Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH MANAJEMEN PRODUKSI BENIH

RENCANA PEMBENIHAN IKAN PATIN

Dosen Pengampu: Dr. Ir. H. Muhammad, M.P.

Disusun Oleh :

Kelompok 10
Nindi Jayanti Risalini (1610712120003)
Novita Sari (1610712120004)
Salihin (1610712110009)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan


karunia dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Rencana
Pembenihan Ikan Patin ini sesuai waktu yang dijadwalkan. Kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. H. Muhammad, M.P. sebagai Dosen Pengampu
Mata Kuliah Manajemen Produksi Benih yang telah memberikan bimbingan dan
arahan sehingga penulisan makalah ini bisa selesai. Akhir kata, kami
mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembacanya.

Banjarbaru, November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................... 2
1.3. Tujuan....................................................................................... 2
BAB 2. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 3
2.1. Morfologi dan klasifikasi Ikan Patin......................................... 3
2.2. Persyaratan Lokasi.................................................................... 4
2.3. Sarana Produksi......................................................................... 8
2.4. Induk......................................................................................... 11
2.5. Makanan.................................................................................... 13
2.6. Teknik Pemijahan...................................................................... 15
BAB 3. RENCANA PEMBENIHAN...................................................... 21
3.1. Target Produksi (1 Tahun)........................................................ 21
3.2. Sarana Produksi......................................................................... 21
3.3. Tenaga Kerja............................................................................. 23
3.4. Biaya Produksi.......................................................................... 23
3.5. Analisa Usaha............................................................................ 24
3.6. Jadwal Kegiatan........................................................................ 26
3.7. Tata Letak Unit Pembenihan..................................................... 26
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 28
4.1. Kesimpulan............................................................................... 28
4.2. Saran.......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
2.1. Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam..................... 5
2.2. Kriteria Kuantitatif Sifat Reproduksi Ikan Patin Siam Kelas
Induk Pokok................................................................................... 11
2.3. Jumlah Penggunaan Pakan untuk Pendederan Benih P I
(untuk Benih 100.000 ekor)........................................................... 14
2.4. Proses Produksi Benih Ikan Pain Siam pada Setiap Tingkat
Pemeliharaan.................................................................................. 15
2.5. Karakter Reproduksi Ikan Patin..................................................... 19
2.6. Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Larva Ikan Patin Siam
Selama 14 Hari Pemeliharaan........................................................ 20
3.1. Modal Tetap Rencana Pembenihan Ikan Patin.............................. 24
3.2. Biaya tetap Rencana Pembenihan Ikan Patin................................ 25
3.3. Biaya Operasional atau Variabel Rencana Pembenihan Ikan
Patin............................................................................................... 25
3.4. Jadwal Kegiatan Rencana Pembenihan Ikan Patin........................ 26

iii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
2.1. Ikan Patin (Pangasius sp.)............................................................. 3
3.1. Tata Letak Kolam di Hatchery....................................................... 27
3.2. Tata Letak Bangunan Unit Pembenihan........................................ 26

2.

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan patin (Pangasius spp) merupakan spesies jenis Pangasidae yang


memiliki ciri-ciri umum tidak bersisik, tidak memiliki banyak duri, kecepatan
tumbuh relatif cepat, fekunditas dan sintasannya tinggi, dapat diproduksi secara
massal dan memililki peluang pengembangan skala industri. Ikan patin
merupakan jenis ikan konsumsi air tawar. Ikan patin juga dikenal sebagai
komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal
inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminat oleh para
pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap
pemberian makanan tambahan. Ikan patin (Pangasius spp.) juga salah satu
komoditi perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Permintaan lokal dan ekspor ikan patin semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Hal ini disebabkan karena daging ikan patin memiliki kandungan kalori
dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas, enak, lezat dan gurih. Ikan ini
dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah
dibandingkan dengan daging ternak. Keunggulan ini menjadikan ikan patin
sebagai salah satu primadona perikanan tawar. Populasi di alam ditemukan di
sungai-sungai besar di daerah Sumatera, Kalimantan dan sebagian di Jawa. Di
daerah penyebarannya tersebut di Indonesia, terdapat sekitar 14 jenis ikan patin,
termasuk ikan patin siam (Slembrouck et al., 2005).
Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar dibagi
menjadi 2 yaitu kegiatan pembenihan dan kegiatan pembesaran. Kedua jenis
kegiatan ini umumnya belum populer dilakukan oleh masyarakat, karena biasanya
mengandalkan kegiatan penangkapan di alam (sungai, waduk, dan lain-lain) untuk
memenuhi kebutuhan akan ikan patin. Kegiatan pembenihan merupakan upaya
untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Benih ikan patin dapat diperoleh
dari hasil tangkapan di perairan umum, benih ikan patin ditangkap menjelang
musim kemarau pagi hari dengan menggunakan alat tangkap jala atau jaring.
2

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Bagaimana rencana produksi pembenihan ikan patin?
2. Apa saja sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pembenihan ikan patin?
3. Bagaimana analisa usaha dalam produksi benih ikan patin?
1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui rencana produksi pembenihan ikan patin.
2. Mengetahui sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pembenihan ikan
patin.
3. Mengetahui analisa usaha dalam produksi benih ikan patin.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi dan klasifikasi Ikan Patin

Menurut Rukmana dan Yudirachman (2016), kedudukan ikan patin dalam


sistematika (taksonomi) hewan diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostarioplaysi
Subordo : Siluriodea
Famili : Schilbeidae (Pangasidae)
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius pangasius Ham, Buch
Nama Inggris : Catfish
Nama Lokal : Ikan Patin

Gambar 2.1. Ikan Patin (Pangasius sp.)


Secara sfesifik, berikut penampilan visual dan ciri-ciri morfologis ikan
patin:
a. Memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung
kebiru-biruan.
b. Panjang tubuhnya mencapai 120 cm atau lebih.
c. Kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung agak bawah.
d. Pada sudut mulut terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai
peraba.
e. Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil
bergerigi.
f. Tidak memiliki sisik.
4

g. Sirip duburnya panjang, terdiri atas 30-33 jari-jari lunak.


h. Sirip perutnya memiliki 6 jari-jari lunak.
i. Sirip dada memiliki 12-13 jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah
menjadi senjata yang dikenal sebagai patil.
j. Sirip ekornya membentuk cagakdan bentuknya simetris (Rukmana dan
Yudirachman, 2016).

2.2. Persyaratan Lokasi

Menurut Rukmana dan Yudirachman, (2016), persyaratan lingkungan budi


daya ikan patin perlu modifikasi ekosistem seperti di habitat alami dengan
pendekatan wawasan ramah lingkungan. Buudidaya ikan patin memerlukan
beberapa persyaratan dan kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan dan
perkembangan. Persyaratan lingkungan budidaya, baik untuk pembenihan
maupun pembesaran harus memerharikan hal-hal sebagai berikut:
a. Keadaan Tanah
Berikut syarat tanah untuk lokasi budidaya ikan patin, terutama untuk
kolam induk dan pendederan yang menggunakan kolam tanah:
 Jenis tanah liat atau lempung berpasir dan tidak poreus, berwarna coklat atau
kehitaman, tingkat keasaman (pH tanah) ˃ 6, dengan tekstur 50-60% liat atau
liat berlempung, fraksi pasir kurang dari 20% dan sisanya serbuk bahan
organik.
 Lokasi berada di atas lahan stabil dengan kemiringan ˂ 10%, dekat sumber air
dan bebas dari gangguan bencana alam, pencemaran, keamanan dan predator
(khususnya di kolam pendederan).
 Mempunyai aksesibilitas transportasi yang baik dengan mobil atau kendaraan
roda 4-6.
 Sebaiknya, lokasi berada di sekitar lahan pekarangan rumah, di area
pemukiman yang tergolong jarang dengan jarak lebih dari 10 m dari rumah
atau di sekitar lahan perkolaman, persawahan, lahan kebun atau ladang
tradisional.
5

b. Ketersediaan Air
Air merupakan salah satu komponen penting, khususnya untuk produksi
benih. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kualitas air dalam
budidaya ikan patin adalah:
 Berasal dari tanah atau air permukaan (aliran mata air atau anak sungai yang
dibendung, air sungai, air irigasi dan bendungan) dengan kualitas yang layak
atau baik serta kuantitas yang mencukupi. Kisaran kualitas air untuk
pembenihan ikan patin disajikan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam
No Parameter Kualitas Air Satuan Nilai
.
o
1. Suhu C 28-31
2. pH - 6,5-8
3. Oksigen terlarut mg/L ˂ 0,2
4. Amoniak mg/L ˂ 0,2
5. Nitrit mg/L ˂ 0,01
Sumber: LRPTBPAT, (2007).
 Khusus untuk pembenihan jenis pasupati membutuhkan air yang relatif jernih
dengan kadar oksigen yang tinggi pada pemeliharaan larva atau benih,
pendederan, pembesaran dan/atau pemeliharaan induk. Air sebaiknya dapat
dialirkan dengan sistem gravitasi dan ditampung terlebih dahulu dalam bak
atau kolam penampungan. Namun, apabila tidak memungkinkan, dapat
menggunakan bantuan pompa.
 Air untuk pemeliharaan induk dapat menggunakan air sungai atau irigasi
dengan kecerahan ˃ 30 cm, karena ikan patin tidak terlalu menyukai air yang
terlalu jernih.
 Penetasan telur dan pemeliharaan larva menggnakan air bersih dan jernih,
seperti air sumur, aliran mata air atau air sungai dengan pH 7 dan kadar besi
yang rendah. Jika menggunakan sumber air dengan pH yang relatif rendah,
diperlukan upaya perlakuan awal dengan pengapuran. Jangan gunakan air
tanah dengan kandungan kadar besi teralu tinggi. Air irigasi memerlukan
perlakuan pengendapan dan penyaringan.
 Suhu air yang baik untuk penetasan telur menjadi larva di akuarium antara 26-
28oC. Pada daerah yang suhu airnya relatif rendah memerlukan heater
(pemanas) untuk mencapai suhu optimal dan stabil.
6

 Derajat keasaman air pada pH 6,5-7.


 Bila budidaya ikan patin, khususnya kegiatan pembesaran, dilakukan dengan
Keramba Jaring Apung (KJA) yang dipasang di sungai, maka lokasi yang
teppat adalah sungai dengan arus lambat. Air harus bersih, tidak terlalu keruh
dan tidak tercemar bahan kimia beracun, minyak atau limbah pabrik dengan
kecerahan lebih dari 45 cm. Untuk menghindari timbulnya jamur, biasanya
ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur, yaitu Emolin atau
Blitzich dengan dosis 0,05 cc/L.
c. Lokasi untuk Kolam Terpal
Menurut Ghufran dan Kordi (2010), kolam terpal merupakan salah satu
alternatif teknologi budidaya ikan yang diterapkan pada lahan sempit, lahan
minim air atau lahan yang tanahnya porous, terutama tanah berpasir. Artinya,
kolam terpal meruppakan salah satu solusi untuk pengembangan budidaya ikan di
lahan kritis dan sempit. Pemanfaatan lahan sempit atau kritis untuk pembangunan
kolam terpal perlu beberapa pertimbangan, antara lain:
 Pertimbangan Teknis
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membangun kolam
terpal adalah sebagai berikut:
1) Ada sumber air untuk mengisi kolam terpal. Sumber air tersebut dapat berasal
dari air sumur, air PAM, air hujan yang ditampung dan lain-lain yang layak
digunakan. Lebih ideal lagi jika kolam terpal, mendapat pasokan dari sungai,
saluran irigasi, waduk atau danau.
2) Ketinggian lokasi perlu diperhatikan karena terkait dengan suhu air. Untuk
budidaya ikan patin, ketinggian yang cocok adalah 0-800 m dpl.
3) Ukuran ikan yang hendak dipelihara perlu dipertimbangkan karena terkait
dengan kedalaman air di dalam kolam, misalnya beni patin cocok dipelihara
pada kedalaman air 40-50 cm. Unruk menampung air sedalam 40 cm, cukup
dibuat kolam dengan ketinggian atau kedalaman sekitar 60 cm. Sedangkan
untuk usaha pembesaran yang menggunakan benih 100 g/ekor, dibutuhkan
kedalaman air mencapai 100 cm. Untuk menampung air sedalam 100 cm,
diperlukan kolam dengan ketinggia atau kedalaman 120 cm.
7

4) Dasar tanah untuk peletakkan kolam terpal harus rata, begitu pula dengan
kerangka yang digunakan tidak berbahan tajam yang dapat membuat terpal
sobek.bila tanah tidak rata, sebaiknya diberi lapisan dari pelepah batang pisang
atau sekam padi. Selain berfungsi meratakan tanah, kedua bahan tersebut dapat
menstabilkan suhu.
5) Untuk kolam yang dibangun di daerah pemukiman penduduk, perlu dipikirkan
penanganan limbah air kolam. Perlu diupayakan penampungan untuk buangan
air limbah sehingga air limbah dari pemeliharaan ikan dapat diolah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Selain itu, dapat pula membangun
bak atau sumur resapan untuk menampung limbah yang dibuang atau
membangun saluran yang permanen, yang terhubung langsung dengan sungai
atau kanal besar.
 Pertimbangan Sosial-Ekonomi
1) Lokasi yang dipilih untuk memelihara patin dengan kolam terpal bukanlah
lokasi sengketa. Sekalipun kolam terpal mudah dibongkar dan dipindahkan,
namun sebaiknya lokasi yang dipersengketakan tidak dipilih karena dapat
merugikan.
2) Dekat dengan daerah pengembangan budidaya ikan patin sehingga
memudahkan memperoleh induk atau benih.
3) Tersedia sarana dan prasarana transportasi yang memadai untuk memudahkan
pengadaan alat, bahan, transportasi benih, hasil panen dan lain-lain.
4) Adanya alat dan bahan disekitar lokasi atau pengadaannya mudah.
5) Pasar cukup terbuka untuk menampung produksi, baik pasar lokal mauun pasar
ekspor, serta harga yang cukup memadai.
6) Lokasi cukup aman dari berbagai gangguan, baik hewan-hewan liar maupun
gangguan manusia (pencurian) atau ada cara efektif untuk mengatasi gangguan
tersebut.
7) Adanya sumber energi listrik untuk penerangan dan kebutuhan lainnya.
8) Adanya dukungan dari pihak-pihak terkait, misalnya pemodalan dan lain-lain.
Untuk petani ikan kecil, dukungan juga dapat berupa penyuluhan teknis dan
pemasaran hasil.
8

2.3. Sarana Produksi

Menurut Khairuman dan Amri (2014), Sarana pembenihan meliputi


pemilihan lokasi, konstruksi, tata letak dan keamanan bahan.
1. Pemilihan Lokasi
Penentuan lokasi yang dipilih harus memenuhi beberapa kriteria dasar
yang dapat ditinjau dari beberapa aspek penting, yaitu aspek sosial, aspek
ekonomi dan aspek teknis.
2. Konstruksi
Konstruksi yang ada pada sarana produksi pembenihan meliputi:
 Ruang Tertutup
Ruang tertutup yang dimaksudkan di sini adalah suatu ruangan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga fertilisasi udara di dalam ruangan tersebut sangat
minim sekali. Tujuannya agar suhu udara didalam ruangan cenderung tetap dan
suhu air yang digunakan untuk pembenihan bisa stabil, yakni berkisar 28-30oC.
Suhu air tersebut sangat cocok (optimum) untuk kegiatan pembenihan ikan.
Bangunan berupa ruang tertutup ini merupakan pusat dari kegiatan pembenihan.
Di sinilah proses penyuntikan, stripping (pengurutan perut untuk mengeluarkan
telur), pembuahan buatan, penetasan telur, dan pemeliharaan benih berlangsung.
Peralatan yang digunakan dalam ruang tertutup ini adalah bak atau wadah
penyaringan air, corong penetasan dan wadah pemeliharaan benih berupa bak
berbahan fiberglass atau akuarium. Luas bangunan disesuaikan dengan kondisi,
umumnya berukuran 6 × 9 m2 atau sesuai ketersediaan lahan.
 Bak Filter atau Penampungan Air Bersih
Ketersediaan bak filter dan penampungan air bersih pada dasarnya
bertujuan menjaga keberlangsungan suplai air bersih. Ada dua wadah yang
diperlukan pada bagian ini, yaitu wadah atau tempat untuk menyaring air (filter)
dan wadah untuk menampung air bersih yang telah disaring. Filter air dan wadah
penampungan air bersih hasil penyaringan dapat digunakan wadah fiberglass
ukuran 1 × 1 × 1 m3 atau daat pula menggunakan tong plastik bekas volume 200
liter. Filter terbuat dari beberapa lapisan yang disusun sedemikian rupa. Lapisan
paling bawah sampai lapisan paling atas terdiri atas lapisan batu krikil, lapisan
ijuk dan arang, lapisan pasir dan lapisan batu krikil. Masing-masing lapisan
9

ketebalannya antara 3-4 cm. Fungsi filter adalah menjernihkan kembali air yang
kotor serta menghilangkan bau-bau busuk akibat telur-telur yang tidak menetas.
 Water Turn
Water turn atau tempat penampungan air adalah wadah yang digunakan
sebagai tempat menampung air yang sudah melalui bak filter. Water turn terbuat
dari tong plastik bekas volume 200 liter dan diletakkan di tempat paling tinggi di
antara wadah-wadah air lainnya serta diletakkan menggunakan penyangga yang
terbuat dari kerangka kayu kaso dengan ketinggian ± 180 cm dari lantai.
Pengaliran air dari wadah ke wadah water tower menggunakan paralon sebanyak3
(tiga) buah: (1) Paralon pemasukan yang berfungsu mengalirkan air dari wadah
penampungan air bersih dengan bantuan pompa hisap; (2) Paralon pengeluaran air
yang mengalirkan air dari water tower ke corong-corong penetasan telur; dan (3)
Paralon pemimpasan yang mengalirkan air dari water tower ke wadah
penampungan air bersih, hal tersebut dimaksudkan guna menjaga bila sewaktu-
waktu air didalam wadah water tower melimpah.
 Pompa Hisap
Pompa hisap yang digunakan sebanyak 1 (satu) buah dengan voltase 220
dan kapasitas ± 42 liter per menit. Artinya, pompa isap ini berukuran kecil sampai
sedang.
 Corong Penetasan
Corong penetasan berfungsi sebagai tempat menetaskan telur-telur ikan.
Corong penetasan terbuat dari fiberglass dengan ukuran diameter (garis tengah)
bagian atas 45 cm dan tinggi 45 cm. Jumlah corong penetasan untuk satu unit
pembenihan sebanyak 5 (lima) buah yang disusun secara berjajar dengan bantuan
rak kayu sebagai penyangga.
 Wadah Penampungan Larva
Wadah yang diperlukan berbentuk segi empat dan berukuran 2×1×0,5 m 3
atau yang berbentuk silinder (bulat) dengan volume 500 liter air. Untuk satu unit
pembenihan skala kecil sampai sedang diperlukan 2 (dua) wadah penampungan
larva. Guna memudahkan penangkapan larva yang baru menetas, maka wadah
penampungan larva dilengkapi hapa halus (terbuat dari kain kasa) sebanyak 2
buah, yang masing-masing berukuran 1×0,5×0,5 m3.
10

 Wadah Pemeliharaan Benih


Wadah pemeliharaan benih dapat berupa akuarium, fiberglass, bak
semen/beton atau bak kayu yang dilapisi plastik tebal agar tidak bocor. Apabila
memilih menggunakan akuarium, jumlah akuarium yang dibutuhkan sebanyak 30-
50 buah berukuran 70×40×40 cm3. Apabila menggunakan fiberglass atau bak
semen/beton, sebaiknya berbentuk bulat sebanyak 6 (enam) buah dengan
kapasitas 1 kubik.
 Penghangat Ruangan atau Penghangat Air
3. Tata Letak
Tata letak menyangkut desain penempatan masing-masing sarana dan
prasarana unit pembenihan. Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait tata
letak:
 Tempatkan hatchery di lokasi yang berdekatan dengan sumber air (lokasisumur
bor) dan saluran pembuangan air. Hal ini akan memudahkan penyaluran air
dari pompa menuju hatchery dan memudahkan pembuangan air kotor, yaitu air
bekas yang telah digunakan untuk pembenihan.
 Tempatkan saluran pemasukan dan pembuangan air secara terpisah.
 Upayakan saluran pemasukan dan pengeluaran air tidak melalui daerah
pemukiman, apalagi melewati kawasan industri pertanian. Ini supaya pasokan
air bersih untuk pasokan air bersih untuk pembenihan tidak tercemar oleh
limbah rumah tangga/limbah industri/limbah pertanian.
 Pastikan tempat penyimpanan masing-masing saprodi terpisah agar tidak
tercampur antara pakan, pupuk, obat ikan, pestisida dan BBM. Tempat
penyimpanan tersebut harus aman, tertutup dan memiliki sirkulasi udara yang
baik. Selain itu, pastikan bahwa tempat penyimpanan saprodi bebas hama dan
binatang peliharaan, serta dilengkap fasilitas cuci tangan.
 Pastikan fasilitas MCK (toilet/kamar mandi) dan septie tank berada di lokasi
yang jauh (minimal berjarak 10 m) dari petak pemeliharaan dan saluran air
bersih.
4. Keamanan Bahan
Wadah yang digunakan dalam usaha pembenihan (misalnya bak
beton/semen, bak fiberglass, akuarium, corong penetasan, water turn dan bak
11

filter) harus berasal dari baan yang baik dan sedapat mungkin memiliki SNI
(Standard Nasional Indonesia). Penggunaan bahan yang demikian, selain memiliki
jaminan terhadap kualitas, juga aman digunakan. Pastikan juga wadah tersebut
terbuat dari bahan-bahan atau material yang tidak mengandung zat kimia beracun,
tidak korosif dan tidak mencemari lingkungan sekitar.

2.4. Induk
Di habitat aslinya, patin memijah pada musim penghujan sehingga
benihnya banyak ditemukan pada bulan Maret- Mei. Patin matang kelamin pada
usia 2-3 tahun dengan berat diatas 1,5 kg. Induk patin yang berukuran 5-6 kg
dapat menghasilkan telur 1,5 juta butir. Patin siam (Pangasius hypophthalmus)
memiliki fekunditas atau jumlah telur lebih banyak dibandingkan dengan patin
jambal (Pangasius djambal) (Ghufran dan Kordi, 2010).
Kematangan gonad pertama kali terjadi saat ikan patin betina berumur 3
tahun dan jantannya berumur 1-2 tahun. Ikan patin memiliki sifat bergerombol.
Sifat ini tampaknya berpengaruh terhadap kematangan gonad. Peroses perkawinan
ikan atau pemijahan merupakan proses menyatunya sperma dan sel telur yang
terjadi di luar tubuh. Induk betina yang sudah matang gonad akan mengeluarkan
telur-telur bersamaan dengan induk jantan mengeluarkan spermanya (Rukmana
dan Yudirachman, 2016). Menurut SNI (2000), Kriteria kuantitatif sifat
reproduksi ikan patin siam kelas induk pokok dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kriteria Kuantitatif Sifat Reproduksi Ikan Patin Siam Kelas Induk
Pokok
No Kriteria
Parameter Satuan
. Jantan Betina
1. Umur pertama siap pijah Tahun > 1,5 > 2,5
2. Panjang standar cm 40 45
3. Bobot tubuh pertama matang gonad kg > 2,0 > 3,0
120.000-
4. Fekunditas butir/kg -
200.000
5. Diameter telur mm - 1,0 – 1,2
6. Keseragaman telur* % - > 75
7. Penggumpalan telur* % - < 25
8. Inti telur telah dipinggir* % - > 75
*: Bila diberi larutan Sera
12

Menurut Rukmana dan Yudirachman (2016), Secara spesifik ciri-ciri


induk ikan patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan, yaitu:
1. Induk Betina
 Induk betina ikan patin berumur 3 tahun.
 Memiliki ukuran atau berat 1,5-2 kg.
 Perut membesar ke arah anus.
 Perut terasa empuk dan halus apabila diraba.
 Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
 Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
 Jika di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang
bentuknya bundar dan besarnya seragam.
2. Induk Jantan
 Induk jantan ikan patin berumur 2 tahun.
 Memiliki ukuran atau berat 1,5-2 kg.
 Kulit perut lembek dan tipis.
 Apabila diurut akan keluar cairan sperma berwarna putih.
 Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
Selain ciri-ciri tersebut, induk yang akan dipijahkan harus memenuhi
persyaratan sehat secara fisik, yaitu tidak terinfeksi penyakit dan parasit, serta
bebas luka akibat benturan, pukulan, goresan ataupun sayatan.
Induk maupun calon induk yang akan dipijahkan ditampung dalam kolam
khusus, yaitu kolam pemeliharaan induk. Kolam khusus ini bertujuan
mempercepat proses kematangan gonad, penyimpanan induk yang telah
dikawinkan, serta memermudah dalam pengelolaan dan pengontrolan. Induk
jantan dan betina dapat dipelihara bersama-sama pada satu kolam atau bisa
berpisah. Kolam pemeliharaan induk bisa berupa kolam tanah atau kolam tembok,
tetapi dasar kolam diusahakan tetap tanah. Padat penebaran ikan patin untuk
pematangan gonad umumnya dilakukan di kolam dengan kepadatan 3-5 ekor/m 3
dan kedalaman air kolam minimal 100 cm. Selain kolam tanah, pemeliharaan
induk patin dapat juga dilakukan di karamba dengan ukuran 3 m × 2 m × 2 m,
sedangkan jika pemeliharaan induk di karamba jaring apung (KJA), ukuran lahan
minimal 4 m × 4 m × 2 m. Pada kolam pemeliharaan induk harus ada pintu
13

pemasukan dan pengeluaran air agar mudah melakukan pengeringan dan


penggantian air. Sumber air pada kolam pemeliharaan induk dapat berasal dari
sungai, saluran irigasi, waduk atau sumber air lainnya. Dasar kolam diusahakan
tidak banyak mengandung lumpur dan bila air yang digunakan berasal dari
saluran air (sungai dan saluran irigasi) sebaiknya diendapkan terlebih dahulu
karena dikhawatirkan masih membawa lumpur dan kotoran. Induk diberikan
pakan yang bermutu baik, pakan yang diiberikan dapat berupa pelet yang
mengandung protein minimal 30% sebanyak 3% per hari dari berat total tubuh
ikan. Pembudidaya patin biasanya menggunakan pakan pelet induk ikan kerapu
sebagai pakan induk patin, yaitu pelet dengan kandungan protein 38%. Pakan
diberikan 2-3 kali sehari, yaitu pada pagi,siang dan sore hari. Pakan tambahan
yang bisa iberikan pada patin adalah bekicot, keong mas, belatung, tepung darah
dan ikan rucah yang berperan dalam mempercepat pematangan gonad induk patin.
Pakan tambahan tersebut diberikan sebanyak 10% dari berat total ikan.
Pemberian pakan idealnya 2 kali dalam seminggu (Mahyuddin, 2010).

2.5. Makanan
Ikan patin memerlukan sumber energi yang berasal dari makanan untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Ikan ini merupakan ikan pemakan segala
(omnivora) tetapi cenderung kearah karnivora. Di alam, makanan utama ikan
patin berupa udang renik (crustacea), insekta dan moluska. Sementara itu,
makanan pelengkap berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang ada di
perairan.
Pakan yang diberikan pada indukan ikan patin untuk pemeliharaan induk
berupa pakan buatan (komersial) atau pelet dengan kuantitas yang mencukupi dan
kualitas tinggi serta mengandung protein antara 30-35%. Kandungan protein
sangat berpengaruh terhadap kualitas telur. Pemberian pakan dilakukan 2 kali
dalam sehari yaitu pagi dan sore. Jumlah pakan yang dberikan sebanyak 3% dari
biomass atau total berat induk.
Larva ikan patin yang telah berumur 3 hari diberi pakan naupli Artemia sp.
yang diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 2 jam sekali. Setelah berumur 4
hari, larva dapat diberi pakan alami berupa kutu air (Daphnia sp. dan Moina sp.)
juga cacing sutera (Tubifex sp.) yang dicacah terlebih dahulu. Pakan-pakan
14

tersebut diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 3-4 jam sekali. Larva yang
berumur lebih dari 5 hari, diberikan pakan berupa cacing sutera (Tubifex sp.) yang
dicacah terlebih dahulu, diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 3-4 jam
sekali.
Pemeliharaan larva atau benih berlangsung hingga umur 15 hari. Larva
yang berumur 15 hari dan diberi pakan Tubifex dapat mencapai ukuran 0,75 inchi.
Pada hari ke-16, larva ikan patin sudah dapat diberikan pakan buatan berupa pelet.
Sesuaikan jumlah pakan dengan kebutuhan benih. Usahakan jangan ada yang
tersisa guna menghindari penurunan kualitas air yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian larva (Rukmana dan Yudirachman, 2016).
Menurut SNI (2000), pakan induk yang diberikan adalah pakan buatan
dengan kandungan protein 28%-35%. Pakan benih sampai umur 15 hari yaitu
naupli Artemia sp. dan Tubifex sp. hidup. Pakan benih umur 15 hari sampai 36
hari (di akuarium/bak) diberikan Tubifex sp. dan pakan buatan dengan protein
35%. Pakan benih dari umur 15 hari sampai 45 hari (di kolam) diberikan pakan
buatan dengan kadar protein minimal 28% dan pakan alami (Moina sp. dan
Daphnia sp. yang ditebar pada waktu persiapan kolam).
Tabel 2.3. Jumlah Penggunaan Pakan untuk Pendederan Benih P I (untuk Benih
100.000 ekor)
Jenis Pakan
Hari Ke
Nauplii Artemia sp. (g) Tubifex sp. hidup (liter)
1 - -
2 3,2
3 6,4
4 8,3
5 13,3
6 20,0
7 26,6 1,0
8 29,3 1,0
9 1,0
10 1.5
11 1,5
12 1,5
13 2,0
14 2,0
15 2,0
Sumber: SNI, (2000).
15

Tabel 2.4. Proses Produksi Benih Ikan Pain Siam pada Setiap Tingkat
Pemeliharaan
P II
No
Uraian Satuan PI Kolam
. Akuarium/bak
tanah
Pupuk organik g/m2 - - 500-1000
1. Pupuk anorganik 20-50, 10-
g/m2 - -
(urea, TSP) 25
2
2. Kapur g/m - - 25-100
3. Ukuran benih Inci 0,1-0,2 0,75 0,75
Padat tebar benih ekor/l 40 20 -
4. 2
di P I dan P II ekor/m - - 40
Jenis pakan Artemia+
Tubifex hidup+ Pakan
5. Tubifex
pakan buatan buatan
hidup
Pakan % bobot
6. - - 20
biomas
Frekuensi
7. kali/hari 5 4 3
pemberian pakan
Waktu
8. hari 15 21 30
pemeliharaan
9. Sintasan % 50 85 80
10. Ukuran Panen inci 0,75 1-2 2-3
Sumber: SNI, (2000).

2.6. Teknik Pemijahan

Menurut Susanto dan Amri (2001), menyatakan bahwa ikan patin hanya
dapat dipijahkan 3 kali selama setahun dengan cara pemijahan buatan. Ikan patin
siam biasanya memijah hanya pada musim hujan sehingga ketersediaan benih
ikan patin di luar musim pemijahan sangatlah langka, kalaupun ada biasanya tidak
membuahkan hasil.
Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit dipijah secara alami
karena sulit memanipulasi lingkungan sesuai habitatnya. Oleh karena itu,
pemijahan ikan patin dilakukan secara buatan melalui pemberian rangsangan
hormon untuk proses pematangan akhir gonad, pengurutan untuk proses
pengeluaran telur serta pembuahan dengan mencampur sperma dan telur. Hormon
yang digunakan adalah kelenjar hipofisa ikan lain atau hipofisa buatan (ovaprim).
1. Penyuntikan
Kawin suntik (induced breeding) pada ikan patin dapat dilakukan dengan
menggunakan kelenjar hipofisa ikan lain, seperti ikan mas dan dapat juga
16

dilakukan dengan menggunakan semacam kelenjar hipofisa buatan yang


mengandung hormon gonadotropin. Di pasaran kelenjar hipofisa dikenal dengan
merek dagang ovaprim. Berikut teknis dan tata cara kawin suntik pada ikan patin:
a. Menggunakan kelenjar hipofisa ikan mas
Urutan pekerjaan yang dilakukan:
 Siapkan ikan yang akan diambil kelenjar hipofisanya, misalnya ikan mas.
Bila induk ikan patin betina yang akan disuntik memiliki berat 3 kg, maka
donor yang digunakan mempunyai berat 9 kg. Induk ikan patin jantan
dengan berat 3 kg, maka donor ikan yang digunakan memiliki berat 6 kg.
 Potong tegak lurus atau vertikal di bagian belakang tutup insang ikan donor
yang akan diambil kelenjar hipofisanya.
 Letakkan potongan kepala pada posisi mulut menghadap ke atas, kemudian
dipotong vertikal dari permukaan sedikit di atas mulut, sehingga organ otak
yang dilingkari lendir atau lemak akan terlihat.
 Bersihkan otak yang dilingkari lendir dengan kapas atau tisu. Setelah bersih
dari lendir, akan nampak di otak berupa butiran putih seperti beras. Butiran
tersebut dinamakan kelenjar hipofisa.
 Ambil kelenjar hipofisa menggunakan pinset secara hati-hati.
 Hancurkan kelenjar hipofisa menggunakan gelas penggerus sampai halus.
 Larutkan kelenjar hipofisa yang sudah dihaluskan ke dalam aquabides
sebanyak 2 ml, supaya larutan benar-benar hancur dan tercampur. Gunakan
sentrifugal atau pemusing. Tujuan dari pelarutan adalah untuk memudahkan
penyuntikan.
 Ambil atau sedot larutan kelenjar hipofisa menggunakan alat suntik. Dosis
yang biasa digunakan antara 0,0-0,75 cc/kg untuk induk betina.
 Lakukan penyuntikan secara intrmuskular di belakang sirip punggung
menggunakan jarum suntik berukuran 0,12 ml.
b. Menggunakan ovaprim
Urutan pekerjaan yang dilakukan, yaitu:
 Timbang induk jantan dan betina yang akan dipijah untuk mengetahui
takaran dosis ovaprim.
 Tentukan dosis ovaprim penyuntikan induk betina sebanyak 0,5 ml/kg,
sedangkan untuk induk jantan bila diperlukan ovaprim 0,3 ml/kg.
17

 Lakukan penyuntikan terhadap induk betina sebanyak 2 kali secara


intramuskular di belakang sirip punggung dengan memasukkan jarum
sedalam kurang lebih 2 cm dan kemiringan 40 derajat. Pada suntikan
pertama, atur dosis senilai 1/3 bagian dosis total dan dilakukan pada malam
hari pukul 22.00. penyuntikan kedua dilakukan pada pagi hari pukul 09.00
atau 8-10 jam setelah penyuntikan pertama. Dosis suntikan kedua 2/3bagian
dosis total. Penyuntikan induk jantan dilakukan satu kali bersamaan dengan
penyuntikan kedua induk betina. Minimal dibutuhkan dua orang untuk
penyuntikan guna mencegah induk patin berontak.
 Simpan atau masukkan induk-induk ikan patin yang telah disuntik ke dlam
bak atau hapa dengan air yang mengalir.
2. Stripping
Lakukan pengecekan induk untuk menentukan saat pengeluaran telur
dalam proses pembuahan setelah 8-12 jam penyuntikan. Bila pengeluaran telur
dilakukan sebelum ovulasi atau terlalu cepat waktu, maka pengeluaran telur tidak
akan lancar dan biasanya persentase keberhasilan pembuahan relatif kecil.
Sementara itu, bila terlalu lambat, pembuahan biasanya juga gagal karena air
sudah masuk ke dalam kantung telur yang menyebabkan lubang mikrofil pada
telur sudah tertutup. Proses pengurutan (stripping) dilakukan dengan metode
kering (dry stripping). Berikut urutan pekerjaan pengurutan (stripping):
 Siapkan alat dan bahan yang terdiri atas spuit dan jarum suntik 3- ml untuk
menyuntik induk, spuit besar (60 ml) tanpa jarum untuk menyedot dan
menampung sperma, bulu ayam untuk mengaduk telur, nampan plastik untuk
menampung telur, mangkuk plastik untuk mencampur telur dan sperma, heater
(pemanas), air mineral dan air sumur, tanah liat atau lumpur, bak penampungan
induk dan akuarium atau corong untuk penetasan telur.
 Sediakan wadah untuk menampung telur berupa baskom atau plastik yang telah
dibersihkan dan kering.
 Pegang induk betina yang akan di-stripping dengan kedua belah tangan.
Tangan kiri memegang pangkal ekor, sedangkan tangan kanan memegang
perut bagian bawah. Letakkan ujung kepala induk pada pangkal paha.
18

 Urut perut induk secara perlahan-lahan dari bagian depan ke arah belakang
menggunakan jari tengah dan jempol.
 Tampung telur ikan patin ke dalam baskom.
 Tangkap induk jantan untuk diambil spermanya. Sperma ini akan dicampurkan
dengan telur-telur di dalam baskom.
 Urut perut induk jantan seperti pada pengurutan induk betina. Sperma yang
keluar langsung disatukan dengan telur yang ditampung di dalam baskom.
 Campur telur dan sperma secara merata, kemudian aduk-aduk menggunakan
bulu ayam ± selama 30 detik. Aduk perlahan-lahan.
 Tambahkan 4.000 ppm garam dapur ke dalam campuran telur dan sperma
untuk meningkatkan pembuahan (fertilisasi). Penambahan dilakukan sambil
tetap mengaduk campuran dan tambahkan air sedikit demi sedikit. Pengadukan
dilakukan ± 2 menit.
 Lakukan peggantian air bersih sebanyak 2-3 kali untuk membuang kotoran
berupa lendir.
 Cuci telur menggunakan larutan lumpur untuk menghindari penggumpalan.
Lumpur dapat membersihkan lendir yang menempel dan memisahkan telur-
telur yang menggumpal. Lumpur yang digunakan berupa lumpur atau tanah
dasar kolam atau tegalan yang dipanaskan pada suhu 100 oC terlebih dahulu
guna menghindari penyakit. Selanjutnya, telur-telur yang telah dibuahi akan
mengalami pengembangan. Ukuran telur terlihat lebih besar dan berwarna
kuning. Sementara itu, telur-telur yang tidak dibuahi akan berwarna putih dan
mengendap dibawah. Telur-telur yang bersih siap ditetaskan.
3. Penetasan Telur
Syarat yang perlu diperhatikan dalam penetasan telur adalah aerasi air
cukup menjamin kandungan oksigen terlarut dan suhu. Pada suhu 29-30oC,
biasanya telur mulai menetas setelah inkubasi selama 18-24 jam. Wadah
penetasan telur berupa corong, bak atau akuarium yang disiapkan 1 hari sebelum
pemijahan. Sebelum menebar telur, terlebih dahulu wadah penetasan telur
dibersihkan. Berikut prosedur penetasan telur:
19

 Cuci bersih dan keringkan semua wadah di unit pembenihan ikan patin, seperti
penetasan telur, tempat perawatan larva, bak fiber air, bak penampungan air
dan water turen.
 Rendam semua tempat penetasan telur dalam larutan Kalium Permanganat
(PK) sebanyak 5 ppm selama 30 menit untuk menghindari kontaminasi jamur
atau bakteri.
 Masukkan air bersih ke dalam semua wadah setinggi 20 cm dan dipasang
aerasi serta heater untuk menjaga suhu media penetasan. Selama proses
penetasan, kondisi suhu selalu dikontrol supaya tetapstabil, yaitu pada kisaran
28-31oC. Telur ikan patin akan menetas berkisar antara 24-28 jam pada suhu
28-29oC. Operasikan pompa hisap untuk mengalirkan air dari wadah
penampungan air bersih ke water turen sehingga terjadi sirkulasi di seluruh
wadah unit pembenihan.
 Tuangkan telur-telur ikan patin yang akan ditetaskan ke dalam wadah
penetasan (corong, bak, akuarium), kemudian disebarkan menggunakan bulu
ayam.
 Alirkan dengan cara mengatur debitnya menggunakan keran supaya telur selalu
terangkat di dalam corong. Hindari penumpukan telur di dasar corong supaya
tidak membusuk. Jaga kepadatan telur sebanyak 400-500 butir per liter atau
10.000-20.000 butir per corong. Telur yang akan dibuahi akan berkembang
sedikit demi sedikit dan menetas menjadi larva.
 Bersihkan kembali wadah penetasan dengan cara menyipon cangkang dan telur
yang tidak menetas. Wadah yang digunakan untuk penetasan dapat juga
dijadikan sebagai wadah pemeliharaan larva dengan cara membuang air hingga
90%. Meskipun demikian, sebaiknya larva dipelihara pada wadah dan media
yang baru supaya lebih steril (Rukmana dan Yudirachman, 2016).
Tabel 2.5. Karakter Reproduksi Ikan Patin
Karakter Reproduksi Pasupati Jambal Siam
Fertilization Rate (%) 96,07±2,58 90,4±2,6 95,09±2,68
Hatching Rate (%) 85,82±8,55 58,82±7,83 75,16±2,86
Lama inkubasi (jam) 20,5 33 19,75
Panjang larva (mm) (jam
3,87 4,7 3,86
ke-0)
Ukuran bukaan mulut
260-350 320-370 250-300
larva (µm, setelah 30 jam)
20

Karakter Reproduksi Pasupati Jambal Siam


Kuning telur terserap 50%
35 40 30
(jam) (setelah menetas)
Kuning telur terserap
100% (jam) (setelah 55-65 55-60 55-65
menetas)
Sumber: Mahyuddin, (2010).
Tabel 2.6. Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Larva Ikan Patin Siam Selama 14
Hari Pemeliharaan
Jumlah Padat Jumlah Larva
Hapa SR (%)
Tebar Awal Akhir
I 399.070 333.060 83
II 357.899 301.340 84
III 277.832 190.320 69
IV 364.032 317.200 87
Rerata 349.708 285.480 81
Sumber: Suryana, (2013).
Hasil SR pada Tabel 2.7. yaitu 69%-87% dikarenakan banyaknya jumlah
padat tebar dalam satu wadah sehingga ikan cenderung besifat kanibalisme.
Tingkat kelangsungan hidup larva patin siam (Pangasius hypopthalamus) yang
baik adalah diatas angka 70% (Suryana, 2013).
BAB 3. RENCANA PEMBENIHAN

3.1. Target Produksi (1 Tahun)


Target produksi benih yang akan dilakukan adalah 4.000.000 ekor/tahun.
Menurut Susanto dan Amri (2001), menyatakan bahwa ikan patin hanya dapat
dipijahkan 3 kali selama setahun dengan cara pemijahan. Rata-rata induk ikan
patin yang dijual di BPBAT Mandi Angin memiliki berat 3 kilogram dengan
harga Rp 40.000,00/kg. Fekunditas ikan patin berdsarkan SNI (2000) 120.000-
200.000 butir telur/kg. Menurut Mahyuddin, (2010) derajat penetasan patim siam
adalah 75% dan menurut Ariyanto, et.al. (2012) Sintasan benih umur 5 hari
sebesar 54,53% serta menurut Suryana (2013) sintasan umur 14 hari sebesar
81%.
Induk betina yang diperlukan untuk mencapai target produksi adalah:
Jumlah benih umur 14 hari = 4.000.000 : 81% = 4.938.271
Jumlah benih umur 5 hari = 4.938.271 : 54% = 9.144.946
Jumlah telur yang diperlukan = 9.144.946 : 75% = 12.193.261
Jumlah induk betina = 12.193.261: 120.000 × 3 : 3 = 11
Jadi, jumlah induk betina yang diperlukan dalam pemijahan untuk mencapai target
produksi adalah 11 ekor induk betina.
Perbandingan induk jantan dan betina yang akan digunakan yaitu 1:2, hal
ini sesuai dengan pendapat Slembrouck (2005) bahwa sebenarnya kuantitas
sperma yang dikumpulkan dari induk jantan umumnya cukup untuk membuahi sel
telur yang dikumpulkan dari 1 bahkan 2 ekor induk betina.
3.2. Sarana Produksi
Produksi benih ikan patin akan dilaksanakan di indoor hatchery yang di
dalamnya terdapat sarana yaitu:
1. Ruang hatchery
Bangunan ini berupa ruang tertutup yang merupakan pusat dari kegiatan
pembenihan. Di sinilah proses penyuntikan, stripping (pengurutan perut untuk
mengeluarkan telur), pembuahan buatan, penetasan telur, dan pemeliharaan benih
berlangsung. Peralatan yang digunakan dalam ruang tertutup ini adalah bak atau
22

wadah penyaringan air, corong penetasan dan wadah pemeliharaan benih berupa
bak berbahan fiberglass atau akuarium.
2. Bak Filter atau Penampungan Air Bersih
Ketersediaan bak filter dan penampungan air bersih pada dasarnya
bertujuan menjaga keberlangsungan suplai air bersih. Ada dua wadah yang
diperlukan pada bagian ini, yaitu wadah atau tempat untuk menyaring air (filter)
dan wadah untuk menampung air bersih yang telah disaring. Filter air dan wadah
penampungan air bersih hasil penyaringan dapat digunakan wadah fiberglass
ukuran 1 × 1 × 1 m3 atau dapat pula menggunakan tong plastik bekas volume 200
liter. Filter terbuat dari beberapa lapisan yang disusun sedemikian rupa. Lapisan
paling bawah sampai lapisan paling atas terdiri atas lapisan batu krikil, lapisan
ijuk dan arang, lapisan pasir dan lapisan batu krikil. Masing-masing lapisan
ketebalannya antara 3-4 cm. Fungsi filter adalah menjernihkan kembali air yang
kotor serta menghilangkan bau-bau busuk akibat telur-telur yang tidak menetas.
3. Tandon
Tandon atau tempat penampungan air adalah wadah yang digunakan
sebagai tempat menampung air yang sudah melalui bak filter. Water turn terbuat
dari tong plastik bekas volume 200 liter dan diletakkan di tempat paling tinggi di
antara wadah-wadah air lainnya serta diletakkan menggunakan penyangga yang
terbuat dari kerangka kayu kaso dengan ketinggian ± 180 cm dari lantai.
Pengaliran air dari wadah ke wadah water tower menggunakan paralon sebanyak3
(tiga) buah: (1) Paralon pemasukan yang berfungsu mengalirkan air dari wadah
penampungan air bersih dengan bantuan pompa hisap; (2) Paralon pengeluaran air
yang mengalirkan air dari water tower ke corong-corong penetasan telur; dan (3)
Paralon pemimpasan yang mengalirkan air dari water tower ke wadah
penampungan air bersih, hal tersebut dimaksudkan guna menjaga bila sewaktu-
waktu air didalam wadah water tower melimpah.
4. Pompa Hisap
Pompa hisap yang digunakan sebanyak 1 (satu) buah dengan voltase 220
dan kapasitas ± 42 liter per menit. Artinya, pompa isap ini berukuran kecil sampai
sedang.
5. Corong Penetasan
23

Corong penetasan berfungsi sebagai tempat menetaskan telur-telur ikan.


Corong penetasan terbuat dari fiberglass dengan ukuran diameter (garis tengah)
bagian atas 45 cm dan tinggi 45 cm. Jumlah corong penetasan untuk satu unit
pembenihan sebanyak 5 (lima) buah yang disusun secara berjajar dengan bantuan
rak kayu sebagai penyangga.
6. Wadah Penampungan Larva
Wadah yang diperlukan berbentuk segi empat dan berukuran 2×1×0,5 m 3
atau yang berbentuk silinder (bulat) dengan volume 500 liter air. Untuk satu unit
pembenihan skala kecil sampai sedang diperlukan 2 (dua) wadah penampungan
larva. Guna memudahkan penangkapan larva yang baru menetas, maka wadah
penampungan larva dilengkapi hapa halus (terbuat dari kain kasa) sebanyak 2
buah, yang masing-masing berukuran 1×0,5×0,5 m3.
7. Wadah Pemeliharaan Benih
Wadah pemeliharaan benih dapat berupa akuarium, fiberglass, bak
semen/beton atau bak kayu yang dilapisi plastik tebal agar tidak bocor. Apabila
memilih menggunakan akuarium, jumlah akuarium yang dibutuhkan sebanyak 30-
50 buah berukuran 70×40×40 cm3. Apabila menggunakan fiberglass atau bak
semen/beton, sebaiknya berbentuk bulat sebanyak 6 (enam) buah dengan
kapasitas 1 kubik.
8. Kolam treatmen air
Kolam ini sering disebut kolam pengendapan, kolam ini berfungsi untuk
mengendapkan air yang didapat dari sumber air atau sebagai kontrol untuk
mengetahui air tercemar atau tidaknya. Kolam dibuat dinding-dinding
ditengahnya untuk memperlambat laju air dan dapat diberi tanaman sebagai
bioremediasi.

3.3. Tenaga Kerja


Tenaga kerja yang diperlukan untuk melakukan produksi benih patin
sebanyak 2 orang yang akan memiliki tugas melakukan pembenihan, pemberian
pakan atau pemeliharaan larva hingga ukuran benih, panen hingga packing.

3.4. Biaya Produksi


Biaya produksi adalah akumulasi dari semua biaya-biaya yang dibutuhkan
dalam proses produksi. Biaya-biaya ini meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga
24

kerja, biaya operasional barang dan lain sebagainyaa. Biaya produksi harus
diakumulasi secara cermat untuk kemudian dihitung dan dibandingkan dengan
laba kotor perusahaan. Selisih pendapatan dikurangi dengan biaya produksi akan
menjadi laba bersih perusahaan atau total keuntungan yang diperoleh.
Biaya produksi untuk pembenihan ikan patin terdiri dari dua jenis, yaitu
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tetap konstan pada
berbagai tingkat output yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, biaya ini tidak
terpengaruh oleh fluktuasi sesaat. Biaya ini dapat berubah, tetapi tidak dalam
jangka waktu yang pendek. Contoh biaya tetap adalah bangunan, gedung, lahan
dan lainnya. Biaya variabel adalah biaya yang dapat berubah dengan perubahan
kuantitas output, biaya ini secara langsung dipengaruhi oleh fluktuasi tingkat
aktivitas perusahaan. Biaya variabel bervariasi dengan variasi volume, atau ketika
ada peningkatan dalam produksi maka biaya ini akan meningkat. Contoh biaya
variabel adalah pakan, oksigen, tenaga kerja dan lainnya.

3.5. Analisa Usaha


Analisa usaha merupakan suatu cara untuk mengetahui kelayakan usaha.
Hasil dari dalam pembenihan ikan patin memiliki dapat dilihat pada Tabel 3.1.,
3.2. dan Tabel 3.3.
Tabel 3.1. Modal Tetap Rencana Pembenihan Ikan Patin
Masa
Harga per
Komponen Jumlah Pakai
No Jumlah Satuan Penyusutan
Biaya Biaya (Rp) (Bulan
(Rp)
)
1. Lahan 800m2 40.000 32.000.000 240 133.333
2. Kolam 4 unit 1.500.000 6.000.000 48 125.000
induk
3. Akuarium 40 unit 150.000 6.000.000 24 250.000
4. Baskom 20 buah 15.000 300.000 36 8.333
5. Mangkuk 3 buah 2.000 6.000 48 125
plastik
6. Alat 1 unit 50.000 50.000 24 2.083
hipofisa
7. Cangkul 2 buah 15.000 30.000 36 833
8. Saringan 10 buah 5.000 50.000 24 2.083
9. Seser 4 buah 5.000 20.000 24 833
10 Blower 1 buah 1.000.000 1.000.000 24 41.667
.
11 Pompa air 1 buah 500.000 500.000 36 13.889
.
25

12 Tes kit 1 unit 200.000 200.000 24 8.333


.
13 Tabung 1 buah 2.000.000 2.000.000 120 16.667
. Oksigen
14 Induk 45 kg 40.000 1.800.000 24 75.000
. (jantan dan
betina)
15 Panti benih 1 unit 45.000.00 45.000.000 240 187.500
. 0
16 Sumur bor 1 unit 7.000.000 7.000.000 240 29.167
.
17 Hapa 2 unit 100.000 200.000 24 8.333
.
18 Timbangan 1 unit 160.000 160.000 24 6.667
.
Jumlah 105.076.000 909.847

Tabel 3.2. Biaya tetap Rencana Pembenihan Ikan Patin


Banyaknya
Komponen Harga (Rp) Total Biaya (Rp)
(%)
Biaya penyusutan 909.847
Jumlah 909.847

Tabel 3.3. Biaya Operasional Pembenihan Ikan Patin dalam 1 tahun


No
Komponen Jumlah Harga (Rp) Total Biaya (Rp)
.
1. Pakan induk 559 kg 10.000 5.590.000
2. Pakan benih 11 kaleng 900.000 9.900.000
(artemia)
3. Pakan cacing sutera 482 liter 100.000 48.200.000
4. Ovaprim 6 botol 280.000 1.680.000
5. Akuabides 3 botol 25.000 75.000
6. Plastik 6 pax 250.000 1.500.000
7. Oksigen 3 tabung 100.000 300.000
8. Tenaga kerja 12 bulan 1.000.000 12.000.000
9. Ongkos transportasi 6 kali 150.000 900.000
transportasi
10. Obat 300.000
11. Listrik 12 bulan 300.000 3.600.000
12. Garam 22 kg 15.000 330.000
Jumlah 84.375.000
Biaya variabel perbulan = Rp 84.375.000,00/12 bulan
= Rp 7.031.250,00
26

Induk betina 11 ekor, setahun memijah 3 kali dengan jumlah telur 360.000
butir/induk. Produksi benih setahun 4.000.000 ekor dan 1 siklus ada 1.334.000
ekor.
Hasil penjualan pertahun = 1.334.000 ekor × Rp 120,00
= Rp 160.080.000,00
Hasil penjualan perbulan = Rp 160.080.000,00/12 bulan
= Rp 13.340.000,00

Total biaya perbulan = Biaya tetap+biaya variabel


= Rp 909.847,00 + Rp 7.031.250,00
= Rp 7.941.097,00
Pendapatan perbulan = Hasil penjualan – biaya total
= Rp 13.340.000,00- Rp 7.941.097,00
= Rp 5.398.000,00

R/C Ratio digunakan untuk menghitung investasi yang pengukurannya


diarahkan pada usaha untuk memperbandingkan dan menghitung laba usaha.
Hasil penjualan
R/C Ratio =
Total biaya
Rp 13.340 .000,00
=
Rp7.941 .097,00
= 1,67
Jadi, usaha tersebut layak jalan karena R/C Ratio > 1, modal Rp 1,00 yang
ditanamkan akan mendapatkan hasil Rp 1,67
BEP (Break event point) merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan
produksi sama dengan biaya produksi sehingga pengeluaran sama dengan
pendapatan
Biaya tetap
BEP = Biaya variabel
1−
Penjualan
Rp 909.847,00
= Rp7.031 .250 ,00
1−
Rp 13.340 .000,00
Rp 909.847,00
=
1−0,53
= Rp 1.935.845,00
27

Jadi, dengan penjualan Rp 1.935.845,00 pembudidaya tidak mendapatkan laba


atau rugi.
Jangka waktu pengembalian modal cukup penting untuk diketahui,
karena sampai berapa lama modal yang digunakan usaha kembali.
( Modaltetap+ biaya variabel ) ×1 tahun
JWPM =
Keuntungan setahun
( 105.076.000+7.031 .250 ) ×1 tahun
=
5.398 .000× 12
112.107 .250
= = 2,6 tahun
64.776 .000
Jadi, modal akan kembali setelah 2,6 tahun
3.6. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan pembenihan dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Jadwal Kegiatan Rencana Pembenihan Ikan Patin
No Uraian Minggu ke
1 2 3 4 5 6
1. Proses pembangunan kolam,panti benih dan
sarana
2. Persiapan pembelian alat dan bahan
3. Persiapan kolam
4. Persiapan induk
5. Persiapan pakan alami
6. Pemijahan
7. Pemeliharaan larva
8. Pemasaran

3.7. Tata Letak Unit Pembenihan


28

Gambar 3.1. Tata Letak Kolam di Hatchery


Keterangan:
A. Kolam penetasan
B. Kolam pemijahan
C. Bak pakan alami
D. Kolam benih
E. Kolam pendederan
F. Kantor
G. Gudang pakan/peralatan
H. Gudang pakan/peralatan

Hatchery
Tandon Kolam Induk

Sumur

Rumah jaga
Kolam Induk

Gambar 3.2. Tata letak


BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah:
1. Rencana produksi benih ikan patin harus dimulai dengan menentukan target
benih yang akan diproduksi, dengan menetukan target akan didapat induk yang
dibutuhkan untuk pembenihan. Kemudian mengetahui sarana prasana yang
dibutuhkan serta membuat suatu analisa usaha, jadwal kegiatan dan desain tata
letak pembenihan.
2. Sarana prasarana yang diperlukan adalah ruang hatchery, bak filter atau
penampungan air bersih, tandon, pompa hisap, corong penetasan, wadah
penampungan larva, wadah pemeliharaan benih dan kolam treatmen air.
3. Analisa usaha pembenihan ikan patin memiliki hasil pendapatan Rp
13.340.000,00/bulan dengan total biaya pengeluaran Rp 7.941.097,00/bulan
dan pendapatan bersih Rp 5.398.000,00/bulan sehingga menghasilkan r/c ratio
1,67 yang berarti usaha pembenihan ikan patin tersebut layak untuk dilakukan.

4.2. Saran

Sebelum melakukan pembenihan ikan patin sebaiknya memastikan harga


dari biaya variabel dan biaya tetap karena setiap daerah ataupun bahan dari
distributor atau penjual memiliki harga yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto, D., Tahapari, E., Sularto. 2012. Keragaan Benih Ikan Patin Siam
(Pangasianodon hypophthalmus) yang ditebar Secara Lansung di Kolam
pada Umur Berbeda. Jurnal Akuakultur. 7(2): 159-170.
Ghufran H. dan Kordi K. 2010. Budi Daya Ikan Patin Di Kolam Terpal. Lily
Publisher. Yogyakarta.
Khairuman dan Amri K. 2016. Buku Pintar Bisnis Pembenihan Ikan Konsumsi.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Mahyuddin, K. 2010. Panduan Lengkap Agribisnis Ikan Patin. Penebar Swadaya.
Jakarta. 212 hlm. Cetakan 1.
Rukmana, R.dan Yudirachman, H. 2016. Sukses Budi Daya Ikan Patin Secara
Intensif. Lily Publisher. Yogyakarta.
Slembrouck, J., Oman Komarudin, Maskur dan Marc Legendre. 2005. Petunjuk
Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia, Pangasius djambal. Institut de
Recherche Pour Le Develppement (IRD) dan Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. 143 hal.
Slembrouck, J.K., Maskur., Legendre. 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan
Patin Indonesia. Badan Riset Perikanan dan Kelautan: Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. 2000. Induk Ikan Patin Siam (Pangasius
hyphthalmus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). SNI : 01-6483.1-2000.
BSN.
Standar Nasional Indonesia. 2000. Produksi Benih Ikan Patin Siam (Pangasius
hyphthalmus) Kelas Benih Sebar. SNI : 01-6483.4-2000. BSN.
Suryana, D. 2013. Ternak Ikan Patin: Budidaya Ikan. CreateSpace Independent
Publishing Platform. 416 hlm.
Susanto, H.K. dan Amri. 2001. Budidaya Ikan Patin Siam. Penebar Swadaya.
Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan komponen-komponen biaya

 Harga induk
Pada BPBAT Mandiangin induk dijual perkilogram seharga Rp 40.000,00
dengan berat induk betina 3 kilogram dan jantan 2 kilogram. Jumlah induk betina
yang diperlukan 11 dan jantan 6.
Harga 1 induk betina = 3 kilogram × Rp 40.000,00
= Rp 120.000,00
Harga 1 induk jantan = 2 kilogram × Rp 40.000,00
= Rp 80.000,00
Harga total induk = Harga total induk jantan + Harga total induk betina
= (Rp 80.000,00 × 6) + (Rp 120.000,00×11)
= Rp 480.000,00 + Rp 1.320.000,00
= Rp 1.800.000,00
 Pakan induk pertahun = 3% × biomassa induk × jumlah induk × 365 hari
= 3% × 3 kg × 17 × 365 hari
= 559 kg
Harga pakan perkilogram = Rp 10.000,00
Harga pakan induk 1 tahun = 559 kg × Rp 10.000,00
= Rp 5.590.000,00
 Pakan Larva per100.000 ekor benih
Jenis Pakan
Hari Ke
Nauplii Artemia sp. (g) Tubifex sp. hidup (liter)
1 - -
2 3,2
3 6,4
4 8,3
5 13,3
6 20,0
7 26,6 1,0
8 29,3 1,0
9 1,0
10 1.5
11 1,5
12 1,5
13 2,0
14 2,0
15 2,0
Jumlah 107,1 12,04514
Naupli Artemia sp per100.000 ekor larva = 107,1 gram
Naupli Artemia sp untuk target produksi = Target produksi/100.000 × 107,1 gram
= 4.000.000/100.000 × 107,1 gram
= 4284 gram
1 kaleng artemia = 425 gram
Harga 1 kaleng = Rp 900.000,00
Total kaleng artemia = 4284 gram/425 gram
= 10,25 = 11 kaleng
Total harga artemia = 11 kaleng × Rp 900.000,00
= Rp 9.900.0000,00
Tubifex sp. hidup per100.000 ekor larva = 12,04514 liter
Tubifex sp. hidup untuk target produksi = Target produksi/100.000 × 12,04514 lt
= 4.000.000/100.000 × 12,04514 lt
= 40 × 12,04514 lt
= 481,8056 = 482 liter
Harga tubifex per 1liter = Rp 100.000,00
Total harga tubifex = 482 × Rp 100.000,00 = Rp 48.200.0000,00

 Ovaprim
Dosis ovaprim induk betina sebanyak 0,5 ml/kg, sedangkan untuk induk jantan
bila diperlukan ovaprim 0,3 ml/kg.
Dosis induk betina 1 tahun = 0,5 ml/kg × 3 kg × 11 ekor × 3 kali pemijahan
= 49,5 ml
Dosis induk jantan 1 tahun = 0,2 ml/kg × 2 kg × 6 ekor × 3 kali pemijahan
= 7,2 ml
Dosis total yang diperlukan = 49,5 ml +7,2 ml
= 57 ml
Ovaprim 1 botol = 10 ml
Botol ovaprim 1 tahun = 57 ml/ 10 ml = 5,7 = 6 botol
 Akuabides
 Plastik packing
1 bal plastik = 450 lembar
4.000 .000
Total plastik = × 2 = 2.668
3.000
Total bal = 2.668/450 = 6 bal
Harga 1 bal = 250.000
Harga total = 6 bal × 250.000 = 1.500.000
 Garam
Artemia = 6 gram/ liter
Garam = 30 gram/liter
Garam total = 4284 gram/6gram × 30 gram = 21.420 gram = 22 kg
Harga garam = Rp 15.000,00 × 22 kg = Rp 330.00,00

Anda mungkin juga menyukai