KELOMPOK 3 :
ASISTEN : NURAFNI
A. Latar Belakang
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui teknik penetasan dan
perhitungan cyst A. salina dengan cara dekapsulasi dan non dekapsulasi. Kegunaan
dari praktikum ini yaitu memberikan keterampilan sehingga mampu menetaskan cyst
A. salina .
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup praktikum ini yaitu pembuatan wadah penetasan cyst dan teknik
penetasan cyst serta perhitungsn A. salina yang di lakukan di Laboratorium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Artemia
Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan
laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena artemia
memiliki gizi yang tinggi, serta ukurannya sesuai dengan bukaan mulut hampir seluruh
jenis larva ikan (Djarijah, 2003).
Artemia, satu-satunya genus dalam keluarga artemidae. Pertama kali ditemukan di
Lymington, inggris pada tahun 1755. Artemia ditemukan diseluruh dunia dipedalaman
saltwater tetapi tidak di lautan. Artemia hidup di perairan yang berkadar garam tinggi,
yaitu antara 15-30 ppt. Pada salinitas yang terlalu tinggi, telur tidak akan menetas yang
disebabkan tekanan osmosis dari luar tubuh lebih tinggi, sehingga telur tidak dapat
menyerap air yang cukup untuk metabolismenya (Dhert, 1980).
Menurut Bougis (1979) dalam Kurniastuty dan Isnansetyo (1995) A. salina
diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Anthropoda
Kelas: Crustacea
Subkelas: Branchiopoda
Ordo: Anostraca
Familia: Artemidae
Genus: Artemia
Spesies: A. salina
Gambar 1. A. salina
Kista A. salina. yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam
waktu 24-36 jam pada suhu 250C. Larva artemia yang baru menetas dikenal dengan
nauplius. Nauplius dalam pertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan bentuk,
masing-masing perubahan merupakan satu tingkatan yang disebut instar (Pitoyo,
2004).
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu handcounter yang berfungsi
untuk menghitung cyst A. salina, timbangan digital yang berfungsi untuk menimbang
cyst A. salina, botol 1,5 L berfungsi sebagai wadah penetasan A. salina, cutter
berfungsi untuk memotong bagian bawah botol, solder berfungsi untuk melubangi
tutup botol, lem tembak berfungsi untuk menyatukan pipet dengan lubang pada tutup
botol, serta kamera berfungsi untuk dokumentasi kegiatan pada saat praktikum.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu cyst A. salina berfungsi sebagai
objek yang akan dihitung jumlahnya, larutan hipoklorit/bayclin yang berfungsi untuk
menghilangkan lapisan luar kista, larutan HCL dan air laut berfungsi untuk dihidrasi
kista yang telah didekapulasi, kertas hvs berfungsi sebagai wadah tempat menghitung
cyst A. salina, pilox berfungsi untuk memberikan warna hitam pada tubuh botol, lakban
berfungsi untuk menutupi bagian atas botol.
C. Prosedur Kerja
Praktikum Penetasan Cyst A. salina terdiri dari beberapa tahapan yaitu pembuatan
wadah penetasan, perhitungan dan penetasan cyst. Adapun masing-masing prosedur
kerja dari setiap tahapan antara lain sebagai berikut :
1. Pembuatan Wadah Penetasan
Prosedur kerja pembuatan wadah penetasan yaitu menyiapkan alat dan bahan,
memotong bagian bawah botol menggunakan cutter lalu menutup bagian atas botol
menggunakan lakban dan kertas sehingga hanya tersisa bagian tubuh hal ini dilakukan
untuk mencegah bagian ini tidak terkena pilox, kemudian mengecat bagian tubuh botol
menggunakan pilox lalu menjemur botol hingga kering. Setelah itu membuat lubang
pada tutup botol mengunakan solder kemudian memasukkan pipet kecil pada lubang
ditutup botol, pipet yang telah dimasukkan kedalam lubang di lem menggunakan lem
tembak.
2. Perhitungan Cyst
Prosedur kerja perhitungan cyst yaitu menyiapkan alat dan bahan, mengkalibrasi
timbangan digital kemudian meletekkan cyst A. salina diatas timbangan secara
bertahap hingga beratnya mencapai 0.30 gram. Setelah itu cyst di pindahkan pada
kertas hvs yang telah di beri grid kemudian menghitung cyst pada setiap grid
menggunakan hand tally counter. Hasil perhitungan cyst pada setiap grid kemudian
dijumlahkan untuk mengetahui jumlah cyst secara keseluruhan.
A. Hasil
Tabel 1. Jumlah cyst yang akan ditetaskan
Pengamat Jumlah Cyst yang akan ditetaskan
Kelompok 1 42752
Kelompok 2 27469
Kelompok 3 32369
Kelompok 4 73325
̅̅̅̅̅
Rata-Rata (∑ 𝐶) 43,97875
B. Pembahasan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan penetasan A.salina memerlukan
beberapa tahapan yaitu pembuatan wadah, perhitungan cyst dan penetasan dengan
menggunakan dua teknik yaitu dekapsulasi dan non dekapsulasi. Wadah yang
digunakan untuk menetaskan cyst memiliki beberapa persyaratan yaitu dasarnya
berbentuk kerucut, berbahan dasar plastic serta terdapat aerasi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Panggabean (1984) yaitu untuk mendapatkan hasil penetasan yang baik
dapat digunakan wadah yang dasarnya berbentuk kerucut, bentuk dasar kerucut tidak
memerlukan aerasi yang terlampau kuat sehingga sedikit aerasi dari dasar kerucut
sudah dapat memberikan adukan pada cyst A.salina. Wadah yang berbahan dasar
plastic digunakan untuk menetaskan cyst agar cahaya dapat menembus masuk
sehingga kista-kista yang telah terhidrasi dalam kondisi aerob dapat diransang dengan
cahaya yang masuk. Selain itu adanya aerasi dalam wadah penetasan sangat di
perlukan sebagai suplai oksigen yang dibutuhkan untuk perkembangan embryonal
A.salina. Menurut Panggabean (1984), aerasi harus diberikan terus sampai terjadi
penetasan selain sebagai suplai oksigen untuk perkembangan embryonal, aerasi juga
dibutuhkan untuk mencegah terjadinya pengendapan kista-kista di dasar tangka. Jika
terjadi pengendapan kista didasar tangka dapat menimbulkan konidisi anaerob
sehingga perkembangan embryonal akan terhambat.
Sebelum penetasan A.salina berlangsung terebih dahulu dilakukan perhitungan
cyst dengan bobot sampel cyst yang akan dihitung sebesar 0,3 gram. Hasil
perhitungan cyst yang di peroleh dari kelompok 3A sebesar 32,369 butir cyst. Setelah
di rata-ratakan dengan jumlah perhitungan cyst dari kelompok 1A, 2A dan 4A maka di
peroleh persentase rata-rata jumlah telur yang akan ditetaskan sebesar 43,97875.
Pada praktikum penetasan artemia dilakukan dengan dua metode yaitu
dekapsulasi dan non dekapsulasi, untuk membandingkan metode yang dapat
menetaskan cyst artemia dengan derajat penetasan yang lebih tinggi. Jangka waktu
yang dilakukan untuk penetasan cyst yaitu 24 jam. Saat praktikum cyst dimasukkan
dalam wadah penetasan pada pukul 15.00 WITA sehingga perkiraan cyst akan
menetas pada pukul 15.00 WITA keesokan harinya. Kemudian dilakukan perhitungan
cyst yang telah menetas menjadi naupli dengan mengambil sampel dari kedua wadah
penetasan masing-masing sebanyak 1 mL dari 1 L air yang terdapat pada wadah
penetasan. Penetasan yang menggunakan metode dekapsulasi di peroleh hasil 24
ind/mL atau sebanyak 24.000 ind/L dengan derajat penetasan sebesar 54,571%.
Sedangkan untuk penetasan artemia dengan metode nondekapsulasi di peroleh hasil
45ind/mL atau sebanyak 45.000 ind/L dengan derajat penetasan sebesar 102,322%.
Penetasan cyst yang dilakukan kelompok 3A menghasilkan data yang menyimpang
dimana metode nondekapsulasi memiliki tingkat derajat penetasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metode dekapsulasi. Penetasan dengan metode dekapsulasi
seharusnya menghasilkan jumlah naupli yang lebih banyak dibandingkan dengan
metode nondekapsulasi, hal ini sesuai dengan pernyataan Panggabean (1984), sekitar
95% kista-kista yang telah mengalami "dekapsulasi" dapat menetas. Dari penetasan
yang dilakukan kelompok 3A berarti metode dekapsulasi memiliki persentasi jumlah
cyst yang mati lebih besar sedangkan metode nondekapsulasi memiliki jumlah cyst
yang mati lebih kecil.
Hasil derajat perhitungan cyst yang menyimpang dapat disebabkan oleh beberapa
factor yaitu ketidakakuratan saat melakukan perhitungan cyst dan perhitungan naupli
A.salina. Perhitungan cyst dari 4 kelompok memiliki selisih yang cukup besar yaitu
42752 kelompok 1A, 27469 kelompok 2A, 32369 kelompok 3A dan 73325 kelompok
4A sedangkan bobot cyst yang digunakan dalam perhitungan sama disetiap kelompok
sebesar 0,3 gram. Selain itu hasil yang menyimpang juga disebabkan oleh factor
kelalaian dari praktikan dimana saat akan memasukkan cyst dalam wadah penetasan
dekapsulasi, beberapa cyst tertumpah sehingga mengurangi jumlah cyst yang akan di
tetaskan dari jumlah sebelumnya yang telah ditimbang.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa wadah yang
digunakan dalam penetasan harus berbentuk kerucut, penyinaran cahaya harus terus
berlangsung selama proses penetasan serta suplai oksigen dengan aerasi juga harus
terus berlangsung. Selain itu penetasan cyst dilakukan dengan dua metode yaitu
metode dekapsulasi dengan derajat penetasan 54,571 % dan metode nondekapsulasi
dengan derajat penetasan 102,322 %
B. Saran
Disarankan dalam perhitugan cyst A.salina lebih berhati-hati agar jumlah cyst yang
telah dihitung saat ditimbang kembali sesuai dengan timbangan awal sehingga cyst
yang akan ditetaskan tidak menghasilkan data yang menyimpang.
DAFTAR PUSTAKA
Dhert, P., P. Sorgeloos, and B. Devresse. 1980. Contribution toward a specific DHA
enrichment in the live food Brachionus plicatilis and Artemia salinaI : Reinertsen,
H., L.A. Dahle, L. Jorgensen, and K. Tvinnereim (eds). Proceeding of The First
National Conference of Fish Farming Technology. Rotterdam: Comittee of the
First National Conference of Fish Farming Technology.
Djarijah, Abbas Siregar. 2003. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta : Kanisius.
Djokosetiyanto.,Dade, J., Fairus, M., S. 2007. Kualitas Penetasan Kista Artemia Yang
Dibudidaya Pada Berbagai Tingkat Perubahan Salinitas. Jurnal Ilmu-Ilmu
Perairan Dan Perikanan Indonesia.Vol 14(2): 81-85. Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Payau. Jepara.
Goretti,M.L.P. 1984. Teknik penetasan dan pemanenan Artemia salina. [Jurnal].
Oseana. Vlo. IX. No. 2. ISSN 0216-1877.
Harefa, 1996. Laporan Kegiatan Kultur Kopepoda dan Artemia dengan Pakan
Fermentasi, Dirjen perikanan BBL Lampung.
Harefa, F., 1996. Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan. Jakarta : PT.
Penebar Swadaya.
Isnansetyo, A, dan Kurniastuty, 1995, Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton
Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut, Cetakan I, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta,52-57.
Mudjiman, A. 2008. Makanan Ikan Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya.
Panggabean, M.G.L.1984. Teknik Penetasan Dan Pemanenan Artemia Salina.
Oseana. Vol(IX).No(II): 57 - 65.
Pramudjo dan Sofiati, 2004.Prospek Teknik Produksi Cyste Brine Shrimp (Artemia
salina LEACH) di Indonesia. Fakultas Perikanan, Unsrat-Manado.
Priyambodo dan Wahyuningsih, Tri. 2003. Budidaya Pakan Alami Untuk Ikan. Jakarta :
Penebar Swadaya Sumeru, Sri Umiyati, Ir. 2008. Produksi Biomassa Artemia.
Sukariani., Muhammad., J.,Bagus.,D.,H. 2014. Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup
Artemia Sp. Dengan Pemberian Pakan Alami Yang Berbeda. Univeritas Mataram
Sutaman. 1993. “Petunjuk Praktis Pembenihan Udang Windu Skala Rumah Tangga”
Yogyakarta:Penerbit Kanisius.
Widodo,A., Mulyana.,Fia.,S.,M. 2016. Pengaruh Lama Waktu Perendaman Dan
Larutan Dekapsulasi Terhadap Penetasan Siste Artemia Sp. Jurnal Mina Sains.
Vol 2 (1) : 31-38.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan Bahan
a. Alat dan Bahan
Gambar 5. Alat-Alat
Gambar 6. Bahan-bahan
Lampiran 2. Tahapan Kerja dalam Praktikum
a. Proses Pembuatan Wadah
Gambar 14. proses pengadukan cyst didalam wadah berisi air laut
Gambar 15. Cyst sebelum (kiri) dan setelah di diamkan selama 1 jam (kanan)
Gambar 16. proses penyaringan cyst yang telah di hidrasi
Gambar 17. proses memasukkan kembali cyst dalam wadah air laut
Gambar 20. proses penuangan air laut dalam wadah dekapsulasi dan non dekapsulasi
Gambar 21. proses memasukkan cyst dalam wadah dekapsulasi dan non dekapsulasi
Gambar 22. cyst siap ditetaskan dalam wadah dekapsulasi dan nondekapsulasi
(kelompok 3)
Gambar 23. proses pengambilan nauplii artemia salina yan akan di hitung
a. Dekapsulasi
∑𝑁
𝐻𝑅 =
̅̅̅̅̅
∑𝐶
24000
=
43,97875
= 54,571 %
b. Nondekapsulasi
∑𝑁
𝐻𝑅 =
̅̅̅̅̅
∑ 𝐶
45000
=
43,97875
= 102,322 %