Disusun Oleh :
Kelompok 10
Nindi Jayanti Risalini (1610712120003)
Novita Sari (1610712120004)
Salihin (1610712110009)
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................... 2
1.3. Tujuan....................................................................................... 2
BAB 2. DAFTAR PUSTAKA................................................................. 3
2.1. Morfologi dan klasifikasi Ikan Patin......................................... 3
2.2. Persyaratan Lokasi.................................................................... 4
2.3. Sarana Produksi......................................................................... 8
2.4. Induk......................................................................................... 11
2.5. Makanan.................................................................................... 13
2.6. Teknik Pemijahan...................................................................... 15
BAB 3. RENCANA PEMBENIHAN...................................................... 21
3.1. Target Produksi (1 Tahun)........................................................ 21
3.2. Sarana Produksi......................................................................... 21
3.3. Tenaga Kerja............................................................................. 23
3.4. Biaya Produksi.......................................................................... 23
3.5. Analisa Usaha............................................................................ 24
3.6. Jadwal Kegiatan........................................................................ 26
3.7. Tata Letak Unit Pembenihan..................................................... 26
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 28
4.1. Kesimpulan............................................................................... 28
4.2. Saran.......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
2.1. Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam..................... 5
2.2. Kriteria Kuantitatif Sifat Reproduksi Ikan Patin Siam Kelas
Induk Pokok................................................................................... 11
2.3. Jumlah Penggunaan Pakan untuk Pendederan Benih P I
(untuk Benih 100.000 ekor)........................................................... 14
2.4. Proses Produksi Benih Ikan Pain Siam pada Setiap Tingkat
Pemeliharaan.................................................................................. 15
2.5. Karakter Reproduksi Ikan Patin..................................................... 19
2.6. Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Larva Ikan Patin Siam
Selama 14 Hari Pemeliharaan........................................................ 20
3.1. Modal Tetap Rencana Pembenihan Ikan Patin.............................. 24
3.2. Biaya tetap Rencana Pembenihan Ikan Patin................................ 25
3.3. Biaya Operasional atau Variabel Rencana Pembenihan Ikan
Patin............................................................................................... 25
3.4. Jadwal Kegiatan Rencana Pembenihan Ikan Patin........................ 26
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Ikan Patin (Pangasius sp.)............................................................. 3
3.1. Tata Letak Kolam di Hatchery....................................................... 27
3.2. Tata Letak Bangunan Unit Pembenihan........................................ 26
2.
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
b. Ketersediaan Air
Air merupakan salah satu komponen penting, khususnya untuk produksi
benih. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kualitas air dalam
budidaya ikan patin adalah:
Berasal dari tanah atau air permukaan (aliran mata air atau anak sungai yang
dibendung, air sungai, air irigasi dan bendungan) dengan kualitas yang layak
atau baik serta kuantitas yang mencukupi. Kisaran kualitas air untuk
pembenihan ikan patin disajikan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam
No Parameter Kualitas Air Satuan Nilai
.
o
1. Suhu C 28-31
2. pH - 6,5-8
3. Oksigen terlarut mg/L ˂ 0,2
4. Amoniak mg/L ˂ 0,2
5. Nitrit mg/L ˂ 0,01
Sumber: LRPTBPAT, (2007).
Khusus untuk pembenihan jenis pasupati membutuhkan air yang relatif jernih
dengan kadar oksigen yang tinggi pada pemeliharaan larva atau benih,
pendederan, pembesaran dan/atau pemeliharaan induk. Air sebaiknya dapat
dialirkan dengan sistem gravitasi dan ditampung terlebih dahulu dalam bak
atau kolam penampungan. Namun, apabila tidak memungkinkan, dapat
menggunakan bantuan pompa.
Air untuk pemeliharaan induk dapat menggunakan air sungai atau irigasi
dengan kecerahan ˃ 30 cm, karena ikan patin tidak terlalu menyukai air yang
terlalu jernih.
Penetasan telur dan pemeliharaan larva menggnakan air bersih dan jernih,
seperti air sumur, aliran mata air atau air sungai dengan pH 7 dan kadar besi
yang rendah. Jika menggunakan sumber air dengan pH yang relatif rendah,
diperlukan upaya perlakuan awal dengan pengapuran. Jangan gunakan air
tanah dengan kandungan kadar besi teralu tinggi. Air irigasi memerlukan
perlakuan pengendapan dan penyaringan.
Suhu air yang baik untuk penetasan telur menjadi larva di akuarium antara 26-
28oC. Pada daerah yang suhu airnya relatif rendah memerlukan heater
(pemanas) untuk mencapai suhu optimal dan stabil.
6
4) Dasar tanah untuk peletakkan kolam terpal harus rata, begitu pula dengan
kerangka yang digunakan tidak berbahan tajam yang dapat membuat terpal
sobek.bila tanah tidak rata, sebaiknya diberi lapisan dari pelepah batang pisang
atau sekam padi. Selain berfungsi meratakan tanah, kedua bahan tersebut dapat
menstabilkan suhu.
5) Untuk kolam yang dibangun di daerah pemukiman penduduk, perlu dipikirkan
penanganan limbah air kolam. Perlu diupayakan penampungan untuk buangan
air limbah sehingga air limbah dari pemeliharaan ikan dapat diolah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Selain itu, dapat pula membangun
bak atau sumur resapan untuk menampung limbah yang dibuang atau
membangun saluran yang permanen, yang terhubung langsung dengan sungai
atau kanal besar.
Pertimbangan Sosial-Ekonomi
1) Lokasi yang dipilih untuk memelihara patin dengan kolam terpal bukanlah
lokasi sengketa. Sekalipun kolam terpal mudah dibongkar dan dipindahkan,
namun sebaiknya lokasi yang dipersengketakan tidak dipilih karena dapat
merugikan.
2) Dekat dengan daerah pengembangan budidaya ikan patin sehingga
memudahkan memperoleh induk atau benih.
3) Tersedia sarana dan prasarana transportasi yang memadai untuk memudahkan
pengadaan alat, bahan, transportasi benih, hasil panen dan lain-lain.
4) Adanya alat dan bahan disekitar lokasi atau pengadaannya mudah.
5) Pasar cukup terbuka untuk menampung produksi, baik pasar lokal mauun pasar
ekspor, serta harga yang cukup memadai.
6) Lokasi cukup aman dari berbagai gangguan, baik hewan-hewan liar maupun
gangguan manusia (pencurian) atau ada cara efektif untuk mengatasi gangguan
tersebut.
7) Adanya sumber energi listrik untuk penerangan dan kebutuhan lainnya.
8) Adanya dukungan dari pihak-pihak terkait, misalnya pemodalan dan lain-lain.
Untuk petani ikan kecil, dukungan juga dapat berupa penyuluhan teknis dan
pemasaran hasil.
8
ketebalannya antara 3-4 cm. Fungsi filter adalah menjernihkan kembali air yang
kotor serta menghilangkan bau-bau busuk akibat telur-telur yang tidak menetas.
Water Turn
Water turn atau tempat penampungan air adalah wadah yang digunakan
sebagai tempat menampung air yang sudah melalui bak filter. Water turn terbuat
dari tong plastik bekas volume 200 liter dan diletakkan di tempat paling tinggi di
antara wadah-wadah air lainnya serta diletakkan menggunakan penyangga yang
terbuat dari kerangka kayu kaso dengan ketinggian ± 180 cm dari lantai.
Pengaliran air dari wadah ke wadah water tower menggunakan paralon sebanyak3
(tiga) buah: (1) Paralon pemasukan yang berfungsu mengalirkan air dari wadah
penampungan air bersih dengan bantuan pompa hisap; (2) Paralon pengeluaran air
yang mengalirkan air dari water tower ke corong-corong penetasan telur; dan (3)
Paralon pemimpasan yang mengalirkan air dari water tower ke wadah
penampungan air bersih, hal tersebut dimaksudkan guna menjaga bila sewaktu-
waktu air didalam wadah water tower melimpah.
