahasiswa/i baik ditingkat prodi akuakultur maupun rekan
angkatan 2016.
Akhir kata, selama penyusunan hasil penelitian ini, penulis mengharapkan
masukan dan saran yang sifatnya membangun bagi perbaikan dan penyempurnaan
dalam penulisan. Akhir kata penulis berharap laporan ini bermanfaat bagi penulis
dan pembaca pada umumnya.

Reuleut, Maret 2021

Muhammad Afrizal

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... iii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ v
PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................. 2
1.4Manfaat Penelitian................................................................................ 2
1.5 Hipotesis.............................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Guppy (Poecilia reticulata).............. 3
2.2 Habitat Ikan Guppy (Poecilia reticulata)............................................ 4
2.3 Kebiasaan Makan Ikan Guppy (Poecilia reticulata)........................... 4
2.4 Reproduksi Ikan Guppy (Poecilia reticulata)..................................... 4
2.5 Seks Reversal....................................................................................... 5
2.6 Tepung Testis Sapi.............................................................................. 6
2.7 Penelitian Terdahulu............................................................................ 7

METODE PENELITIAN........................................................................ 8
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................. 8
3.2 Alat dan Bahan.................................................................................... 9
3.3 Metode dan Rancangan Penelitian....................................................... 9
3.4 Prosedur Kerja..................................................................................... 9
3.4.1. Persiapan Wadah........................................................................... 9
3.4.2. Pembuatan Tepung Testis Sapi..................................................... 9
3.4.3. Pembuatan Larutan Tepung Testis Sapi........................................ 10
3.4.4. Perendaman Larva......................................................................... 10
3.4.5. Pemeliharaan Larva....................................................................... 10
3.5 Parameter Pengamatan......................................................................... 10
3.5.1. Pengamatan Nisbah Kelamin........................................................ 10
3.5.2. Pengamatan Gonad........................................................................ 11
3.5.3. Kelangsungan Hidup Ikan............................................................. 11
3.5.4. Kualitas Air................................................................................... 11

4. Hasil dan Pembahasan........................................................................ 12


4.1. Nisbah Kelamin Jantan....................................................................... 12
4.2. Pengamatan Gonad............................................................................. 14
4.3. Tingkat Kelangsungan Hidup............................................................. 16
4.4. Kualitas Air......................................................................................... 17

v
5. Kesimpulan dan Saran........................................................................ 19
5.1. Kesimpulan......................................................................................... 19
5.2. Saran................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR GAMBAR

1.Ikan Guppy (Poecilia reticula)................................................................. 3


2. Perbedaan Ikan Guppy Jantan dan Betina................................................ 3
3. Nisbah Kelamin Jantan Ikan Guppy (Poecilia Reticula) Pada
Masing-Masing Perlakuan....................................................................... 12
4. Telur Kontrol Dan Telur Hasil Perendaman............................................ 15
5. Diagram Kelangsungan Hidup Ikan guppy (Poecilia reticula)............... 16

v
DAFTAR TABEL

1. Alat yang digunakan................................................................................ 8


2. Bahan yang digunakan............................................................................. 8
3. Kualitas Air Selama Pemeliharaan Ikan Guppy...................................... 17

v
DAFTAR LAMPIRAN

1.

v
v
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan guppy ialah ikan hias yang berasal dari Amerika Serikat dan Amerika
Tengah.Ikan ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan yang
baru sehingga ikan ini mudah untuk dibudidayakan. Produksi anakan guppy
jantan lebih banyak disukai karena ikan guppy jantan memiliki ciri khas ekor dan
warna yang menariksehingga banyak diminati oleh pecinta ikan hias. Ikan guppy
jantan lebih menarik dari segi penampilan dan memiliki beranekaragaman bentuk
ekornya dibandingkan ikan guppy betina, selain ituikan guppy mudah beradaptasi
dengan lingkungan baru dan mudah berkembangbiak. Oleh karena itu perlu
dilakukan suatu usaha agar anakan yang dihasilkan banyak yang berjenis kelamin
jantan dengan cara diferensiasi kelamin.
Diferensiasi yaitu proses perkembangan gonad ikan menjadi jaringan yang
defenitif (sudah pasti). Perlakuan diferensiasi kelamin akan berpengaruh apabila
ada hormon yang merangsang gonad atau aromatase inhibitor dalam fase
pembentukan kelamin. Gonad akan berdiferensiasi menjadi jantan apabila ada
hormon testosteron dan gonad betina akan berdiferensiasi menjadi betina apabila
ada hormon estradiol Muslim,(2010). Hormon yang biasa digunakan yaitu
hormonsintetik seperti 17α – metiltestosteron, 17α – metildihydrotesteron dan
trembolon acetate. Seiring perkembangan zaman, penggunaan hormon sintetik
berdampak negatif terhadap pangan dan kelestarian lingkungan.
Tepung testis sapi ialah bahan alami yang sering digunakan dalam kegiatan
maskulinisasi, karena didalam testis sapi mengandung hormon testosteron alami
yang sangat tinggi(Adamu, et al,2006). selain itu testis sapi sebagai organ kelamin
primer mempunyai dua fungsi yaitu (1) dapat menghasilkan spermatozoa atau sel
– sel kelamin jantan, dan (2) mensekresikan hormon kelamin jantan (testosteron).
Testis sapi sangat mudah didapat, harga relatif murah dan ukurannya besar.
Bahan alami yang digunakan untuk penelitian adalah testis sapi yang sudah
dipotong dan dikuliti, tepung testis sapi yang mengandung hormon testosteron

v
v
v
yang dapat digunakan dalam proses pengalihan kelamin, yaitu dari kelamin betina
menjadi kelamin jantan.

1.2 Identifikasi Masalah


Tepung testis sapi yaitu bahan alami penghasil hormon testosteron selain
hormon sintetis. Penggunaan tepung testis sapi untuk penjantanan ikan hias
khususnya larva ikan guppy diharapkan dapat efektif dalam proses maskulinisasi.
Adapun permasalahannya yang dapat diidentifikasi dalam proposal ini antara lain
berapakah dosis terbaiktepung testis sapi yang berpengaruh terhadap keberhasilan
maskulinisasi larva ikan guppy (Poecilia reticulata).

1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tepung
testis sapi terhadap maskulinisasi ikan guppy, kelangsungan hidup serta kualitas
air dalam proses maskulinisasi ikan guppy (Poecilia reticulata).

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan dan informasi terutama
kepada peneliti dan pembudidaya ikan hias dalam bidang budidaya khusunya
genetika ikan, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk memberi
informasi tentang maskulinisasi larva ikan guppy (Poecilia reticulata) dengan
menggunakan hormon alami yang diperoleh dari testis sapi.

1.5 Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
H0: Penggunaan tepung testis sapi tidak berpengaruh terhadap maskulinisasi larva
ikan guppy(Poecilia reticulata).
H1 : Penggunaan tepung testis sapi berpengaruh terhadap maskulinisasi larva
ikan guppy(Poecilia reticulata).

v
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Guppy (Poecilia reticulata)


Klasifikasi ikan guppy menurut Axelrod dan Schultz (1993) sebagai berikut.
Adapun gambar ikan guppy dapat dilihat pada Gambar 1.
Kingdom : Animal
Filum : Chordata
Subfilum : Craniata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Gnatastomata
Ordo : Cyprinodontoidea
Subordo : Poecilioidea
Famili : Poecilidae
Genus : Poecilia
Spesies :Poecilia reticulata

Gambar 1. Ikan Guppy (Poecilia reticulata)

Menurut Lingga dan Susanto (1987) perbedaaan guppy jantan dan guppy
betina dapat dilihat pada ciri morfologisnya masing – masing. Guppy jantan
memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan guppy betina,
guppy jantan memiliki ekor lebih lebar dibandingkan ekor guppy betina.
Perbedaan guppy betina dan jantan dapat dilihat pada Gambar 2.

a b
Gambar 2. (a) ikan guppy jantan (b) ikan guppy betina

v
2.2 Habitat IkanGuppy (Poecilia reticulata)
Guppy dapat hidup pada kisaran suhu 25 – 28 0C dengan pH berkisar ± 7,0
(Nelson, 1984). Ikan guppy menyukai air yang sejuk dan jernih. Menurut Muslim
(2010) hasil penelitian terhadap ikan guppy DO berkisar antara 5,15 – 6,04 mg/l.
DO kurang dari 1 mg/l menyebabkan kematian pada ikan, sedangkan DO kurang
dari 5 menyebabkan pertumbuhan lambat. Suhu berkisar antara 25,5 – 30 0C.
Namun terbukti ikan guppy tahan menghadapi suhu 32 0C. pH yang sesuai untuk
ikan guppy berkisar 7,81 – 8,02. pH dipengaruhi oleh karbondioksida dan
alkaliitas. Amoniak yang tidak terionisasi pada pH tinggi bersifat racun dan lebih
mudah diserap kedalam tubuh organisme akuatik (Effendi, 2003).
Ikan guppy merupakan ikan asli Amerika Tengah dan Selatan, menyebar di
Kep. Barbados, Trinidad dan Tobago, Guyana, Antillen Belanda, Kep. Virgin,
Braziliadan Venezuela. Melalui jalur perdagangan dan lain – lain, ikan ini telah
dibawa ke berbagai tempat di semua Benua Dunia kecuali Antartika, dan
kemudian menjadi ikan liar di perairan – perairan bebas (Chervinski, 1984).

2.3 Kebiasaan Makan Ikan Guppy (Poecilia reticulata)


Ikan guppy termasuk ikan pemakan segalanya (omnivora), umumnya ikan
guppy menyukai makanan yang bergerak seperti pakan alami daripada pakan
buatan. Pakan buatan yang sering diberikan yaitu berupa pellet sedangkan pakan
alami yang sering diberikan yaitu jentik nyamuk dan kutu air. Menurut Lesmana
dan Dermawan (2001), pakan alami yang sering diberikan yaitu berupa kutu air,
jentik nyamuk, infosoria, cacing sutra dan artemia.

2.4 Reproduksi Ikan Guppy (Poecilia reticulata)


Ikan guppy yaitu yang bersifat ovovivipar yaitu ikan yang bertelur dan
melahirkan (Kirpichnikov,1981). Ikan guppy memiliki gonad yang cepat
berkembang yaitu 3 minggu setelah larva lahir gonopodium pada jantan telah
berkembang, karena itu ikan guppy dikenal sebagai ikan yang berkembang biak
cepat. Dalam satu kali perkawinan, seekor ikan guppy melahirkan secara parsial
sampai 3 kali dengan interval waktu satu bulan (Fernando dan Phang, 1985). Pada
saat fertilisasi, sperma yang masuk dalam tubuh induk betina dapat bertahan

v
hingga 6 bulan, sehingga dalam waktu 6 bulan tersebut ikan dapat melahirkan
walaupun tidak terjadi perkawinan kembali (Lesmana, 2002). Ikan guppy dapat
menghasilkan anakan dengan rata – rata terendah 30 – 80 ekor, namun ada juga
yang dapat menghasilkan sampai ratusan ekor (Fernando dan Phang, 1985).
Pengamatan jenis kelamin anak ikan guppy dapat dilakukan setelah larva berumur
2 - 4 minggu (Saputra, et al., 2018). Pengamatan morfologis dilakukan dengan
melihat ciri fisik anak ikan guppy. Ikan jantan dapat dikenali dengan memiliki
warna yang lebih cerah, sirip yang lebih panjang dan jika diamati dari arah dorsal
ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan dengan ikan betina dan khusus pada bagian
sirip anal memiliki bentuk yang lancip atau meruncing membentuk gonopodium.
Ikan betina dicirikan warna lebih pucat, dan sirip yang lebih pendek khusus pada
bagian sirip anal memiliki bentuk yang agak bulat melengkung. Selain itu ikan
jantan terlihat lebih agresif dibandingkan dengan ikan betina.

2.5 Seks Reversal


Sek reversal yaitu teknologi untuk mengarahkan perkembangan
gonad/kelamin ikan. Pada penerapan ini ikan seharusnya berkelamin betina
menjadi jantan (maskulinisasi) dan dari jantan menjadi betina (feminimisasi). hal
ini bisa dilakukan karena gonad ikan pada waktu baru menetas belum
berdiferensiasi secara jelas menjadi jantan atau betina (Zairin, 2002).
Menurut Zairin (2002) sek reversal dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
maskulinisasi, dimana ikan yang seharusnya menjadi jenis kelamin betina
dibalikkan menjadi jantan begitu juga dengan jenis kelamin jantan dibalikkan
menjadi betina. Hormon yang digunakan untuk mengalihkan ikan jenis kelamin
betina menjadi jenis kelamin jantan (maskulinisasi) yaitu menggunakan hormon
androgen sedangkan ikan kelamin jenis jantan dialihkan menjadi kelamin betina
(feminimisasi) yaitu menggunakan hormon estrogen, hormon yang digunakan
yaitu hormon androgen (Nakamura et al., 1998; Dunham, 2004; Pandian, 1999)
Berdasarkan hasil penelitian Yulfianty et al. (1995), Pemberian testis sapi
sebanyak 80% kg pakan merupakan perlakuan yang terbaik. Namun menurut
Iskandaria (1996), pengalihan jenis kelamin (sek reversal) ikan dengan pemberian
testis sapi segar dengan dosis 50% kg pakan menghasilkan 70,6% ikan jantan
(perlakuan terbaik).Menurut Murni (2005), pemberian testis sapi yang

v
mengandung hormon testosteron alami diberikan ke larva atau burayak ikan
mengarahkan ikan kelamin jantan.
Hormon androgen yang biasa digunakan dalam pengalihan kelamin adalah
hormone sintetik 17α – methyltestosteron (Macintosh dan Little, 1995; Phelps dan
Popma, 2000). Menurut Phepls et al., (2001) diduga penggunaan hormone ini
menjadi bahan pencemaran lingkungan. DKP (2008), menyatakan larangan
penggunaan 21 jenis obat – obatan dalam kegiatan budidaya perikanan, salah
satunya streroid sintetik (metyltestosteron). Salah satu cara yang dianggap aman
dalam pengalihan kelamin yaitu dengan menggunakan bahan alami seperti testis
sapi (Muslim et al., 2011), madu (Damayanti et al., 2013), teripang pasir (Riani et
al., 2010) atau ekstrak purwoceng (Arfah et al., 2013).

2.6 Tepung Testis Sapi


Organ reproduksi sapi jantan dapat dibagi menjadi 3 komponen yaitu organ
kelamin primer berupa testis, sekelompok kelenjar – kelenjar kelamin pelengkap
yaitu kelenjar vesikulares, prostatan dan cowper dan saluran – saluran yang terdiri
epididymis dan vas deferens, alat kelamin atau organ kopulatoris berupa penis
(Toelihere, 1981). Menurut Tylor dan Thomas (2004), organ reproduksi sapi
terdiri dari testicle, epididymis, scrotum, vasdeferens, accessory glands, dan penis.
Organ yang dipakai nantinya kelenjar yang berwarna orange yang terdapat pada
kelenjar accessory glands.
Testis sapi berukuran panjang 10 – 13 cm, lebar 5 – 6, 5 cm dan berat 300 –
400 gr (Bearden, et al., 2004). Menurut Toelihere (1981), berat testis tergantung
pada umur, berat badan dan jenis/varietas sapi. Testis banyak mengandung tubuli,
diantara tubuli dalam jaringan interstitial mengandung pembuluh darah, lymphe
dan saraf, terdapat sel – sel datar dan polygonad yang disebut sel – sel interstitial
dari leydig, yang menghasilkan androgen (hormon jantan) terutama testosteron.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian dengan menggunakan testis sapi
menunjukkan testis sapi mengandung hormon testosteron alami yang sangat
tinggi. Selain itu tepung testis sapi mudah didapat, harga relatif murah dan
ukurannya besar (Muslim 2011).
Menurut Lindner (1961), testis sapi segar mengandung hormon testosteron
dalam testis sapi berkisar antara 14 -231µg.hr/testis. Menurut Hay et al (1961)

v
konsentrasi hormon dalam testis sapi berkisar 0 -25 mg/100 g. Menurut Hafez
(1980) menyatakan testis sapi mengandung hormon testosteron sebanyak 2,3
µg/100 ml.
Menurut iskandariah (1996), testis sapi segar mengandung hormon
testosteron alami berkisar 2300 - 2700 pg/g testis dan protein 63,49%. Sedangkan
berdasarkan hasil penelitian Murni dan Jenni (2001), kandungan hormon
testosteron dari tepung testis sapi berkisar 142,8 – 1204 ng/g. Pemberian hormon
yang berasal dari testis sapi pada fase awal pertumbuhan gonad ketika diferensiasi
kelamin belum terarah. Namun demikian, bila dicampurkan dengan bahan – bahan
tertentu seperti tepung testis sapi maka perkembangan gonad dapat berlangsung
berlawanan dengan seharusnya (Zairin Jr, 2002).

2.7. Penelitian Terdahulu


Menurut Lutfiyah, et al (2016), menyatakan bahwa penggunaan tepung
testis sapi sebesar 9 ml/L selama 1,5 bulan terhadap maskulinisasi induk ikan
guppy bunting dengan tingkat keberhasilan sebesar 80%. Kemudian menurut
Hidayani et al (2014), menyatakan bahwa pemanfaatan tepung testis sapi sebagai
hormon alami pada penjantanan larva ikan cupang, Betta spelendens Regan, 1910,
dengan dosis sebesar 60 ml/L dengan lama waktu perendaman 24 dengan
presentasi keberhasilan 88,5% dan 87,5%. Selanjutnya menurut Irmasari, et al
(2012), menyatakan bahwa penggunaan ekstrak tepung testis sapi dengan
konsentrasi yang berbeda pada larva ikan nila merah yang berumur 4 hari dengan
lama pemeliharaan 1,5 bulan dan dosis yang digunakan sebesar 3 ml/L dengan
lama perendaman selama 8 jam menghasilkan ikan nila merah berkelamin jantan
dengan tingkat keberhasilan sebesar 69,07%, dan juga menurut Muslim (2010),
menyatakan pemberian tepung testis sapi dengan dosis sebesar 9 ml/L dengan
lama perendaman 14 hari dan lama pemeliharaan 2 bulan terhadap maskulinisasi
ikan nila menghasilkan persentase ikan nila jantan sebesar 83%.

v
3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan pada bulan 17 Januari sampai dengan 17 Februari
2021, yang dilakukan di Laboratorium Hatchery dan Teknologi Budidaya,
Fakultas Pertanian, Universitas Malikussaleh.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan selama penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2,
sedangkan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Alat yang Digunakan dalam Penelitian


No Nama Alat Fungsi
1 Akuarium Wadah pemeliharaan ikan
2 Blender Untuk menggiling testis yang sudah kering
3 Timbangan analitik Untuk menimbang berat testis sapi
4 Pisau Untuk memotong testis sapi
5 Nampan Tempat meletakkan testis setelah dibersihkan
6 pH meter Untuk mengukur pH
7 DO meter Untuk mengukur oksigen
8 Termometer Untuk mengukur suhu
9 Oven Untuk mengeringkan tepung testis sapi
10 Perlengkapan aerator Untuk menambah oksigen selam pemeliharaan
11 Botol sampel Tempat menyimpan ikan untuk diteliti
12 Saringan Untuk menyaring tepung testis sapi
13 Kamera Untuk dokumentasi kegiatan
14 Alat Tulis Untuk mencatat hasil penelitian
15. Miskroskop Pengamatan gonad ikan guppy
16. Kaca preparat Untuk menaruh gonad yang akan diamati
17. Beaker glass Untuk mengaduk larutsn tepung testis sapi

Tabel 3. Bahan yang Digunakan dalam Penelitian


No Nama Bahan Fungsi
1 Larva ikan guppy Sebagai ikan uji
2 Pakan suspensi dan pakan pellet Pakan ikan
3 Testis sapi Bahan perlakuan
4 Aquades Sebagai Pelarut

v
3.3. Metode dan Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimental,
dan rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non
Faktorial. Faktor perlakuan dalam penelitian ini adalah perbedaan dosis tepung
testis sapi, Perlakuannya terdiri atas 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Penelitian
ini mengacu pada penelitian Lutfiyah, et al (2016) yang sudah
dimodifikasi,Sebelumnya percobaan rancangan yang di gunakan oleh Lutfiyah
dengan lima taraf perlakuan dengan empat kali ulangan. Lama waktu perendaman
24 jam. P0 = tanpa perendaman ( kontrol negatif),P+perendaman dengan dosis 1
mg/L (kontrol positif), P1 3 ml/L, P2 6 ml/L, P3 9 ml/L dengan menggunakan
tepung testis sapi. hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata jumlah anakan
jantan tertinggi pada perlakuan dosis 9 ml/L. Adapun metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Perlakuan A: Tanpa pemberian larutantepung testis sapi (kontrol)
Perlakuan B: Pemberian larutan tepung testis sapi 3 gr/l
Perlakuan C: Pemberian larutan tepung testis sapi 6 gr/l
Perlakuan D: Pemberian larutan tepung testis sapi 9 gr/l

3.4 Prosedur Kerja


3.4.1. Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini berupa akuarium dengan
ukuran 60 x 30 x 30 cm sebanyak 12 buah. Wadah yang digunakan terlebih
dahulu disterilkan dengan cara dicuci bersih dengan menggunakan deterjen dan
dibilas menggunakan air yang bersih dan mengalir, lalu di keringkan di tempat
peletakan masing-masing wadah pada rak akuarium. Kemudian setelah benar-
benar kering wadah tersebut diatur pola secara acak dengan pemberian
label/penanda untuk membedakan masing-masing perlakuan. Selanjutnya pada
tiap-tiap wadah diisi air sebanyak 10 liter dan memasangkan aerasi sebagai alat
penghasil oksigen tambahan pada ikan yang diteliti.

3.4.2. Pembuatan Tepung Testis Sapi


Testis sapi yang digunakan testis yang masih segar, testis yang diambil
untuk dibuat tepung yaitu isi dalamnya yang berwarna orange yang sudah dikuliti

v
terlebih dahulu. Testis sapi dibersihkan serta dipotong tipis – tipis dan diletakkan
ke dalam nampan kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu
60 0C guna untuk pengeringan. Selanjutnya diblender sampai halus dan diayak
dengan dengan menggunakan kain yang tipis.

3.4.3. Pembuatan Larutan Tepung Testis Sapi


Larutan tepung testis sapi dilakukan pembuatan dengan melarutkan 3 gr, 6
gr dan 9 gr tepung testis sapi yang di campur dalam 150 ml aquades. Selanjutnya
tepung diaduk di dalam cawan petri sampai tepung testis sapi tersebut bercampur
rata dengan aquades.

3.4.4. Perendaman Larva


Larva ikan guppy yang digunakan dalam penelitian ini berumur 5 hari
yang proses perendamannya di lakukan dalam wadah berupa toples berukuran 5
liter. Dalam toples diisi air untuk perendeman sebanyak 1 liter dengan kepadatan
15 ekor/perlakuan dan tiap-tiap toples perendaman sudah dipasang aerator.
Perendaman larva ikan guppy dilakukan selama 8 jam. Proses lama perendaman
ini mengacu pada penelitian Priyono,D.Y (2017).

3.4.5. Pemeliharaan Larva


Larva ikan guppy yang telah direndam selama 8 jam selanjutnya
dipindahkan dan dipelihara di akuarium. Akuarium yang di gunakan berukuran 60
x 30 x 30 cm3, dengan volume air yang di isi 10 liter. Hewan uji yang digunakan
yaitu larva ikan guppy yang berumur 5 hari yang di pelihara selama 30 hari.
Selama pemeliharaan larva ikan guppy diberi pakan secara adlibitum (Sugandy,
2001). Larva yang berumur 5 - 18 hari diberi pakan berupa pakan suspensi dengan
cara disesuaikan dalam pemberian. Sedangkan pemberian pakan pellet diberikan
pada larva ikan yang berumur 19 – 30 hari.

3.5 Parameter Pengamatan


3.5.1. Pengamatan Nisbah Kelamin
Pengamatan yang dilakukan dalam membedakan ikan guppy jantan dan
betina yaitu dengan melihat ciri morfologinya meliputi sirip, sisik, warna dan
fisik.Persentase ikan guppy jantan dihitung menurut Zairin (2002):

v
Jumlah Individu ikan jantan
% Ikan Jantan x 100
Jumlah Individu Hidup Akhir Pemeliharaan

3.5.2. Pengamatan Gonad


Pada akhir pemeliharaan ikan guppy yang berumur 45 hari setelah
pemeliharaan, kemudian ikan guppy tersebut dibedah dan hanya dilihat gonadnya
untuk diamati dibawah mikroskop cahaya pembesaran 40 kali. Uji abnormalitas
dinyatakan dalam jumlah persentase. Persentase abnormalitas dihitung
menggunakan rumus (Lisnawati 2000):
Jumlah gonad abnormal
PengamatanGonad = x 100
Jumlah ikan yang diamati

3.5.3. Kelangsungan hidup


Menurut Effendi (1997). Perhitungan kelangsungan hidup ikan dapat
dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah akhir pemeliharaan


SR= x 100
Jumlah awal pemeliharaan

Keterangan:
SR = Tingkat Kelangsungan Hidup
Nt = Jumlah hewan uji pada akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah hewan uji pada awal pemeliharaan (ekor)

3.5.4. Kualitas air


Pengukuran kualitas air diukur sebelum pemeliharaan larva dan pada saat
pemeliharaan larva. Pengukuran dilakukan setiap hari sekali sesudah pemberian
pakan. Beberapa parameter kualitas air yang diukur adalah pH, Suhu, dan DO.

v
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Nisbah Kelamin Jantan Ikan Guppy (Poecilia reticulata)


Maskulinisasi merupakan proses perubahan nisbah kelamin ikan yang
seharusnya ikan betina berubah menjadi jantan. Hal ini bisa dilakukan karena
gonad ikan pada waktu menetas belum berdiferensiasi secara jelas menjadi jantan
atau betina (Zairin, 2002). Pengamatan pembentukan kelamin pada ikan guppy
yang dipelihara selama 30 hari mengalami peningkatan kelamin jantan yang
cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian, tampaknya pembentukan kelamin jantan
tertinggi terdapat pada perlakuan D yaitu pencampuran tepung testis sapi dengan
dosis 9 gr/L dengan lama perendaman selama 8 jam dalam mencapai optimasi
pengarahan kelamin jantan. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3
berikut ini :

110 Perlakuan
100
90
Nisbah Jantan (%)

80
70
60
50
40
30 62.04 63.89
20 36.65 43.05
10
0
A (Kontrol) B (3gr/L) C (6 gr/L) D (9 gr/L)

Gambar 3. Nisbah Kelamin Jantan Ikan Guppy (Poecilia reticulata) pada


masing-masing perlakuan.

