Anda di halaman 1dari 23

I.

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Ikan Gapi (Poecilia Reticulata) merupakan salah satu jenis ikan hias yang

hidup di air tawar. Ikan gapi memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena memiliki

variasi warna yang menarik dengan corak sirip yang beragam di bagian ekornya

(Sukmara, 2007). Salah satu cara meningkatkan produksi ikan jantan adalah

melalui pengarahan kelamin. (Huwoyon et.al, 2008).

Keturunan monoseks secara masal, dapat dilakukan dengan teknologi

pembalikan arah kelamin yaitu seks reversal. Ikan yang seharusnya berkelamin

jantan dapat diarahkan menjadi betina dan sebaliknya (Zairin, 2002). Pada

umumnya untuk memproduksi benih monoseks jantan atau maskulinisasi dapat

menggunakan bahan sintetik seperti 17 a-methyltestosterone (17a-MT).

Penggunaan bahan sintetik mempunyai beberapa kelemahan yaitu harga yang

relatif mahal serta mempunyai dampak negatif bagi kelestarian lingkungan. Oleh

karena itu, perlu dicari bahan alternatif yang lebih hemat dan efisien sehingga

dampak negatif terhadap lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan bahan

sintetik. Salah satu bahan alternatif yang berpotensi sebagai penggangti hormon

sintetik adalah madu (Sukmara, 2007).

Penggunaan larutan madu sebagai media perendaman telah dilakukan oleh

beberapa peneliti seperti penelitian Soelistyowati, et.al (2007), Sukamara (2007)

dan Utomo (2008). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan perendaman

induk gapi bunting dalam larutan madu 60 ml. L -1 selama 10 jam seluruh ikan

mengalami kematian dalam waktu kurang dari 2 jam. Kemudian dilakukan

penelitian mengacu pada Sukmara (2007) dengan perendaman induk gapi bunting

1
dalam larutan madu 5 ml. L-1 dengan lama perendaman terbaik 10 jam. Setelah

diuji, waktu lethal perendaman induk gapi bunting 20 jam.

Berdasarkan infomasi tersebut maka perlu dilakukan praktek perendaman

induk buting menggunakan larutan madu pada matam kuliah Pemuliakan

Organisme Akuakultur

2.1 Tujuan dan Kegunaan

praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perendaman

induk ikan gapi bunting dalam larutan madu terhadap maskulinisasi anakan ikan

gapi, yang berguna untuk mengarahkan kelamin ke arah jantan agar didapatkan

warna yang menarik.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Guppy (Poecilia Reticulata)

Gambar.1 induk jantan dan betina ikan guppy

Klasifikasi ikan gapi menurut Nelson (1984) : Filum : Chordata Sub

Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas :Teleostei Ordo : Cyprinodonoidi

Sub Ordo : Poecilioidei Family : Poecilidae Genus : Poecilia Spesies : Poecilia

reticulata Peters

Ciri-ciri induk jantan mempunyai gonopodium (berupa tonjolan

dibelakang sirip perut) yang merupakan modifikasi sirip anal yang berubah

menjadi sirip yang panjang, tubuhnya ramping, warnanya lebih cerah, sirip

punggung lebih panjang, dan kepalanya besar. Sedangkan untuk ikan betina

mempunyai ciri-ciri dibelakng sirip perut tidak ada gonopodium, tetapi berupa

sirip halus, tubuhnya gemuk, warnanya kurang cerah, sirip punggung biasa dan

kepalanya agak runcing.


II.2 Kebiasaan Hidup

Ikan gapi tumbuh dan berkembang di perairan tawar dan beberapa

diantaranya juga ada yang hidup di perairan payau. Gapi biasa dipakai untuk

membasmi nyamuk di perairan tergenang. Pada perkembangannya, gapi liar

berkembang biak di tempat umum seperti saluran air, got, sungai dan kanal.

3
II.3 Reproduksi

Fisiologi kelamin dapat dipengaruhi dengan menggunakan hormon steroid.

Hormon tersebut pada awalnya ikut menetukan diferensiasi kelamin. Selanjutnya

hormon ini dapat menentukan ciri-ciri kelamin eksternal, ovulasi, spermiasi,

tingkah laku kawin ikan, pemijahan, dan produksi feromon. Jadi yang dipengaruhi

pada awalnya adalah diferensiasi kelamin dalam arti kata organ reproduksinya

sendiri. Baru diikuti ciri-ciri kelamin eksternal (Yamazaki, 1983).

II.4 Maskulinisasi
Usaha untuk menghasilkan ikan gapi jantan dapat dilakukan dengan

menggunakan sex reversal. Aplikasi sex reversal untuk menghasilkan jantan atau

maskulinisasi dapat dilakukan dengan menggunakan bahan sintetis berupa

hormon 17a-metiltestosteron atau aromatase inhibitor. penggunaan kedua bahan

tersebut akan menghasilkan individu jantan yang lebih banyak dari betina.

Namun, harga dari hormon tersebut relatif mahal. Selain itu, hormon 17a-

metiltestosteron juga berbahaya, karena dapat menimbulkan pencemaran dan

kanker pada manusia (Sudrjat & Sarida, 2006). Diperkuat Conteras-Sanchez et al.

(2001) menyatakan bahwa residu anabolik 17a-metiltestosteron masih tertinggal

pada sedimen kolamsetelah tiga bulan penggnaannya pada jantanisasi ikan nila.

Oleh karena itu, perlu dicari bahan alternatif yang dapat digunakan untuk populasi

jantan. Salah satu upaya untuk menghindari bahaya dan meringankan biaya

produksi adalah menggunakan bahan bersifat alami dan mudah diperoleh, seperti

madu.
Madu merupakan sumber karbohidrat yang sebagian besar terdiri atas

fruktosa (sekitar 38,5%) dan glukosa (sekitar 31%) sisanya meliputi maltosa,

4
sukrosa dan karbohidrat komplek lainnya . Rata-rata madu mengandung 17,1%

air. Madu bebas dari lemak, kolesterol dan sodium sebagai tambahan. Madu

mengandung beberapa vitamin, seperti vitamin B6, thiamin, niachin, riboflavin

dan asam panthotanik. Mineral esensial mencakup zat kapur, tembaga, besi,

magnesium, mangan, fosfor, kalium, seng dan sodium. Madu juga berisi beberapa

komponen yang berfungsi sebagai anti oksidan. Beberapa anti oksidan dalam

madu adalah chrysin, pinobaksin, vitamin C, catalase dan pinocebrin ( Anonim

2007a).
II.5 Madu

Penggunaan larutan madu sebagai media perendaman telah dilakukan oleh

beberapa peneliti seperti penelitian Soelistyowati, et.al (2007) dengan metode

perendaman induk selama 10 jam dengan dosis 60 ml.L-1 memperoleh persentase

anakan jantan ikan guppy sebesar 59,5%. Pada penelitian Utomo (2008) dengan

metode perendaman induk selama 10 jam dengan dosis 60 mg.L -1 memperoleh

persentase anakan jantan ikan guppy sebesar 58,97%. Pada penelitian Sukmara

(2007) dengan metode perendaman larva dengan dosis 5 ml.L -1 selama 10 jam

menghasilkan anakan jantan ikan guppy sebesar 46,99%.

Kalium berpengaruh terhadap konversi kolesterol menjadi pregnenolon dan

kortikosteron menjadi aldosteron. Selanjutnya dikatakan bahwa pregnenolon

merupakan sumber dari biosintesis hormon-hormon steroid oleh kelenjar adrenal.

5
III. METODE PRAKTIKUM
III.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pemuliabiakan organisme akuakultur menganai maskulinisasi pada

ikan guppy (Poecilia reticulata) dilaksanakan pada tanggal 27 Maret-Mei 2018

yang bertempat di Laboratorium Akuakultur, Fakultas Peternakan dan Prikanan,

Universitas Tadulako.
III.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pemuliabiakan

organisme akuakultur tertera pada table 1.

Tabel 1. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum.


No Nama Alat Kegunaan
1. Toples Kaca Wadah Pemeliharaan Induk
2. Toples Plastik Wadah Pemijahan
3. Akuarium Wadah Pemeliharaan Larva
4. Mistar Untuk Mengukur Panjang Tubuh Indukan
5. Alat Tulis Menulis Mencatat Data Praktikum
6. Camera Digital/Hp Mengambil Dokumntasi
7. Timbangan Mengukur Berat Indukan
8. Tali Memanipulasi Lingkungan Larva
9. Selang Mempermudah Proses Penyimponan
10 Seser Untuk Proses Penangkapan Indukan
.

Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum


No Nama Bahan Kegunaan
1. Indukan Guppy betina dan jantan Ikan yang akan dipijahkan
2. Madu Bahan untuk mengarahkan
perkembangan jenis kelamin ikan
guppy
3. Moina Pakan alami larva
4. Pellet Pakan buatan larva

III.3 Prosedur Kerja


III.3.1 Pemilihan Induk

6
Gambar 2. Pemilihan Induk

Pemilihan ikan gapi dapat diperoleh setelah ikan berumur 4 bulan. Untuk

menyetarakan perkawinan masa pemeliharaan induk dilakukan di wadah terpisah.

Makanan yang diberikan berupa larva Chironomus (chu merah) dan daphnia (kutu

air), yang diberikan 2 kali sehari. Pergantian air dilakukan 2-3 kali sehari

sebanyak 20-30% volume wadah pemeliharaan. Pilihan induk yang berukuran

relatif besar, bentuk tubuh yang mengembung serta mempunyai wadah yang

indah. Induk jantan dan betina sudah bisa dipijahkan jika telah matang gonad

(kelamin), biasanya pada umur 3 bulan, dan panjang ikan gapi betina umumnya

telah berukuran antara 4-5 cm, sedangkan ikan jantan umumnya telah berukuran

antara 3,5-4 cm.

7
III.3.2 Pemeliharaan Induk

Gambar 3. Pemeliharaan Induk

Calon induk ikan guppy jantan dan betina dipelihara secara terpisah sampai

matang gonat dalam akuarium yang berukuran 60x30x28 cm. Pemberian pakan

berupa larva Chironomus dilakukan dengan frekuensi 3 kali/hari pada pagi, siang

dan sore hari dengan pergantian air 20% setiap pagi untuk menjaga kualitas air

pemeliharaan (Soelistiyawati et al, 2007).

III.3.3 Pemijahan Induk

Gambar 4. Pemijahan Induk

Pemijahan dilakukan secara massal dengan perbandingan induk jantan dan

betina l:2. Percampuran anatra induk jantan dan betina dilakukan selama 4 hari

8
dan selanjutnya induk jantan dan betina dipisahkan. Ikan-ikan yang

menunjukkan gejala tingkat kematangan gonad lanjut ditandai dengan

pembesaran pada bagian perut dan warna hitam pada sekitar daerah perutnya

(Soelistiyawati et al, 2007).

III.3.4 Perendaman Induk

Gambar 5. Perendaman Induk

Perendaman dengan menggunakan madu pada ikan guppy dilakukan setelah

pembuahan induk betina. Induk betina direndam madu selama 10 jam dengan

dosis 60 ml/l. Setelah perendaman, induk dipindahkan ke akuarium berukuran

20x20x20 cm untuk dipelihara sampai terlihat malahirkan anak (Soelistiyawati

et al, 2007).

9
III.3.5 Penanganan Larva

Gambar 6. Pemeliharaan larva

Larva gapi yang masih kecil dipisahkan dari gapi dewasa. Hal ini

dilakukan agar tidak terjadi kanibalisme di dalam akuarium, sebab ikan gapi

dewasa dapat memangsa larva gapi yang masih berukuran keci. Anak-anak ikan

yang baru lahir belum membutuhkan makanan, karena masih mengandung kuning

telur. Setelah 3 - 5 hari anak ikan baru dapat diberi makanan berupa kuning telur

yang telah direbus dan dihancurkan. Setelah itu pada minggu kedua diberikan

makanan jentik nyamuk, kemudian diberi makanan pellet yang di haluskan.

Pemberian makanan diberikan 2 kali sehari pagi dan sore.

Kotoran dibersihkan setiap 2 hari sekali dengan cara disiphon, air yang

terbuang pada waktu penyiponan sebanyak 10 sampai 20% diganti dengan air

yang baru (Tarwiyah, 2001). Seleksi jenis kelamin dapat dilakukan setelah anak

ikan guppy berumur dua bulan dengan cara melihat ciri kelamin sekundernya

seperti sirip ekor lebih panjang, warna lebih bagus dan sirip anal yang runcing.

10
III.3.6 Pemberian Pakan

Gambar 7. Pemberian pakan

Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari atau sesuai dengan kebutuhan

ikan. Anak-anak ikan yang baru lahir belum membutuhkan makanan, karena

masih mengandung kuning telur (yolk egg). Setelah 4-5 hari anak ikan baru dapat

diberi makanan berupa kutu air yang sudah disaring, atau kuning telur yang telah

direbus dan dihancurkan. Setelah mencapai ukuran medium (2-3 cm) dapat

diberikan makanan cacing, kemudian setelah mencapai dewasa (5-7 cm) dapat

diberi makanan cuk. Disamping makanan alami dapat juga diberi pakan tambahan

berupa cacing kering dan agar-agar (Tarwiyah, 2001).

III.3.7 Indentifikasi Kelamin

Jenis ikan jantan dan ikan betina dapat dibedakan melalui penampakan

morfologi luar, yaitu jantan memiliki ukuran yang lebih kecil dari betina, warna

jantan lebih menarik, sedangkan betina memiliki warna yang kurang menarik.

Pada ikan gapi liar yang umum dijumpai adalah pemakan segala termasuk jenis

alga bentik dan serangga air (Zipcodezoo 2015).

III.4 Analisis Data

11
III.4.1 Kelangsungan Hidup
Rumus : SR= Nt/N0 x 100%

Keterangan :
SR = Tingkat kelangsungan hidup
Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan
No = Jumlah Ikan pada awal pemeliharaan

12
III.4.2 Panjang Mutlak dan Bobot Mutlak
III.4.2.1 Panjang Mutlak

Panjang mutlak merupakan suatu perubahan panjang ikan pada awal

penebaran hingga akhir. Adapun rumus mencari panjang mutlak adalah sebagai

berikut:

Rumus : L = Lt-L0

Keterangan :

L = Pertumbuhan Panjang (cm)

Lt = Panjang Ikan Akhir (cm)

L0 = Panjang Ikan Awal

3.4.2.2 Bobot Mutlak

Bobot mutlak merupakan laju pertumbuhan total ikan. Rumus untuk menceri

bobot mutlak ialah:

Rumus : GR = (Wt-W0)/t

Keterangan :

GR = Growt rate/pertumbuhan mutlak

Wt = Bobot rata-rata akhir (gr/ekor)

W0 = Bobot rata-rata awal (gr/ekor)

III.4.3 Presentasi Jenis Kelamin

Presentasi utama dalam praktikum ini merupakan jumlah anakan ikan gapi

yang memiliki jenis kelamin jantan dari hasil perlakuan. Pengamatan dilakukan

setelah masa pemeliharaan. Setelah dilakukan pengamatan morfologis, dilakukan

perhitungan presentase individu jantan dengan rumus :

13
Jumlah ikan jantan

= x 100%

Jumlah ikan total akhir

Jumlah ikan betina

= x 100%

Jumlah ikan total akhir

14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Survival Rate

Brdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, presentase keberlangsungan

hidup dari burayak dapat dilihat pada gambar grafik berikut :

SR
120%

100%
80%

60%

40%

20%
0%
I II III IV
Hari

Gambar 8. Survival rate burayak guppy

Pemberian pakan yang tidak teratur selama pemeliharaan 28 hari

mengakibatkan pertumbuhan amoniak pada media air yang dapat mengganggu

pertumbuhan burayak. Penyiponan yang dilakukan secara tidak hati-hati

mengakibatkan ikan ikut tersedot yang dapat mengurangi jumlah ikan pada

akuarium. Kelangsungan hidup ikan juga dipengaruhi oleh faktor makanan dan

kualitas air selama pemeliharaan. Effendi (1997), menyatakan bahwa faktor

penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan adalah

tersedianya jenis makanan serta adanya lingkungan yang baik seperti oksigen,

amoniak, karbondioksida, nitrat, hidrogen sulfida dan ion hidrogen.

15
4.1.1 Perbandingan Survival Rate

Perbandingan SR

70%
68%
66%
64%
62%
60%
58%
56%
54%
0 ml 20 ml 22 ml

Gambar 9. Perbandingan SR

Kelangsungan hidup burayak tertinggi terdapad pada perendaman 20 ml hal

ini dikrenakan kandungan chrysin yang terdapat pada madu. