Anda di halaman 1dari 49

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di
lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Akuakultur berasal
dari bahasa Inggris aquaculture (aqua = perairan; culture = budidaya) dan diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia menjadi budidaya perairan atau budidaya perikanan. Oleh karena
itu, akuakultur dapat didefinisikan menjadi campur tangan (upaya-upaya) manusia untuk
meningkatkan produktivitas perairan melalui kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya yang
dimaksud adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak (reproduksi), menumbuhkan
(growth), serta meningkatkan mutu biota akuatik sehingga diperoleh keuntungan (Effendi
2004).
Menurut Crespi dan Coche (2008) pengertian akuakultur air tawar adalah budidaya
organisme aquatik dimana produk akhir dihasilkan di lingkungan air tawar; tahap awal siklus
hidup spesies yang dibudidayakan bisa saja di perairan payau atau laut. Akuakultur
memberikan gambaran tentang pengelolaan ikan dalam budidaya dengan baik yang
mencakup bagaimana kita mengenal jenis pakan dan intensitas pakan bagi organisme air,
hama penyakit yang menyerang bagi ikan, tingkah laku dan sebagainya. Sistem budidaya
ikan yang diterapkan di Indonesia adalah monokultur dan polikultur. Kegiatan monokultur
ikan adalah memelihara ikan dari jenis yang sama. Sedangkan kegiatan polikultur ikan
adalah memelihara ikan dari jenis yang berbeda dalam wadah yang sama. Ikan yang
dipelihara bisa terdiri dari dua jenis atau lebih.
Nila merupakan salah satu komoditas penting budidaya perikanan air tawar di
Indonesia. Ikan ini merupakan ikan introduksi penting yang didatangkan secara bertahap ke
Indonesia. Nila disenangi tidak hanya karena rasa dagingnya yang khas, tetapi juga karena
laju pertumbuhan dan perkembangbiakannya yang cepat. Ikan nila dikenal sebagai ikan yang
rakus, omnivora dan dapat hidup di mana-mana, baik dataran rendah maupun dataran tinggi,
di air tawar maupun di air payau (Asmawi, 1983). Ikan Nila merupakan spesies aktif
mencari makan pada saat siang hari (Diurnal), ikan ini cenderung sering muncul di
permukaan. Selain itu, Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan genus ikan yang dapat
hidup dalam kondisi lingkungan yang memiliki toleransi tinggi terhadap kualitas air yang
rendah, sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan dari jenis lain
tidak dapat hidup.
B. Tujuan
1

Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui cara budidaya perairan tawar dan


bagaimana dalam memanajemennya, mulai dari tahap persiapan, pemupukan, pengapuran,
pengairan, penebaran bibit, pemeliharaan, penanganan terhadap hama dan penyakit,
pemanenan hingga penanganan pasca panen.
1. Persiapan Kolam
a. Memperbaiki kolam agar dapat menampung air dan menekan perembesan air.
b. Meningkatkan kondisi kolam untuk mendorong pertumbuhan makanan alami ikan dan
mencegah timbulnya hama dan penyakit ikan.
2. Pengairan Kolam
a. Mempertahankan level air kolam.
b. Menjaga kualitas air agar memenuhi syarat untuk pertumbuhan dan kehidupan ikan.
3. Benih Ikan dan Penebaran
a. Mempersiapkan, memilih, dan menebar ikan ke dalam kolam.
b. Mengetahui kondisi air bila sudah aman bagi ikan.
4. Pemupukan
Menyediakan pakan ikan alami di kolam.
5. PemberianPakan
Memberikan pakan yang langsung dimakan ikan.
6. Pengendalian Hama, Penyakit Ikan, dan Gulma Air
a. Menjaga ikan pemeliharaan tetap utuh dan sehat.
b. Menjaga lingkungan air bersih.
7. Pemenenan Ikan
a. Memanen ikan secara efisien dan produksi tinggi.
b. Mendapatkan hasil panen yang berkualitas .
8. Pengangkutan Ikan
Mengangkut ikan hasil panen ke sasaran masyarakat.
C. Manfaat
Pada praktikum Manajemen Akuakultur Tawar ini, manfaat yang dapat diharapkan
adalah memberikan wawasan tentang pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
sebagai praktikan untuk dapat melakukan teknik budidaya mulai dari persiapan kolam,
pemilihan benih, penebaran, cara pemeliharaan, metode pemberian pakan, penanganan dari
panen sampai pasca panen hingga analisis usaha budidaya ikan nila tersebut. Pengontrolan
kualitas air berfungsi untuk menjaga kestabilan kondisi kolam budidaya, pengawasan limbah
hasil ekskresi dan sisa pakan supaya tidak mencemari perairan di sekitar kolam budidaya
tersebut
Waktu dan Tempat
- Waktu pelaksanaan :
1. Persiapan Kolam
Tanggal : 17 Oktober 2014
2

Pukul
: 13.00 selesai
2. Penebaran Ikan
Tanggal : 24 Oktober 2014
Pukul
: 13.30 selesai
3. Sharing 1 + Pasang Jaring
Tanggal : 31 Oktober 2014
Pukul
: 13.30 selesai
4. Sampling 1
Tanggal : 7 November 2014
Pukul
: 13.30 selesai
5. Sharing 2
Tanggal : 14 November 2014
Pukul
: 13.30 selesai
6. Sampling 2
Tanggal : 21 November 2014
Pukul
: 13.30 selesai
7. Sharing 3
Tanggal : 28 November 2014
Pukul
: 13.30 selesai
8. Panen + Sampling Terakhir
Tanggal : 06 Desember 2014
Pukul
: 07.00 selesai
- Tempat pelaksanaan praktikum :
1. Kolam penelitian dan percobaan Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
2. Laboratorium Akuakultur Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat
Bak fiber sebanyak 2 buah

Botol oksigen

Kolam ikan sebanyak 2 buah

Pipet ukur

Pipa paralon

Pipet tetes

Aerator

Gelas ukur

Ember

Kempot

Seser

Erlenmeyer

Timbangan

Thermometer

Penggaris

pH meter
3

Plastik

Alat tulis

Kalkulator

Cangkul

Tali tambang
Bahan

jaring

Ikan nila (Oreochromis niloticus)


Ikan patin ( Pangasius pangasiu)
Pellet
Larutan titrasi DO (MnSO4, reagen O2, H2SO4 pekat, indikator amilum, 1/88
Na2S2O3)
Larutan titrasi CO2 (indicator PP, 1/44 NaOH)
Larutan titrasi alkalinitas (Indikator PP, Metyl Orange, 1/50 H2SO4)
Pupuk
Kapur

B. Cara Kerja
1. Persiapan Wadah Budidaya
a. Persiapan Bak
Bersihkan bak dari lumut atau kotoran yang mungkin menempel di dasar dan dinding
bak.

Tutup pintu air keluar dengan benar jangan sampai ada kebocoran.

Isi air hingga penuh hingga bak.

Bak siap digunakan.


b. Persiapan Kolam
Keringkan kolam dan tutup pintu air masuk dengan benar jangan sampai ada aliran.
Bila ada rembesan air lewatkan melalui caren.

Melakukan perbaikan kolam, dimulai dengan pemotongan rumput dan akarnya


dengan arit pada sisi miring pemetang, mengumpulkan dan mengeringkan rumput di
atas pematang kolam.

Menggali lubang yang ada pada pemetang bila ada kebocoran air atau ada hama
bersembunyi, kemudian di tutup dengan tanah yang padat.

Membasahi tanah pematang yang akan diperbaiki dan tutup dengan tanah dari dasar
kolam.

Sisa tanah endapan pemeliharaan yang lalu sebaiknya dihabiskan untuk memperkuat
pematang.

Melakukan pengolahan tanah dasar kolam dengan mencangkul dan membalik tanah.

Menimbang kapur pertanian dengan ember plastik dan tebarkan dengan dosis 0,1
0,15 kg/m2. Kemudian kotoran ayam kering dengan dosis 0,5 kg/m2.
2. Pengairan Kolam
Tutup pintu air keluar dengan tanah yang padat sehingga terjamin tidak bocor. Pasang
saringan pada pintu air keluar dan pintu air masuk.

Pasang tongkat berskala di dekat air masuk sehingga angka 0 cm tepat pada
permukaan dasar kolam, dan apabila dibasa semakin keatas semakin dalam.

Isikan air kedalam kolam sampai kedalam 50 cm. Amati kedalaman air tiap hari dan
apabila air berkurang isikan kembali sampai kedalaman semula. Biarkan selama
beberapa hari sehingga ditumbuhi plankton.

Beri aerasi air berupa aliran air untuk menigkatkan DO.

Kolam kemudian dialiri air dan didiamkan selama 7 hari, sehingga tumbuh pakan
alami.
3. Penebaran Benih
a. Kolam
Sebelum ikan ditebar, dilakukan pengukuran panjang dan berat

Ikan yang di tebar:


Kolam 1 : Ikan Nila 100 ekor (Monokultur)
Kolam 2 : Ikan Lele 100 ekor (Monokultur)
Kolam 3 : Ikan Nila 70 ekor dan Ikan Lele 30 ekor ( Polikultur )

Dilakukan analisis terhadap kualitas air


(DO, CO2, alkalinitas, suhu air, suhu udara, pH, dan densitas Plankton)
b. Bak
Sebelum ikan ditebar, dilakukan pengukuran panjang dan berat

Ikan yang di tebar :


Bak 1 : Ikan Nila 30 ekor ( Monokulture)
Bak 2 : Ikan Lele 30 ekor ( Monokulture)
Bak 3 : Ikan Nila 20 ekor dan Ikan Lele 10 ekor ( Polikultur)

Dilakukan analisis terhadap kualitas air (DO, CO2, alkalinitas, suhu air, suhu udara,
pH, dan densitas plankton
4.

Sampling , Menghitung Jumlah Pakan dan Pemberian Pakan


Mengambil ikan sebagai sampel dengan menggunakan seser atau jaring sebanyak
30% dari total populasi jenis ikan.

Letakkan pada ember yang telah berisi air.

Mengukur panjang dan berat masing masing ikan sampel.

Menghitung berat pakan yang akan digunakan, yaitu dengan rumus:

Pemberian pakan dilakukan dengan cara adlibitum dengan pemberian 2x sehari

Apabila ada yang mati maka di catat panjang dan beratnya


5. Analisis Kualitas Air
a. DO
Sampel air diambil menggunakan botol oksigen, jangan sampai ada gelembung;

Tambahkan 1ml reagen O2 dan MnSO4;

Botol oksigen ditutup rapat dan digojok, dibiarkan hingga endapan mengendap
semua;

Ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat, botol ditutup rapat dan digojok hingga semua
endapan hilang

Diambil 50 ml dan dipindahkan ke erlenmeyer

Ditambahkan 3-4 tetes indikator amilum, dan dititrasi dengan 1/80 N Na2S2O3.
b. CO2 bebas
Diambil sampel air dengan botol oksigen;

Dari botol oksigen diambil 50 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes, Jika berwarna merah muda berarti tidak
ada CO2 bebas. Apabila tidak berubah warna titrasi dengan 1/44 NaOH sampai
berwarna
c. Alkalinitas
Diambil sampel air dengan botol oksigen;

Dari botol oksigen diambil 50 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes. Jika berwarna merah muda titrasi dengan
1/50 N H2SO4 sampai bening. Selanjutnya ditetesi dengan MO dan dititrasi dengan
1/50 H2SO4.
d. Densitas plankton
Air diambil dengan ember dan dituang ke plankton net

Plankton yang tersaring diamati dengan menggunakan SR

Dihitung kepadatan plankton yang terdapat pada SR


6. Panen
a. Bak
Kuras air bak dengan membuka pintu keluar air.

Setelah air dangkal, mulai diambil ikan-ikan yang ada di dalam bak dan dimasukkan
ke dalam ember.

Hitung Berat Total seluruh ikan yang masih hidup selama pemeliharaan.
b. Kolam
Kurangi air kolam secara bertahap.

Singkirkan lumpur yang berada dalam saluran atau caren dalam kolam.

Setelah air surut dan tinggal dalam saluran atau caren, air masuk di alirkan. Besarnya
aliran masuk seimbang dengan pengeluaran sehingga air dalam caren tetap dan
mengalir.

Memulai penangkapan ikan dengan hati hati agar ikan tetap berada dalam caren.
Penangkapan dimulai dari dekat pintu pembuangan sampai habis, kemudian menuju
kearah dekat pintu masuk. Ikan langsung dipindah dalam kolam penampungan yang
sudah disiapkan atau ikan di letakkan dalam ember dan dilakukan sampling setelah
itu masukkan ikan dalam bak atau kolam yang sudah disiapkan.
7. Simulasi Pengangkutan
Perlakuan simulasi ada 2 cara yaitu ikan dimasukkan dalam kantong plastik dan
diberi oksigen, ikat kencang serta dimasukkan ke dalam jerigen/ drum tertutup.

Kantong kantong tersebut diletakkan di lantai begitupula dengan jerigen atau


drumnya.

Goyang goyangkan jarring dan jerigen tersebut selama 2 jam (diasumsikan sebagai
gerakan yang ditimbulkan selam pengangkutan).
III. HASIL PENGAMATAN
Terlampir

IV. PEMBAHASAN
8

PEMBAHASAN UMUM
Praktikum Manajemen Akuakultur Tawar dilakukan dengan menggunakan dua
macam perlakuan yaitu dengan pemeliharaan di bak dan di kolam. Metode budidaya yang
digunakan pada bak dan pada kolam adalah sama yaitu monokultur tetapi kepadatannya
berbeda. Menurut Khairuman (2011), benih pembesaran secara monokultur harus dipilihkan
yang seragam, jika tidak, maka akn tumbuh tidak seragam pula. Benih yang besar akan
tumbuh luar biasa, dan benih yang kecil akan tersisih karena tidak mendpatkan makanan.
Keuntungan pemeliharaan secara monokultur adalah pengontrolannya yang mudah,
pemberian pakan tambahan efisien dan penangganan bila terjadi gangguan hama/penyakit
lebih mudah. Monokultur adalah sistem pemeliharaan, dimana didalam satu kolam hanya
ada satu spasies saja yang dipalihara. Pemeliharaan secara monokultur ini banyak dilakukan
petani ikan di malaysia, Filipina, atau Taiwan (Avrianto dan Liviawaty, 1992).
Cara ini adalah sistem pemeliharaan ikan dengan menebar satu jenis ikan kekolam
atau empang. Sistem ini memiliki keuntungan :
1. Lebih mudah penanganannya karena hanya satu jenis dan lebih fokus.
2. Memudahkan penanggulangan hama penyakit
3. Pengelolaan air lebih mudah karena karakter ikan terhadap air berbeda dalam hal
kebutuhan Ph, Salinitas, kadar oksigen, kekeruhan dan ketinggian air.
4. Memudahkan pemberian ransum pakan karena setiap jenis ikan berbeda
kebutuhan nutrisi
5. Persaingan didalam kolam menjadi minimum baik perebutan pakan maupun
wilayah.
IKAN NILA
Nila merupakan salah satu komoditas penting budidaya perikanan air tawar di
Indonesia. Ikan ini merupakan ikan introduksi penting yang didatangkan secara bertahap ke
Indonesia. Nila disenangi tidak hanya karena rasa dagingnya yang khas, tetapi juga karena
laju pertumbuhan dan perkembangbiakannya yang cepat.
Ikan nila dikenal sebagai ikan yang rakus, omnivora dan dapat hidup di mana-mana,
baik dataran rendah maupun dataran tinggi, di air tawar maupun di air payau (Asmawi,
1983). Klasifikasi ikan nila menurut Saanin (1984) adalah :
Kelas

: Osteichthyes

Sub-kelas

: Acanthoptherigii

Ordo

: Percomorphi
9

Sub-ordo

: Percoidea

Famili

: Cichlidae

Genus

: Oreochromis

Spesies

: Oreochromis niloticus.

Pertumbuhan ikan nila cepat pada ekologi yang baik dan bentuk tubuhnya relatif
lebih lebar. Tetapi karena terlalu sering berkembang biak, kebanyakan ikan 17 nila hanya
dapat mencapai berat antara 80 gram sampai 140 gram per ekor. Jika dibandingkan dengan
ikan-ikan lainnya, seperti ikan mas, ikan mujair dan tawes, dimana waktu dan cara
pemeliharaannya sama, ikan nila dapat mencapai berat dan ukuran yang lebih besar. Dalam
masa pemeliharaan 5 bulan ikan nila sudah mencapai berat 120 gram per ekor, sedangkan
ikan mas 90 gram dan ikan tawes 80 gram, tetapi ikan mujair jauh lebih lambat, yaitu hanya
40 gram per ekor (Asmawi 1983).
Morfologi

Ikan nila mempunyai morfologi sebagai berikut:


1. Badan memanjang, bentuk tubuh pipih, sisik besar dan kasar, kepala relatif kecil,
garis linea lateralis terputus dan terbagi dua yaitu bagian atas dan bawah, memiliki 5
buah sirip dengan rumus D.XVI.12; C.V.1.5; P.12 dan A.III.9. Perbandingan antara
panjang total dengan tinggi badan 3:1.
2. Sisik besar dan kasar berbentuk stenoid, mempunyai jumlah sisik pada gurat sisi 34
buah, terdapat 8 buah garis tegak pada kedua sisi tubuh.
3. Sirip punggung berwarna hitam, sirip dada menghitam. Pada sirip ekor terdapat 6
buah garis tegak, sedangkan pada sirip punggung 8 buah. Pinggir sirip punggung
berwarna abu-abu atau hitam.
4. Mata besar dan menonjol dengan tepi berwarna putih (Khairuman, 2011).
Habitat dan Kualitas Air Ikan Nila :
Habitat ikan nila adalah perairan tawar, seperti sungai, danau, waduk dan rawa-rawa,
tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline) sehingga dapat pula
hidup dengan baik di air payau dan laut. Ikan memiliki toleransi yang tinggi terhadap
lingkungan hidupnya. Sehingga ia bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau
maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah. Ia mampu hidup pada suhu 14
38 derajat celcius. Dengan suhu terbaik adalah 25 300C. Hal yang paling berpengaruh
dengan pertumbuhannya adalah salinitas atau kadar garam jumlah 0 29 % sebagai kadar
maksimal untuk tumbuh dengan baik. Meski ia bisa hidup di kadar garam sampai 35%
10

namun ia sudah tidak dapat tumbuh berkembang dengan baik. Sedangkan pH air yang cocok
adalah 6 8,5, tetapi pertumbuhan optimalnya terjadi pada pH 5 11. ( Kordi, 2009)
Tehnik Pembesaran Ikan Nila :
Tahapan yang dilakukan dalam praktikum Manajemen Akuakultur Air Tawar ini
adalah
1. Persiapan wadah Budidaya dan Pengairan Bak
Bak dipilih berdasarkan kriteria praktikum dilihat apakah bak tersebut mengalami
kebocoran atau tidak, besarnya sesuai atau tidak, kemudian dilakukan pencucian bak agar
bak bersih dan terhindar dari penyakit yang berasal dari budidaya sebelumnya kemudian
bak terdiri dari 3 buah, yaitu bak I, bak II dan bak III. setelah itu sambil dicuci dilakukan
pengecekan pipa pembuangan yang terdapat dibawah bak. Selanjutnya bak di isi dengan air
hingga bak dan di beri aerasi untuk mengontrol dan mensuplai kadar oksigen didalam bak
tersebut.
Kolam
Persiapan kolam, pada tahap ini lebih

kepada hal yang membuat kolam atau

lingkungan sekitar kolam tersebut. Hal-hal yang dilakukan untuk membuat kolam tersebut
siap adalah, pertama mebersihkan sekitar kolam, sepertri perbaikan pematang, dengan cara
merapikan rumput, perbaikan kemiringan kolam. Kolam di bagi menjadi 3 petak yaitu
Kolam I, Kolam II, Kolam III. Kolam yang digunakan adalah kolam permanen yaitu kolam
yang sudah dilapisi dengan semen baik dasar kolamnya ataupun dinding kolam. Tahap
selanjutnya adalah pengarian, inti dari tahap ini adalah mengisi air sampai level air kolam
dan terus menjaga level tersebut agar terus memenuhi syarat untuk pertumbuhan dan
kebutuhan ikan. Air yang dipergunakan dalam kolam tesebut juga tidak sembarang air, yaitu
air yang bebasa dari hama, dan kualitas airnya subur. Tahap yang terakhir adalah dilakukan
pemupukan, Pupuk yang diberikan dalam Praktikum Manajemen Akuakultur Tawar adalah
pupuk kandang ( Kotoran ayam kering ) dengan dosis 6 kg untuk setiap kolam . Fungsi dari
pemupukan menurut Effendi (2004) adalah untuk meningkatkan kandungan hara bagi
kebutuhan fitoplankton untuk berfotosintesis. Setelah dari pemupukan dapat kita lihat
hasilnya yaitu adanya perubahan warna kolam menjadi kehijauan yang artinya terdapat
peningkatan populasi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton dapat berfungsi sebagai pakan
alami ikan.
2. Penebaran Benih

11

Benih ikan yang akan di tebar di sampling terlebih dahulu dengan pengukuran
panjang dan berat. Jumlah ikan yang tedapat di tiap bak adalah sama, namun hanya proporsi
jumlah tiap ikan yang berbeda.
Kolam 1 dan Bak 1 : Ikan Nila 100 ekor (Monokultur)
Kolam 2 dan Bak 2: Ikan Lele 100 ekor (Monokultur)
Kolam 3 dan Bak 3 : Ikan Nila 70 ekor dan Ikan Lele 30 ekor ( Polikultur )
Pada awal pemberian air ke dalam bak dan kolam , Ambil sampel air yang ada di bak
untuk diukur DO, pH, CO2, dan alkalinitasnya untuk mengetahui nilai kualitas air awal.
Setelah air di ukur benih ikan dimasukkan kedalam bak dan kolam kemudian dilakukan
aklimatisasi agar ikan tidak stress. Selanjutnya dilakukan pemeliharaan selama 2 bulan
hingga panen.
3. Pemberian Pakan
Pemeliharaan dan pembesaran dengan pemberian pakan yang dihitung dari kegiatan
sampling yang dilakukan tiap 2 minggu, kemudian rasio pelet dihitung 3 % dari total
biomassa hasil sampling. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pagi pukul 09.00 WIB
dan Sore pukul 16.00 WIB dengan metode ad libitum sampai sekenyangnya. Pemberian
pakan dilakukan dengan persentase biomassa, yaitu sebesar 3 % dari jumlah berat biomassa
ikan. Hal ini sesuai dengan teori pemberian pakan ikan nila menurut Suyanto (2004),
sebaiknya antara 2-3 % berat ikan per hari. Pemberian pakan dihitung berdasarkan berat ikan
yang disampling, sedangkan angka 3% adalah koefisiennya. Sehingga setiap minggunya
pakan ikan yang diberikan akan terus bertambah karena menyesuaikan dari pertambahan dari
berat tubuh ikan tersebut. Pakan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan
pertumbuhan ikan. Pemberian pakan yang kurang baik (jumlah dan mutunya) akan
menimbulkan penyakit nutrisi pada ikan. Tanda-tanda pada ikan yang kekurangan nutrisi
adalah pertumbuhannya lambat, ikan tampak lemah dan tidak bergerak gesit. Pemberian
pakan yang kurang baik dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun sehingga ikan
menjadi rentan terhadap serangan penyakit. Pemberian pakan yang berlebihan juga dapat
menyebabkan pencemaran (polusi) air kolam. Sisa-sisa makanan yang tidak terkonsumsi
menyebabkan polusi air kolam sehingga mengganggu kesehatan ikan karena kadar amoniak
menjadi tinggi. Menurut Djarijah (2006), pengukuran kualitas pakan dilakukan dengan
membandingkan jumlah pakan yang diberikan dengan (pertambahan) berat ikan yang
dihasilkannya dan dinyatakan sebagai Food Convercy Ratio (FCR). Pakan buatan
merupakan salah satu prinsip untuk meningkatkan produksi dalam akuakultur, untuk
akuakultur intensif pakan buatan merupakan faktor pokok untuk ikan. Pakan sangat
12

berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan ikan. Pemberian pakan yang kurang
baik (jumlah dan mutunya) akan menimbulkan penyakit nutrisi pada ikan. Tanda-tanda pada
ikan yang kekurangan nutrisi adalah pertumbuhannya lambat, ikan tampak lemah dan tidak
bergerak gesit (Gusrina, 2008).
4. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit, Untuk menurunkan penyakit, parasit, pemangsa
dan pesaing maka petani ikan dapat melakukan pengeringan dan perawatan kontinyu
misalnya dengan mengalirkan air yang berkualitas baik kedalam kolam, memberantas hama
dan penyakit dengan pestisida organik dan anorganik. Penyakit tertentu dapat memusnahkan
seluruh komoditas yang diusahakan, terutama pada budidaya intensif. Padat tebar benih yang
tinggi, pencemaran air, dan tidak efisiennya kondisi budidaya dapat meningkatkan penyakit
ikan. Menurut Wirosaputro (2007),penyakit, parasit, pemangsa dan pesaing merupakan
faktor yang sangat merugikan karena menghambat produksi kolam. Penyakit yang dialami
pada saat Praktikum ini adalah ikan lele dan nila mengalami kematian pada saat awal
penebaran dikarenakan ikan stress pada saat penebaran benih dan mengakibatkan kematian
kemudian pada ikan lele selama pemeliharaan mengalami serangan penyakit yaitu ikan lele
menjadi lemas berada di dasar erairan tidak aktif warna tubuhnya berwarna putih terdapat
luka sekunder, kemudian dilakukan pemberian MB dan garam murni selama proses
pemeliharaan hasilnya ikan lele pada tahap pemeliharan akhir dapat sehat kembali
ditunjukan dengan pergerakkan yang aktif, luka sekunder yang sudah mulai pulih.
5. Panen
Pemanenan, Menurut Afrianto dan Liviawaty (2003), panen sebaiknya dilakukan
pada pagi hari sewaktu temperatur udara belum tinggi. Panen yang dilakukan setelah hari
terang, akan mengakibatkan ikan menjadi stress dan tidak tahan hidup dalam pengangkutan.
Sehingga dalam praktikum ini pemanenan dilakukan sekitar pukul 06.30 pagi. Kemudian,
saluran air keluar pada kolam dibuka dan ditutup dengan jaring agar ikan tidak lolos. Setelah
kolam mulai surut ikan diangkat dan ditampung ke dalam ember atau baskom untuk
dilakukan perhitungan biomassanya. Suyanto (2004), mengatakan bahwa wadah penampung
sebaiknya diletakkan di tempat yang teduh dengan suhu dijaga 20C dan diberi aerasi hal
tersebut dilakukan agar ikan dapat bertahan hidup dan tidak stress. Setelah proses
pemanenan selesai yang dilakukan adalah pengangkutan.
6. Pengangkutan
Setelah proses perhitungan biomasa selesai yang dilakukan adalah pengangkutan.
Proses pengangkutan pada praktikum Manajemen Akuakultur Tawar hanya dilakukan
13

dengan simulasi yaitu dengan plastik yang telah oksigen dan simulasi pengangkutan
menggunakan drum. simulasi tersebut dilakukan selama dua jam. Pengangkutan pada
kantong plastik yang di oksigenasi dengan jumlah ikan nila sebanyak 150 ekor. Simulasi
pengangkutan menggunakan drum dilakukan dengan mengisi ikan nila sebanyak 150 ekor
dan digoyang-goyangkan selama 2 jam.
Menurut Zonneveld dkk (1991), pada setiap pengangkutan, ikan harus pada kondisi
dimana konsumsi oksigennya sekecil mungkin yaitu :
1. kondisi tidak makan (puasa)
2. suhu rendah (jika perlu didinginkan dengan es)
3. kondisi anestesia (mati-rasa).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengangkutan ikan adalah (Cahyono, 2000):
1. Wadah untuk mengemas ikan
Wadah untuk mengemas ikan hidup harus terbuat dari bahan-bahan yang ringan,
kuat, tidak meneruskan panas dan tidak mencemari air di dalamnya. Bahan-bahan yang dapat
digunakan untuk wadah ikan dalam pengangkutan adalah plastik, fiberglas, styrofoam,
jerigen plastik atau keranjang bambu.
2. Sistem pengangkutan
Pengangkutan ikan dapat dilakukan dengan dua macam yaitu pengangkutan tertutup
dan pengangkutan terbuka. Dalam pengangkutan tertutup, ikan diangkut dalam wadah
tertutup dan diberi oksigen murni dengan perbandingan 1 : 1. Selain itu, di dalam wadah
juga ditambah bahan kimia Na2HPO412H2O dengan dosis 1 1,5 g/liter air. Bahan kimia
tersebut untuk menstabilkan pH air selama pengangkutan. Pengangkutan ikan secara tertutup
biasanya menggunakan wadah dari kantong plastik, sedangkan dalam pengangkutan terbuka,
ikan diangkut dalam wadah atau bak terbuka tanpa diberi oksigen murni. Namun, untuk
pengangkutan jarak jauh, wadah diberi bahan kimia pembius agar ikan tidak mengalami stres
selama pengangkutan. Kepadatan ikan dalam simulasi pengangkutan 100 ekor dalam bak,
namun waktu simulasi dipersingkat menjadi 2 jam.
3. Kepadatan ikan dalam wadah
Kepadatan ikan dalam wadah tergantung pada ukuran ikan, sistem pengangkutan dan
lamanya pengangkutan. Kepadatan ikan di dalam wadah mempengaruhi kerusakan ikan dan
kematian ikan selama pengangkutan.
Analisis usaha pada suatu budidaya bermanfaat untuk mengukur sejauh mana potensi
ekonomi budidaya nila dan karpersecara polikultur dalam bak maupun kolam. Apakah
budidaya polikultur yang kita lakukan sudah dikelola dengan baik atau belum. Menurut
14

Wirosaputro (2007), Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) adalah rasio antara total nilai pendapatan
dengan biaya. Hasil perhitungan analisis usaha diperoleh B / C ratio sebesar 1,176. Maka
dengan demikian usah pembudidayaan ikan nila-lele ini layak untuk dijalankan walaupun
menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 149.000,00
PEMBAHASAN KHUSUS
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan berat atau panjang yang diperhitungkan selama
jangka waktu tertentu, sedangkan laju pertumbuhan adalah pertumbuhan yang kecepatannya
dihitung per satuan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor luar
maupun dalam. Faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu suhu perairan, pakan,
penyakit, kadar oksigen terlarut, interaksi sosial dan lain-lain. Faktor dalam yang
mempengaruhi pertumbuhan yaitu umur, jenis kelamin dan jenis ikan itu sendiri
(Widaningroem, 2003). Berikut ini merupakan grafik pertumbuhan ikan monokultur vs
polikultur selama pemeliharaan.
Grafik pertama adalah perkembangan pertumbuhan ikan lele bak monokultur vs
polikultur

Gambar 1. Hasil Pengamatan Perkembangan Pertumbuhan Ikan Lele Bak


Monokultur vs Polikultur
Pertumbuan berat merupakan bertambahnya berat ikan selama waktu tertentu (waktu
pemeliharaan). Berdasarkan hasil pengamatan dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan ikan lele di dalam bak monokultur dan ikan lele di dalam bak polikultur
mengalami pertumbuhan. Berat total ikan lele monokultur pada saat pertama ditebar di bak
adalah 181,5 gram, pada saat pemanenan berat total ikan lele pertumbuhan menjadi 396
15

gram. Sedangkan berat total ikan polikultur pada saat pertama ditebar di bak adalah 270,5
gram, dan pada saat pemanenan beratnya mengalami pertumbuhan menjadi 1143 gram.
Berdasarkan pengamatan data yang didapat bahwa dalam periode waktu pemeliharaan yang
sama pertumbuhan berat yang terjadi pada ikan polikultur lebih terlihat dibandingkan
monokultur. Hal ini dapat terjadi karena

dalam sistem polikultur prinsipnya adalah

memelihara berbagai jenis ikan (organisme air) yang membutuhkan jenis makanan yang
berbeda, mempunyai kebiasaan makan yang berbeda atau mencari makan-makan di daerah
yang berbeda serta menempati ruang hidup yang berbeda sehingga setiap jenis ikan tidak
akan bersaing dalam mencari makanan (Afrianto dan Liviawaty, 2003).
Grafik kedua adalah perkembangan pertumbuhan ikan nila bak monokultur vs
polikultur

Gambar 1. Hasil Pengamatan Perkembangan Pertumbuhan Ikan Nila Bak


Monokultur vs Polikultur
Berdasarkan hasil pengamatan dari grafik tersebut bahwa pertumbuhan ikan nila di
dalam bak monokultur dan ikan di dalam bak polikultur mengalami pertumbuhan. Berat total
ikan nila monokultur pada saat pertama ditebar di bak adalah 253,5 gram,

pada saat

pemanenan berat total ikan nila mengalami kenaikan menjadi 720 gram. Sedangkan berat
total ikan polikultur pada saat pertama ditebar di bak adalah 270,5 gram, dan pada saat
pemanenan beratnya mengalami kenaikan menjadi 1143 gram. Berdasarkan hasil
pengamatan data tersebut dapat disimpulkam bahwa dalam periode waktu pemeliharaan
yang sama, perkembangan pertumbuhan berat ikan polikultur lebih terlihat dibandingkan
monokultur. Dalam penerapan budidaya sistem polikultur pada praktikum ini ikan nila
dipelihara bersamaan dengan ikan lele, ikan nila merupakan ikan yang memiliki kebiasaan
makan di permukaan perairan, sedangkan ikan lele memiliki kebiasaan makan di dasar
perairan. Sehingga perkembangan pertumbuhan ikan dalam bak polikultur akan lebih cepat
dikarenakan kedua spesies ikan yang dipelihara tidak akan bersaing dalam memperebutkan
makanannya. Hal ini berbeda dengan budidaya lele sistem monokultur, perkembangan
16

pertumbuhan berat lele cukup lambat karena dalam budidaya sistem monokultur hanya
memelihara satu spesies ikan, sehingga semua ikan akan saling bersaing dalam
memperebutkan makananya. Hal ini juga yang membuat perkembangan pertumbuhan ikan
nila di bak monokultur menjadi lambat karena sebagian energi dari ikan nila tersebut
digunakan untuk bersaing mendapatkan makanan dengan ikan yang lainnya.
Grafik ketiga adalah perkembangan pertumbuhan ikan lele kolam monokultur vs
polikultur

Gambar 3. Hasil Pengamatan Perkembangan Pertumbuhan Ikan Lele Kolam


Monokultur vs Polikultur
Berdasarkan hasil pengamatan dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa
perkembangan pertumbuhan ikan lele di dalam kolam monokultur dan ikan lele di dalam
kolam polikultur mengalami pertumbuhan. Berat sampling 30 % ikan lele monokultur pada
saat pertama ditebar di kolam adalah 234 gram, pada saat pemanenan berat sampling 30%
ikan lele meningkat menjadi 3571 gram. Sedangkan berat sampling ikan polikultur pada
saat pertama ditebar di kolam adalah 501 gram, dan pada saat dipanen beratnya ikan yang
disampling mengalami pertumbuhan menjadi 3368 gram. Berdasarkan hasil pengamatan data
tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan pertumbuhan ikan yang di sampling lebih
besar pada kolam monokultur. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada saat proses praktikum
pengukuran berat ikan menggunkan metode random sampling, sehingga hasil yang
didapatkan tidak dapat mewakili total berat keseluruhan ikan. Namun berdasarkan berat
total, pertumbuhan berat ikan dalam periode waktu pemeliharaan yang sama pada kolam
polikultur lebih terlihat dari pada monokultur. Pada kolam lele monokultur pada saat pertama
ditebar berat totalnya adalah 780 gram, dan pada saat panen beratnya bertambah menjadi
4100 gram. Sedangkan pada kolam monokultur berat total ikan saat pertama ditebar adalah
1523 gram, dan pada saat panen beratnya bertambah menjadi 6150 gram.

17

Grafik keempat adalah pertumbuhan ikan nila kolam monokultur vs polikultur

Gambar 4. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Ikan Nila Kolam Monokultur vs


Polikultur
Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa pertumbuhan ikan nila di dalam
kolam monokultur dan ikan

di dalam kolam polikultur mengalami peningkatan. Berat

sampling 30 % ikan nila monokultur pada saat tebar di kolam adalah 535 gram, pada saat
dipanen berat sampling 30% ikan nila meningkat menjadi 2120 gram. Sedangkan berat
sampling ikan polikultur pada saat tebar di kolam adalah 501 gram, dan pada saat dipanen
beratnya ikan yang disampling mengalami peningkatan menjadi 3368 gram. Berdasarkan
data tersebut dapat diketahui bahwa pertumbuhan ikan yang di sampling lebih besar pada
kolam polikultur. Hal ini sebanding dengan pengukuran berat total ikan.
Berat total ikan nila monokultur pada saat tebar di kolam adalah 1783 gram, pada
saat dipanen berat total ikan nila meningkat menjadi 5100 gram. Sedangkan berat total ikan
polikultur pada saat tebar di kolam adalah 1523 gram, dan pada saat dipanen beratnya
mengalami peningkatan menjadi 6150 gram. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui
bahwa dalam waktu pemeliharaan yang sama pertumbuhan berat ikan polikultur lebih
signifikan dari pada monokultur. Hal ini dapat terjadi karena

dalam sistem polikultur

prinsipnya adalah memelihara berbagai jenis ikan (organisme air) yang membutuhkan jenis
makanan yang berbeda, mempunyai kebiasaan makan yang berbeda atau mencari makan
makan di daerah yang berbeda serta menempati ruang hidup yang berbeda sehingga setiap
jenis ikan tidak akan bersaing dalam mencari makanan (Afrianto dan Liviawaty, 2003).
Dalam penerapan polikultur pada praktikum ini ikan lele dipelihara bersamaan dengan ikan
nila, ikan lele memiliki kebiasaan makan dan aktif di dasar perairan sedangkan ikan nila
merupakan ikan yang memiliki kebiasaan makan dan aktif di permukaan perairan. Sehingga
18

pertumbuhan ikan dalam bak polikultur akan lebih cepat karena kedua spesies ikan yang
dipelihara tidak akan bersaing dalam memperebutkan makanannya. Hal ini berbeda dengan
sistem monokultur lele, pertumbuhan berat lele lambat karena dalam system monokultur
hanya memelihara satu spesies ikan saja, sehingga semua ikan akan saling bersaing dalam
memperebutkan makananya. Hal ini yang membuat pertumbuhan ikan lele di bak
monokultur menjadi lambat karena sebagian energy dari ikan lele tersebut digunakan untuk
bersaing mendapatkan makanan dengan lele yang lainnya.
Grafik kelima adalah pertumbuhan ikan lele kolam monokultur vs polikultur

Gambar 5. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Ikan lele Monokultur Bak vs Kolam


Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa pertumbuhan ikan lele
monokultur dalam bak dan ikan lele monokultur dalam kolam mengalami peningkatan.
Namun peningkatan partumbuhan ikan lele monokultur dalam kolam lebih signifikan dari
pada pertumbuhan ikan lele pada bak. Berat total ikan lele pada bak monokultur pada saat
ditebar adalah 181,5 gram dan pada saat dipanen berat totalnya meningkat menjadi 396
gram. Sedangkan berat tebar sampling 30 % ikan lele monokultur kolam adalah 234 gram
dengan berat total tebar adalah 780 gram, dan pada saat dipanen berat sampling 30% ikan
lele monokultur kolam mengalami peningkatan menjadi 3571 gram, dengan berat total 4100
gram. Berdasarkan data tersebut maka pertumbuhan ikan lele monokultur kolam lebih baik
dari pada pertumbuhan ikan lele monokultur di bak, ini dibuktikan dengan selisih berat total
ikan lele monokultur pada saat tebar dan panen lebih besar dari pada selisih berat ikan lele
monokultur di bak. Hal ini dapat terjadi karena pada persiapan kolam diberi perlakuan
pemupukan yang berfungsi untuk menumbuhkan plankton, sehingga pakan yang didapat
oleh ikan lele monokultur dalam kolam tidak hanya dari pellet saja namun juga berasal dari
pakan alami.

19

Selain itu kualitas air pada kolam pemeliharaan lebih baik dari pada di bak
pemeliharan. Hal ini dibuktikan dengan warna air dalam kolam pemeliharaan yang
cenderung lebih hijau cerah dibandingkan dengan warna air dalam bak pemeliharan yang
cenderung coklat keruh. Persiapan kolam yang berupa pengeringan, pencangkulan,
pengapuran, dan pemupukan juga dapat membuat kualitas air dalam kolam budidaya
meningkat selain itu juga dapat membunuh pathogen atau parasit ikan serta juga dapat
menguapkan gas gas beracun sehingga ikan yang dipelihara dalam kolam akan lebih sehat
dan nafsu makannya meningkat.
Grafik keenam adalah pertumbuhan ikan nila kolam monokultur vs polikultur

Gambar 6. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Ikan Nila Monokultur Bak vs Kolam


Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa pertumbuhan ikan nila
monokultur dalam bak dan ikan nila monokultur dalam kolam mengalami peningkatan.
Namun peningkatan partumbuhan ikan nila monokultur dalam kolam lebih signifikan dari
pada pertumbuhan ikan nila pada bak. Berat total ikan nila pada bak monokultur pada saat
ditebar adalah 253,5 gram dan pada saat dipanen berat totalnya meningkat menjadi 720
gram. Sedangkan berat tebar sampling 30 % ikan nila monokultur kolam adalah 535 gram
dengan berat total tebar adalah 1783 gram, dan pada saat dipanen berat sampling 30% ikan
nila monokultur kolam mengalami peningkatan menjadi 3365 gram, dengan berat total 6150
gram. Berdasarkan data tersebut maka pertumbuhan ikan nila monokultur kolam lebih baik
dari pada pertumbuhan ikan nila monokultur di bak, ini dibuktikan dengan selisih berat total
ikan nila monokultur pada saat tebar dan panen lebih besar dari pada selisih berat ikan nila
monokultur di bak. Hal ini dapat terjadi karena pada persiapan kolam diberi perlakuan
pemupukan yang berfungsi untuk menumbuhkan plankton, sehingga pakan yang didapat
oleh ikan nila monokultur dalam kolam tidak hanya dari pellet saja namun juga berasal dari
pakan alami.
20

Selain itu kualitas air pada kolam pemeliharaan lebih baik dari pada di bak
pemeliharan. Hal ini dibuktikan dengan warna air dalam kolam pemeliharaan yang
cenderung lebih hijau cerah dibandingkan dengan warna air dalam bak pemeliharan yang
cenderung coklat keruh. Persiapan kolam yang berupa pengeringan, pencangkulan,
pengapuran, dan pemupukan juga dapat membuat kualitas air dalam kolam budidaya
meningkat selain itu juga dapat membunuh pathogen atau parasit ikan serta juga dapat
menguapkan gas gas beracun sehingga ikan yang dipelihara dalam kolam akan lebih sehat
dan nafsu makannya meningkat.
Grafik ketujuh adalah pertumbuhan ikan nila lele kolam polikultur vs

bak

polikultur

Gambar 7. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Ikan Nila Lele Kolam Polikultur vs


Bak Polikultur
Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa pertumbuhan ikan nila - lele
polikultur dalam bak dan ikan nila - lele polikultur dalam kolam mengalami peningkatan.
Namun peningkatan partumbuhan ikan nila - lele polikultur dalam kolam lebih signifikan
dari pada pertumbuhan ikan nila lele polikultur pada bak. Berat total ikan nila lele
(polikultur) pada bak saat ditebar adalah 270,5 gram dan pada saat dipanen berat totalnya
meningkat menjadi 1143 gram. Sedangkan berat tebar sampling 30 % ikan nila - lele
(polikultur) kolam adalah 501 gram dengan berat total tebar adalah 1523 gram, dan pada
saat dipanen berat sampling 30% ikan nila - lele (polikultur) kolam mengalami peningkatan
menjadi 3365 gram, dengan berat total 6150 gram. Berdasarkan data tersebut maka
pertumbuhan ikan nila - lele (polikultur) kolam lebih baik dari pada pertumbuhan ikan nila lele (polikultur) di bak, ini dibuktikan dengan selisih berat total ikan nila - lele (polikultur)
pada saat tebar dan panen lebih besar dari pada selisih berat ikan nila - lele (polikultur) di
bak. Hal ini dapat terjadi karena pada persiapan kolam diberi perlakuan pemupukan yang
21

berfungsi untuk menumbuhkan plankton, sehingga pakan yang didapat oleh ikan nila - lele
(polikultur) dalam kolam tidak hanya dari pellet saja namun juga berasal dari pakan alami.
Ikan nila merupakan ikan yang memiliki kebiasaan makan dan aktif di permukaan perairan,
sedangkan ikan lele memiliki kebiasaan makan dan aktif di dasar perairan. Ikan lele lebih
suka memakan pakan alami yang tumbuh di dasar dan sesekali mengambil pakan dari pellet
yang diberikan sedangkan ikan nila yang aktif di permukaan lebih sering megambil pellet
sebagai pakan utamanya. Sehingga pertumbuhan ikan nila lele dalam kolam polikultur
akan lebih cepat karena kedua spesies ikan yang dipelihara tidak akan bersaing dalam
memperebutkan makanannya.
b. FCR
Konversi pakan atau Feed Convertion Ratio (FCR) adalah suatu ukuran yang
menyatakan banyaknya pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg ikan. Semakin
besar nilai FCR, maka semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg
ikan. Berikut ini merupakan grafik FCR secara keseluruhan ikan selama pemeliharaan:

Grafik 8. Hasil Pengamatan FCR ikan selam pemeliharaan


Berdasarkan hasil pengamatan grafik tersebut dapat diketahui bahwa FCR terbaik
terdapat pada bak polikultur, yaitu sebesar 0,75. Artinya dalam menghasilkan 1 kg ikan
dalam bak polikultur tersebut hanya membutuhkan 0,75 kg pakan. Sedangkan FCR tertinggi
terjadi pada bak lele monokultur yaitu sebesar 2,24, yang artinya untuk menghasilkan 1 kg
ikan lele dalam bak monokultur membutuhkan pakan sebesar 2,24 kg. Semakin kecil nilai
FCR maka semakin baik pakan yang diberikan kepada ikan. Namun dalam praktikum ini
pakan yang diberikan adalah pakan yang sama, sehingga besarnya nilai FCR yang
didapatkan dipengaruhi oleh kualitas air pemeliharaan. Berdasarkan hasil pengamatan grafik
tersebut juga dapat diketahui bahwa nilai FCR pada bak lebih rendah dari pada nilai FCR
22

pada kolam, hal ini menunjukkan bahwa FCR pada bak lebih baik dari pada di kolam
pemeliharaan.

Bila dilihat dari FCRnya ikan nila dan lele monokultur dibanding polikultur pada
kolam dan bak menunjukan bahwa sistem budidaya monokultur tersebut pada kondisi tidak
baik.Hal ini ditunjukandengan grafik FCR ikan nila dan lele monokultur yang terus naik
begitu pula dengan polikultur FCR terus meningkat.Kondisi FCR terbaik adalah pada bak
polikultur karena FCR yang menurun dan hanya 0,75 .Berdasarkan FCR kolam dan bak ang
terbaik adalah pada budidaya di bak karena FCR rendah sehingga system budidayanya baik
dan sisa pakanminimum .Ikan yang dianggap memiliki kondisi tubuh yang sehat adalah jika
nilai FCR rendah yang menunjukkan semua komponen nutrien pada pakan bisa terkonversi
semua dan diserap tubuh ikan secara optimal.

23

Grafik 5 Lele Monokultur Vs Polikultur


Pada FCR ikan lele monokultur dibanding polikultur di kolam menunjukkan bahwa
ikan lele polikultur yang paling baik kondisinya.Hal ini ditunjukkan FCR ikan lele semakin
rendah di setiap minggunya hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diberikan dapat
terkonversi dan dapat dicerna optimal oleh ikan lele dibandingkan dengan sistem mookultur.

Grafik 6 Nila Monokultur Vs Polikultur


FCR pada ikan nila monokultur dibanding polikultur, menujukan FCR yang lebih
baik adalah pada bak polikultur, sehingga juga dapat disimpulkan bahwa kondisi ikan nila
yang paling baik dengan ikan sistem budidaya polikultur.Ikan nila dapat mencerna secara
optimal pakan yang diberikan sehingga tingkat efisiensi pakan lebih tinggi dibandingkan
monokultur.
FCR pada ikan lele dan nila monokultur terlalu tinggi hal ini menunjukan sistem
budidaya tersebut tidak dalam kondisi baik.Hal ini ditunjukkan dengan nilai FCR yang
tinggi.Efisiensi pakan yang rendah untuk kegiatan budidaya sangat merugikan pembudidaya
karena harus mengeluarkan banyak biaya untuk pakan.

24

Kesimpulan yang dapat diambil dari nilai FCR yang paling baik polikultur bak.
Ditunjukkan dengan FCR yang rendah dibanding sistem yang lain. FCR yang rendah
menunjukkan keefisienan pakan yang dapat dicerna dan dikonversi secara optimal menjadi
energy untu pertumbuhan ikan. Semakin efisien pakan yang diberikan dengan tetap
mendapatkan hasil yang tinggi maka keuntungan yang didapatkan sangat tinggi.
Dikarenakan harga pakan sangat mahal jika dalam pemberian pakan FCR yang dihasilkan
tinggi maka pembudidaya akan merugi diakibatkan akan banyak biaya yang dikeluarkan
untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan.
c. Survival Rate
Survival Rate (SR) merupakan tingkat kelulushidupan ikan selama masa
pemeliharaan Menurut Cholik (1991), tingkat kelulus hidupan (SR) sangat mempengaruhi
berhasil tidaknya budidaya suatu ikan. Berikut ini merupakan grafik perbandingan nilai SR
selama pemeliharaan ikan pada semua perlakuan.

Gambar 16. Hasil Pengamatan FCR ikan nila bak monokultur vs nila kolam monokultur
Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa, nilai SR pada semua perlakuan tergolong
baik. Nilai SR pada semua perlakuan berkisar antara 87 100 %. Nilai SR tertinggi terdapat
pada bak lele monokultur yaitu 100 %, yang artinya selama waktu pemeliharaan pada bak
monokultur tersebut tidak ada ikan lele yang mati. Hal ini dapat terjadi karena ikan lele
merupakan ikan yang dapat bertahan hidup pada kualitas air yang rendah, sehingga ikan lele
mampu dengan mudah beradaptasi pada semua lingkungan. Berdasarkan grafik tersebut juga
dapat diketahui bahwa nilai SR terendah terdapat pada kolam lele monokultur yaitu 87 %.
Apabila dilihat berdasarkan parameter kualitas air, pada semua perlakuan memiliki nilai
25

kualitas air dengan kisaran yang sama. Rendahnya nilai SR pada kolam lele monokultur
terjadi karena ikan lele banyak mengalami kematian pada saat awal penebaran. Pada saat
awal penebaran pada kolam monokultur ikan lele belum mampu menyesuaikan diri,
sehingga ikan lele banyak mengalami stress dan menyebabkan ikan lele mengalami kematian
d. Kualitas Air
Pada praktikum ini parameter kualitas air yang diukur adalah DO, CO2, pH,
alkalinitas, suhu udara, suhu air, DO packing. Suhu air merupakan parameter yang sangat
mempengaruhi sifat kimia, fisik, dan biologi perairan. Menurut Pescod (1973) perubahan
suhu yang disebabkan oleh penambahan air untuk perairan yang mengalir sebaiknya tidak
lebih dari 2,8 C dan untuk perairan tergenang tidak lebih dari 1,7 C. Perubahan suhu yang
signifikan akan menyebabkan ikan stress. Peningkatan suhu air juga akan menyebabkan
peningkatan metabolisme ikan dan akhirnya akan meningkatkan frekuensi respirasi.

(Grafik 12. Oksigen terlarut/DO)


Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan.
Konsentrasi minimum oksigen yang masih dapat diterima sebagian besar spesies ikan untuk
hiduo dengan baik adalah 5 ppm, dibawah konsentrasi tersebut ikan akan mengalami
penurunan nafsu makan atau tidak makan sama sekali sehingga pertumbuhannya akan
terhambat bahkan akan mengalami kematian bilamana konsentrsi oksigen terlarut didalam
air mencapai 0 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan dapat ditingkatkan
menggunakan aerator, meningkatkan intensitas pertukaran air, selain itu penggunaan
KMnO4 (2-4 ppm) sebagai algisida diduga juga dapat mempercepat peningkatan konsentrasi
oksigen (Kordi, 2004). Hasil pengamatan pada DO kolam 1 sekitar 3,5-27,4 , pada kolam 2
sekitar 3-20,pada kolam 3 sekitar 4,8 35,4 pada bak1 sekitar 7,1 14,6 pada bak 2 sekitar
7-13 dan pada bak tiga sekitar 6-18,8. Hasil pengamtan DO berfluktuasi namun masih
26

tergolong normal. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai DO tersebut masih mendukung dalam
kegiatan budidaya.

(Grafik 13. CO2 bebas)


Karbondioksida (CO2) adalah komponen udara yang umum terdapat baik diair
maupun diudara. Gas ini dapat dihasilkan oleh proses respirasi maupun penguraian bahan
organik. Meningktanya konsentrasi gas ini padah tertutup selama pengangkutan ikan
merupakan masalah utama didaearah tropis (Afrianto dan Liviawaty, 1992; Kordi, 2004).
Berdasarkan hasil pengamatan CO2 pada kolam 1 berkisar 18-26 ppm, dan hasil tertinggi
yaitu 26 ppm pada minggu ke 6,kemudian pada kolam 2 berkisar 16-26 ppm yang tertinggi
pada minggu 4 yaitu 26 ppm. Pada kolam tiga berkisar 0-38 ppm yang tertinggi pada minggu
ke 6.Pada bak 1 sekitar 14-25 yang tertinggi minggu ke 6 .Pada bak 2 sekitar 20-38 dan yang
tertinggi minggu ke dua dan pada bak 3 sekitar 21-34 dan yang tertinggi pada minggu ke 6.
Menurut Effendi (2003) batasan kadar CO2 pada suatu perairan yang baik dalam mendukung
kehidupan organisme air di dalamnya adalah tidak melebihi 25 ppm.

27

(Grafik 14. pH)

(Grafik 15. Alkalinitas)

Tingginya nilai PH akan berbanding lurus dengan nilai sistem pembufferan dalam air.
Konsentrasi CO2 yang turun secara drastis akan membantu pembentukan senyawa karbonat
dan meningkatkan konsentarsi alkalinitas. Nilai pH kolam 1 menunjukan nilai pH berkisar
6,9 7,1 kemudian pada kolam dua menunjukan 6,9-7,1 kemudian pada kolam tiga
menunjukan nilai pH berkisar 6,9-7,4.Pada bak 1 nilai pH berkisar 7,1-7,3 , Pada bak 2
berkisar 7,1-7,2 dan pada bak tiga berkisar 7-7,2. Pada pengamatan alkalinitas pada kolam 1
berisar 30-100 ppm , kemudian pada kolam duberkisar 60 120 ppm , pada kolam 3 berkisar
74-127 ppm kemudian pada bak 1 berkisar 63-166 kemudian pada bak 2 berkisar 65-174 dan
pada bak tiga berkisar 81-188 ppm. Pengukuran alkalinitas pada setiap pengukuran berbeda ,
hal ini dikarenakan alkalinitas digunakan untuk menjaga kestabilan nilai pH. Nilai pH sangat
mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada
pH yang rendah.

(Grafik 16. Suhu udara)


(Grafik 17. Suhu air)
Pada parameter Suhu udara pada kolam satu berkisar 26 31 C kemudian pada
kolam dua berkisar 26 35 C pada kolam 3 berkisar 26-35 C pada bak 1 berkisar 29-35 C
pada bak 2 berkisar 29 -35 C dan pada bak 3 berkisar 29-35 C Kemudain pada hasil
pengamatan suhu air yaitu pada kolam 1 suhu air berkisar 28-36, pada kolam dua berkisar
28-37 C pada kolam 3 berkisar 28-36 C ,kemudian pada bak 1 berkisar 27-33 C pada bak 2
berkisar 27-33 C dan pada bak 3 berkisar 27-32 C. Menurut Cholik (1991), suhu antara 2530 C akan memberikan pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal bagi ikan.
Dengan demikian, suhu yang rendah pada saat tebar tersebut dapat mengakibatkan kematian
28

ikan. Secara keseluruhan, suhu pada semua kelompok masih tergolong baik untuk
pemeliharaan ikan lele dan ikan nila. Dimana rentang suhu tersebut akan memberikan
pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal bagi ikan. Diluar kisaran suhu tersebut
ikan akan mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan pada suhu yang terlalu rendah ikan
dapat mengalami kematian.

(Grafik 18. DO packing)


Pada pengamatan DO packing, sebelum packing DO pada plastic yaitu 7,6 ppm dan
pada drum yaitu 7,6 ppm kemudia setelah packing menjadi 16 ppm pada plastic dan 0,6 pada
drum . Hali ini disebabkan pada plastik diberi perlakuan yaitu dengan menambah gas
oksigen sehingga meningkatkanoksigen terlarut pada air tersebut. Kemudian pada drum bisa
berkurang karena sumber oksigen tidak ada dan oksigen hanya dikonsumsi oleh ikan dan
terbang ke atas karena difusi.
e. Plankton
Plankton merupakan organisme mikroskopis yang organisme mikroskopis yang
berada di permukaan perairan dan berfungsi sebagai produsen ekosistem perairan. Plankton
terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah plankton yang menyerupai
tumbuhan, sehingga mampu melakukan fotosintesis dan merupakan pensuplai utama oksigen
terlarut di perairan, sedangkan zooplakton merupakan sumber makanan penting bagi nekton
pada tingkat juvenil. Plankton sangat berperan sebagai produsen primer dan sekunder.
Plankton juga berperan sebagai sumber makanan bagi organisme yang hidup di perairan.

29

Grafik 15 densitas Planton

Grafik 16 Diversitas

Densitas plankton pada bak, pada kelompok satu yaitu 86 indv/l, kelompok 2 87
,kelompok 3 87 indv/l pada kolam kelompok 4 yaitu 91,kelompok 5 77 dan pada kelompok6
yaitu 177 indv/l. Sehingga densitas tertinggi pada kelompok 6 dan disbanding bak, kolam
memiliki densitas plankton yang tinggi. Pada diversitas plankton tertinggi yaitu pada
kelompokkolam yaitu kelompok 5. Densitas dan diversitas plankton yang tinggi menjadi
indikasi perairan tersebut baik .Tingginya plankton pada kolam disebabkan pada pemberian
pupuk dan urea serta terjadi pengadukan unsur hara pada tanah.Kemudian jenis plankton
yang ditemukan terbanyak pada kelompok satu adalah Granatum var. rotundatum yang
merupakan zooplankton yang hidup diperairan tawar, memiliki cilia sebagai alat
gerak.kemudian pada kelompok dua ditemukan jenis plankton terbanyak yaitu Closteriopsis
longissima var. Tropica yang merupakan zooplankton yang hidup pada perairan tawar yang
digunakan sebagai indicator kesuburan perairan.Kemudian pada kelompok 3 didapatkan
plankton Spercocystis sp. Yang merupakan jenis plankton fitoplankton yang tumbuh
menghasilkan oksigen dari fotosinteis. Kemudian pada kelompok 4 didapatkan jenis
plankton Spheerocystis schercetari dan pada kelompok lima ditemukan jenis plankton
terbanyak yaitu jenis Leuvanis astans dan Conyaulax palustra yang merupakan jenis
zooplankton yang ada pada perairan tawar.
f. Hasil Terbaik
Berdasarkan hasil yang didapatkan selama praktikum, maka perlakuan terbaik
terdapat pada kolam polikultur. Pada kolam polikultur memiliki pertumbuhan yang paling
tinggi, pada awal tebar berat total ikan pada kolam polikultur adalah 1523 gram, dan pada
saat panen pertumbuhan beratnya meningkat menjadi 6150 gram. FCR ikan pada kolam
polikultur juga cukup baik yaitu 1,62. Nilai FCR tersebut masih tergolong normal. Menurut
Mujiman (1984) konversi pakan yang cukup baik untuk pemeliharan ikan adalah antara 2,0
30

2,5. Selain itu nilai SR pada kolam polikultur juga cukup tinggi yaitu 94 %, yang artinya
selama pemeliharaan pada kolam polikultur hanya mengalami kematian sebesar 6 %.
Menurut Cholik (1991), tingkat kelulushidupan (SR) sangat mempengaruhi berhasil tidaknya
budidaya suatu ikan, Sehingga berdasarkan data SR tersebut, maka budidaya polikultur
tersebut cukup berhasil.
b. Packing
Pengemasan (packing) adalah suatu cara untuk membuat ikan dalam kondisi nyaman,
tidak rusak, mudah, praktis dan tidak mengganggu kondisi sekitarnya, yakni selama
pengangkutan atau pengiriman. Dalam praktikum ini packing yang dilakukan adalah
menggunkan plastic. Metode packing yang benar adalah Udara dalam kantong plastik
diganti dengan oksigen murni, kemudian Plastik ditutup rapat, sebelumnya kedua ujung
bawah plasting terlebuh dahulu di ikat hal ini dilakukan supaya tidak terbentuk sudut mati
dalam wadah, apabila terbentuk suduk mati maka ikan yang berada dalam sudut itu akan
terjebak dan tidak dapat bergerak selama pengangkutan. Dalam packing ini packing ini dapat
menggunakan satu plastic saja atau dua plastic secara langsung supaya lebih kuat dan dapat
mengantisipasi kebocoran. Kemudian plastic packing tersebut ditempatkan dalam wadah
terisolasi dan akhirnya ke dalam kotak kardus. Kemudian pengiriman ikan dapat lewat darat,
udara, ,maupun laut. Pengiriman menggunakan kantong plastik memiliki beberapa kelebihan
diantaranya ikan sangat kecil dan dapat rusak jika dikirim dengan tangki besar. Kedua,
karena jarak yang sangat jauh sehingga dapat menekan biaya pengiriman.
c. Pengangkutan
Pengangkutan ikan hidup bertujuan untuk mempertahankan kehidupan ikan selama
dalam pengangkutan sampai ke tempat tujuan. Terdapat dua metode transportasi ikan hidup,
yaitu dengan menggunakan air sebagai media atau sistem basah, dan media tanpa air atau
sistem kering. Transportasi sistem basah (menggunakan air sebagai media pengangkutan)
terbagi menjadi dua, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sedangkan sistem kering,
pengkutan dilakukan tidak menggunkan media air, pada umumnya ikan dibuat pingsan selam
pengagkutan sistem kering ini. Pada praktikum ini simulasi pengangkutan dilakukan dengan
menggunakan sistem basah. Pada metode terbuka ikan diangkut menggunaka drum,
pengankutan sistem ini pada umumnya digunakan untuk pengangkutan jarak dekat dan
membutuhkan waktu yang tidak begitu lama. Terdapat kelebihan dan kekurangan dari sistem
ini. Kelebihannya antara lain difusi oksigen melalui udara ke media air masih dapat
berlangsung, dapat dilakukan penambahan oksigen melalui aerator, dan dapat dilakukan

31

pergantian air sebagian selama perjalanan. Sementara kekurangannya dapat membahayakan


ikan dan tidak dapat dilakukan untuk pengiriman menggunakan pesawat terbang.
Metode kedua yang digunakan adalah metode pengangkuatan tertutup, yaitu ikan
diangkut dalam wadah tertutup dengan suplai oksigen secara terbatas yang telah
diperhitungkan sesuai kebutuhan selama pengangkutan. Pada umumnya wadah yang
digunakan dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang tertutup. Metode ini dapat
dilakukan untuk pengangkutan berjarak jauh.. Kelebihannya antara lain media air tahan
terhadap guncangan selama pengangkutan, dapat dilakukan untuk pengangkutan jarak jauh
(dengan pesawat terbang), memudahkan penataan dalam pemanfaatan tempat selama
pengangkutan. Sementara kekurangannya antara lain adalah media air tidak dapat
bersentuhan dengan udara langsung (tidak ada difusi oksigen dari udara) sehingga tidak ada
suplai oksigen tambahan, tidak dapat dilakukan pergantian air, dan memerlukan kecermatan
dalam memperhitungkan kebutuhan oksigen dengan lama waktu perjalanan. Berikut ini
merupakan

faktor-faktor

penting

yang

mempengaruhi

keberhasilan

pengangkutan

diantaranya adalah kualitas ikan, oksigen, suhu, pH, CO 2, amoniak, kepadatan dan aktivitas
ikan (Berka, 1986).
d. Pengangkutan Terbaik
Berikut ini merupakan grafik kandungan DO sebelum dilakukan packing dan
simulasi pengangkutan serta DO setelah dilakukan packing dan simulasi pengangkutan
selama 2 jam.

Gambar 25. Hasil Pengamatan Kandungan DO Packing


Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa, kandungan DO sebelum packing
dalam wadah plastic adalah 7.6 ppm namun sesudah packing kandungan DO dalam plastic
packing meningkat menjadi 16. Hal dapat terjadi karena

dalam metode pengangkutan

menggunakan plastic ini udara dalam plastic di ganti dengan oksigen murni kemudian plastic
ditutup rapat, sehingga tidak ada difusi oksigen dari luar. Penambahan oksigen murni ini ,
32

menyebabkan kandungan oksigen dalam plastic menjadi meningkat. Sedangkan kandungan


DO sebelum packing dalam wadah drum sebesar 7,6 ppm, namun setelah dipacking dan
simulasi pengangkutan 2 jam kandungan DO dalam wadah drum turun menjadi 0,6 ppm. Hal
ini dapat terjadi karena dalam metode pengangkutan menggunkan oksigen tidak diberi
perlakuan penambahan oksigen, sehingga penambahan oksigen hanya terjadi melalui difusi
dari udara langsung, sehingga dengan kepadatanikan yang cukup banyak dalam wadah
membuat suplay oksigen secara difusi tidak mencukupi kebutuhan ikan. Hal ini membuat
kandungan DO dalam drum menjadi menurun.

V.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
33

1. Polikultur merupakan teknik budidaya yang digunakan untuk pemeliharaan ikan


berbeda dalam satu lahan dengan kesukaan dan kebiasaan makan yang berbeda
juga, sedangkan monokultur merupakan tekni budidaya hanya satu jenis ikan
2. Padat tebar sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan SR, semakin suatu
kolam padat tebarnya tinggi maka daya dukung kolam akan semakin sempit yang
menyebabkan pertumbuhan terhambat karena terjadi kompetisi nutrisi dan oksigen
yang berujung kematian ikan sehingga SR menjadi rendah.
3. Parameter yang mempengaruhi pertumbuhan dan survival rate ikan nila dan lele
yaitu pemberian pakan, FCR, tempat pemeliharaan, kualitas air yang meliputi
suhu air, suhu udara, kandungan DO, CO2, alkalinitas dan pH.
4. Panen lebih baik dilakukan di pagi hari sebelum ikan terkena sinar matahari agar
kondisi ikan tidak mudah stres, pengangkutan juga dilakukan di pagi hari dengan
terlebih dahulu ikan diberi suplai oksigen.
5. Pengangkutan dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan jerigen terbuka dan
penggunaan plastik dengan oksigen. Jerigen dapat digunakan untuk pengangkutan
ikan jarak dekat. Penggunaan plastic dengan oksigen digunakan untuk
pengangkutan ikan jarak jauh.
Saran
Menurut saya dalam kegiatan praktikum manajemen akuakultur tawar telah memberi
wawasan baru dalam pengembangan penanganan hasil perikanan, karena pengaruh
budidaya perikanan mempengaruhi kualitas daging ikan. Serta, hal yang perlu
ditingkatkan dalam praktikum ini perlu dijelaskan tentang proses penanganan setelah
pasca panen agar wawasan praktikan bertambah dalam proses penanganan hasil
perikanan.

DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E., dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama & Penyakit Ikan. Cetakan
Pertama. Penerbit Kanisisus : Yogyakarta
34

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 2003. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Berka, R. 1986. The Transport of Live Fish. A Review. EIFAC Technology Paper FAO 48 :
52. FAO. Rome. Italy.
Crespi, V dan Coche, A. 2008. Glossary of Aquaculture. Food and Agriculture Organization.
Rome.
Cholik, F. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila. Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian
Djarijah, A. S. 2006. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan.
Kanisius. Yogyakarta
Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Untuk SMK. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Khairuman dan Khairul Amri. 2011. 2,5 Bulan Panen Ikan Nila. Agromedia. Jakarta.
Kordi, K.M.G. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Cetakan Pertama. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kordi, Ghufran. 2009. Budidaya Perairan : Buku Kedua. Citra Aditya Bakti : Bandung.
Pescod, MB. 1973. Investigation of Rational Efflent and Stream Standars for Tropical
Countries. AIT. Bangkok.59 p.
Suyanto, S. R. 2004. Nila. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Wirosaputro, S. 2007. Manajemen Budidaya Perairan. Jurusan Perikanan dan Kelautan.
Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Zonneveld, N. 1991. Prinsip Prinsip Budidaya Ikan. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

LAMPIRAN
Hasil Pengamatan Kualitas Air
Praktikum Manajemen Akuakultur Tawar
35

Kandungan CO2 (ppm)


Tabel 1. Hasil Pengamatan CO2 (ppm)
kolam

kolam

kolam

bak 1

bak 2

bak 3

Minggu
0
Minggu

18

16

15

14

20

21

2
Minggu

25

18

27

16

38

23.6

4
Minggu

18

26

18

22

30

26

20

38

25

26

34

Grafik 1. Hasil Pengamatan CO2 (ppm)


Kandungan DO (ppm)
Tabel 2. Hasil Pengamatan DO (ppm)
kolam

kolam

kolam

bak 1

bak 2

bak 3

0
Minggu

11

10

10.2

2
Minggu

11.6

11.2

14.6

8.8

9.2

4
Minggu

27.4

20

35.4

14.6

13

18.8

3.5

4.8

7.1

8.2

6.4

Minggu

36

Grafik 2. Hasil Pengamatan DO (ppm)


Kandungan Alkalinitas (ppm)
Tabel 3. Hasil Pengamatan Alkalinitas (ppm)

Minggu
0
Minggu
2
Minggu
4
Minggu
6

kolam

kolam

kolam

30

60

34

bak 1

bak 2

bak 3

74

63

65

81

113

127

164

174

188

98

120

116

156

144

148

100

120

100

166

150

148

Tabel 3. Hasil Pengamatan Alkalinitas (ppm)

Kandungan pH
Tabel 4. Hasil Pengamatan pH
37

kolam

kolam

kolam

bak 1

bak 2

bak 3

0
Minggu

7.1

7.1

7.1

2
Minggu

7.1

7.1

7.3

7.2

7.2

7.1

4
Minggu

6.8

7.1

7.4

7.3

7.2

7.2

6.9

6.9

6.9

7.2

7.2

7.2

Minggu

Grafik 4. Hasil Pengamatan pH


Suhu Udara (C)
Tabel 5. Hasil Pengamatan Suhu Udara (C)

Minggu
0
Minggu
2
Minggu
4
Minggu
6

kolam

kolam

kolam

31

31

32

bak 1

bak 2

bak 3

31

30

30

30

32

32

32

32

32

35

35

35

35

35

35

26

26

26

29

29

29

38

Grafik 5. Hasil Pengamatan Suhu Udara (C)


Suhu Air (C)
Tabel 6. Hasil Pengamatan Suhu Air (C)

Minggu
0
Minggu
2
Minggu
4
Minggu
6

kolam

kolam

kolam

29

29

35

bak 1

bak 2

bak 3

29

27

29

29

34

35

33

33

32

36

37

36

31

31

31

28

28

28

28

27

27

Grafik 6. Hasil Pengamatan Suhu Air (C)


Kandungan DO Packing (ppm)
Tabel 7. Hasil Pengamatan Kandungan DO Packing (ppm)
Sebelum packing
Sesudah packing

Plastik
7.6
16

Drum
7.6
0.6

39

Grafik 7. Kandungan DO Packing (ppm)

Tabel 1. Pengamatan Plankton


Bak/ Kolam

Kelompok

Bak

Jenis Plankton

Jumlah

Planktoshpaeria gelatinosa

12

Cyclotelia meneghiniana

Protococcus viridis

Sphaerocystia schrcetari

Asterococcus limaticus

Granatum var. rotundatum

23

Cosmarium phaseolus

Besmidium aptogonum

Epipyxis utriculus

Centropyxis acuilata

Latona setifera

Uroglenopsis americana

13

Stephanodiacus ilantzscait

24

Cyclotella meneghiniana

9
40

Bak/ Kolam

Kelompok

Kolam

Spirulina major

Synedra ulna

Chrysocapsa planktonica

11

Melosira malagensis

Closteriopsis longissima var. Tropica

18

Gonatozygon aculeatum

Hatened larva

Melosira virrians

Pedisastrum simplex var. duodenarium

Staurastum smillini

12

Daphnia catawba

10

Volvox aureus

Spercocystis sp.

18

Pediastrum simplex var duodenarium

Tabellaria fenestrata var intermedia

10

Euglena sp.

Synedra ulna

11

Microspora sp.

Plagiocampa sp.

Kertella

Jenis Plankton

Jumlah

Stephanoptara gracillaria

Nitzchia nyassensis

12

41

Euglena deses var. tenuis

Suqlypha laevis

Pontigulassia vas

Synecaccystis aquatilis

Keratella serralatus

Chlorella variegatus

Surirella ovalis

Spheerocystis schercetari

16

Nostoc sphaericum

Cosmarium sp.

Franceia tuberculates

Oocyatis surgei

Gyrosigma attenuatum

Cyclotella meneghinianis

Daphnia sp.

Synedra ulna

Polycystia sp.

Pulmella

Aphanizomenon flos-aquae

Branchioecetes gamari

Chroococcus limotia

Clostarium sectaum

Closteriopsia congissima var.tropica

Closterium corcu var

Closterium moniliforme

Coelosphaerium kutsingla

Conyaulax palustra

11

Cycesteila kutzinglans

1
42

Cyclotella weneghinian

Epithemia angua var.alpestris

Euglena desses var.tenuis

Gonatozygon aculeatum

Leuvanis astans

11

Nitzachia nyasaensis

Nizzscnis netinastroides

Oocyetis sremosphaeria

Pelotyxa paluetris

11

Peridinium aciculita

Peridinium africanum

Peridinium palatina

Protococcus virio

Rectangularis

Schizogonium auraie

Schizomeriz lesbienni

Spirogira ahmedabadensis

Staurastum smillini

Staurastum wildemanii

Synedra ulna

Treubaria crasaispina

Alonella globuloan

Amoeba guttula

41

Boamana coregoni

10

Closteriopsia longissima var.tropica

Closterium gracila

15

Conchopthirus anodontae

68
43

Cxyurella longicaudia

12

Daphnia rosea

Gonatozygon sculeatum

Heleophera rosen

Trecneleuglypha dentata

16

Tabel 2. Densitas dan Diversitas Plankton


Kolam /Bak

Bak

Kolam

Kelompok

Densitas (indv/L)

Diversitas

86

3,09

87

2,92

87

3,19

91

2,92

77

4,30

177

2,60

CONTOH PERHITUNGAN :
Rumus diversitas plankton :
H= - 2log

= 2,92

Rumus densitas plankton :

D = individu
= 20

: 50
44

= 91

Grafik 1. Densitas Plankton

Grafik 2. Diversitas Plankton

45

Analisis Usaha Budidaya Ikan Lele - Nila


Investasi
Peralatan

Rp. 30.000,-

Biaya tetap
Sewa kolam/bak (Rp. 20.000,-/bln)

Rp. 40.000,-

Listrik 450 watt (Rp. 15.000,-/bln)

Rp. 30.000,-

Penyusutan alat

Rp.

5000,-

Rp. 105.000,Biaya tidak tetap


Benih ikan lele (170 @Rp. 500,-)

Rp. 85.000,-

Benih ikan nila (230 @Rp. 700,-)

Rp. 161.000,-

Pakan (25 kg @Rp. 8.500,-)

Rp. 212.500,-

Pupuk (15 kg @Rp. 350,-)

Rp.

5.250,-

Rp. 463.750,Total biaya (biaya tetap + biaya tidak tetap)

Rp. 568.750,-

Penerimaan
Panen lele (9 kg @Rp. 18.000)

Rp. 162.000,-

Panen nila (17 kg @Rp. 22.000)

Rp. 374.000,Rp. 496.000,-

Keuntungan

= penerimaan biaya total


= Rp. 496.000,- (-) Rp. 568.750,= - Rp. 72.750,-

Usaha tersebut mendapat


B/C ratio

= pendpatan/biaya total
= Rp. 496.000,-/ Rp. 568.750,= 0,87

B/C ratio < 1 menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan.

46

Artinya: dari Rp. 1 yang dikeluarkan dapat menghasilkan keuntungan sebanyak Rp.
0,87

Break Event Point (BEP)


1. BEP (Rp)

= Total biaya/total produksi


= Rp 568.750/26 kg
= Rp. 21.875 / kg

Artinya: Dengan jumlah produksi sebanyak 26 kg dan total biaya sebanyak Rp. 568.750
maka untuk mencapai titik impas harga jual paling minimal adalah Rp. 21.875,- / kg

47

DOKUMENTASI

48

49

Anda mungkin juga menyukai