Berdasarkan gambar 3, dapat disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan


pengarahan jenis kelamin jantan ikan guppy pada perlakuan D dengan dosis
tepung testis sapi 9 gr/L dengan lama perendaman selama 8 jam menunjukkan
tingkat keberhasilan yang tinggi dengan jumlah rata-rata 63,89% dibandingkan

v
dengan perlakuan A, B dan C. Tingginya persentase jantan pada perlakuan D
(63,89%) diduga dipengaruhi oleh hormon testosteron. Salah satu kandungan
testis sapi yang diduga dapat berpengaruh terhadap jantanisasi adalah testosteron.
Hormon testosteron (androgen) memiliki fungsi dalam menstimulasi proses
spermatogenesis, mengubah kelamin, meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas
ekspresi dari organ pelengkap (Zairin, 2002)

Perendaman ikan guppy dengan menggunakan tepung testis sapi ternyata


mampu mengarahkan jenis kelamin ikan guppy menjadi jantan. Pada penelitian
ini perlakuan D penggunaan dosis 9 mg/L perendaman selama 8 jam setiap
harinya menghasilkan persentase jantan lebih tinggi daripada perlakuan lainnya.
Hal tersebut bisa terjadi karena dipengaruhi oleh hormon testosteron yang
terkandung dalam testis sapi yang dapat mendiferensiasi arah gonad ikan menjadi
jantan (Priyono, Y.D, 2017). Bulkini dkk (2013) menambahkan bahwa proses
pembentukan jenis kelamin jantan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
endogenous hormon, eksogenous hormon dan faktor lingkungan. Phelps dan
Popma (2000) dalam Lutfiyah, et al (2016) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan sex reversal adalah ukuran dan umur, lama
perlakuan dan lingkungan.

Persentase jantan ikan guppy pada perlakuan D lama perendaman selama 8


jam dengan larutan testis sapi 9 mg/L ini lebih efektif dan efesien dibandingkan
dengan persentase jantan yang yang dihasilkan pada perlakuan B dan C. Menurut
Yuwanti (2000), hormon yang dilarutkan dalam media perendaman masuk
bersamaan dengan masuknya cairan ke dalam tubuh, kemudian dilarutkan ke
peredaran darah dan mencapai target akhir pada gonad.Penurunan persentase
jantan terjadi pada perlakuan B dengan dosis 3 mg/L dan lama perendaman 8 jam
(43,05%). Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Priyono, Y.D (2017), yang
mendapatkan tingkat terendah jantan 53,94% dengan dosis 3 ppm dengan
perendaman selama 8 jam hal tersebut disebabkan semakin lama masa
perendaman semakin tinggi persentase gonad jantan larva ikan Rainbow
Boesemani. Menurut Arfah, et al (2007), masuknya hormon ke delam tubuh larva
diduga melalui proses osmosis, di mana konsentrasi hormon dalam media

v
pemeliharaan lebih tinggi dari konsentasi hormon dalam tubuh ikan itu sendiri.
Sehingga hormon dalam media masuk secara difusi ke dalam tubuh larva.
Semakin lama perendaman maka semakin banyak hormon yang masuk dan
mempengaruhi gonad.
Tingginya nisbah jantan kelamin ikan guppy pada perlakun D dengan
dosis 9 mg/L dalam hal ini sama dengan penelitian Lutfiyah, et al (2016) yang
menyatakan bahwa hasil rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan D dengan
dosis 9 ml/L pada anakan ikan guppy, hanyasanya yang membedakan kedua
penelitian adalah pada lama perendaman tepung testis sapi yaitu 8 jam berbanding
dengan 24 jam. Namun, dalam penelitian Arfah, et al (2013) menyatakan bahwa
semakin tinggi dosis perendaman dalam kegiatan maskulinisasi ikan tidak selalu
diikuti dengan peningkatan persentase populasi jantannya. Buktinya, pada
penelitian ini mampu mengarahkan ikan guppy betina menjadi jantan pada
perlakuan D (63,89%) dengan lama perendaman tepung testis sapi selama 8 jam.

Berdasarkan hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perbedaan


dosis larutan tepung testis sapi pada maskulinisasi ikan guppy tidak berpengaruh
dengan nilai Fhitung (0.481) > Ftabel 0.01 (7.59) terhadap nisbah kelamin jantan larva
ikan guppy yang dihasilkan. Hasil dari uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa
perlakuan perendaman A, B dan C tidak berbeda nyata dengan perlakuan D.

4.2. Pengamatan Gonad


Penelitian ini perlu dilakukannya pengamatan gonad untuk mengetahui
sejauh manakah perubahan jenis kelamin yang terjadi pada ikan uji. Gonad
merupakan bagian dari organ reproduksi pada ikan betina untuk menghasilkan
telur dan ikan jantan untuk menghasilkan sperma. Adapun langkah-langkah yang
harus dilakukan sebelum pengamatan gonad adalah menyiapkan botol sampel
terlebih dahulu, lalu masukkan alkohol dengan konsentrasi 96% sebanyak 10 ml
ke dalam botol sampel. Alkohol berfungsi untuk mematikan ikan dan
mengeraskan organ pencernaan pada ikan sehingga mudah ketika dibedah.
Selanjutnya masukkan ikan ke dalam botol sampel yang telah diisi alkohol dan
dibiarkan selama 4 jam.

v
Setelah 4 jam, maka ikan uji dapat diambil dan lakukan pembedahan pada
bagian perut. Setelah itu, ambil bagian yang mau diamati. Jika yang terdapat
berupa telur maka dapat di dokumentasi menggunakan kamera hp sementara jika
yang didapat berupa sperma maka dapat diamati di bawah mikroskop dengan
pembesaran 10x. Pengarahan perubahan kelamin dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
a b

Gambar 4. (a) Sperma kontrol (b) Sperma hasil perendaman

a b
Gambar 5. (a) Telur kontrol (b) Telur hasil perendaman

Hasil yang didapatkan dalam pengamatan gonad tersebut jumlah gonad


abnormal yang ditemukan tidak terlalu banyak. Seperti hasil dalam penggunaan
rumus (Lisnawati, 2000) adalah 61,11%.

v
4.2. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)
Tingkat kelangsungan hidup merupakan peluang hidup suatu individu
dalam waktu tertentu. Pada setiap perlakuan dilakukan pengamatan secara visual
terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan guppy yaitu melakukan perhitungan
jumlah ikan yang hidup dan jumlah ikan yang mati. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan selama 30 hari dengan berbagai perlakuan didapatkan rata-
rata persentase tingkat kelangsungan hidup berkisar 51,11% - 66,67%.Tingkat
kelangsungan hidup ikan guppy dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini :

110 Perlakuan
Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

100
90
80
70
60
50
40
64.44 66.67
30 55.55 51.11
20
10
0
A (kontrol) B (3 mg/L) C (6 mg/L) D (9 mg/L)

Gambar 4. Diagram Kelangsungan Hidup Ikan Guppy (Poecilia reticulata)

Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat bahwa rata-rata kelangsungan hidup


ikan guppy tertinggi ditunjukkan pada perlakuan D dengan dosis 9 mg/L yaitu
66,67% diikuti oleh perlakuan B yaitu 64,44% dan perlakuan A (kontrol) yaitu
55,55%, namun pada perlakuan C dengan dosis 6 mg/L tingkat kelangsungan
hidupnya terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 51,11%.
Sehingga pada penelitian ini tingkat kelangsungan hidup ikan guppy bervariasi
pada tiap perlakuannya. Namun, variasi tersebut tidak jauh berbeda.

Selama masa pemeliharaan tingkat kelangsungan hidup ikan guppy


cenderung rendah. Kematian ikan guppy ini diduga karena larva ikan guppy yang
masih sensitif terhadap lingkungan baru, sebab dalam pemeliharaan ikan guppy

v
juga sangat didukung oleh lingkungannya. Sebagaimana Muslim, et al (2011)
mengatakan bahwa masa larva merupakan masa yang sangat rentan terhadap
kematian karena belum mampu beradaptasi dengan lingkungan.

Selain itu, pada masa pemeliharaan ikan guppy juga diserang oleh jamur
dengan ciri-ciri seperti kapas berwana putih di pangkal sirip ekor. Setelah
mengetahui hal tersebut selanjutnya melakukan pencegahan dengan pensterilan
media menggunakan daun ketapang dan pemberian methylene blue. Sebagaimana
Payara, (2017) menyatakan methylene blue diketahui efektif untuk pengobatan
jamur.  Selain itu, juga sering digunakan untuk mencegah serangan jamur pada
ikan terutama ikan air tawar. Berdasarkan analisis statistik dengan uji F
(ANOVA) menunjukkan bahwa pemberian dosis larutan tepung testis sapi
memberikan hasil tidak berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup (SR)
larva ikan guppy dengan nilai Fhitung 1 < Ftabel (0,05) 4,07

3. Kualitas Air
Selain faktor genetis, maka faktor yang nempengaruhi proses
maskulinisasi juga terdapat pada faktor lingkungan atau kualitas air. Kondisi
lingkungan yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi keberhasilan teknik maskulinisasi. Pengukuran kualitas air
dilakukan setiap hari selama penetian berlangsung. Parameter kualitas air yang
diamati antara lain pH, suhu dan DO. Rata-rata kualitas air selama pemeliharaan
dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini:

Tabel 3. Kualitas Air Selama Pemeliharaan Ikan Guppy


No Parameter satuan Kisaran Penelitian Toleransi Literatur
.
1. pH Unit 6,7-7,17 6,8 – 8(1)
o
2. Suhu C 25-28,87 25,6 – 33,4(2)
3. DO ppm 4,33-6,17 > 3(3)
Sumber: 1)Kordi dan Tancung, (2007), 2)Nair (1983) dalam Sukmara (2008), 3)Utomo (2008)
Maka dapat disimpulkan bahwa, kualitas air pemeliharaan ikan guppy
selama penelitian masih dalam batas toleransi kehidupan ikan. Derajat keasaman
(pH) juga menentukan bagi pertumbuhan ikan. Nilai rata-rata pH pada media
pemeliharaan larva ikan guppy berada pada kisaran yang ditentukan yaitu 6,7 –

v
7,17. Menurut Kordi dan Tancung (2007), ikan guppy toleransi dengan air yang
pH 6,8 - 8 Jika terlalu tinggi atau terlalu rendah maka perkembangan tubuh dan
sirip dapat terhambat. Lesmana dan Dermawan, (2004), juga menambahkan
bahwa tingkat kematian ikan biasanya terjadi pada air yang biasanya terjadi pada
air yang memiliki pH 4 (asam) dan 11 (basa).
Suhu air merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
kelangsungan hidup dan nafsu makan, pertumbuhan serta metabolisme ikan.
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air, Suhu air penelitian ini berkisar
antara 25 – 28,87oC. Keadaan ini cukup mendukung bagi pertumbuhan ikan
guppy. Menurut Arfah, et al., (2005), Suhu merupakan faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap proporsi ikan guppy. Hal ini sesuai dengan pendapat Nair,
(1983) dalam Sukmara, (2008), bahwa ikan guppy mampu bertahan pada kisaran
suhu 25,6 – 33,4oC.
Kisaran parameter oksigen terlarut (DO) juga berada pada nilai kisaran
yang baik yaitu 4,33 - 6,17 ppm, ini sesuai dengan pendapat Utomo (2008)
apabila kadar oksigen terlarut kurang dari 3 mg/L menimbulkan efek yang negatif
seperti stress, hypoxia, mudah terserang penyakit dan parasit bahkan dapat
menyebabkan kematian massal bagi hampir semua organisme akuatik.

v
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan terhadap maskulinisasi
larva ikan guppy(Poecilia reticulata) dengan menggunakan tepung testis sapi,
maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Penggunaan larutan tepung testis sapi dengan dosis yang berbeda dengan
lama perendaman selama 8 jam menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
terhadap persentase nisbah kelamin jantan dan kelangsungan hidup ikan
guppy.
2. Persentase nisbah kelamin jantan tertinggi terdapat pada perlakuan D dengan
dosis 9 mg/L yaitu 63,89 % dengan lama perendaman 8 jam dan tingkat
kelangsungan hidup dengan persentase tertinggi terdapat pada perlakuan D
juga dengan dosis 9 mg/L (66,67 %) serta hasil pengamatan gonad yang
didapatkan sebanyak 61,11%.
3. Nilai kisaran parameter kualitas air selama penelitian yaitu DO (4,33-6,17
ppm) , pH (6,7-7,17) dan suhu ( 25-28,87oC )

5.2. Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian, perlu dilakukan penelitian lanjutan


tentang metode serta teknologi yang lebih tepat dalam pengarahan nisbah keamin
ikan.

v
DAFTAR PUSTAKA

Arfah H, Kadriah IAK, Carman O. 2005. Efek Manipulasi Hormon 17 Α-


Metiltestosteron Pada Berbagai Variasi Temperatur Air Terhadap Rasio
Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters). Jurnal Akuakultur
Indonesia 4(1): 37-40.

Arfah H, Martati E, Soelistyowati, D, T. 2007. Efektivitas Madu Terhadap


Pengarahan Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulate peters). Jurnal
Akuakultur Indonesia, 6(2): 155160(2007)

Arfah H, Soelistyowati DT, Bulkini A. 2013. Maskulinisasi Ikan Cupang Betta


Splendens Melalui Perendaman Embrio Dalam Ekstrak Purwoceng
Pimpinella Alpina. Jurnal Akuakultur Indonesia, 12 (2): 145– 150.

Axelrod, HR., dan LP., Schultz, 1983. Aquarium Fishes.McGraw – Hill Book
Company, Inc., New York.P.655 – 656.

Bearden H.J; John W. Fuquay and Scott T. W. 2004.Applied Animal


Reproduction (Sixth Edition).Pearson Prentice Hall. New Jersey. 427 P.

Bulkini,A., Soelistyowati, D, T dan Arfah, H. 2013. Maskulinisasi Ikan Cupang


Betta Splendens Melalui Perendaman Embrio Dalam Ekstrak Purwoceng
Pimpinella Alpine.Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 144–149.

Chervinski J., 1984. Salinity Tolerance of the Guppy (Poecilia reticulata). Peters.
Journal of Fish Biology. Vol 24 (4) : 449 – 452.

DKP. 2008. 21 Obat – Obatan Yang Dilarang. Dirjen Perikanan Budidaya, Balai
Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar. Sukabumi.

Dunham, R. A. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology: Genetic


Approaches. CABI Publ. Cambridge, USA.357 P.

Effendi H. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Perairan


dan Lingkungan.Kasinius.Yogyakarta.

Effendi, M. I. 1997.Biologi Perikanan: Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta

Fernando, A., A., anf V., P., e., Phang, 1985. Culture of The Guppy (Poecilia
reticulata).In Singapore. Aquaculture, 51: 49 – 63.

Hafez, E. S. E. 1980. Reproduction in Farm Animals.4th edition.LEA&FEBIGER.


Philadelphia.

v
Hay, M. F ; H. R. Lindner dan T. Mann. 1961. Morphology of Bull Testes and
Seminal Vesicles in Relation to Testicular Androgens. Proceedings of the
Royal Socienty of London. Series B, Biological Sciences: 154: 433 – 448.

Kirpichnikov, V., S., 1981.Genetic bASES of Fish Selection. Springer


Veerlag.Berlin Heidelberg. New York. 410p.

Lesmana & Darmawan. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Penebar
Swadaya. Jakarta. 160 hal.

Lesmana, D.S. dan I. Dermawan. 2004. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer,
Penebar Swadaya. Jakarta.

Lesmana, Dian, 2002. Agar Ikan Hias Cemerlang. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lindner, H. R. 1961. Androgen and Related Compounds in the Spermatic Vein


Blood of Domestic Animal. Journal of Endocrinology 23 : 139 – 159.

Lingga, P., dan H., Susanto.1987. Ikan Hias Air Tawar.PT Gramedia Jakarta.
Jakarta.

Lisnawati L. 2000. Pengaruh linier alkylbenzene sulfonate terhadap mortalitas,


daya tetas telur, dan abnormalitas larva ikanpatin (Pangasius
hyphopthalmus sauvage ) [skripsi]. Jakarta(ID): Institut Pertanian Bogor.

Lutfiyah L., Darmawan S. B, Muhammad T. E. P, Prayogo. 2016. Maskulinisasi


Ikan Guppy (Poecilia reticulata) Menggunakan Testis Sapi dengan
Metode Perendaman Induk Bunting. Research Gate Journal. Universitas
Airlangga.

Macintosh DJ dan Litte DC.1995. Nila Tilapia (Oreochromis niloticus) in


Bromage NR dan Ronald JB.Eds. Broodstock Management and Egg and
Larval Quality.Blackwell Science. USA. Pp 277 – 330.

Muslim, 2010.Peningkatan Persentase Ikan Guppy (Poecilia reticula) Jantan


dengan Perendaman Induk Bunting dalam Larutan Hormon 17 α –
Metiltestosteron Dosis 2 mg/l dengan Lama Perendaman Berbeda. Jurnal
Ilmu – ilmu Pertanian Klorofil. P: 61 – 66.

Muslim.2011. Maskulinisasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan


Pemberian Tepung Testis Sapi. Jurnal Akuakultur Indonesia, 10 (1): 51 –
58.

Nakamura, M ; Kabashi, T; Chang, X. T; and Nagahama, Y. 1998. Gonadal Sex


Differentiation in Teleost Fish.The Journal of Experimental Zoology. 281;
362 – 372.

v
Nelson, JS. 1984. Fishes of The World. John Willy and Sons.Inc. New York. P :
221 – 222.

Pandian TJ. 1999. Sex Determination and Differentiation in Teleosts. In


Karunasagar I, Indrani K, Alan R; Aquaculture and Biotechnology.
Science Publisher, Inc. USA.

Phelps RP dan Thomas JP. 2000. Sex Reversal of Tilapia. Page 34 – 59 in B. A.


Costa – Pierce and J. E. Rakocy, EDS. Tilapia Aquakulture in the
Americas, Vol2. The Word Aquaculture Society, Baton Rounge,
Louisiana, United States
.
Phelps RP; Sanchez WC, Counturier GM; Abiado M; Dabrowski K. 2001.Studies
on Fate of Methyltestosteron and its Metaabolism in Tilapia and on the
Use of Phytochemicals as an Alternative Methode to Produce a Monosex
Population of Tilapia.Reproduction Control Research 1
(10RCR1/Experiment/Mexico).

Priyono, Y.D. 2017. Maskulinisasi Ikan Rainbow Boesemani (Melanotaenia


boesemani) Melalui Perendaman Larva Menggunakan Hormon Methyl
Testosteron Alami Ekstrak Testis Sapi Dengan Lama Perendaman Waktu
Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawijaya, Malang.

Saputra A, Wulandari A, Ernawati, Yusuf M. A, Eriswandy dan Hidayani A.


2018. Penjantanan Ikan Gapi, Poecilia reticulata Peters, 1859 dengan
Pemberian Ekstrak Jeroan Teripang Pasir (Holothuria scabra). Jurnal
Ikhtiologi Indonesia. 18 (2): 127 – 137.

Sarida, M., Putra, D. D. dan Marsewi, H. S. Y., 2011.Produksi Monoseks Guppy


(Poecilia reticulata) Jantan dengan Perendaman Induk Bunting dan Larva
dalam Propolis berbagai Aras Dosis. Zoo Indonesia 20 (2), 1 – 10.

Sugandy, I., 2001. Budidaya Ikan Cupang Hias. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sukmara, 2007. Sex Reversal Pada Ikan Gapi (Poecilia reticulate Peters) Secara
Perendaman Larva Dalam Larutan Madu 5 ml/L. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tancung, A.B., dan M. Ghufran H Kordi K. 2007. Pengelolaan Kualitas Air


Dalam Budidaya Perairan. Jakarta : Rineka Cipta. Hal 2,3.

Taylor, Robert. E and Thomas G. Field. 2004. Scientific Farm Animal Production
; An Introduction to Animal Science (Eighth Edition). Prentice Hall. New
Jersey. 764 p.

Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa.


Bandung. 327 Hal.

v
Utomo, B. 2008. Efektivitas Penggunaan aromatase Inhibitor dan Madu
Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulate Peters). Skripsi.
Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur Fakultas Perikana
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Zairin, M. Jr., Yuniati, A. dan Sumantadinata, K., 2002.Pengaruh Lama Waktu


Perendaman Induk di dalam Larutan 17α – metiltestosteron terhadap
Nisbah Kelamin Anakan Ikan Guppy (Poecilia reticulata). Jurnal
Akuakulture Indonesia 1 (1), 31 – 35.

Zairin. Jr. M. 2002. Sex Reversal: Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina.
Penebar Swadaya. Jakarta.113 hlm.

v
LAMPIRAN

v
Lampiran 1. Tata Letak Wadah Penelitian

C2 A1 B3 D3 C1 B1

D2 A2 B3 D1 A3 C3

Keterangan :
Perlakuan A : Tanpa pemberian larutan tepung testis sapi (kontrol)
Perlakuan B : Pemberian larutan tepung testis sapi 3 gr/L
Perlakuan C : Pemberian larutan tepung testis sapi 6 gr/L
Perlakuan D : Pemberian larutan tepung testis sapi 9 gr/L

v
Lampiran 2. Persentase Nisbah Kelamin Ikan Guppy
Perlakua ulangan jantan betina nisbah kelamin nisbah kelamin
n jantan (%) betina (%)

1 4 4 50 50
A 2 4 5 44,44 55,56
3 1 7 12,5 87,5
1 7 5 58,33 41,67
B 2 3 6 33,33 66,67
3 3 5 37,5 62,5
1 5 1 83,33 16,67
C 2 7 2 77,78 22,22
3 2 6 25 75
1 8 1 88,89 11,11
D 2 3 9 25 75
3 7 2 77,78 22,22

Lampiran 3. Persentase Nisbah Kelamin Jantan


Perlakuan Ulangan Kelamin jantan Jumlah Rata-rata Stdev
(%) (%) (%)
1 50
A 2 44,44 106,94 35,64667 20,24
3 12,5
1 58,33
B 2 33,33 129,16 43,05333 13,39
3 37,5
1 83,33
C 2 77,78 186,11 62,03667 32,19
3 25
1 88,89
D 2 25 191,67 63,89 34,13
3 77,78

Lampiran 4. Nilai Hasil Pengamatan Gonad

Jumlah gonad abnormal


PengamatanGonad = x 100
Jumlah ikan yang diamati

11
PengamatanGonad = x 100
18

PengamatanGonad=0,61 x 100
= 61,11 %

v
Lampiran 5. Persentase Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Guppy
Ulangan A = kontrol (%) B = 3 gr/L (%) C = 6 gr/L (%) D= 9 gr/L (%)
1 53,33 80 40 60
2 60 60 60 80
3 53,33 53,33 53,33 60
Jumlah 166,66 193,33 153,33 200
Rata-rata 55,55 64,44 51,11 66,67
Stdev 3,85 13,88 10,18 11,55

Lampiran 6. ANOVA Persentase Kelamin Jantan Ikan Guppy

Perlakua Ulangan Kelamin Jumlah Rata-rata


n Jantan (%) (%) (%)
1 50
A 2 44,44 106,94 35,64667
3 12,5
1 58,33
B 2 33,33 129,16 43,05333
3 37,5
1 83,33
C 2 77,78 186,11 62,03667
3 25
1 88,89
D 2 25 191,67 63,89
3 77,78

Perlakuan
Dependent Variable:Nisbah Jantan
perlakuan 95% Confidence Interval
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
A 35.647 15.250 .481 70.812
B 43.053 15.250 7.888 78.219
C 62.037 15.250 26.871 97.202
D 63.890 15.250 28.724 99.056

v
Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Nisbah Jantan


Source Type III Sum Mean Ftabel Ftabel
of Squares df Square F Sig. 0.05 0.01
Corrected Model 1760.209a 3 586.736 .841 .509 4.07 7.59
Intercept 31404.055 1 31404.055 45.014 .000
Perlakuan 1760.209 3 586.736 .841 .509
Error 5581.206 8 697.651
Total 38745.469 12
Corrected Total 7341.415 11
**
Keterangan : Tidak Berbeda Nyata (Fhitung > F 0.05)

Lampiran 6. ANOVA Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Guppy


Perlakua Ulangan SR (%) Jumlah (%) Rata-rata (%)
n
1 53,33
A 2 60 166,66 53,55333333
3 53,33
1 80
B 2 60 193,33 64,44333333
3 53,33
1 40
C 2 60 153,33 51,11
3 53,33
1 60
D 2 80 200 66,66666667
3 60

Perlakuan

Dependent Variable: Tingkat Kelangsungan Hidup


perlakuan 95% Confidence Interval
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
A 55.553 6.086 41.519 69.588
B 64.443 6.086 50.409 78.478
C 51.110 6.086 37.075 65.145
D 66.667 6.086 52.632 80.701

v
Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Tingkat Kelangsungan Hidup


Source Type III Sum Mean Ftabel Ftabel
of Squares df Square F Sig. 0.05 0.01
a
Corrected Model 485.259 3 161.753 1.456 .298 4.07 7.59
Intercept 42402.119 1 42402.119 381.581 .000
perlakuan 485.259 3 161.753 1.456 .298
Error 888.978 8 111.122
Total 43776.356 12
Corrected Total 1374.237 11
Keterangan : Tidak Berbeda Nyata (Fhitung < F 0.05)

Multiple Comparisons
Nisbah kelamin jantan
Tukey HSD
(I) (J) 95% Confidence Interval
perlaku perlaku Mean
an an Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
A B -5.7400 21.30162 .993 -73.9553 62.4753
C -26.3900 21.30162 .622 -94.6053 41.8253
D -28.2433 21.30162 .573 -96.4586 39.9719
B A 5.7400 21.30162 .993 -62.4753 73.9553
C -20.6500 21.30162 .770 -88.8653 47.5653
D -22.5033 21.30162 .723 -90.7186 45.7119
C A 26.3900 21.30162 .622 -41.8253 94.6053
B 20.6500 21.30162 .770 -47.5653 88.8653
D -1.8533 21.30162 1.000 -70.0686 66.3619
D A 28.2433 21.30162 .573 -39.9719 96.4586
B 22.5033 21.30162 .723 -45.7119 90.7186
C 1.8533 21.30162 1.000 -66.3619 70.0686

v
Nisbah kelamin jantan
Tukey HSDa,,b

Subset

perlakuan N 1

A 3 35.6467
B 3 41.3867
C 3 62.0367
D 3 63.8900
Sig. .573

v
Lampiran 7. Data Pengamatan Suhu (o) Selama Penelitian
Perlakuan H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 H15
A1 25 26 25 25 26 26 26 27 27 26 27 26 25,7 27,5 28,5
A2 25 26 25 25 26 26 26 27 27 26 27 25,8 25,7 27,3 28,3
A3 25 26 25 25 26 26 26 27 27 26 27 25,5 25,5 27,5 28,6
Jumlah 75 78 75 75 78 78 78 81 81 78 81 77,3 76,9 82,3 85,4
Rata-Rata 25 26 25 25 26 26 26 27 27 26 27 25,77 25,63 27,43 28,47
B1 25 26 25 25 26 26 26 27 27 26 27 25,8 25,6 27,6 28,2
B2 25 26 25 25 26 26 26 27 27 26 27 25 25,9 27,5 28,6
B3 25 26 25 25 26 26 26 27 27 26 27 25,9 25,9 27,3 28,2
Jumlah 75 78 75 75 78 78 78 81 81 78 81 76,7 77,4 82,4 85
Rata-Rata 25 26 25 25 26 26 26 27 27 26 27 25,57 25,8 27,47 28,33
C1 25 26 25 25 26 26 26 27 27 26 27 25,9 25,7 27,2 28,8
C2 25 26 25 25 26 26 26 27 27 26 27 26 25,3 27,6 28,6
C3 25 26 25 25 26 26 26 27 27 28 27 25,5 25,3 27,8 28,5
Jumlah 75 78 75 75 78 78 78 81 81 80 81 77,4 76,3 82,6 85,9
Rata-Rata 25 26 25 25 26 26 26 27 27 26,67 27 25,8 25,43 27,53 28,63
D1 25 26 25 25 26 26 26 27 27 28 27 25,2 25,9 27,6 28,6
D2 25 26 25 25 26 26 26 27 27 28 27 25,2 25,2 27,3 28,5
D3 25 26 25 25 26 26 26 27 27 28 27 25,9 25,2 27,2 28,3
Jumlah 75 78 75 75 78 78 78 81 81 83 81 76,3 76,3 82,1 85,4
Rata-Rata 25 26 25 25 26 26 26 27 27 27,67 27 25,43 25,43 27,37 28,47

v
Perlakuan H16 H17 H18 H19 H20 H21 H22 H23 H24 H25 H26 H27 H28 H29 H30
A1 27,2 27,3 26,7 26,9 27 27,3 28,2 29 27,5 29,2 27,3 27,3 28,2 27,2 27,5
A2 27,3 27,3 26,6 26,9 27,3 27,5 28,4 29 28,1 28,4 27,4 27,3 28,4 27,3 27,3
A3 27,3 27,6 26,5 26,3 27,6 27,1 28,2 29,3 27,1 28,5 27,2 27,6 28,2 27,3 27,5
Jumlah 81,8 82,2 79,8 80,4 81,9 81,9 84,8 87,3 82,7 86,1 81,9 82,2 84,8 81,8 82,3
Rata-Rata 27,27 27,4 26,6 26,8 27,3 27,3 28,27 29,1 27,6 28,7 27,3 27,4 28,27 27,27 27,43
B1 27,2 27,3 26,5 26,7 27,1 27,3 28,3 29 27,6 29 27,3 27,3 28,3 27,2 27,6
B2 27,2 27,2 26,6 26,8 27,4 27,3 28,2 29 28,3 28,6 27,6 27,6 28,2 27,2 27,5
B3 27,4 27,5 26,5 26,9 26,9 27,7 28,3 29 27,6 29,2 27,4 27,7 28,3 27,4 27,3
Jumlah 81,8 82 79,6 80,4 81,4 82,3 84,8 87 83,5 86,8 82,3 82,6 84,8 81,8 82,4
Rata-Rata 27,26 27,33 26,53 26,8 27,13 27,43 28,27 29 27,83 28,93 27,43 27,53 28,27 27,27 27,47
C1 27,3 27,5 26,6 26,7 27,4 27,3 28,2 29,2 27,6 29,3 28 27,6 28,2 27,3 27,2
C2 27,2 27,6 26,7 26,8 27,1 27,3 28,5 29 27,5 29,2 27,1 27,5 28,5 27,2 27,6
C3 27,3 27,5 26,3 27 27,3 27,3 28,3 29,2 27,6 28,5 27,6 27,3 28,3 27,3 27,8
Jumlah 81,8 82,6 79,6 80,5 81,8 81,9 85 87,4 82,6 88 82,7 82,4 85 81,8 82,6
Rata-Rata 27,27 27,53 26,53 26,83 27,27 27,3 28,33 29,13 27,53 29.33 27,57 27,47 28,33 27,27 27,53
D1 27,2 27,6 26,6 26,9 27,3 27,1 28,3 29 27,7 28,6 28,1 27,3 28,3 27,2 27,6
D2 27,3 27,6 26,5 26,9 27,1 27,5 28,3 29,3 28 28,5 28,2 27,5 28,3 27,3 27,3
D3 27,3 27,2 26,5 26,8 27 27,1 28,2 29,2 27,6 29,1 27,3 27,3 28,2 27,3 27,2
Jumlah 81,8 82,4 79,6 80,6 81,9 81,7 84,8 87,5 83,3 85,9 83,6 82,1 84,8 81,8 82,1
Rata-Rata 27,27 27,47 26,53 26,87 27,3 27,23 28,27 29,16 27,77 28,63 27,87 27,37 28,27 27,27 27,37

v
Lampiran 8. Data Pengamatan DO (ppm) Selama Penelitian
Perlakuan H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 H15
A1 4,5 5,2 6,4 5,9 7 6,3 5,7 5,9 5,4 5,9 6,1 6,9 6 5,2 6,1
A2 5,5 5,5 6,5 5,6 6,1 6,2 6,3 6,1 6,5 5,9 6,4 6,9 6,7 5,6 5,4
A3 5,1 5,2 6,2 5,9 6,3 6,4 6,3 6 5,5 5,6 6,3 6 6,3 6,2 5,2
Jumlah 15,1 15,9 19,1 17,4 19,4 18,9 18,3 18 17,4 17,4 18,8 19,8 19 17 16,7
Rata-Rata 5,03 5,3 6,37 5,8 6,47 6,3 6,1 6 5,8 5,8 6,27 6,6 6,33 5,7 5,57
B1 6,1 5,4 6,5 6 6,5 6,1 6,1 5,5 5,3 6,1 6 5,7 6,5 5,6 5,9
B2 5,2 5,1 6,1 6,2 6,3 6,9 6 6,5 6,1 6,5 6,1 6,8 6,1 5,2 5,7
B3 5,9 5,3 6,7 6,1 6,4 7,1 7,3 6,1 6,2 5,6 6,3 5,3 6,3 5,5 5,7
Jumlah 17,2 15,8 19,3 18,3 19,2 20,1 19,4 18,1 17,6 18,2 18,4 17,8 18,9 16,3 17,3
Rata-Rata 5,73 5,27 6,43 6,1 6,4 6,7 6,47 6,03 5,87 6,07 6,13 5,93 6,3 5,43 5,77
C1 5,3 5,6 6,2 5,8 6,2 7,1 6,2 7,1 6 5,6 6,1 6,8 6 5,8 5,7
C2 2,6 5,4 6,8 5,7 5,1 6,9 6,7 6,5 6,2 6,5 6,2 5,7 6,3 5,6 5,7
C3 5,1 5,1 6,2 5,7 6,4 6,9 5,5 6,1 6,2 5,7 6,3 6,7 6,3 5,4 5,6
Jumlah 13 16,1 19,2 17,2 17,1 20,9 18,4 18,4 19,7 18,4 17,8 18,6 19,2 18,6 16,8
Rata-Rata 4,33 5,37 6,4 5,73 5,7 6,97 6,13 6,47 6,57 6,13 5,93 6,2 6,4 6,2 5,6
D1 5,3 5,7 6,3 6,1 6,1 7,1 5,9 6,1 6,1 6,4 6,2 6,7 6 6,1 5,9
D2 5,7 5,2 6,2 6,1 6,2 7,1 6,1 5,2 6,5 5,8 6,4 6,7 6,8 5,9 5,9
D3 5,5 5,3 6,4 5,8 6,5 7,1 5,6 6,3 6,1 6,4 6,3 6,1 5,7 5,3 5,5
Jumlah 16,5 16,2 18,9 18 18,8 21,3 17,6 17,6 17,6 18,7 18,6 18,9 19,5 17,3 17,3
Rata-Rata 5,5 5,4 6,3 6 6,27 7,1 5,87 5,87 5,87 6,23 6,2 6,3 6,17, 6,77 6,77

