Anda di halaman 1dari 26

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) berasal dari Pantai Barat Pasifik

Amerika Latin udang vaname mulai masuk ke Indonesia dan dirilis secara resmi

pada tahun 2001 (Nababan dkk., 2015 dalam Indah.,dkk 2017). Udang vaname

merupakan salah satu udang yang mempunyai nilai ekonomis dan merupakan

jenis udang alternatif yang dapat dibudidayakan di Indonesia, disamping udang

windu (Panaeus monodon) dan udang putih (Panaeus merguensis).

Udang vaname tergolong mudah untuk dibudidayakan. Hal itu pula yang

membuat para petambak udang di tanah air beberapa tahun terakhir banyak yang

mengusahakannya (Amirna dkk., 2013). Namun produksi yang tinggi tidak

selamanya diikuti oleh keuntungan yang tinggi. Penerapan kepadatan tinggi

terbatas pada golongan masyarakat menengah ke atas. Produksi yang tinggi akan

berdampak kepada beban limbah yang dihasilkan baik oleh sisa pakan apabila

rasio konversi pakan tinggi, maupun kotoran udang(Magampa dan Suwoyo,2010).

Kehadiran biota-biota air liar ke dalam tambak memberi pengaruh yang

cukup besar,pengaruh tersebut dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan

Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala produksi yang sering

ditemukan. Hama biasanya berupa beberapa jenis binatang baik darat maupun air

yang menimbulkan kerugian pada budidaya di dalam tambak(Darmono 1991

dalam Fahmi 2000).


2

Keberadaan organisme lain dalam areal budi daya dapat menimbulkan

persaingan dengan ikan budi daya, baik dalam hal mendapatkan oksigen,

makanan, maupun dalam ruang gerak serta dapat menjadi carrier virus pembawa

penyakit hewan peliharaan. Salah satu organisme yang merupakan inang

pembawa (carrier) virus yang paling dominan pada tambak udang intensif adalah

jembret (Mesopodopsis sp.) (Magampa.dkk 2005).

1.2 Tujuan Dan Kegunaan

Praktikum bertujuan untuk melihat pengaruh keberadaan pada pemeliharaan

terhadap ketersediaan oksigen, pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup

udang kaki putih. Pratikum diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan dan

pemahaman mahasiswa tentang efek yang di timbulkan oleh hama pada budidaya

udang di kolam.
3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Udang Kaki Putih (Litopenaus Vannamei)

Sebelum dikembangkan di Indonesia, udang vaname (Litopenaeus vannamei)

sudah dikembangkan dinegara-negara Amerika Selatan seperti Ekuador, Meksiko,

Panama, Kolombia, dan Honduras. Udang vaname memiliki beberapa nama

seperti white-leg shrimp (Inggris), camaron patiblanco (Spanyol), dan crevette

pattes blances (Perancis). Menurut Wyban dkk, (2000) dalam Nadhif (2016),

klasifikasi udang vaname sebagai berikut :

K ingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Ordo : Decapoda

Famili : Penaidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

Gambar 2-1. Morfologi Udang kaki putih (Litopenaeus vannamei)

Seperti udang penaeid lain, secara garis besar morfologi udang vaname

(Litopenaeus vannamei) terdiri dari dua bagian utama yaitu kepala(cephalothorax)

dan perut (abdomen). Kepala udang vaname (Litopenaeus vannamei) dibungkus


4

oleh lapisan kitin yang berfungsi sebagai pelindung, terdiri dari antennulae,

antenna, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vaname

(Litopenaeus vannamei) juga dilengkapi dengan tiga pasang maxiliped dan lima

pasang kaki jalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda) (Kitani,1994 dalam

Nadhif ,2016). Abdomen terdiri dari 6 segmen. Setiap segmen tubuh memiliki

anggota badan yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri. Pada abdomen

terdapatlima pasang kaki renang dan sepasang uropoda (mirip ekor) yang

membentuk kipas bersama-sama telson. Ukuran ini dapat mencapai panjang total

24 cm (betina) dan 20 cm (jantan) dengan warna tubuh putih berbintik kemerahan,

transparan (bening), berkulit licin dan halus (Kitani,1994 dalam Nadhif, 2016).

2.2 Biologi Jembret (Mesopodopsis.sp)

Menurut Van der land (2000) dalam Supryanto (2007), Mesopodopsis sp.

merupakan jenis plakton dari kelas Crustacea dan berordo Mysidacea yang secara

umum diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Ordo : Mysidacea

Famili : Mysidae

Genus : Mesopodopsis

Spesies : Mesopodopsis sp.


5

Gambar 2-2. Morfologi Jembret (Mesopodopsis sp.)

Mesopodopsis sp memiliki bentuk umum berbadan ramping dan panjang

dengan cephalothorax terutama berdekatan dengan anterior hingga celah cervical.

Memiliki abdomen yang panjang dan kuat dibandingkan dengan thorax, selain itu

panjang abdomen dua kali panjang carapac. Panjang kaki renang ke enam hampir

dua kali panjang kaki renang ke lima. Carapac biasanya pendek, terpisah dari dua

somite thorax. Batas depan bulat dan terbentuk tipis. Bagian belakang hanya

membentuk emarginate yang tipis, kaki renang thorax tampak. Sudut antero-

lateral menjadi duri ke masing-masing sisi. Antenulla, peduncle sangat panjang

dan ramping, lebih dari 18 % dari panjang badan. Bagian pertama panjangnya

hamper dua kali bagian lainnya, dilengkapi denga lengan setae yang kuat pada

batas terluar bagian terakhir, bagian ketiga pendek, membesar, terdapat dua

flagella (biasanya terdapat pada betina). Pada jantan ada tambahan setose lobe

yang sangat besar atau apendix masculin. Memiliki antena yang ramping, setose

secara keseluruhan hampir sama dengan peduncle Tattersall (1951) dalam

Supyanto(2007).
6

2.3 Biologi Keong Bakau (Telescopium Telescopium)

Keong bakau (Telescopium- telescopium) disebut juga “Blencong” di daerah

Mayangan, dapat ditemukan di lahan terlantar bekas tambak tersebut. Klasifikasi

keong bakau menurut Zipcodezoo (2011) dalam Rahmawati (2013).

Filum : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Ordo : Neotaenioglossa

Famili : Potamididae

Genus : Telescopium

Spesies : Telescopium - telescopium

Gambar 2-3. Morfologi Keong Bakau (Telescopium Telescopium)

Cangkang keong bakau berbentuk kerucut, panjang, ramping, dan agak

mendatar pada bagian dasarnya. Warna cangkang coklat keruh, coklat keunguan,

dan coklat kehitaman, lapisan luar cangkang dilengkapi garis spiral yang sangat

rapat dan mempunyai jalur yang melengkung ke dalam. Panjang cangkang

berkisar antara 7,5-11 cm. Ukuran cangkang dewasa normal dapat mencapai

ukuran 90-100 mm (Houbrick 1991 dalam Rahmawati,2013). Namun menurut

Houbrick (1991) dalam Rahmawati (2013) cangkang keong dapat mencapai 130

mm. Keong bakau dewasa dimakan oleh kepiting (Scylla serrata) dan
7

dimanfaatkan manusia sebagai makanan di Asia Tenggara termasuk Indonesia dan

Filipina (Tryon,1882 dalam Rahmawati,2013). Keong bakau yang masih juvenil

biasanya dimangsa oleh kepiting bakau, burung, dan mamalia.

2.4 Hama pada Budidaya Udang di Kolam

Hama pada tambak budidaya ini dapat digolongkan dalam tiga bagian

menurut jenis kerugian yang ditimbulkannya, yaitu:

1. Hama pemangsa udang atau bandeng Hama pemangsa ini terdiri dari beberapa

spesies hewan yaitu jenis ikan buas seperti ikan kakap (Lates calcarifer), payus

(Elops hawaiensis) dan lain-lain. Jenis ular air seperti, Cerberus rhynchops, dan

Fordonia leobalia. Beberapa jenis burung, seperti burung pecuk (Phalacrocorax

javanicus), burung blekok (Ardeola rallaoides speciosa), burung bango

(Leptotilus javanicus), serta jenis hewan lainnya.

2. Hama penyaing Hama penyaing adalah hewan air yang ikut hidup di dalam

tambak dan ikut memperebutkan makanan udang, sehingga terjadi persaingan.

Termasuk dalam jenis hewan ini adalah ikan-ikan liar, seperti ikan belanak (Mugil

sp.), ikan mujair (Ti- lapia mossambica). Jenis siput seperti trisipan (Cerithidea

cingulata), dan congcong (Telescopium telescopium).

3. Hama pengganggu Hama yang sering merusak tambak termasuk hama

pengganggu. Hewan yang termasuk golongan ini sering membuat lubang di

pematang, sehingga mengakibatkan bocornya tambak Disamping itu hewan

tersebut juga suka menggerogoti kayu yang digunakan sebagai pintu air.

Kelompok pengganggu ini adalah dari jenis kepiting (Scylla serrata), dan remis

(Teredo navalis).
8

2.5 Kualitas Air

Air merupakan kebutuhan dasar bagi makhluk hidup yang digunakan

dalam berbagai aktivitas sehari – harinya. Kualitas air dapat ditentukan dengan

analisis kualitas air yang terdiri dari pemeriksaan fisik, kimia dan biologi.

Kualitas air digunakan untuk mengetahui apakah air itu cukup aman untuk

dikonsumsi atau dipergunakan untuk kegiatan tertentu. Kualitas air juga

dipergunakan untuk menentukan proses apa yang dibutuhkan dalam

pengolahannya (Selintung, 2011 dalam Armis, 2017).

2.5.1 Oksigen terlarut (DO)

Semua organisme perairan memerlukan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen

= DO) untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian

menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen

juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses

aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses

difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam

perairan tersebut (Salmin, 2000 dalam Salmin, 2005). Oksigen juga memegang

peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut

berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik dengan

hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan

perairan(Salmin,2005).
9

2.5.2 Derajat Keasaman (pH)

pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman

atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Skala pH bukanlah skala

absolut,namun bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya

ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. (Antoni, 2017.). pH

didefinisikan sebagai logaritme negatif dari konsentrasi ion hidrogen [H+] yang

mempunyai skala antara 0 sampai 14. pH mengindikasikan apakah air tersebut

netral, basa atau asam. Air dengan pH dibawah 7 termasuk asam dan diatas 7

termasuk basa. Pada perairan umum yang tidak dipengaruhi aktivitas biologis

yang tinggi, nilai pH jarang mencapai diatas 8,5, tetapi pada tambak ikan atau

udang, pH air dapat mencapai 9 atau lebih (Boyd, 2002 dalam ANtoni, 2017).

Sebagaian besar organisme perairan sensitive terhadap pH dan menyukai nilai pH

sekitar 7-8,5.

2.5.3 Suhu

Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda

dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer. Suhu disebut

juga temperatur. Mengacu pada SI(Satuan Internasional), satuan suhu adalah

Kelvin (K). Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses kimia maupun biologi

dalam air. Reaksi kimia dan biologi naik dua kali setiap terjadi kenaikan 10

Aktivitas metabolisme organisme akuatik juga naik dan penggunaan oksigen

terlarut menjadi dua kali lipat. Penggunaan oksigen terlarut dalam penguraian

bahan organik juga meningkat secara drastis (Howerton, 2001 dalam Muarif,

2016). Berdasarkan pada penelitian Wasielesky (2003), suhu mempengaruhi


10

metabolisme udang putih (L. vannamei). Suhu perairan tidak bersifat konstan,

akan tetapi karakteristik menunjukkan perubahan yang bersifat dinamis. Suhu

perairan dikolam budidaya perikananan berkisaran antara 22-23º C. pada pagi

haridi peroleh suhu terendah 22º dan siang hari di peroleh suhu tertinggi 30º

(Muarif, 2016).

2.5.4 Salinitas

Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Salinitas merupakan

bagian dari sifat fisik dan kimia suatu perairan, selain suhu, pH, substrat dan

lain-lain. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air. Salinitas

perairan menggambarkan kandungan garam dalam suatu perairan. Garam yang

dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk garam dapur

(NaCl). Salinitas tersusun dari 7 ion utama yaitu natrium (Na), klorida (Cl),

kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), sulfat (SO4) dan bikarbonat (HCO3)

(Effendi, 2004 dalam Armis,2017).


11

BAB 3 METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Pratikum Penyakit Organisme Akuakultur tentang Hama dilaksanakan pada

hari Rabu tanggal 12 Februari 2020 pukul 09:00 Wita sampai selesai. Bertempat

di Laboratorium Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako Palu.

3.2 Alat Dan Bahan

Alat yang di gunakan dalam praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik

mengenai Isolasi Bakteri tertera pada Tabel 3-1.

Tabel.3-1 Alat yang di gunakan dalam praktikum penyakit organisme akuakultur.


No. Alat Fungsi

1. Hp Mengambil gambar
2. Alat tulis Menulis
3. Buku Catatan Tempat Menulis
4. Baskom Tempat Ikan
5. Seser Tangkap ikan
6 Timbangan di gital Menimbang ikan dan pakan
7 Thermometer Hg Mengukur suhu
8 pH meter Mengukur kadar keasaman
9 Aerasi Memberikan oksigen
10 Jaring Menutup baskom
11 Refrakto Mengukur salinitas
Tabel 3-2. Bahan yang di gunakan dalam praktikum penyakit organisme
akuakultur.
No. Bahan Fungsi

1. Udang kaki putih Organisme uji


2. Keong bakau Hama
3. Jembret Hama
4. Pakan Makanan ikan
5 Air laut Tempat ikan
6.. Klorin Membersihkan wadah
12

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang digunakan dalam praktikum penyakit organisme

akuakultur yaitu sebagai berikut :

1. Menyiapkan wadah (baskom) sebanyak 16 bakskom. Bersihkan wadah

beserta alat-alat yang akan digunakan untuk praktikum pada larutan klorin

0,6 g selama 24 jam. Keesokan harinya, bilas wadah tersebut dengan air

bersih hingga larutan klorin hilang.

2. Setelah wadah di bersihkan masukkan air sebanyak 20 liter.

3. Memasukkan keong bakau (Telescopium Telescopium) dan Jembret

(Mesopodopsis.sp) ke dalam wadah pemeliharaan sesuai dengan perlakuan

masing-masing.

4. Mengaklimatisasi udang di media pemeliharaan selama 30 menit.

5. Menimbang bobot udang yang telah di aklimasi dengan timbangan digital

(Wo)

6. Memasukkan udang ke dalam wadah pemeliharaan yang telah di timbang.

7. Mengukur suhu, pH, dan konsentrasi oksigen terlarut dan salinitas masing-

masing media pemeliharaan (unit percobaan).

8. Melakukan pengamatan terhadap masing-masing unit percobaan 2 kali

(pagi pukul 06.00 dan sore hari pukul 16.00) setiap hari selama seminggu.

Mengukur suhu, pH, konsentrasi oksigen terlarut dan salinitas masing-

masing media pemeliharaan setiap pengamatan di lakukan (2 kali sehari).


13

3.4. Analisa Data

3.4.1. Tingkat kelangsungan hidup

Tingkat Kelangsungan hidup/sintasan (survival rate) ikan lele percobaan

dapat di ketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

SR = Nt/No) ×100%

Dimana SR adalah sintasan (%), Nt adalah jumlah ikan lele yang hidup (ekor) di

akhir percobaan.

3.4.2. Pertumbuhan Mutlak

Pertambahaan bobot mutlak organisme uji di akhir percobaan, dapat di

hitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

W = Wt – Wo

Dimana: W = merupakan pertumbuhan bobot mutlak (g).

Wt = adalah rata-rata berat akhir (g)

Wo = rata-rata berawal (g).


14

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil Praktikum Mata Kuliah Penyakit Organisme Akuakultur mengenai

Hama pada Budidaya udang kaki putih (Litopenaus Vannamei) didapatkan data

tingkah laku dan kondisi organisme uji serta hasil pengukuran parameter kualitas

air yang meliputi Oksigen Terlarut(DO),Derajat Keasaman(pH),Suhu dan

Salinitas.

4.1.1 Tingkah laku dan kondisi udang kaki puti (Litopenaus Vannamei)

Berdasarkan praktikum yang dilakukan mengenai hama dan penyakit pada

organisme akuakultur pada udang kaki putih maka di peroleh data tingkah laku

dan kondisi udang kaki putih sebagai berikut:

Tabel 4-3 Tingkah laku udang dan kondisi udang selama pemeliharaan
Tingkah Laku Ikan dan Kondisi Uji KET
Perlakuan
H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
A1.1 AB AB AB L L L AB AB BM
A1.2 AB AB AB AB AB AB AB AB HS
A2.1 AB MS - - - - - - MS
A2.2 TA MS - - - - - - MS
B1.1 AB TA L AB AB TA TA TA BM
B1.2 TA L AB TA AB L TA TA BM
B2.2 AB TA TA - - - - - MS
B2.2 AB L TA - - - - - MS
C1.1 TA TA TA L L L TA TA BM
C1.2 TA L L L TA TA TA TA BM
C2.1 TA MS - - - - - - MS
C2.2 TA MS - - - - - - MS
15

D1.1 AB AB AB AB AB AB AB AB BM
D1.2 AB TA TA TA L L L TA BM
D2.2 TA L MS - - - - - MS
D2.2 TA TA MS - - - - - MS

Keterangan : AB : Aktif Bergerak


TA : Tidak Aktif
L : Lambat
BM : Beberapa Mati
MS : Mati Semua

4.1.2 Kelangsungan hidup

Berdasarkan praktikum yang di lakukan maka diperoleh hasil

kelangsungan hidup pada udang kaki putih yang terterah pada grafik berikut:

Kelangsungan hidup (%)


12.00
10.00
10.00

8.00
(%)

6.00

4.00 Kelangsung
an hidup
2.00 (%)
0.20 0.60 0.50 0.50 0.30
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.10 0.20 0.0 0.0
0.00

Perlakuan
Gambar 4-4. Grafik Kelangsungan hidup

4.1.3 Pertumbuhan mutlak

Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka diperoleh hasil pertumbuhan

mutlak yng terterah pada grafik berikut:


16

Pertumbuhan mutlak (g)


80
-67.32
70
60
50
(gram)

40
Pertumbuhan
30 -24.86
mutlak (g)
20 -14.82
-14.00 -13.60 -15.3
-11.28 10.09
6.72 -5.39
10 0.330.25 0.45 1.273.57 0.00
0

Perlakuan
Gambar 4-5. Grafik Pertumbuhan mutlak

4.1.4 Kualitas air

4.1.4.1 Suhu

Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka diperoleh hasil Suhu selama

pengamatan yang terterah pada grafik berikut:

40.0
Suhu (°C) pada Waktu Pagi
Suhu (°C) H0
35.0 Suhu (°C) H1
30.0
Suhu (°C) H2
25.0
(°C)

Suhu (°C) H3
20.0
15.0 Suhu (°C) H4
10.0 Suhu (°C) H5
5.0 Suhu (°C) H6
0.0
Suhu (°C) H7
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2
C1.1

D1.1
D1.2
D2.1
D2.2
C1.2
C2.1
C2.2

Perlakuan
Gambar 4-6. Grafik suhu pagi hari
17

32.0
Suhu (°C) pada Waktu Sore
Suhu (°C) H0
31.0
Suhu (°C) H1
30.0
29.0 Suhu (°C) H2
28.0 Suhu (°C) H3
(°C)

27.0
26.0 Suhu (°C) H4
25.0 Suhu (°C) H5
24.0 Suhu (°C) H6
23.0
Suhu (°C) H7
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2

D1.1
D1.2
D2.1
D2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2
C1.1
C1.2
C2.1
C2.2
Perlakuan

Gambar 4-7. Grafik suhu sore hari

4.1.4.2 Oksigen terlarut (DO)

Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka diperoleh hasil

Oksigen terlarut selama pengamatan yang terterah pada grafik berikut:

Oksigen Terlarut (mg/L) pada Waktu Pagi


10
Oksigen terlarut
9 (mg/L) H0
8 Oksigen terlarut
(mg/L) H1
7
Oksigen terlarut
6 (mg/L) H2
(mg/L)

5 Oksigen terlarut
(mg/L) H3
4 Oksigen terlarut
3 (mg/L) H4
2 Oksigen terlarut
(mg/L) H5
1 Oksigen terlarut
0 (mg/L) H6
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2

D1.1
D1.2
D2.1
D2.2
C1.1
C1.2
C2.1
C2.2

Perlakuan

Gambar 4-8. Grafik oksigen terlarut pagi


18

9
Oksigen Terlarut (mg/L) pada Waktu Sore
Oksigen terlarut
8
(mg/L) H0
7 Oksigen terlarut
6 (mg/L) H1
Oksigen terlarut
(mg/L)

5
(mg/L) H2
4 Oksigen terlarut
3 (mg/L) H3
Oksigen terlarut
2 (mg/L) H4
1 Oksigen terlarut
0 (mg/L) H5
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2

D1.1
D1.2
D2.1
D2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2
C1.1
C1.2
C2.1
C2.2
Perlakuan
Gambaar 4-9. Grafik Oksigen terlarut sore hari

4.1.4.3 Ph

Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka diperoleh hasil pH selama

pengamatan yang terterah pada grafik berikut:

Derajat Keasaman (pH) pada Waktu Pagi


9 pH H0
8
pH H1
7
6 pH H2
5 pH H3
(pH)

4 pH H4
3
pH H5
2
1 pH H6
0 pH H7

Perlakuan

Gambar 4-9. Grafik pH pagi hari


19

Derajat Keasaman (pH) pad Waktu Sore


9
pH H0
8
pH H1
7
6 pH H2
5 pH H3
(pH)

4
pH H4
3
pH H5
2
1 pH H6
0 pH H7

Perlakuan
Gambar 4-10. Grafik pH sore hari

4.1.4.4 Salinitas

Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka diperoleh hasil Salinitas

selama pengamatan yang terterah pada grafik berikut:

40
Salinitas (ppt) pada Waktu Pagi
Salinitas H0
35
Salinitas H1
30
25 Salinitas H2
(ppt)

20 Salinitas H3
15 Salinitas H4
10 Salinitas H5
5 Salinitas H6
0 Salinitas H7
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2
C1.1
C1.2
C2.1
C2.2
D1.1
D1.2
D2.1
D2.2

Perlakuan

Gambar 4-11. Grafik salinitas pagi


20

40
Salinitas (ppt) pada Waktu Sore
Salinitas H0
35
Salinitas H1
30
25 Salinitas H2
(ppt)

20 Salinitas H3
15 Salinitas H4
10
Salinitas H5
5
Salinitas H6
0
A1.1
A1.2
A2.1
A2.2

C2.2
D1.1
D1.2
D2.1
D2.2
B1.1
B1.2
B2.1
B2.2
C1.1
C1.2
C2.1
Salinitas H7

Perlakuan

Gambar 4-12. Grafik salinitas sore

4.2 Pembahasan

4.2.1 Tingkah laku dan kondisi ikan uji

Berdasarkan data tingkah laku dan kondisi organisme uji dapat diketahui

bahwa pada awal penebaran sebagian besar organisme uji bergerak dengan

aktif,akan tetapi beberapa hari setelah penebaran beberapa perlakuan mengalami

kematian organisme uji. Hal ini mungkin disebabkan karena ruang gerak yang

terbatas pada wadah tersebut karena pada beberapa perlakuan ada yang dimasukan

hama sehingga membatasi ruang gerak udang.

Menurut (Handjani dan Astuti,2002 dalam Tobing,2019) menyatakaan

bahwa peningkatan kepadatan dapat mempengaruhi proses fisiologis dan tingkah

laku udang terhadap ruang gerak. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan

kondisi kesehatan dan fisiologis udang sehingga pemanfaatan makan,

pertumbuhan, dan kelangsungan hidup mengalami penurunan.


21

4.2.2 Kelangsungan hidup

Berdasarkan data kelangsungan hidup dari organisme uji,tingkat

kelangsungan hidup tertinggi berada pada perlakuan A1.2 yaitu perlakuan

menggunakan suplai aerasi dan tidak menggunakan hama. Hal ini disebabkan

karena tidak adanya perebutan oksigen,pakan serta ruang pada wadah tersebut

selain itu kebutuhan oksigen untuk organisme uji pada wadah tersebut juga

tercukupi. Namun pada wadah yang lain tingkat kelulusan hidup udang rendah hal

tersebut karena kurangnya oksigen terlarut pada wadah karena keberadaan hama

akibatnya udang saling makan memakan(kanibal) selain itu juga terjadi

penumpukan amoniak yang berlebihan.

Menurut Syahid dkk (2006) dalam Tobing (2019) menyatakan bahwa

kepadatan benih udang yang terlalu tinggi menyebabkan terjadinya variasi

kematian benih yang berbeda-beda, sehingga berakibat munculnya sifat kanibal

(saling memangsa).Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi tingkat

kelangsungan hidup udang. Padat tebar yang tinggi menyebabkan kandungan

bahan organik seperti ammonia yang berasal dari sisa pakan dan ekskresi dari

udang juga makin tinggi. Sisa pakan akan meningkatkan ammonia yang bersifat

toksik bagi udang.

4.2.3 Pertumbuhan mutlak

Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat bahwa pertumbuhan pada udang

kaki putih mengalami penaikan pada wadah A2.1 namun pada wadah lain

mengalami pertumbuhan yang tidak begitu besar. Pertumbuhan yang tidak begitu

meningkat disebabkan karena udang mengalami stress sehingga energy dari pakan
22

yang diberikan hanya digunakan untuk pertahanan hidup bukan untuk

pertumbuhan.

Menurut (Wedemeyer, 1996 dalam Tobing,2019) menyatakan bahwa

apaabila udang mengalami stres maka udang akan mengeluarkan energinya untuk

bertahan dari stress. Selama proses bertahan ini pertumbuhan dapat menurun dan

selanjutnya terjadi kematian .

4.2.4.1 Suhu

Berdasarkan hasil di atas suhu air pada wadah hari H0-H7 di pagi hari

pada masing-masing perlakuan mengalami fluktuasi suhu berkisar antara 26-350C.

Sementara suhu suhu air pada H0-H7 di sore hari di tiap-tiap perlakuan lebih

sering mengalami penaikan yaitu berkisar antara 28-330C.

Suhu air mempunyai peranan penting dalam mengatur aktivitas udang

seperti halnya hewan air lainnya. Haliman & Adijaya (2005) dalam Tahe(2011)

menyatakan bahwa menambahkan bahwa suhu optimum pertumbuhan udang

vaname antara 26oC-32oC. Beberapa peubah kualitas air lainnya diduga

berpengaruh pada laju pertumbuhan udang yang dibudidayakan.

4.2.4.2 Oksigen terlarut

Berdasarkan hasil di atas maka dapat dilihat bahwa kadar oksigen terlarut

dalam wadah pemeliharaan udang kaki putih mengalami fluktuasi dimana di pagi

hari pada hari ke H0-H7 berkisar antara 4,1-8,0 mg/L, sedangkan oksigen terlarut

pada sore hari mulai dari H0-H7 yaitu berkisar antara 5,5-8,4 mg/L.

Menurut Raharjo dkk (2003) dalam Tobing (2019), konsentrasi oksigen

terlarut pada tambak yang baik untuk budidaya udang vanamei adalah 3,5 –7,5

mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) minimum yang dapat ditolerir ikan

tergantung pada suhu sehingga memiliki batas-batas tertentu. Sebagian besar


23

spesies biota air budidaya untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan

dengan konsentrasi oksigen dibawah 4 ppm, beberapa jenis ikan mampu bertahan

hidup akan tetapi nafsu makannya menurun, untuk itu kosentrasi oksigen yang

baik dalam budidaya antara 5 –7 ppm

4.2.4.3 Ph

Berdasarkan hasil di atas dapat di lihat kadar Ph mengalami fluktuasi pada

waktu pagi mulai dari H0-H7 pada masing-masing perlakuan berkisar antara 7,0-

8,2. Sedangkan pada sore hari Ph pada masing-masing perlakuan mulai dari H0-

H7 berkisar antara 7,5-8.0. Untuk standar budidaya udang vaname berkisar 7,5-

8,5 (Anonim, 2003 dalam Sahirijana,2014).

Apabila tejadi peningkatan atau penurunan dari tingkat Ph yang optimum

maka dapat mengakibatkan masalah karena dapat mengganggu proses

23etabolism dan juga respirasi pada organisme akuatik. (Arizuna dkk., 2014).

4.2.4.4 Salinitas

Berdasarkan hasil di atas dapat dilihat bahwa kadar salinitas mengalami

fluktuasi pada pagi hari masing-masing perlakuan pada H0-H7 berkisar antara 30-

35 ppt sedangkan pada sore hari salinitas masing-masing perlakuan dari H0-H7

30-34 ppt. Menurut Arsad dkk. (2017) dalam Fitriani dkk (2019) salinitas

berperan dalam proses osmoregulasi udang dan juga proses molting. Jika udang

molting akan menyebabkan kanibalisme sehingga udang akan saling makan.

Udang mampu bertahan hidup pada salinitas 0 – 50 ppt Pillay (1990) dalam

Fitriani (2019).
24

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat di tarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Penambahan hama pada media pemeliharaan udang kaki putih

menyebabkan organisme tidak dapat bertahan hidup. Keberadaan hama

dalam wadah budidaya menyebabkan sintasan udang rendah karena hama

bersaing dengan udang dalam hal pakan oksigen terlarut dan ruang gerak.

2. Pertumbuhan mutlak udang kurang mengalami peningkatan hal tersebut

karena energy yang diberikan dari pakan hanya digunakan untuk bertahan

hidup..

3. Parameter kualitas air yang diukur dalam wadah pemeliharaan udang kaki

putih mulai dari Suhu, oksigen terlarut, Ph , dan salinitas sangat

mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisme.

Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang harus diperhatikan

dalam budidaya karena kekurangan oksigen akan menyebabkan stres atau

bahkan kematian pada organisme budidaya.

5.2 Saran

Saran penulis untuk praktikum selanjutnya untuk penambahan alat

praktikum agar praktikum dapat berjalan dengan lancar dan waktu dapat

praktikum lebih optimal.


25

DAFTAR PUSTAKA

Armis. A. 2017. Analisis Salinitas Air PAda Down Stream dan Middle Stream
Sungai Pampang Makassar. Skripsi Program Studi teknik lingkungan
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Fitriani.N.N. Zaenal.A. Muhammad.M. 2019. Pertumbuhan dan Kelangsungan


Hidup Udang Kaki Putih (Litopenaus Vannamei) Pada Pemeliharaan
salinitas Rendah. Dinas Kelautan dan Perikanan

Ghufron. M. Mirni. L. Putri.D.W.S. Hari.S. 2017. Teknik pembesaran Udang


Vaname (Litopenaus Vannamei) Pada Tambak Pendampingan PT
Central Proteina Prima Tbk di Desa Randutatah Kecamatan Paiton
Probolinggo Jawa Timur. Journal Aquaculture and Fish Health. Vol(7).
No. 2.

Magampa. M. A.R. Tondok. A. Saranga. H.S. Suwoyo. 2005. Efektifitas


Trichlorfon 95 SP. Sebagai Pembasmi hama Jembret(Mesopodopsis
sp.) Pada Budidaya Udang Windu. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. Vol(11).

Magampa. M. Hidayat.S.S. 2010. Budidaya Udang Vaname (Litopenaus


Vannamei) Teknologi Intensif Menggunakan Benih Tokolan.

Nadhif. M. 2016. Pengaruh Pemberian Probiotik Pada pakan dalam Berbagai


Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan dan Mortalitas Udang
Vaname(Litopenaus Vannamei). Skripsi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga Surabaya.

Purnamasari. I. Dewi.P. Maya. A.F.U. 2017. Pertumbuhan Udang


Vaname(Litopenaus vannamei) di Tambak Intensif. Jurnal Enggano.
Vol. 2. No. 1

Panjaitan. A.S. 2012. Pemeliharaan Larva Udang Vaname (Litopenaus Vannamei)


dengan Pemberian Fitoplankton yang Berbeda. Tugas Akhir Program
Pasca Sarjana Universitas Terbuka Jakarta.

Rahmawati.G. 2013. Ekologi Keong Bakau (telescopium-telescopium) Pada


Ekosistem Mangrove Pantai Mayangan Jawa barat. Skripsi Fakultas
Perikanan dan Ilmu kelautan Institut Pertanian Bogor.

Samin. 2005. Oksigen Terlarut(DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi(BOD)


Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan.
Oseana. Vol(30) No. 3.
26

Supriyatno. M. 2007. Strategi Pemberian Pakan Antara Pakan Alami Udang


Jambret(Mesopodopsis sp.) Beku dan Pakan Komersial PAda Lobster
Air Tawar “Red Claw”(Cherax Quadricarinatus). Skripsi Universitas
Brawijaya Fakultas Perikanan Malang.

Sahrijanna.A. Sahabuddin. 2014. Kajian Kualitas Air Pada Budidaya Udang


Vannamei Dengan Sistem Pergiliran Pakan Di Tambak Intensif. Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Tobing.S.W.P.L. 2019. Pertumbuhan dan Kelulusan Hidup Udang


Vaname(Litopenaus VannameiI)Pada Salinitas 5 ppt Dengan Kepadatan
Berbeda. SkripsiFakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.

Tahe. S. Hidayat.S.S. 2011. Pertumbuhan dan Sintasan Udang


Vaname(Litopenaus Vannamei) Dengan Kombinasi Pakan Berbeda
Dalam Wadah Terkontrol. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Anda mungkin juga menyukai