Anda di halaman 1dari 13

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu teknik budidaya monokultur adalah melalui teknik sex reversal
(pengarahan kelamin). Teknik ini banyak digunakan dalam proses jantanisasi ikan
hias termasuk ikan gapi untuk meningkatkan jumlah ikan berjenis kelamin jantan.
Sex reversal umumnya dilakukan dengan menggunakan hormon steroid baik
melalui perendaman, penyuntikan atau secara oral melalui pemberian pakan.
Hormon yang digunakan untuk membelokkan jenis kelamin jantan menjadi betina
adalah estradiol, 17 α-methyltestoteron, esteron, estriol, dan ethynil estradiol.
Sedangkan hormon yang digunakan untuk membelokkan jenis kelamin betina
menjadi jantan adalah testosteron, 17-α-methyltestoteron, dan androstendion.
Namun, pada umumnya steroid yang digunakan dalam bidang perikanan
adalah hormon steroid sintetik yang memiliki dampak buruk terhadap manusia,
lingkungan dan ikan itu sendiri. Untuk itu perlu dilakukan upaya mengurangi
akibat buruk tersebut, diantaranya dengan mencari sumber steroid alami yang
aman bagi manusia maupun hewan. Salah satunya adalah steroid yang diekstraksi
dari teripang. Sehubungan dengan tingginya permintaan ikan cupang jantan, maka
perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang metode maskulinisasi menggunakan
bahan yang aman dan mudah didapat seperti madu alami. Sehubungan dengan
tingginya permintaan ikan cupang jantan, maka perlu dilakukan penelitian tentang
metode maskulinisasi menggunakan bahan yang aman dan mudah didapat seperti
madu alami ataupun air kelapa.
Ikan cupang mempunyai berbagai corak dan pola warna yang unik, salah
satu yang menjadi ciri khas keindahan cupang adalah saat memamerkan ekornya
(Agus et al., 2012). Bentuk ekor cupang sangat beragam, dimana ada yang
menyerupai setengah bulan sabit (halfmoon), adapula yang membulat (rounded
tail), mahkota (crown tail), dan slayer.
Daya agresifitasnya sangat tinggi sehingga sangat tidak dianjurkan untuk
menempatkan atau memelihara ikan ini dalam satu wadah (Gumilang, 2016).

1 Universitas Sriwijaya
2

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan dosis penggunaan air kelapa
terhadap maskulinisasi ikan cupang jantan. Serta memberikan informasi kepada
masyarakat bahwa proses maskulinisasi ikan cupang bisa menggunakan bahan
alami yaitu kelapa muda, serta dengan metode perendaman telur (embryo).

2 Universitas Sriwijaya
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sex reversal


Pada umumnya, dalam kegiatan budidaya perikanan, untuk memproduksi
ikan monosex jantan dapat dilakukan melalui teknik sex reversal dengan
menggunakan hormon steroid. Akan tetapi, hormon 17α-metiltestosteron memiliki
efek samping karena dapat menyebabkan pencemaran, kerusakan hati pada hewan
uji hingga menyebabkan kematian (Djihad, 2015). Untuk mengatasi hal tersebut
maka perlu dicari bahan alami yang mengandung hormon steroid yang lebih
mudah didapat dan efektif untuk digunakan dalam teknik sex reversal. Salah satu
bahan alternatif yang berpotensi sebagai pengganti hormon sintetik adalah madu.
Beberapa penelitian penggunaan madu sebagai bahan maskulinisasi. Madu
merupakan salah satu bahan alternatif yang aman dan ekonomis, madu
mengandung chrysin yang dapat berperan sebagai aromatase inhibtor (Haq, 2013).

2.2 Maskulinisasi dengan air kelapa


Pemilihan bahan alami sebagai pengganti hormon sintesis harus memenuhi
persyaratan keamanan pangan antara lain tidak merusak lingkungan, aman untuk
dikonsumsi dan mudah didapat. Air kelapa mempunyai potensi untuk
dimanfaatkan sebagai bahan pengganti hormon sintesis karena hampir diseluruh
daerah di Indonesia dapat ditanami oleh kelapa. Selain itu, komposisi kimia yang
unik dari gula yang terkandung di air kelapa, vitamin, mineral, asam amino dan
fitohormon menjadikan air kelapa sebagai salah satu tanaman yang memiliki
fungsi yang luas (Yong et al., 2009; Ma et al., 2008). kandungan ion kalium
dalam air kelapa juga berperan dalam proses sex reversal. Ion Kalium di air
kelapa muda merupakan ion anorganik yang tertinggi diantara ion lainnya. Dalam
100 mg air kelapa muda terdapat 250 mg K+ (Yong et al., 2009).

2.3 Sistematika dan morfologi ikan cupang


Jenis cupang atau Betta spp. di dunia tercatat sebanyak 79 jenis, dan 51
jenis berada di Indonesia (Fishbase, 2017; Kottelat, 2013). Warna cupang

3 Universitas Sriwijaya
4

Trichopsis juga sangat jauh berbeda dari pesaingnya, sehingga diduga hal inilah
yang membuat keberadaannya sudah sukar ditemukan di pasaran. Cupang yang
saat ini dikenal di masyarakat dan para hobiis merupakan ikan pendatang dari luar
atau lebih dikenal dengan ikan introduksi asing. Jenis cupang hias adalah Betta
splendens, sedangkan untuk aduan lebih sering dipergunakan jenis Betta
smaragdina, keduanya berasal dari Thailand. Selanjutnya untuk membedakan
cupang jantan dan betina dapat dilihat dari ukuran tubuh, warna dan sirip.
Umumnya ikan jantan mempunyai sirip punggung dan sirip ekor dengan ukuran
lebih panjang dibandingkan betina, ukuran tubuh jantan lebih kecil namun lebih
memanjang dibandingkan betinanya. Dalam hal warna, jantan lebih menarik dan
indah. Pada ikan betina umummya perut lebih gemuk, dan seringkali telah dapat
terlihat bayangan telur-telur.

2.4 Habitat, penyebaran dan kebiasaan makan ikan cupang


Ikan cupang merupakan penghuni perairan tawar seperti danau, sungai
dengan arus lambat, rawa dan selokan. Namun sekarang cupang sudah
dikembangbiakkan, baik sebagai ikan hias atapun aduan di tempat-tempat
budidaya. Yusuf et al., (2015) menyatakan bahwa pakan alami merupakan
makanan yang cocok untuk pertumbuhan benih ikan cupang karena kandungan
nutrisi yang dimiliki seimbang, sesuai dengan bukaan mulut benih dan sistem
pencernaannya. Di tempat-tempat budidaya, beberapa pakan alami yang
umumnya diberikan yaitu daphnia, moina dan cacing Tubifek. Ikan cupang juga
diketahui merupakan salah satu ikan predator jentik nyamuk, dan pengontrol
populasinya, bahkan sebanyak 319 pupa Anopheles stephensi pada wadah yang
berisi 2 Liter air dapat dihabiskan dalam waktu satu hari (Gosh et al., 2004; Lima
et al., 2010).

4 Universitas Sriwijaya
5

BAB 3
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan tempat


Praktikum dilaksanakan pada tanggal 2 Oktober 2019, bertempatan di
Laboratorium dasar percobaan, Program studi budidaya perairan, Fakultas
pertanian, Universitas Sriwijaya.

3.2 Alat dan bahan


Praktikum kali ini menggunakan alat dan bahan sebagai berikut :

3.2.1 Alat
Alat yang digunakan, yaitu :
No Nama Alat Spesifikasi Keterangan

1 Aerator 1 buah Oksigen pada ikan

2 Toples 2 buah Mengangkut air

3 Thermometer 1 buah Mengkur suhu

4 Akuarium 1 buah Wadah pemeliharaan ikan

5 Sterofoam 1 buah Subsrat dan penutup akuarium

6 Botol aqua 1,5 L 1 buah Wada ikan cupang betina

5 Universitas Sriwijaya
6

3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan, yaitu :
No Bahan Spesifikasi Kegunaan
1 Cupang (jantan dan 1 buah Sebagai sampel pada
betina) praktikum
2 Air kelapa Mereaksikan gonad ikan ke
jantan atau betina
3 Garam dapur Meningkatkan salinitas

4 Kalium premagnant Supaya ikan tumbuh

5 Pakan (Artemia, Pakan ikan


daphnia dan tubifex)

6 Universitas Sriwijaya
7

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan


Hasil dan pembahasan dari praktikum kali ini, sebagai berikut:
Tabel 4.1 Kelangsungan Hidup Ikan Cupang Selama Pemeliharaan
Perlakuan ulangan Rerata (%)
1 2 3 BNT 0,01 = 7,197
P0 83,33 80 86,66 83,33± 3,33 A
P1 83,33 86,66 90 86,66 ±3,34 A
P2 88 89 90 89,00 ±1,00 A

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah dosis perendaman
air kelapa yang berbeda pada embrio ikan cupang. Adapun konsentrasi air kelapa
yang digunakan adalah 0% (P0), 10% (P1) dan 20% (P2). Kelangsungan hidup
ikan cupang selama pemeliharaan pada P1 dan P2 mengalami peningkatan di
setiap pengulangan. Sedangkan pada P0 mengalami pengunduran di ulangan yang
kedua. Tidak terjadi perubahan signifikan yang menyebabkan berdasarkan hasil
pemeliharaan larva ikan cupang selama 45 hari didapat persentase kelangsungan
hidup ikan cupang berkisar 83,33% sampai 89,00%. Sehingga perlakuan embrio
ikan cupang dengan konsentrasi air kelapa tidak berpengaruh nyata dengan
kelangsungan hidup ikan cupang.

Tabel 4.2 Persentase Ikan Cupang Jantan


Perlakuan ulangan Rerata (%)
1 2 3 BNT 0,01 = 7,304
P0 52 50 86,66 53,23± 3,99 A
P1 92 92,3 90 91,06 ± 1,89 B
P2 96,29 96,15 90 95,01 ±2,10 B
Analisis persentase pemberian air kelapa terhadap embrio pada ikan cupang
mengalami perubahan yang signifikan terhadap persentase timbulnya ikan cupang
jantan, jika embrio diberikan pemberian air kelapa. Perlakuan P1 yang diberikan

7 Universitas Sriwijaya
8

10% air kelapa memiliki persentasi pertumbuhan embrio ikan cupang menjadi
jantan lebih tinggi dibandingkan P0 yang tidak diberikan perlakuan. Sedangkan
P2 memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan P1 dan P0 terhadap
pertumbuhan embrio menjadi berkelamin jantan. Semakin tinggi air kelapa yang
diberikan dalam embrio ikan cupang, maka persentase embrio berkembang
menjadi kelamin jantan semakin tinggi.

Tabel 4.3 Kualitas air selama pemeliharaan ikan cupang

Parameter Awal Tengah Akhir Kisaran Toleransi


pH (unit) 5,9 5,9 6,3 6-8 (Churtis, 2012).
-1
DO (mg/L ) 4,2 4,5 5 4-6 mg/L-1 (Fabregat, 2017).
Suhu (ºC) 27,3 28 28 24ºC -30ºC (Churtis,201

Kualitas air pada percobaan tersebut diukur berdasarkan parameter pH, DO, dan
juga suhu. pH yang didapatkan antara 5,9 – 6,3 yang bearti kualitas air tersebut
berada dititik asam. Menurut Churtis (2012) kisaran pH yang normal untuk ikan
cupang yaitu 6 – 8. Walaupun pH pada perlakuan ikan cupang ini rendah, tetapi
ikan cupang masih bisa untuk bertahan hidup dan masih mengalami pertumbuhan
yang baik. Selain itu ada pula DO sebagai pengaruh dari pertumbuhan dan
kelabgsung hidup pada ikan. DO yang didapatkan kisaran 4,2 – 5 mg/L, hasil ini
sesuai dengan Fabregat (2017) kisaran DO untuk ikan cupang yaitu 3 - 6 mg/L.
Bearti ikan cupang masih bisa untuk tumbuh dengan baik. Suhu air selama
penelitian berkisar 27,3 – 28 ℃. Hasil ini sesuai dengan penelitian Biokani et al
(2014) yang menyatakan bahwa ikan cupang menyukai iklim air hangat
dibandingkan ikan tropis lainnya yaitu pada kisaran suhu 25 – 30 ℃. Dengan
begitu ikan cupang mengalami pertumbuhan dan kelangsung hidup yang tinggi
dikarenakan suhu masuk ke dalam toleransi ikan cupang yang optimal.