v
Perlakuan H16 H17 H18 H19 H20 H21 H22 H23 H24 H25 H26 H27 H28 H29 H30
A1 5,8 5,9 6,9 6,3 7 5,9 5,7 5,9 6,4 5,9 6,1 4,5 5,2 6,4 6
A2 5,8 6 6,8 6,2 6,1 5,9 6,3 6,1 6,5 5,9 6,4 5,5 5,5 6,5 6,7
A3 6,3 5,7 6,5 6,4 6,3 5,6 6,3 6 6,2 5,6 6,3 5,1 5,2 6,2 6,3
Jumlah 17,9 17,6 20,2 18,9 19,4 17,4 18,3 18 19,1 17,4 18,8 15,1 15,9 19,1 19
Rata-Rata 5,97 5,87 6,73 6,3 6,47 5,8 6,1 6 6,37 5,8 6,27 5,03 5,3 6,37 6,33
B1 5,9 6,8 6,7 6,1 6,5 6,1 6,1 5,5 6,5 6,1 6 6,1 5,4 6,5 6,5
B2 6 6,3 6,7 6,9 6,3 6,5 6 6,5 6,1 6,5 6,1 5,2 5,1 6,1 6,1
B3 5,5 7,1 6,7 7,1 6,4 5,6 7,3 6,1 6,7 5,6 6,3 5,9 5,3 6,7 6,3
Jumlah 17,4 20,2 20,1 20,1 19,2 18,2 19,4 18,1 19,3 18,2 18,4 17,2 15,8 19,3 18,9
Rata-Rata 5,8 6,73 6,7 6,7 6,4 6,07 6,47 6,03 6,43 6,07 6,13 5,73 5,27 6,43 6,3
C1 5,6 6,5 6,9 7,1 6,2 5,6 6,2 7,1 6,2 5,6 6,1 5,3 5,6 6,2 6
C2 6,1 6,7 6,8 6,9 5,1 6,5 6,7 6,5 6,8 6,5 6,2 2,6 5,4 6,8 6,3
C3 5,7 6,4 6,5 6,9 6,4 5,7 5,5 6,1 6,2 5,7 6,3 5,1 5,1 6,2 6,3
Jumlah 17 19,6 20,2 20,9 17,1 18,4 18,4 18,4 19,2 18,4 17,8 13 16,1 19,2 19,2
Rata-Rata 5,7 5,8 6,5 6,97 5,7 6,13 6,13 6,47 6,4 6,13 5,93 4,33 5,37 6,4 6,4
D1 6,1 6,8 6,7 7,1 6,1 6,4 5,9 6,1 6,3 6,4 6,2 5,3 5,7 6,3 6
D2 6,2 6,8 6,5 7,1 6,2 5,8 6,1 5,2 6,2 5,8 6,4 5,7 5,2 6,2 6,8
D3 5,6 7,1 6,7 7,1 6,5 6,4 5,6 6,3 6,4 6,4 6,3 5,5 5,3 6,4 5,7
Jumlah 17,9 20,7 19,9 21,3 18,8 18,7 17,6 17,6 18,9 18,7 18,6 16,5 16,2 18,9 19,5
Rata-Rata 597 69 6,63 7,1 6,27 6,23 5,87 5,87 6,3 6,23 6,2 5,5 5,4 6,3 6,17,

Lampiran 9. Data Pengamatan pH Selama Penelitian

v
Perlakuan H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 H15
A1 6,8 6,8 6,7 6,7 7 6,8 6,9 6,9 6,9 6,9 6,9 6,8 7 7,1 7,1
A2 6,6 6,7 6,7 6,7 6,8 6,4 6,8 7 6,9 6,8 7 7,1 7 7,1 7,1
A3 6,7 6,7 6,6 6,6 6,9 6,4 6,8 6,9 6,9 6,9 7 7 7,1 7,1 7,3
Jumlah 20,1 20,2 20 20 20,7 19,6 20,5 20,8 20,7 20,6 20,9 20,9 21,1 21,3 21,5
Rata-Rata 6,7 6,73 6,67 6,67 6,9 6,53 6,83 6,93 6,9 6,87 6,97 6,97 7,03 7,1 7,17
B1 6,7 6,7 6,7 6,7 6,9 6,5 6,8 6,9 6,8 7 6,9 7,1 6,9 7 7,1
B2 6,7 6,7 6,7 6,8 6,8 6,6 6,8 6,8 6,9 7 6,9 7 6,9 7,1 7,1
B3 6,6 6,7 6,8 6,7 6,9 6,7 6,8 6,8 6,9 6,8 7,1 6,9 7 7,2 7,1
Jumlah 20 20,1 20,2 20,2 20,6 19,8 20,4 20,5 20,6 20,8 20,9 21 20,8 21,3 21,3
Rata-Rata 6,67 6,7 6,73 6,73 6,87 6,6 6,8 6,83 6,87 6,93 6,97 7 6,93 7,1 7,1
C1 6,7 6,7 6,7 6,7 6,9 6,5 6,7 7 6,9 6,9 7,1 7 7 6,8 7,2
C2 6,7 6,8 6,7 6,7 7,1 6,8 6,8 6,9 6,9 6,8 6,8 6,8 7,2 7,1 7,1
C3 6,6 6,7 6,6 6,7 6,9 6,5 6,8 7 6,9 6,9 6,9 7,1 7,1 7 7,1
Jumlah 20 20,2 20 20,1 20,9 19,8 20,3 20,9 20,7 20,6 20,8 20,9 21,3 20,9 21,4
Rata-Rata 6,67 6,73 6,67 6,7 6,97 6,6 6,77 6,97 6,9 6,87 6,93 6,97 7,1 6,97 7,13
D1 6,7 6,7 6,7 6,7 7 6,7 6,8 6,8 6,9 7 7 6,9 7 6,9 7,1
D2 6,7 6,7 6,7 6,7 6,9 6,5 6,9 7 6,8 6,8 6,9 7 6,8 7,1 7,1
D3 6,7 6,7 6,7 6,6 6,9 6,7 6,9 6,8 6,8 6,8 6,9 6,9 7 7 6,9
Jumlah 20,1 20,1 20,1 20 20,8 19,9 20,6 20,6 20,5 20,6 20,8 20,8 20,8 21 21,1
Rata-Rata 6,7 6,7 6,7 6,67 6,93 6,63 6,87 6,87 6,83 6,87 6,93 6,93 6,93 7 7,03

v
Perlakuan H16 H17 H18 H19 H20 H21 H22 H23 H24 H25 H26 H27 H28 H29 H30
A1 7,1 7 7,1 6,8 6,8 7,2 6,8 6,8 6,7 7,1 6,8 6,8 6,8 7,2 6,8
A2 7,2 7,1 6,9 6,9 6,3 7 6,8 6,7 6,9 6,9 6,9 6,9 6,3 7 6,8
A3 6,9 7 7 7,1 5,8 6,8 6,7 6,8 6,7 7 7,1 7,1 5,8 6,8 6,7
Jumlah 21,2 21,1 21 20,8 18,9 21 20,3 20,3 20,3 21 20,8 20,8 18,9 21 20,3
Rata-Rata 7,07 7,03 7 6,93 6,3 7 6,77 6,77 6,77 7 6,93 6,93 6,3 7 6,77
B1 7 7,1 6,9 7 6,2 7,1 6,9 6,2 6,7 6,8 6,7 7 6,2 7,1 6,9
B2 7,2 7,2 6,9 7 6,8 7,1 6,7 6,5 7,1 7 6,6 7 6,8 7,1 6,7
B3 7 7,1 6,9 6,8 6,8 7 6,7 6,3 6,8 7 6,8 6,8 6,8 7 6,7
Jumlah 21,2 21,4 20,7 20,8 19,8 21,2 20,3 19 20,6 20,8 20,1 20,8 19,8 21,2 20,3
Rata-Rata 7,07 7,13 6,9 6,93 6,6 7,06 6,76 6,33 6,87 6,93 6,7 6,93 6,6 7,07 6,77
C1 7 7,1 7,2 6,8 6,3 6,9 6,7 6,8 6,8 6,7 6,9 6,8 6,3 6,9 6,7
C2 7 6,8 7 6,7 6,9 6,5 6,8 6,1 6,7 7,1 7 6,7 6,9 6,5 6,8
C3 6,7 7 6,9 7 6,7 7,1 6,8 6,8 7 6,9 6,8 7 6,7 7,1 6,8
Jumlah 20,7 20,9 21,1 20,5 19,9 20,5 20,3 19,7 20,5 20,7 20,7 20,5 19,9 20,5 20,3
Rata-Rata 6,9 6,97 7,03 6,83 6,63 6,83 6,77 6,57 6,83 6,9 6,9 6,83 6,63 6,83 6,77
D1 6,6 7,1 7 7 6,2 7,1 6,8 6,7 6,6 7,1 6,8 7 6,2 7,1 6,8
D2 7,2 7,1 7 7,1 6,3 7 7 6,9 6,9 7 6,8 7,1 6,3 7 7
D3 7,1 7 6,9 7,1 6,1 6,8 6,8 6,7 6,8 6,7 6,7 7,1 6,1 6,8 6,8
Jumlah 20,9 21,2 20,9 21,2 18,6 20,9 20,6 20,3 20,3 20,8 20,3 21,2 18,6 20,9 20,6
Rata-Rata 6,97 7,07 6,97 7,07 6,2 6,97 6,87 6,77 6,77 6,93 6,77 7,07 6,2 6,97 6,87

v
Penimbangan tepung Larutan tepung

Pencampuran larutan Perendaman larva

Persiapan wadah Penyiponan

Pengecekan kualitas air Pengambilan ikan sampel


v
Perendamana ikan dalam alkohol Pengamatan gonad

Gonad jantan kontrol Gonad betina kontrol

Gonad jantan abnormal Gonad betina abnormal

v
Lampiran 10. Dokumentasi Selama Penelitian

Pengirisan testis sapi Hasil irisan testis sapi


Testis sapi segar Pengupasan testis sapi

Testis sapi yang sudah di oven penghalusan testis sapi

Pengayakan tepung testis sapi Tepung yang sudah siap

Anda mungkin juga menyukai