BAB 1 PENDAHULUAN
Amerika Latin udang vaname mulai masuk ke Indonesia dan dirilis secara resmi
pada tahun 2001 (Nababan dkk., 2015 dalam Indah.,dkk 2017). Udang vaname
merupakan salah satu udang yang mempunyai nilai ekonomis dan merupakan
Udang vaname tergolong mudah untuk dibudidayakan. Hal itu pula yang
membuat para petambak udang di tanah air beberapa tahun terakhir banyak yang
terbatas pada golongan masyarakat menengah ke atas. Produksi yang tinggi akan
berdampak kepada beban limbah yang dihasilkan baik oleh sisa pakan apabila
Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala produksi yang sering
ditemukan. Hama biasanya berupa beberapa jenis binatang baik darat maupun air
persaingan dengan ikan budi daya, baik dalam hal mendapatkan oksigen,
makanan, maupun dalam ruang gerak serta dapat menjadi carrier virus pembawa
pembawa (carrier) virus yang paling dominan pada tambak udang intensif adalah
pemahaman mahasiswa tentang efek yang di timbulkan oleh hama pada budidaya
udang di kolam.
3
pattes blances (Perancis). Menurut Wyban dkk, (2000) dalam Nadhif (2016),
K ingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopenaeus
Seperti udang penaeid lain, secara garis besar morfologi udang vaname
oleh lapisan kitin yang berfungsi sebagai pelindung, terdiri dari antennulae,
(Litopenaeus vannamei) juga dilengkapi dengan tiga pasang maxiliped dan lima
pasang kaki jalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda) (Kitani,1994 dalam
Nadhif ,2016). Abdomen terdiri dari 6 segmen. Setiap segmen tubuh memiliki
terdapatlima pasang kaki renang dan sepasang uropoda (mirip ekor) yang
membentuk kipas bersama-sama telson. Ukuran ini dapat mencapai panjang total
transparan (bening), berkulit licin dan halus (Kitani,1994 dalam Nadhif, 2016).
Menurut Van der land (2000) dalam Supryanto (2007), Mesopodopsis sp.
merupakan jenis plakton dari kelas Crustacea dan berordo Mysidacea yang secara
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Mysidacea
Famili : Mysidae
Genus : Mesopodopsis
Memiliki abdomen yang panjang dan kuat dibandingkan dengan thorax, selain itu
panjang abdomen dua kali panjang carapac. Panjang kaki renang ke enam hampir
dua kali panjang kaki renang ke lima. Carapac biasanya pendek, terpisah dari dua
somite thorax. Batas depan bulat dan terbentuk tipis. Bagian belakang hanya
membentuk emarginate yang tipis, kaki renang thorax tampak. Sudut antero-
dan ramping, lebih dari 18 % dari panjang badan. Bagian pertama panjangnya
hamper dua kali bagian lainnya, dilengkapi denga lengan setae yang kuat pada
batas terluar bagian terakhir, bagian ketiga pendek, membesar, terdapat dua
flagella (biasanya terdapat pada betina). Pada jantan ada tambahan setose lobe
yang sangat besar atau apendix masculin. Memiliki antena yang ramping, setose
Supyanto(2007).
6
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Neotaenioglossa
Famili : Potamididae
Genus : Telescopium
mendatar pada bagian dasarnya. Warna cangkang coklat keruh, coklat keunguan,
dan coklat kehitaman, lapisan luar cangkang dilengkapi garis spiral yang sangat
berkisar antara 7,5-11 cm. Ukuran cangkang dewasa normal dapat mencapai
Houbrick (1991) dalam Rahmawati (2013) cangkang keong dapat mencapai 130
mm. Keong bakau dewasa dimakan oleh kepiting (Scylla serrata) dan
7
Hama pada tambak budidaya ini dapat digolongkan dalam tiga bagian
1. Hama pemangsa udang atau bandeng Hama pemangsa ini terdiri dari beberapa
spesies hewan yaitu jenis ikan buas seperti ikan kakap (Lates calcarifer), payus
(Elops hawaiensis) dan lain-lain. Jenis ular air seperti, Cerberus rhynchops, dan
2. Hama penyaing Hama penyaing adalah hewan air yang ikut hidup di dalam
Termasuk dalam jenis hewan ini adalah ikan-ikan liar, seperti ikan belanak (Mugil
sp.), ikan mujair (Ti- lapia mossambica). Jenis siput seperti trisipan (Cerithidea
tersebut juga suka menggerogoti kayu yang digunakan sebagai pintu air.
Kelompok pengganggu ini adalah dari jenis kepiting (Scylla serrata), dan remis
(Teredo navalis).
8
dalam berbagai aktivitas sehari – harinya. Kualitas air dapat ditentukan dengan
analisis kualitas air yang terdiri dari pemeriksaan fisik, kimia dan biologi.
Kualitas air digunakan untuk mengetahui apakah air itu cukup aman untuk
= DO) untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut (Salmin, 2000 dalam Salmin, 2005). Oksigen juga memegang
berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik dengan
hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan
perairan(Salmin,2005).
9
atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Skala pH bukanlah skala
didefinisikan sebagai logaritme negatif dari konsentrasi ion hidrogen [H+] yang
netral, basa atau asam. Air dengan pH dibawah 7 termasuk asam dan diatas 7
termasuk basa. Pada perairan umum yang tidak dipengaruhi aktivitas biologis
yang tinggi, nilai pH jarang mencapai diatas 8,5, tetapi pada tambak ikan atau
udang, pH air dapat mencapai 9 atau lebih (Boyd, 2002 dalam ANtoni, 2017).
sekitar 7-8,5.
2.5.3 Suhu
Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda
dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer. Suhu disebut
Kelvin (K). Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses kimia maupun biologi
dalam air. Reaksi kimia dan biologi naik dua kali setiap terjadi kenaikan 10
terlarut menjadi dua kali lipat. Penggunaan oksigen terlarut dalam penguraian
bahan organik juga meningkat secara drastis (Howerton, 2001 dalam Muarif,
metabolisme udang putih (L. vannamei). Suhu perairan tidak bersifat konstan,
haridi peroleh suhu terendah 22º dan siang hari di peroleh suhu tertinggi 30º
(Muarif, 2016).
2.5.4 Salinitas
bagian dari sifat fisik dan kimia suatu perairan, selain suhu, pH, substrat dan
dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk garam dapur
(NaCl). Salinitas tersusun dari 7 ion utama yaitu natrium (Na), klorida (Cl),
kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), sulfat (SO4) dan bikarbonat (HCO3)
hari Rabu tanggal 12 Februari 2020 pukul 09:00 Wita sampai selesai. Bertempat
1. Hp Mengambil gambar
2. Alat tulis Menulis
3. Buku Catatan Tempat Menulis
4. Baskom Tempat Ikan
5. Seser Tangkap ikan
6 Timbangan di gital Menimbang ikan dan pakan
7 Thermometer Hg Mengukur suhu
8 pH meter Mengukur kadar keasaman
9 Aerasi Memberikan oksigen
10 Jaring Menutup baskom
11 Refrakto Mengukur salinitas
Tabel 3-2. Bahan yang di gunakan dalam praktikum penyakit organisme
akuakultur.
No. Bahan Fungsi
beserta alat-alat yang akan digunakan untuk praktikum pada larutan klorin
0,6 g selama 24 jam. Keesokan harinya, bilas wadah tersebut dengan air
masing-masing.
(Wo)
7. Mengukur suhu, pH, dan konsentrasi oksigen terlarut dan salinitas masing-
(pagi pukul 06.00 dan sore hari pukul 16.00) setiap hari selama seminggu.
SR = Nt/No) ×100%
Dimana SR adalah sintasan (%), Nt adalah jumlah ikan lele yang hidup (ekor) di
akhir percobaan.
W = Wt – Wo
4.1 Hasil
Hama pada Budidaya udang kaki putih (Litopenaus Vannamei) didapatkan data
tingkah laku dan kondisi organisme uji serta hasil pengukuran parameter kualitas
Salinitas.
4.1.1 Tingkah laku dan kondisi udang kaki puti (Litopenaus Vannamei)
organisme akuakultur pada udang kaki putih maka di peroleh data tingkah laku
Tabel 4-3 Tingkah laku udang dan kondisi udang selama pemeliharaan
Tingkah Laku Ikan dan Kondisi Uji KET
Perlakuan
H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
A1.1 AB AB AB L L L AB AB BM
A1.2 AB AB AB AB AB AB AB AB HS
A2.1 AB MS - - - - - - MS
A2.2 TA MS - - - - - - MS
B1.1 AB TA L AB AB TA TA TA BM
B1.2 TA L AB TA AB L TA TA BM
B2.2 AB TA TA - - - - - MS
B2.2 AB L TA - - - - - MS
C1.1 TA TA TA L L L TA TA BM
C1.2 TA L L L TA TA TA TA BM
C2.1 TA MS - - - - - - MS
C2.2 TA MS - - - - - - MS
15
D1.1 AB AB AB AB AB AB AB AB BM
D1.2 AB TA TA TA L L L TA BM
D2.2 TA L MS - - - - - MS
D2.2 TA TA MS - - - - - MS
kelangsungan hidup pada udang kaki putih yang terterah pada grafik berikut:
8.00
(%)
6.00
4.00 Kelangsung
an hidup
2.00 (%)
0.20 0.60 0.50 0.50 0.30
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.10 0.20 0.0 0.0
0.00
Perlakuan
Gambar 4-4. Grafik Kelangsungan hidup
40
Pertumbuhan
30 -24.86
mutlak (g)
20 -14.82
-14.00 -13.60 -15.3
-11.28 10.09
6.72 -5.39
10 0.330.25 0.45 1.273.57 0.00
0
Perlakuan
Gambar 4-5. Grafik Pertumbuhan mutlak
4.1.4.1 Suhu
40.0
Suhu (°C) pada Waktu Pagi
Suhu (°C) H0
35.0 Suhu (°C) H1
30.0
Suhu (°C) H2
25.0
(°C)
Suhu (°C) H3
20.0
15.0 Suhu (°C) H4
10.0 Suhu (°C) H5
5.0 Suhu (°C) H6
0.0
Suhu (°C) H7
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2
C1.1
D1.1
D1.2
D2.1
D2.2
C1.2
C2.1
C2.2
Perlakuan
Gambar 4-6. Grafik suhu pagi hari
17
32.0
Suhu (°C) pada Waktu Sore
Suhu (°C) H0
31.0
Suhu (°C) H1
30.0
29.0 Suhu (°C) H2
28.0 Suhu (°C) H3
(°C)
27.0
26.0 Suhu (°C) H4
25.0 Suhu (°C) H5
24.0 Suhu (°C) H6
23.0
Suhu (°C) H7
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2
D1.1
D1.2
D2.1
D2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2
C1.1
C1.2
C2.1
C2.2
Perlakuan
5 Oksigen terlarut
(mg/L) H3
4 Oksigen terlarut
3 (mg/L) H4
2 Oksigen terlarut
(mg/L) H5
1 Oksigen terlarut
0 (mg/L) H6
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2
D1.1
D1.2
D2.1
D2.2
C1.1
C1.2
C2.1
C2.2
Perlakuan
9
Oksigen Terlarut (mg/L) pada Waktu Sore
Oksigen terlarut
8
(mg/L) H0
7 Oksigen terlarut
6 (mg/L) H1
Oksigen terlarut
(mg/L)
5
(mg/L) H2
4 Oksigen terlarut
3 (mg/L) H3
Oksigen terlarut
2 (mg/L) H4
1 Oksigen terlarut
0 (mg/L) H5
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2
D1.1
D1.2
D2.1
D2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2
C1.1
C1.2
C2.1
C2.2
Perlakuan
Gambaar 4-9. Grafik Oksigen terlarut sore hari
4.1.4.3 Ph
4 pH H4
3
pH H5
2
1 pH H6
0 pH H7
Perlakuan
4
pH H4
3
pH H5
2
1 pH H6
0 pH H7
Perlakuan
Gambar 4-10. Grafik pH sore hari
4.1.4.4 Salinitas
40
Salinitas (ppt) pada Waktu Pagi
Salinitas H0
35
Salinitas H1
30
25 Salinitas H2
(ppt)
20 Salinitas H3
15 Salinitas H4
10 Salinitas H5
5 Salinitas H6
0 Salinitas H7
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2
C1.1
C1.2
C2.1
C2.2
D1.1
D1.2
D2.1
D2.2
Perlakuan
40
Salinitas (ppt) pada Waktu Sore
Salinitas H0
35
Salinitas H1
30
25 Salinitas H2
(ppt)
20 Salinitas H3
15 Salinitas H4
10
Salinitas H5
5
Salinitas H6
0
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2
C2.2
D1.1
D1.2
D2.1
D2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2
C1.1
C1.2
C2.1
Salinitas H7
Perlakuan
4.2 Pembahasan
Berdasarkan data tingkah laku dan kondisi organisme uji dapat diketahui
bahwa pada awal penebaran sebagian besar organisme uji bergerak dengan
kematian organisme uji. Hal ini mungkin disebabkan karena ruang gerak yang
terbatas pada wadah tersebut karena pada beberapa perlakuan ada yang dimasukan
laku udang terhadap ruang gerak. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan
menggunakan suplai aerasi dan tidak menggunakan hama. Hal ini disebabkan
karena tidak adanya perebutan oksigen,pakan serta ruang pada wadah tersebut
selain itu kebutuhan oksigen untuk organisme uji pada wadah tersebut juga
tercukupi. Namun pada wadah yang lain tingkat kelulusan hidup udang rendah hal
tersebut karena kurangnya oksigen terlarut pada wadah karena keberadaan hama
bahan organik seperti ammonia yang berasal dari sisa pakan dan ekskresi dari
udang juga makin tinggi. Sisa pakan akan meningkatkan ammonia yang bersifat
kaki putih mengalami penaikan pada wadah A2.1 namun pada wadah lain
mengalami pertumbuhan yang tidak begitu besar. Pertumbuhan yang tidak begitu
meningkat disebabkan karena udang mengalami stress sehingga energy dari pakan
22
pertumbuhan.
apaabila udang mengalami stres maka udang akan mengeluarkan energinya untuk
bertahan dari stress. Selama proses bertahan ini pertumbuhan dapat menurun dan
4.2.4.1 Suhu
Berdasarkan hasil di atas suhu air pada wadah hari H0-H7 di pagi hari
Sementara suhu suhu air pada H0-H7 di sore hari di tiap-tiap perlakuan lebih
seperti halnya hewan air lainnya. Haliman & Adijaya (2005) dalam Tahe(2011)
Berdasarkan hasil di atas maka dapat dilihat bahwa kadar oksigen terlarut
dalam wadah pemeliharaan udang kaki putih mengalami fluktuasi dimana di pagi
hari pada hari ke H0-H7 berkisar antara 4,1-8,0 mg/L, sedangkan oksigen terlarut
pada sore hari mulai dari H0-H7 yaitu berkisar antara 5,5-8,4 mg/L.
terlarut pada tambak yang baik untuk budidaya udang vanamei adalah 3,5 –7,5
mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) minimum yang dapat ditolerir ikan
spesies biota air budidaya untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan
dengan konsentrasi oksigen dibawah 4 ppm, beberapa jenis ikan mampu bertahan
hidup akan tetapi nafsu makannya menurun, untuk itu kosentrasi oksigen yang
4.2.4.3 Ph
waktu pagi mulai dari H0-H7 pada masing-masing perlakuan berkisar antara 7,0-
8,2. Sedangkan pada sore hari Ph pada masing-masing perlakuan mulai dari H0-
H7 berkisar antara 7,5-8.0. Untuk standar budidaya udang vaname berkisar 7,5-
23etabolism dan juga respirasi pada organisme akuatik. (Arizuna dkk., 2014).
4.2.4.4 Salinitas
fluktuasi pada pagi hari masing-masing perlakuan pada H0-H7 berkisar antara 30-
35 ppt sedangkan pada sore hari salinitas masing-masing perlakuan dari H0-H7
30-34 ppt. Menurut Arsad dkk. (2017) dalam Fitriani dkk (2019) salinitas
berperan dalam proses osmoregulasi udang dan juga proses molting. Jika udang
Udang mampu bertahan hidup pada salinitas 0 – 50 ppt Pillay (1990) dalam
Fitriani (2019).
24
5.1 Simpulan
berikut:
bersaing dengan udang dalam hal pakan oksigen terlarut dan ruang gerak.
karena energy yang diberikan dari pakan hanya digunakan untuk bertahan
hidup..
3. Parameter kualitas air yang diukur dalam wadah pemeliharaan udang kaki
5.2 Saran
praktikum agar praktikum dapat berjalan dengan lancar dan waktu dapat
DAFTAR PUSTAKA
Armis. A. 2017. Analisis Salinitas Air PAda Down Stream dan Middle Stream
Sungai Pampang Makassar. Skripsi Program Studi teknik lingkungan
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.