Pompa Hisap
Pompa hisap yang digunakan sebanyak 1 (satu) buah dengan voltase 220
dan kapasitas ± 42 liter per menit. Artinya, pompa isap ini berukuran kecil sampai
sedang.
Corong Penetasan
Corong penetasan berfungsi sebagai tempat menetaskan telur-telur ikan.
Corong penetasan terbuat dari fiberglass dengan ukuran diameter (garis tengah)
bagian atas 45 cm dan tinggi 45 cm. Jumlah corong penetasan untuk satu unit
pembenihan sebanyak 5 (lima) buah yang disusun secara berjajar dengan bantuan
rak kayu sebagai penyangga.
Wadah Penampungan Larva
Wadah yang diperlukan berbentuk segi empat dan berukuran 2×1×0,5 m 3
atau yang berbentuk silinder (bulat) dengan volume 500 liter air. Untuk satu unit
pembenihan skala kecil sampai sedang diperlukan 2 (dua) wadah penampungan
larva. Guna memudahkan penangkapan larva yang baru menetas, maka wadah
penampungan larva dilengkapi hapa halus (terbuat dari kain kasa) sebanyak 2
buah, yang masing-masing berukuran 1×0,5×0,5 m3.
10
filter) harus berasal dari baan yang baik dan sedapat mungkin memiliki SNI
(Standard Nasional Indonesia). Penggunaan bahan yang demikian, selain memiliki
jaminan terhadap kualitas, juga aman digunakan. Pastikan juga wadah tersebut
terbuat dari bahan-bahan atau material yang tidak mengandung zat kimia beracun,
tidak korosif dan tidak mencemari lingkungan sekitar.
2.4. Induk
Di habitat aslinya, patin memijah pada musim penghujan sehingga
benihnya banyak ditemukan pada bulan Maret- Mei. Patin matang kelamin pada
usia 2-3 tahun dengan berat diatas 1,5 kg. Induk patin yang berukuran 5-6 kg
dapat menghasilkan telur 1,5 juta butir. Patin siam (Pangasius hypophthalmus)
memiliki fekunditas atau jumlah telur lebih banyak dibandingkan dengan patin
jambal (Pangasius djambal) (Ghufran dan Kordi, 2010).
Kematangan gonad pertama kali terjadi saat ikan patin betina berumur 3
tahun dan jantannya berumur 1-2 tahun. Ikan patin memiliki sifat bergerombol.
Sifat ini tampaknya berpengaruh terhadap kematangan gonad. Peroses perkawinan
ikan atau pemijahan merupakan proses menyatunya sperma dan sel telur yang
terjadi di luar tubuh. Induk betina yang sudah matang gonad akan mengeluarkan
telur-telur bersamaan dengan induk jantan mengeluarkan spermanya (Rukmana
dan Yudirachman, 2016). Menurut SNI (2000), Kriteria kuantitatif sifat
reproduksi ikan patin siam kelas induk pokok dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kriteria Kuantitatif Sifat Reproduksi Ikan Patin Siam Kelas Induk
Pokok
No Kriteria
Parameter Satuan
. Jantan Betina
1. Umur pertama siap pijah Tahun > 1,5 > 2,5
2. Panjang standar cm 40 45
3. Bobot tubuh pertama matang gonad kg > 2,0 > 3,0
120.000-
4. Fekunditas butir/kg -
200.000
5. Diameter telur mm - 1,0 – 1,2
6. Keseragaman telur* % - > 75
7. Penggumpalan telur* % - < 25
8. Inti telur telah dipinggir* % - > 75
*: Bila diberi larutan Sera
12
2.5. Makanan
Ikan patin memerlukan sumber energi yang berasal dari makanan untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Ikan ini merupakan ikan pemakan segala
(omnivora) tetapi cenderung kearah karnivora. Di alam, makanan utama ikan
patin berupa udang renik (crustacea), insekta dan moluska. Sementara itu,
makanan pelengkap berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang ada di
perairan.
Pakan yang diberikan pada indukan ikan patin untuk pemeliharaan induk
berupa pakan buatan (komersial) atau pelet dengan kuantitas yang mencukupi dan
kualitas tinggi serta mengandung protein antara 30-35%. Kandungan protein
sangat berpengaruh terhadap kualitas telur. Pemberian pakan dilakukan 2 kali
dalam sehari yaitu pagi dan sore. Jumlah pakan yang dberikan sebanyak 3% dari
biomass atau total berat induk.
Larva ikan patin yang telah berumur 3 hari diberi pakan naupli Artemia sp.
yang diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 2 jam sekali. Setelah berumur 4
hari, larva dapat diberi pakan alami berupa kutu air (Daphnia sp. dan Moina sp.)
juga cacing sutera (Tubifex sp.) yang dicacah terlebih dahulu. Pakan-pakan
14
tersebut diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 3-4 jam sekali. Larva yang
berumur lebih dari 5 hari, diberikan pakan berupa cacing sutera (Tubifex sp.) yang
dicacah terlebih dahulu, diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 3-4 jam
sekali.
Pemeliharaan larva atau benih berlangsung hingga umur 15 hari. Larva
yang berumur 15 hari dan diberi pakan Tubifex dapat mencapai ukuran 0,75 inchi.
Pada hari ke-16, larva ikan patin sudah dapat diberikan pakan buatan berupa pelet.
Sesuaikan jumlah pakan dengan kebutuhan benih. Usahakan jangan ada yang
tersisa guna menghindari penurunan kualitas air yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian larva (Rukmana dan Yudirachman, 2016).
Menurut SNI (2000), pakan induk yang diberikan adalah pakan buatan
dengan kandungan protein 28%-35%. Pakan benih sampai umur 15 hari yaitu
naupli Artemia sp. dan Tubifex sp. hidup. Pakan benih umur 15 hari sampai 36
hari (di akuarium/bak) diberikan Tubifex sp. dan pakan buatan dengan protein
35%. Pakan benih dari umur 15 hari sampai 45 hari (di kolam) diberikan pakan
buatan dengan kadar protein minimal 28% dan pakan alami (Moina sp. dan
Daphnia sp. yang ditebar pada waktu persiapan kolam).
Tabel 2.3. Jumlah Penggunaan Pakan untuk Pendederan Benih P I (untuk Benih
100.000 ekor)
Jenis Pakan
Hari Ke
Nauplii Artemia sp. (g) Tubifex sp. hidup (liter)
1 - -
2 3,2
3 6,4
4 8,3
5 13,3
6 20,0
7 26,6 1,0
8 29,3 1,0
9 1,0
10 1.5
11 1,5
12 1,5
13 2,0
14 2,0
15 2,0
Sumber: SNI, (2000).
15
Tabel 2.4. Proses Produksi Benih Ikan Pain Siam pada Setiap Tingkat
Pemeliharaan
P II
No
Uraian Satuan PI Kolam
. Akuarium/bak
tanah
Pupuk organik g/m2 - - 500-1000
1. Pupuk anorganik 20-50, 10-
g/m2 - -
(urea, TSP) 25
2
2. Kapur g/m - - 25-100
3. Ukuran benih Inci 0,1-0,2 0,75 0,75
Padat tebar benih ekor/l 40 20 -
4. 2
di P I dan P II ekor/m - - 40
Jenis pakan Artemia+
Tubifex hidup+ Pakan
5. Tubifex
pakan buatan buatan
hidup
Pakan % bobot
6. - - 20
biomas
Frekuensi
7. kali/hari 5 4 3
pemberian pakan
Waktu
8. hari 15 21 30
pemeliharaan
9. Sintasan % 50 85 80
10. Ukuran Panen inci 0,75 1-2 2-3
Sumber: SNI, (2000).
Menurut Susanto dan Amri (2001), menyatakan bahwa ikan patin hanya
dapat dipijahkan 3 kali selama setahun dengan cara pemijahan buatan. Ikan patin
siam biasanya memijah hanya pada musim hujan sehingga ketersediaan benih
ikan patin di luar musim pemijahan sangatlah langka, kalaupun ada biasanya tidak
membuahkan hasil.
Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit dipijah secara alami
karena sulit memanipulasi lingkungan sesuai habitatnya. Oleh karena itu,
pemijahan ikan patin dilakukan secara buatan melalui pemberian rangsangan
hormon untuk proses pematangan akhir gonad, pengurutan untuk proses
pengeluaran telur serta pembuahan dengan mencampur sperma dan telur. Hormon
yang digunakan adalah kelenjar hipofisa ikan lain atau hipofisa buatan (ovaprim).
1. Penyuntikan
Kawin suntik (induced breeding) pada ikan patin dapat dilakukan dengan
menggunakan kelenjar hipofisa ikan lain, seperti ikan mas dan dapat juga
16
Urut perut induk secara perlahan-lahan dari bagian depan ke arah belakang
menggunakan jari tengah dan jempol.
Tampung telur ikan patin ke dalam baskom.
Tangkap induk jantan untuk diambil spermanya. Sperma ini akan dicampurkan
dengan telur-telur di dalam baskom.
Urut perut induk jantan seperti pada pengurutan induk betina. Sperma yang
keluar langsung disatukan dengan telur yang ditampung di dalam baskom.
Campur telur dan sperma secara merata, kemudian aduk-aduk menggunakan
bulu ayam ± selama 30 detik. Aduk perlahan-lahan.
Tambahkan 4.000 ppm garam dapur ke dalam campuran telur dan sperma
untuk meningkatkan pembuahan (fertilisasi). Penambahan dilakukan sambil
tetap mengaduk campuran dan tambahkan air sedikit demi sedikit. Pengadukan
dilakukan ± 2 menit.
Lakukan peggantian air bersih sebanyak 2-3 kali untuk membuang kotoran
berupa lendir.
Cuci telur menggunakan larutan lumpur untuk menghindari penggumpalan.
Lumpur dapat membersihkan lendir yang menempel dan memisahkan telur-
telur yang menggumpal. Lumpur yang digunakan berupa lumpur atau tanah
dasar kolam atau tegalan yang dipanaskan pada suhu 100 oC terlebih dahulu
guna menghindari penyakit. Selanjutnya, telur-telur yang telah dibuahi akan
mengalami pengembangan. Ukuran telur terlihat lebih besar dan berwarna
kuning. Sementara itu, telur-telur yang tidak dibuahi akan berwarna putih dan
mengendap dibawah. Telur-telur yang bersih siap ditetaskan.
3. Penetasan Telur
Syarat yang perlu diperhatikan dalam penetasan telur adalah aerasi air
cukup menjamin kandungan oksigen terlarut dan suhu. Pada suhu 29-30oC,
biasanya telur mulai menetas setelah inkubasi selama 18-24 jam. Wadah
penetasan telur berupa corong, bak atau akuarium yang disiapkan 1 hari sebelum
pemijahan. Sebelum menebar telur, terlebih dahulu wadah penetasan telur
dibersihkan. Berikut prosedur penetasan telur:
19
Cuci bersih dan keringkan semua wadah di unit pembenihan ikan patin, seperti
penetasan telur, tempat perawatan larva, bak fiber air, bak penampungan air
dan water turen.
Rendam semua tempat penetasan telur dalam larutan Kalium Permanganat
(PK) sebanyak 5 ppm selama 30 menit untuk menghindari kontaminasi jamur
atau bakteri.
Masukkan air bersih ke dalam semua wadah setinggi 20 cm dan dipasang
aerasi serta heater untuk menjaga suhu media penetasan. Selama proses
penetasan, kondisi suhu selalu dikontrol supaya tetapstabil, yaitu pada kisaran
28-31oC. Telur ikan patin akan menetas berkisar antara 24-28 jam pada suhu
28-29oC. Operasikan pompa hisap untuk mengalirkan air dari wadah
penampungan air bersih ke water turen sehingga terjadi sirkulasi di seluruh
wadah unit pembenihan.
Tuangkan telur-telur ikan patin yang akan ditetaskan ke dalam wadah
penetasan (corong, bak, akuarium), kemudian disebarkan menggunakan bulu
ayam.
Alirkan dengan cara mengatur debitnya menggunakan keran supaya telur selalu
terangkat di dalam corong. Hindari penumpukan telur di dasar corong supaya
tidak membusuk. Jaga kepadatan telur sebanyak 400-500 butir per liter atau
10.000-20.000 butir per corong. Telur yang akan dibuahi akan berkembang
sedikit demi sedikit dan menetas menjadi larva.
Bersihkan kembali wadah penetasan dengan cara menyipon cangkang dan telur
yang tidak menetas. Wadah yang digunakan untuk penetasan dapat juga
dijadikan sebagai wadah pemeliharaan larva dengan cara membuang air hingga
90%. Meskipun demikian, sebaiknya larva dipelihara pada wadah dan media
yang baru supaya lebih steril (Rukmana dan Yudirachman, 2016).
Tabel 2.5. Karakter Reproduksi Ikan Patin
Karakter Reproduksi Pasupati Jambal Siam
Fertilization Rate (%) 96,07±2,58 90,4±2,6 95,09±2,68
Hatching Rate (%) 85,82±8,55 58,82±7,83 75,16±2,86
Lama inkubasi (jam) 20,5 33 19,75
Panjang larva (mm) (jam
3,87 4,7 3,86
ke-0)
Ukuran bukaan mulut
260-350 320-370 250-300
larva (µm, setelah 30 jam)
20
wadah penyaringan air, corong penetasan dan wadah pemeliharaan benih berupa
bak berbahan fiberglass atau akuarium.
2. Bak Filter atau Penampungan Air Bersih
Ketersediaan bak filter dan penampungan air bersih pada dasarnya
bertujuan menjaga keberlangsungan suplai air bersih. Ada dua wadah yang
diperlukan pada bagian ini, yaitu wadah atau tempat untuk menyaring air (filter)
dan wadah untuk menampung air bersih yang telah disaring. Filter air dan wadah
penampungan air bersih hasil penyaringan dapat digunakan wadah fiberglass
ukuran 1 × 1 × 1 m3 atau dapat pula menggunakan tong plastik bekas volume 200
liter. Filter terbuat dari beberapa lapisan yang disusun sedemikian rupa. Lapisan
paling bawah sampai lapisan paling atas terdiri atas lapisan batu krikil, lapisan
ijuk dan arang, lapisan pasir dan lapisan batu krikil. Masing-masing lapisan
ketebalannya antara 3-4 cm. Fungsi filter adalah menjernihkan kembali air yang
kotor serta menghilangkan bau-bau busuk akibat telur-telur yang tidak menetas.
3. Tandon
Tandon atau tempat penampungan air adalah wadah yang digunakan
sebagai tempat menampung air yang sudah melalui bak filter. Water turn terbuat
dari tong plastik bekas volume 200 liter dan diletakkan di tempat paling tinggi di
antara wadah-wadah air lainnya serta diletakkan menggunakan penyangga yang
terbuat dari kerangka kayu kaso dengan ketinggian ± 180 cm dari lantai.
Pengaliran air dari wadah ke wadah water tower menggunakan paralon sebanyak3
(tiga) buah: (1) Paralon pemasukan yang berfungsu mengalirkan air dari wadah
penampungan air bersih dengan bantuan pompa hisap; (2) Paralon pengeluaran air
yang mengalirkan air dari water tower ke corong-corong penetasan telur; dan (3)
Paralon pemimpasan yang mengalirkan air dari water tower ke wadah
penampungan air bersih, hal tersebut dimaksudkan guna menjaga bila sewaktu-
waktu air didalam wadah water tower melimpah.
4. Pompa Hisap
Pompa hisap yang digunakan sebanyak 1 (satu) buah dengan voltase 220
dan kapasitas ± 42 liter per menit. Artinya, pompa isap ini berukuran kecil sampai
sedang.
5. Corong Penetasan
23
kerja, biaya operasional barang dan lain sebagainyaa. Biaya produksi harus
diakumulasi secara cermat untuk kemudian dihitung dan dibandingkan dengan
laba kotor perusahaan. Selisih pendapatan dikurangi dengan biaya produksi akan
menjadi laba bersih perusahaan atau total keuntungan yang diperoleh.
Biaya produksi untuk pembenihan ikan patin terdiri dari dua jenis, yaitu
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tetap konstan pada
berbagai tingkat output yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, biaya ini tidak
terpengaruh oleh fluktuasi sesaat. Biaya ini dapat berubah, tetapi tidak dalam
jangka waktu yang pendek. Contoh biaya tetap adalah bangunan, gedung, lahan
dan lainnya. Biaya variabel adalah biaya yang dapat berubah dengan perubahan
kuantitas output, biaya ini secara langsung dipengaruhi oleh fluktuasi tingkat
aktivitas perusahaan. Biaya variabel bervariasi dengan variasi volume, atau ketika
ada peningkatan dalam produksi maka biaya ini akan meningkat. Contoh biaya
variabel adalah pakan, oksigen, tenaga kerja dan lainnya.
Induk betina 11 ekor, setahun memijah 3 kali dengan jumlah telur 360.000
butir/induk. Produksi benih setahun 4.000.000 ekor dan 1 siklus ada 1.334.000
ekor.
Hasil penjualan pertahun = 1.334.000 ekor × Rp 120,00
= Rp 160.080.000,00
Hasil penjualan perbulan = Rp 160.080.000,00/12 bulan
= Rp 13.340.000,00
Hatchery
Tandon Kolam Induk
Sumur
Rumah jaga
Kolam Induk
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah:
1. Rencana produksi benih ikan patin harus dimulai dengan menentukan target
benih yang akan diproduksi, dengan menetukan target akan didapat induk yang
dibutuhkan untuk pembenihan. Kemudian mengetahui sarana prasana yang
dibutuhkan serta membuat suatu analisa usaha, jadwal kegiatan dan desain tata
letak pembenihan.
2. Sarana prasarana yang diperlukan adalah ruang hatchery, bak filter atau
penampungan air bersih, tandon, pompa hisap, corong penetasan, wadah
penampungan larva, wadah pemeliharaan benih dan kolam treatmen air.
3. Analisa usaha pembenihan ikan patin memiliki hasil pendapatan Rp
13.340.000,00/bulan dengan total biaya pengeluaran Rp 7.941.097,00/bulan
dan pendapatan bersih Rp 5.398.000,00/bulan sehingga menghasilkan r/c ratio
1,67 yang berarti usaha pembenihan ikan patin tersebut layak untuk dilakukan.
4.2. Saran
Ariyanto, D., Tahapari, E., Sularto. 2012. Keragaan Benih Ikan Patin Siam
(Pangasianodon hypophthalmus) yang ditebar Secara Lansung di Kolam
pada Umur Berbeda. Jurnal Akuakultur. 7(2): 159-170.
Ghufran H. dan Kordi K. 2010. Budi Daya Ikan Patin Di Kolam Terpal. Lily
Publisher. Yogyakarta.
Khairuman dan Amri K. 2016. Buku Pintar Bisnis Pembenihan Ikan Konsumsi.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Mahyuddin, K. 2010. Panduan Lengkap Agribisnis Ikan Patin. Penebar Swadaya.
Jakarta. 212 hlm. Cetakan 1.
Rukmana, R.dan Yudirachman, H. 2016. Sukses Budi Daya Ikan Patin Secara
Intensif. Lily Publisher. Yogyakarta.
Slembrouck, J., Oman Komarudin, Maskur dan Marc Legendre. 2005. Petunjuk
Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia, Pangasius djambal. Institut de
Recherche Pour Le Develppement (IRD) dan Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. 143 hal.
Slembrouck, J.K., Maskur., Legendre. 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan
Patin Indonesia. Badan Riset Perikanan dan Kelautan: Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. 2000. Induk Ikan Patin Siam (Pangasius
hyphthalmus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). SNI : 01-6483.1-2000.
BSN.
Standar Nasional Indonesia. 2000. Produksi Benih Ikan Patin Siam (Pangasius
hyphthalmus) Kelas Benih Sebar. SNI : 01-6483.4-2000. BSN.
Suryana, D. 2013. Ternak Ikan Patin: Budidaya Ikan. CreateSpace Independent
Publishing Platform. 416 hlm.
Susanto, H.K. dan Amri. 2001. Budidaya Ikan Patin Siam. Penebar Swadaya.
Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan komponen-komponen biaya
Harga induk
Pada BPBAT Mandiangin induk dijual perkilogram seharga Rp 40.000,00
dengan berat induk betina 3 kilogram dan jantan 2 kilogram. Jumlah induk betina
yang diperlukan 11 dan jantan 6.
Harga 1 induk betina = 3 kilogram × Rp 40.000,00
= Rp 120.000,00
Harga 1 induk jantan = 2 kilogram × Rp 40.000,00
= Rp 80.000,00
Harga total induk = Harga total induk jantan + Harga total induk betina
= (Rp 80.000,00 × 6) + (Rp 120.000,00×11)
= Rp 480.000,00 + Rp 1.320.000,00
= Rp 1.800.000,00
Pakan induk pertahun = 3% × biomassa induk × jumlah induk × 365 hari
= 3% × 3 kg × 17 × 365 hari
= 559 kg
Harga pakan perkilogram = Rp 10.000,00
Harga pakan induk 1 tahun = 559 kg × Rp 10.000,00
= Rp 5.590.000,00
Pakan Larva per100.000 ekor benih
Jenis Pakan
Hari Ke
Nauplii Artemia sp. (g) Tubifex sp. hidup (liter)
1 - -
2 3,2
3 6,4
4 8,3
5 13,3
6 20,0
7 26,6 1,0
8 29,3 1,0
9 1,0
10 1.5
11 1,5
12 1,5
13 2,0
14 2,0
15 2,0
Jumlah 107,1 12,04514
Naupli Artemia sp per100.000 ekor larva = 107,1 gram
Naupli Artemia sp untuk target produksi = Target produksi/100.000 × 107,1 gram
= 4.000.000/100.000 × 107,1 gram
= 4284 gram
1 kaleng artemia = 425 gram
Harga 1 kaleng = Rp 900.000,00
Total kaleng artemia = 4284 gram/425 gram
= 10,25 = 11 kaleng
Total harga artemia = 11 kaleng × Rp 900.000,00
= Rp 9.900.0000,00
Tubifex sp. hidup per100.000 ekor larva = 12,04514 liter
Tubifex sp. hidup untuk target produksi = Target produksi/100.000 × 12,04514 lt
= 4.000.000/100.000 × 12,04514 lt
= 40 × 12,04514 lt
= 481,8056 = 482 liter
Harga tubifex per 1liter = Rp 100.000,00
Total harga tubifex = 482 × Rp 100.000,00 = Rp 48.200.0000,00
Ovaprim
Dosis ovaprim induk betina sebanyak 0,5 ml/kg, sedangkan untuk induk jantan
bila diperlukan ovaprim 0,3 ml/kg.
Dosis induk betina 1 tahun = 0,5 ml/kg × 3 kg × 11 ekor × 3 kali pemijahan
= 49,5 ml
Dosis induk jantan 1 tahun = 0,2 ml/kg × 2 kg × 6 ekor × 3 kali pemijahan
= 7,2 ml
Dosis total yang diperlukan = 49,5 ml +7,2 ml
= 57 ml
Ovaprim 1 botol = 10 ml
Botol ovaprim 1 tahun = 57 ml/ 10 ml = 5,7 = 6 botol
Akuabides
Plastik packing
1 bal plastik = 450 lembar
4.000 .000
Total plastik = × 2 = 2.668
3.000
Total bal = 2.668/450 = 6 bal
Harga 1 bal = 250.000
Harga total = 6 bal × 250.000 = 1.500.000
Garam
Artemia = 6 gram/ liter
Garam = 30 gram/liter
Garam total = 4284 gram/6gram × 30 gram = 21.420 gram = 22 kg
Harga garam = Rp 15.000,00 × 22 kg = Rp 330.00,00