8 Universitas Sriwijaya
9

BAB 5
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Penggunaan air kelapa pada maskulinisasi ikan cupang (Betta sp)
menggunakan metode perendaman embrio memberikan pengaruh sangat nyata
terhadap persentase ikan cupang jantan, namun tidak berpengaruh nyata terhadap
tingkat kelangsungan hidup ikan cupang. Semakin banyak air kelapa yang
diberikan untuk perendaman embrio maka tingkat persentase ikan cupang jantan
akan semakin meningkat. Walaupun begitu, perlakuan persentase ikan jantan
terbaik didapatkan di pemberian air kelapa dengan persentase 10% yaitu 91,06 %
dengan persentase penetasan 84 % dan tingkat kelangsungan hidup 86.66 %.

5.2 Saran
Persentase yang terbaik untuk melakukan maskulinisasi ikan cupang dengan
metode perendaman embrio yaitu dengan pemberian air kelapa 10%.

9 Universitas Sriwijaya
10

10 Universitas Sriwijaya
11

DAFTAR PUSTAKA

Biokani S, Jamili S, Sarkosh J. 2014. The study of different foods on spawning


efficiency of Siamese fighting fish. Marine science. 4.(2) : 33-37

Djihad NA. 2015. Pengaruh Lama Perendaman Larva Ikan Cupang (Betta
splendens) Pada Larutan Tepung Testis Sapi Terhadap Nisbah Kelamin.
Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Fabregat TEHP, Wosniak B, Takata R, Miranda CK, Fernandes KBJ, Fortella


MC. 2017. Larviculture of Siamese fighting fish Betta splendens in low-salinity
water. B.inst.Pesca, 43 (2), 164-171.

Haq HK. 2013. Pengaruh lama waktu perendaman induk dalam larutan madu
terhadap pengalihan kelamin anak ikan gapi (poecilia reticulata). Jurnal
perikanan dan kelautan. 4(3):117-125.

Yong, J.W., Ge, L., Ng, Y.F., Tan, S.N. 2009. The Chemical compotition and
biological properties of coconut (Cocos nucifera L.) Water. Molecul.14
(12), 5144-64.

Fishbase. 2017. Betta splendens. www. Fishbase.org.

Kottelat, M. 2013. The Fishes Of The Inland Waters of Southeast Asia: A


Catalogue And Core Bibliography of The Fishes Known To Occur In
Freshwaters, Mangroves And Estuaries. The Raffles Bulletin Of Zoology
(27): 1–663.

Yusuf, A., Y. Koniyo & A. Muharram. 2015. Pengaruh Perbedaan Tingkat


Pemberian Pakan Jentik Nyamuk terhadap Pertumbuhan Benih Ikan
Cupang. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, Volume 3 (3): 106 – 110.

Lima, J.W.O., L.P.G Cavalcanti, R.J.S. Pontes & J. Heukelbach. 2010. Survival of
Betta splendens Fish (Regan, 1910) in Domestic Water Containers And Its
Effectiveness In Controlling Aedes Aegypti Larvae (Linnaeus, 1762) In
Northeast Brazil. Tropical Medicine and International Health. Volume 15
(12): 1525-1532.

Agus, M., Y. Yusuf & B, Nafi. 2010. Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan Alami
Daphnia, Jentik Nyamuk Dan Cacing Sutera Terhadap Pertumbuhan Ikan
Cupang Hias (Betta splendens). PENA Akuatika, Volume 2 (1) :21-29.

Gumilang, B.I., I.K. Artawan & N.L.P. Widayanti. 2016. Variasi Intensitas
Cahaya Mengakibatkan Perbedaan Kecepatan Regenerasi Sirip Kaudal

11 Universitas Sriwijaya
12

Ikan Cupang (Betta splendens) Dipelihara Di Rumah Kos. Jurnal Jurusan


Pendidikan Biologi, Volume 4 (2): 15-21.

12 Universitas Sriwijaya
13

LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM GENETIKA PEMULIHAN IKAN

SEX REVERSAL PADA IKAN CUPANG (Betta sp) DENGAN


AIR KELAPA

Kelompok 4
Muhamad Fauzan Sadina Putra
05051381823044

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

13 Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai