Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MANAJEMEN PRODUKSI BENIH

IKAN PATIN

Oleh :

Nama Salihin_1610712110009

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
BANJARBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan


karunia dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan makalah pembenihan ikan
patin ini sesuai waktu yang dijadwalkan. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak/Ibu Dosen Pengampu Mata Kuliah Manajemen Produksi Benih
yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulisan makalah ini
bisa selesai.
. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembacanya.

Banjarbaru, Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3. Tujuan ....................................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN ......................................................................... 3
2.1. Morfologi dan klasifikasi Ikan Patin ........................................ 3
2.2. Persyaratan Lokasi .................................................................... 3
2.3. Sarana Produksi ........................................................................ 3
2.4. Induk ......................................................................................... 3
2.5. Makanan ................................................................................... 3
2.6. Teknik Pemijahan ..................................................................... 3
BAB 3. KESIMPULAN .......................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
2.1. Kreteria Kualitas Air Produksi Ikan Gurami
(Osphronemus gouramy) ............................................................. 4
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
2.1. Morfologi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) ...................... 4
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan patin (Pangasius spp) merupakan spesies jenis Pangasidae yang


memiliki ciri-ciri umum tidak bersisik, tidak memiliki banyak duri, kecepatan
tumbuh relatif cepat, fekunditas dan sintasannya tinggi, dapat diproduksi secara
massal dan memililki peluang pengembangan skala industri. Ikan patin
merupakan jenis ikan konsumsi air tawar. Ikan patin juga dikenal sebagai
komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal
inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminat oleh para
pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap
pemberian makanan tambahan. Ikan patin (Pangasius spp.) juga salah satu
komoditi perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Permintaan lokal dan ekspor ikan patin semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Hal ini disebabkan karena daging ikan patin memiliki kandungan kalori
dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas, enak, lezat dan gurih. Ikan ini
dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah
dibandingkan dengan daging ternak. Keunggulan ini menjadikan ikan patin
sebagai salah satu primadona perikanan tawar. Populasi di alam ditemukan di
sungai-sungai besar di daerah Sumatera, Kalimantan dan sebagian di Jawa. Di
daerah penyebarannya tersebut di Indonesia, terdapat sekitar 14 jenis ikan patin,
termasuk ikan patin siam (Slembrouck et al., 2005).
Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar dibagi
menjadi 2 yaitu kegiatan pembenihan dan kegiatan pembesaran. Kedua jenis
kegiatan ini umumnya belum populer dilakukan oleh masyarakat, karena biasanya
mengandalkan kegiatan penangkapan di alam (sungai, waduk, dan lain-lain) untuk
memenuhi kebutuhan akan ikan patin. Kegiatan pembenihan merupakan upaya
untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Benih ikan patin dapat diperoleh
dari hasil tangkapan di perairan umum, benih ikan patin ditangkap menjelang
musim kemarau pagi hari dengan menggunakan alat tangkap jala atau jaring.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini sebagai berikut :
1. Bagaimana manejemen produksi benih ikan patin?
2. Apa saja tahapan dalam pembenihan ikan patin?

1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui manajemen
pembenihanihan ikan patin.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1. Morfologi dan klasifikasi Ikan Patin

Menurut Rukmana dan Yudirachman (2016), kedudukan ikan patin dalam


sistematika (taksonomi) hewan diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostarioplaysi
Subordo : Siluriodea
Famili : Schilbeidae (Pangasidae)
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius pangasius Ham, Buch
Nama Inggris : Catfish
Nama Lokal : Ikan Patin

Gambar 2.1. Ikan Patin (Pangasius sp.)


Secara sfesifik, berikut penampilan visual dan ciri-ciri morfologis ikan
patin:
a. Memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung
kebiru-biruan.
b. Panjang tubuhnya mencapai 120 cm atau lebih.
c. Kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung agak bawah.
d. Pada sudut mulut terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai
peraba.
e. Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil
bergerigi.
f. Tidak memiliki sisik.
g. Sirip duburnya panjang, terdiri atas 30-33 jari-jari lunak.
h. Sirip perutnya memiliki 6 jari-jari lunak.
i. Sirip dada memiliki 12-13 jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah
menjadi senjata yang dikenal sebagai patil.
j. Sirip ekornya membentuk cagakdan bentuknya simetris (Rukmana dan
Yudirachman, 2016).

2.2. Persyaratan Lokasi

Menurut Rukmana dan Yudirachman, (2016), persyaratan lingkungan budi


daya ikan patin perlu modifikasi ekosistem seperti di habitat alami dengan
pendekatan wawasan ramah lingkungan. Buudidaya ikan patin memerlukan
beberapa persyaratan dan kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan dan
perkembangan. Persyaratan lingkungan budidaya, baik untuk pembenihan
maupun pembesaran harus memerharikan hal-hal sebagai berikut:
a. Keadaan Tanah
Berikut syarat tanah untuk lokasi budidaya ikan patin, terutama untuk
kolam induk dan pendederan yang menggunakan kolam tanah:
 Jenis tanah liat atau lempung berpasir dan tidak poreus, berwarna coklat atau
kehitaman, tingkat keasaman (pH tanah) ˃ 6, dengan tekstur 50-60% liat atau
liat berlempung, fraksi pasir kurang dari 20% dan sisanya serbuk bahan
organik.
 Lokasi berada di atas lahan stabil dengan kemiringan ˂ 10%, dekat sumber air
dan bebas dari gangguan bencana alam, pencemaran, keamanan dan predator
(khususnya di kolam pendederan).
 Mempunyai aksesibilitas transportasi yang baik dengan mobil atau kendaraan
roda 4-6.
 Sebaiknya, lokasi berada di sekitar lahan pekarangan rumah, di area
pemukiman yang tergolong jarang dengan jarak lebih dari 10 m dari rumah
atau di sekitar lahan perkolaman, persawahan, lahan kebun atau ladang
tradisional.
b. Ketersediaan Air
Air merupakan salah satu komponen penting, khususnya untuk produksi
benih. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kualitas air dalam
budidaya ikan patin adalah:
 Berasal dari tanah atau air permukaan (aliran mata air atau anak sungai yang
dibendung, air sungai, air irigasi dan bendungan) dengan kualitas yang layak
atau baik serta kuantitas yang mencukupi. Kisaran kualitas air untuk
pembenihan ikan patin disajikan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kisaran Kualitas Air untuk Pembenihan Patin Siam
No. Parameter Kualitas Air Satuan Nilai
o
1. Suhu C 28-31
2. pH - 6,5-8
3. Oksigen terlarut mg/L ˂ 0,2
4. Amoniak mg/L ˂ 0,2
5. Nitrit mg/L ˂ 0,01
Sumber: LRPTBPAT (2007)
 Khusus untuk pembenihan jenis pasupati membutuhkan air yang relatif jernih
dengan kadar oksigen yang tinggi pada pemeliharaan larva atau benih,
pendederan, pembesaran dan/atau pemeliharaan induk. Air sebaiknya dapat
dialirkan dengan sistem gravitasi dan ditampung terlebih dahulu dalam bak
atau kolam penampungan. Namun, apabila tidak memungkinkan, dapat
menggunakan bantuan pompa.
 Air untuk pemeliharaan induk dapat menggunakan air sungai atau irigasi
dengan kecerahan ˃ 30 cm, karena ikan patin tidak terlalu menyukai air yang
terlalu jernih.
 Penetasan telur dan pemeliharaan larva menggnakan air bersih dan jernih,
seperti air sumur, aliran mata air atau air sungai dengan pH 7 dan kadar besi
yang rendah. Jika menggunakan sumber air dengan pH yang relatif rendah,
diperlukan upaya perlakuan awal dengan pengapuran. Jangan gunakan air
tanah dengan kandungan kadar besi teralu tinggi. Air irigasi memerlukan
perlakuan pengendapan dan penyaringan.
 Suhu air yang baik untuk penetasan telur menjadi larva di akuarium antara 26-
28oC. Pada daerah yang suhu airnya relatif rendah memerlukan heater
(pemanas) untuk mencapai suhu optimal dan stabil.
 Derajat keasaman air pada pH 6,5-7.
 Bila budidaya ikan patin, khususnya kegiatan pembesaran, dilakukan dengan
Keramba Jaring Apung (KJA) yang dipasang di sungai, maka lokasi yang
teppat adalah sungai dengan arus lambat. Air harus bersih, tidak terlalu keruh
dan tidak tercemar bahan kimia beracun, minyak atau limbah pabrik dengan
kecerahan lebih dari 45 cm. Untuk menghindari timbulnya jamur, biasanya
ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur, yaitu Emolin atau
Blitzich dengan dosis 0,05 cc/L.
c. Lokasi untuk Kolam Terpal
Menurut Ghufran dan Kordi (2010), kolam terpal merupakan salah satu
alternatif teknologi budidaya ikan yang diterapkan pada lahan sempit, lahan
minim air atau lahan yang tanahnya porous, terutama tanah berpasir. Artinya,
kolam terpal meruppakan salah satu solusi untuk pengembangan budidaya ikan di
lahan kritis dan sempit. Pemanfaatan lahan sempit atau kritis untuk pembangunan
kolam terpal perlu beberapa pertimbangan, antara lain:
 Pertimbangan Teknis
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membangun kolam
terpal adalah sebagai berikut:
1) Ada sumber air untuk mengisi kolam terpal. Sumber air tersebut dapat berasal
dari air sumur, air PAM, air hujan yang ditampung dan lain-lain yang layak
digunakan. Lebih ideal lagi jika kolam terpal, mendapat pasokan dari sungai,
saluran irigasi, waduk atau danau.
2) Ketinggian lokasi perlu diperhatikan karena terkait dengan suhu air. Untuk
budidaya ikan patin, ketinggian yang cocok adalah 0-800 m dpl.
3) Ukuran ikan yang hendak dipelihara perlu dipertimbangkan karena terkait
dengan kedalaman air di dalam kolam, misalnya beni patin cocok dipelihara
pada kedalaman air 40-50 cm. Unruk menampung air sedalam 40 cm, cukup
dibuat kolam dengan ketinggian atau kedalaman sekitar 60 cm. Sedangkan
untuk usaha pembesaran yang menggunakan benih 100 g/ekor, dibutuhkan
kedalaman air mencapai 100 cm. Untuk menampung air sedalam 100 cm,
diperlukan kolam dengan ketinggia atau kedalaman 120 cm.
4) Dasar tanah untuk peletakkan kolam terpal harus rata, begitu pula dengan
kerangka yang digunakan tidak berbahan tajam yang dapat membuat terpal
sobek.bila tanah tidak rata, sebaiknya diberi lapisan dari pelepah batang pisang
atau sekam padi. Selain berfungsi meratakan tanah, kedua bahan tersebut dapat
menstabilkan suhu.
5) Untuk kolam yang dibangun di daerah pemukiman penduduk, perlu dipikirkan
penanganan limbah air kolam. Perlu diupayakan penampungan untuk buangan
air limbah sehingga air limbah dari pemeliharaan ikan dapat diolah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Selain itu, dapat pula membangun
bak atau sumur resapan untuk menampung limbah yang dibuang atau
membangun saluran yang permanen, yang terhubung langsung dengan sungai
atau kanal besar.
 Pertimbangan Sosial-Ekonomi
1) Lokasi yang dipilih untuk memelihara patin dengan kolam terpal bukanlah
lokasi sengketa. Sekalipun kolam terpal mudah dibongkar dan dipindahkan,
namun sebaiknya lokasi yang dipersengketakan tidak dipilih karena dapat
merugikan.
2) Dekat dengan daerah pengembangan budidaya ikan patin sehingga
memudahkan memperoleh induk atau benih.
3) Tersedia sarana dan prasarana transportasi yang memadai untuk memudahkan
pengadaan alat, bahan, transportasi benih, hasil panen dan lain-lain.
4) Adanya alat dan bahan disekitar lokasi atau pengadaannya mudah.
5) Pasar cukup terbuka untuk menampung produksi, baik pasar lokal mauun pasar
ekspor, serta harga yang cukup memadai.
6) Lokasi cukup aman dari berbagai gangguan, baik hewan-hewan liar maupun
gangguan manusia (pencurian) atau ada cara efektif untuk mengatasi gangguan
tersebut.
7) Adanya sumber energi listrik untuk penerangan dan kebutuhan lainnya.
8) Adanya dukungan dari pihak-pihak terkait, misalnya pemodalan dan lain-lain.
Untuk petani ikan kecil, dukungan juga dapat berupa penyuluhan teknis dan
pemasaran hasil.
2.3. Sarana Produksi

Menurut Khairuman dan Amri (2014), Sarana pembenihan meliputi


pemilihan lokasi, konstruksi, tata letak dan keamanan bahan.
1. Pemilihan Lokasi
Penentuan lokasi yang dipilih harus memenuhi beberapa kriteria dasar
yang dapat ditinjau dari beberapa aspek penting, yaitu aspek sosial, aspek
ekonomi dan aspek teknis.
2. Konstruksi
Konstruksi yang ada pada sarana produksi pembenihan meliputi:
 Ruang Tertutup
Ruang tertutup yang dimaksudkan di sini adalah suatu ruangan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga fertilisasi udara di dalam ruangan tersebut sangat
minim sekali. Tujuannya agar suhu udara didalam ruangan cenderung tetap dan
suhu air yang digunakan untuk pembenihan bisa stabil, yakni berkisar 28-30oC.
Suhu air tersebut sangat cocok (optimum) untuk kegiatan pembenihan ikan.
Bangunan berupa ruang tertutup ini merupakan pusat dari kegiatan pembenihan.
Di sinilah proses penyuntikan, stripping (pengurutan perut untuk mengeluarkan
telur), pembuahan buatan, penetasan telur, dan pemeliharaan benih berlangsung.
Peralatan yang digunakan dalam ruang tertutup ini adalah bak atau wadah
penyaringan air, corong penetasan dan wadah pemeliharaan benih berupa bak
berbahan fiberglass atau akuarium. Luas bangunan disesuaikan dengan kondisi,
umumnya berukuran 6 × 9 m2 atau sesuai ketersediaan lahan.
 Bak Filter atau Penampungan Air Bersih
Ketersediaan bak filter dan penampungan air bersih pada dasarnya
bertujuan menjaga keberlangsungan suplai air bersih. Ada dua wadah yang
diperlukan pada bagian ini, yaitu wadah atau tempat untuk menyaring air (filter)
dan wadah untuk menampung air bersih yang telah disaring. Filter air dan wadah
penampungan air bersih hasil penyaringan dapat digunakan wadah fiberglass
ukuran 1 × 1 × 1 m3 atau daat pula menggunakan tong plastik bekas volume 200
liter. Filter terbuat dari beberapa lapisan yang disusun sedemikian rupa. Lapisan
paling bawah sampai lapisan paling atas terdiri atas lapisan batu krikil, lapisan
ijuk dan arang, lapisan pasir dan lapisan batu krikil. Masing-masing lapisan
ketebalannya antara 3-4 cm. Fungsi filter adalah menjernihkan kembali air yang
kotor serta menghilangkan bau-bau busuk akibat telur-telur yang tidak menetas.
 Water Turn
Water turn atau tempat penampungan air adalah wadah yang digunakan
sebagai tempat menampung air yang sudah melalui bak filter. Water turn terbuat
dari tong plastik bekas volume 200 liter dan diletakkan di tempat paling tinggi di
antara wadah-wadah air lainnya serta diletakkan menggunakan penyangga yang
terbuat dari kerangka kayu kaso dengan ketinggian ± 180 cm dari lantai.
Pengaliran air dari wadah ke wadah water tower menggunakan paralon sebanyak3
(tiga) buah: (1) Paralon pemasukan yang berfungsu mengalirkan air dari wadah
penampungan air bersih dengan bantuan pompa hisap; (2) Paralon pengeluaran air
yang mengalirkan air dari water tower ke corong-corong penetasan telur; dan (3)
Paralon pemimpasan yang mengalirkan air dari water tower ke wadah
penampungan air bersih, hal tersebut dimaksudkan guna menjaga bila sewaktu-
waktu air didalam wadah water tower melimpah.
 Pompa Hisap
Pompa hisap yang digunakan sebanyak 1 (satu) buah dengan voltase 220
dan kapasitas ± 42 liter per menit. Artinya, pompa isap ini berukuran kecil sampai
sedang.
 Corong Penetasan
Corong penetasan berfungsi sebagai tempat menetaskan telur-telur ikan.
Corong penetasan terbuat dari fiberglass dengan ukuran diameter (garis tengah)
bagian atas 45 cm dan tinggi 45 cm. Jumlah corong penetasan untuk satu unit
pembenihan sebanyak 5 (lima) buah yang disusun secara berjajar dengan bantuan
rak kayu sebagai penyangga.
 Wadah Penampungan Larva
Wadah yang diperlukan berbentuk segi empat dan berukuran 2×1×0,5 m3
atau yang berbentuk silinder (bulat) dengan volume 500 liter air. Untuk satu unit
pembenihan skala kecil sampai sedang diperlukan 2 (dua) wadah penampungan
larva. Guna memudahkan penangkapan larva yang baru menetas, maka wadah
penampungan larva dilengkapi hapa halus (terbuat dari kain kasa) sebanyak 2
buah, yang masing-masing berukuran 1×0,5×0,5 m3.
 Wadah Pemeliharaan Benih
Wadah pemeliharaan benih dapat berupa akuarium, fiberglass, bak
semen/beton atau bak kayu yang dilapisi plastik tebal agar tidak bocor. Apabila
memilih menggunakan akuarium, jumlah akuarium yang dibutuhkan sebanyak 30-
50 buah berukuran 70×40×40 cm3. Apabila menggunakan fiberglass atau bak
semen/beton, sebaiknya berbentuk bulat sebanyak 6 (enam) buah dengan
kapasitas 1 kubik.
 Penghangat Ruangan atau Penghangat Air
3. Tata Letak
Tata letak menyangkut desain penempatan masing-masing sarana dan
prasarana unit pembenihan. Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait tata
letak:
 Tempatkan hatchery di lokasi yang berdekatan dengan sumber air (lokasisumur
bor) dan saluran pembuangan air. Hal ini akan memudahkan penyaluran air
dari pompa menuju hatchery dan memudahkan pembuangan air kotor, yaitu air
bekas yang telah digunakan untuk pembenihan.
 Tempatkan saluran pemasukan dan pembuangan air secara terpisah.
 Upayakan saluran pemasukan dan pengeluaran air tidak melalui daerah
pemukiman, apalagi melewati kawasan industri pertanian. Ini supaya pasokan
air bersih untuk pasokan air bersih untuk pembenihan tidak tercemar oleh
limbah rumah tangga/limbah industri/limbah pertanian.
 Pastikan tempat penyimpanan masing-masing saprodi terpisah agar tidak
tercampur antara pakan, pupuk, obat ikan, pestisida dan BBM. Tempat
penyimpanan tersebut harus aman, tertutup dan memiliki sirkulasi udara yang
baik. Selain itu, pastikan bahwa tempat penyimpanan saprodi bebas hama dan
binatang peliharaan, serta dilengkap fasilitas cuci tangan.
 Pastikan fasilitas MCK (toilet/kamar mandi) dan septie tank berada di lokasi
yang jauh (minimal berjarak 10 m) dari petak pemeliharaan dan saluran air
bersih.
4. Keamanan Bahan
Wadah yang digunakan dalam usaha pembenihan (misalnya bak
beton/semen, bak fiberglass, akuarium, corong penetasan, water turn dan bak
filter) harus berasal dari baan yang baik dan sedapat mungkin memiliki SNI
(Standard Nasional Indonesia). Penggunaan bahan yang demikian, selain memiliki
jaminan terhadap kualitas, juga aman digunakan. Pastikan juga wadah tersebut
terbuat dari bahan-bahan atau material yang tidak mengandung zat kimia beracun,
tidak korosif dan tidak mencemari lingkungan sekitar.

2.4. Induk
Di habitat aslinya, patin memijah pada musim penghujan sehingga
benihnya banyak ditemukan pada bulan Maret- Mei. Patin matang kelamin pada
usia 2-3 tahun dengan berat diatas 1,5 kg. Induk patin yang berukuran 5-6 kg
dapat menghasilkan telur 1,5 juta butir. Patin siam (Pangasius hypophthalmus)
memiliki fekunditas atau jumlah telur lebih banyak dibandingkan dengan patin
jambal (Pangasius djambal) (Ghufran dan Kordi, 2010).
Kematangan gonad pertama kali terjadi saat ikan patin betina berumur 3
tahun dan jantannya berumur 1-2 tahun. Ikan patin memiliki sifat bergerombol.
Sifat ini tampaknya berpengaruh terhadap kematangan gonad. Peroses perkawinan
ikan atau pemijahan merupakan proses menyatunya sperma dan sel telur yang
terjadi di luar tubuh. Induk betina yang sudah matang gonad akan mengeluarkan
telur-telur bersamaan dengan induk jantan mengeluarkan spermanya. Seekor
betina dewasa dapat menghasilkan 4.500-12.500 butir telur/kilogram berat
badannya. Pertemuan antara sel telur dengan sperma terjadi di dalam air. Pola
perkawinan yang sangat khusus ini memungkinkan adanya pemijahan buatan
(Rukmana dan Yudirachman, 2016).
Menurut Rukmana dan Yudirachman (2016), Secara spesifik ciri-ciri
induk ikan patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan, yaitu:
1. Induk Betina
 Induk betina ikan patin berumur 3 tahun.
 Memiliki ukuran atau berat 1,5-2 kg.
 Perut membesar ke arah anus.
 Perut terasa empuk dan halus apabila diraba.
 Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
 Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
 Jika di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang
bentuknya bundar dan besarnya seragam.
2. Induk Jantan
 Induk jantan ikan patin berumur 2 tahun.
 Memiliki ukuran atau berat 1,5-2 kg.
 Kulit perut lembek dan tipis.
 Apabila diurut akan keluar cairan sperma berwarna putih.
 Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
Selain ciri-ciri tersebut, induk yang akan dipijahkan harus memenuhi
persyaratan sehat secara fisik, yaitu tidak terinfeksi penyakit dan parasit, serta
bebas luka akibat benturan, pukulan, goresan ataupun sayatan.

2.5. Makanan
Ikan patin memerlukan sumber energi yang berasal dari makanan untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Ikan ini merupakan ikan pemakan segala
(omnivora) tetapi cenderung kearah karnivora. Di alam, makanan utama ikan
patin berupa udang renik (crustacea), insekta dan moluska. Sementara itu,
makanan pelengkap berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang ada di
perairan.
Pakan yang diberikan pada indukan ikan patin untuk pemeliharaan induk
berupa pakan buatan (komersial) atau pelet dengan kuantitas yang mencukupi dan
kualitas tinggi serta mengandung protein antara 30-35%. Kandungan protein
sangat berpengaruh terhadap kualitas telur. Pemberian pakan dilakukan 2 kali
dalam sehari yaitu pagi dan sore. Jumlah pakan yang dberikan sebanyak 3% dari
biomass atau total berat induk.
Larva ikan patin yang telah berumur 3 hari diberi pakan naupli Artemia sp.
yang diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 2 jam sekali. Setelah berumur 4
hari, larva dapat diberi pakan alami berupa kutu air (Daphnia sp. dan Moina sp.)
juga cacing sutera (Tubifex sp.) yang dicacah terlebih dahulu. Pakan-pakan
tersebut diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 3-4 jam sekali. Larva yang
berumur lebih dari 5 hari, diberikan pakan berupa cacing sutera (Tubifex sp.) yang
dicacah terlebih dahulu, diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 3-4 jam
sekali.
Pemeliharaan larva atau benih berlangsung hingga umur 15 hari. Larva
yang berumur 15 hari dan diberi pakan Tubifex dapat mencapai ukuran 0,75 inchi.
Pada hari ke-16, larva ikan patin sudah dapat diberikan pakan buatan berupa pelet.
Sesuaikan jumlah pakan dengan kebutuhan benih. Usahakan jangan ada yang
tersisa guna menghindari penurunan kualitas air yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian larva (Rukmana dan Yudirachman, 2016).

2.6. Teknik Pemijahan

Menurut Rukmana dan Yudirachman (2016), Ikan patin termasuk salah


satu jenis ikan yang sulit dipijah secara alami karena sulit memanipulasi
lingkungan sesuai habitatnya. Oleh karena itu, pemijahan ikan patin dilakukan
secara buatan melalui pemberian rangsangan hormon untuk proses pematangan
akhir gonad, pengurutan untuk proses pengeluaran telur serta pembuahan dengan
mencampur sperma dan telur. Hormon yang digunakan adalah kelenjar hipofisa
ikan lain atau hipofisa buatan (ovaprim).
1. Penyuntikan
Kawin suntik (induced breeding) pada ikan patin dapat dilakukan dengan
menggunakan kelenjar hipofisa ikan lain, seperti ikan mas dan dapat juga
dilakukan dengan menggunakan semacam kelenjar hipofisa buatan yang
mengandung hormon gonadotropin. Di pasaran kelenjar hipofisa dikenal dengan
merek dagang ovaprim. Berikut teknis dan tata cara kawin suntik pada ikan patin:
a. Menggunakan kelenjar hipofisa ikan mas
Urutan pekerjaan yang dilakukan:
 Siapkan ikan yang akan diambil kelenjar hipofisanya, misalnya ikan mas.
Bila induk ikan patin betina yang akan disuntik memiliki berat 3 kg, maka
donor yang digunakan mempunyai berat 9 kg. Induk ikan patin jantan
dengan berat 3 kg, maka donor ikan yang digunakan memiliki berat 6 kg.
 Potong tegak lurus atau vertikal di bagian belakang tutup insang ikan donor
yang akan diambil kelenjar hipofisanya.
 Letakkan potongan kepala pada posisi mulut menghadap ke atas, kemudian
dipotong vertikal dari permukaan sedikit di atas mulut, sehingga organ otak
yang dilingkari lendir atau lemak akan terlihat.
 Bersihkan otak yang dilingkari lendir dengan kapas atau tisu. Setelah bersih
dari lendir, akan nampak di otak berupa butiran putih seperti beras. Butiran
tersebut dinamakan kelenjar hipofisa.
 Ambil kelenjar hipofisa menggunakan pinset secara hati-hati.
 Hancurkan kelenjar hipofisa menggunakan gelas penggerus sampai halus.
 Larutkan kelenjar hipofisa yang sudah dihaluskan ke dalam aquabides
sebanyak 2 ml, supaya larutan benar-benar hancur dan tercampur. Gunakan
sentrifugal atau pemusing. Tujuan dari pelarutan adalah untuk memudahkan
penyuntikan.
 Ambil atau sedot larutan kelenjar hipofisa menggunakan alat suntik. Dosis
yang biasa digunakan antara 0,0-0,75 cc/kg untuk induk betina.
 Lakukan penyuntikan secara intrmuskular di belakang sirip punggung
menggunakan jarum suntik berukuran 0,12 ml.
b. Menggunakan ovaprim
Urutan pekerjaan yang dilakukan, yaitu:
 Timbang induk jantan dan betina yang akan dipijah untuk mengetahui
takaran dosis ovaprim.
 Tentukan dosis ovaprim penyuntikan induk betina sebanyak 0,5 ml/kg,
sedangkan untuk induk jantan bila diperlukan ovaprim 0,3 ml/kg.
 Lakukan penyuntikan terhadap induk betina sebanyak 2 kali secara
intramuskular di belakang sirip punggung dengan memasukkan jarum
sedalam kurang lebih 2 cm dan kemiringan 40 derajat. Pada suntikan
pertama, atur dosis senilai 1/3 bagian dosis total dan dilakukan pada malam
hari pukul 22.00. penyuntikan kedua dilakukan pada pagi hari pukul 09.00
atau 8-10 jam setelah penyuntikan pertama. Dosis suntikan kedua 2/3bagian
dosis total. Penyuntikan induk jantan dilakukan satu kali bersamaan dengan
penyuntikan kedua induk betina. Minimal dibutuhkan dua orang untuk
penyuntikan guna mencegah induk patin berontak.
 Simpan atau masukkan induk-induk ikan patin yang telah disuntik ke dlam
bak atau hapa dengan air yang mengalir.
2. Stripping
Lakukan pengecekan induk untuk menentukan saat pengeluaran telur
dalam proses pembuahan setelah 8-12 jam penyuntikan. Bila pengeluaran telur
dilakukan sebelum ovulasi atau terlalu cepat waktu, maka pengeluaran telur tidak
akan lancar dan biasanya persentase keberhasilan pembuahan relatif kecil.
Sementara itu, bila terlalu lambat, pembuahan biasanya juga gagal karena air
sudah masuk ke dalam kantung telur yang menyebabkan lubang mikrofil pada
telur sudah tertutup. Proses pengurutan (stripping) dilakukan dengan metode
kering (dry stripping). Berikut urutan pekerjaan pengurutan (stripping):
 Siapkan alat dan bahan yang terdiri atas spuit dan jarum suntik 3- ml untuk
menyuntik induk, spuit besar (60 ml) tanpa jarum untuk menyedot dan
menampung sperma, bulu ayam untuk mengaduk telur, nampan plastik untuk
menampung telur, mangkuk plastik untuk mencampur telur dan sperma, heater
(pemanas), air mineral dan air sumur, tanah liat atau lumpur, bak penampungan
induk dan akuarium atau corong untuk penetasan telur.
 Sediakan wadah untuk menampung telur berupa baskom atau plastik yang telah
dibersihkan dan kering.
 Pegang induk betina yang akan di-stripping dengan kedua belah tangan.
Tangan kiri memegang pangkal ekor, sedangkan tangan kanan memegang
perut bagian bawah. Letakkan ujung kepala induk pada pangkal paha.
 Urut perut induk secara perlahan-lahan dari bagian depan ke arah belakang
menggunakan jari tengah dan jempol.
 Tampung telur ikan patin ke dalam baskom.
 Tangkap induk jantan untuk diambil spermanya. Sperma ini akan dicampurkan
dengan telur-telur di dalam baskom.
 Urut perut induk jantan seperti pada pengurutan induk betina. Sperma yang
keluar langsung disatukan dengan telur yang ditampung di dalam baskom.
 Campur telur dan sperma secara merata, kemudian aduk-aduk menggunakan
bulu ayam ± selama 30 detik. Aduk perlahan-lahan.
 Tambahkan 4.000 ppm garam dapur ke dalam campuran telur dan sperma
untuk meningkatkan pembuahan (fertilisasi). Penambahan dilakukan sambil
tetap mengaduk campuran dan tambahkan air sedikit demi sedikit. Pengadukan
dilakukan ± 2 menit.
 Lakukan oeggantian air bersih sebanyak 2-3 kali untuk membuang kotoran
berupa lendir.
 Cuci telur menggunakan larutan lumpur untuk menghindari penggumpalan.
Lumpur dapat membersihkan lendir yang menempel dan memisahkan telur-
telur yang menggumpal. Lumpur yang digunakan berupa lumpur atau tanah
dasar kolam atau tegalan yang dipanaskan pada suhu 100oC terlebih dahulu
guna menghindari penyakit. Selanjutnya, telur-telur yang telah dibuahi akan
mengalami pengembangan. Ukuran telur terlihat lebih besar dan berwarna
kuning. Sementara itu, telur-telur yang tidak dibuahi akan berwarna putih dan
mengendap dibawah. Telur-telur yang bersih siap ditetaskan.
3. Penetasan Telur
Syarat yang perlu diperhatikan dalam penetasan telur adalah aerasi air
cukup menjamin kandungan oksigen terlarut dan suhu. Pada suhu 29-30oC,
biasanya telur mulai menetas setelah inkubasi selama 18-24 jam. Wadah
penetasan telur berupa corong, bak atau akuarium yang disiapkan 1 hari sebelum
pemijahan. Sebelum menebar telur, terlebih dahulu wadah penetasan telur
dibersihkan. Berikut prosedur penetasan telur:
 Cuci bersih dan keringkan semua wadah di unit pembenihan ikan patin, seperti
penetasan telur, tempat perawatan larva, bak fiber air, bak penampungan air
dan water turen.
 Rendam semua tempat penetasan telur dalam larutan Kalium Permanganat
(PK) sebanyak 5 ppm selama 30 menit untuk menghindari kontaminasi jamur
atau bakteri.
 Masukkan air bersih ke dalam semua wadah setinggi 20 cm dan dipasang
aerasi serta heater untuk menjaga suhu media penetasan. Selama proses
penetasan, kondisi suhu selalu dikontrol supaya tetapstabil, yaitu pada kisaran
28-31oC. Telur ikan patin akan menetas berkisar antara 24-28 jam pada suhu
28-29oC. Operasikan pompa hisap untuk mengalirkan air dari wadah
penampungan air bersih ke water turen sehingga terjadi sirkulasi di seluruh
wadah unit pembenihan.
 Tuangkan telur-telur ikan patin yang akan ditetaskan ke dalam wadah
penetasan (corong, bak, akuarium), kemudian disebarkan menggunakan bulu
ayam.
 Alirkan dengan cara mengatur debitnya menggunakan keran supaya telur selalu
terangkat di dalam corong. Hindari penumpukan telur di dasar corong supaya
tidak membusuk. Jaga kepadatan telur sebanyak 400-500 butir per liter atau
10.000-20.000 butir per corong. Telur yang akan dibuahi akan berkembang
sedikit demi sedikit dan menetas menjadi larva.
 Bersihkan kembali wadah penetasan dengan cara menyipon cangkang dan telur
yang tidak menetas. Wadah yang digunakan untuk penetasan dapat juga
dijadikan sebagai wadah pemeliharaan larva dengan cara membuang air hingga
90%. Meskipun demikian, sebaiknya larva dipelihara pada wadah dan media
yang baru supaya lebih steril.

DAFTAR PUSTAKA

Ghufran H. dan Kordi K. 2010. Budi Daya Ikan Patin Di Kolam Terpal. Lily
Publisher. Yogyakarta.
Khairuman dan Amri K. 2016. Buku Pintar Bisnis Pembenihan Ikan Konsumsi.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Rukmana, R.dan Yudirachman, H. 2016. Sukses Budi Daya Ikan Patin Secara
Intensif. Lily Publisher. Yogyakarta.
Slembrouck, J., Oman Komarudin, Maskur dan Marc Legendre. 2005. Petunjuk
Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia, Pangasius djambal. Institut de
Recherche Pour Le Develppement (IRD) dan Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. 143 hal.

Anda mungkin juga menyukai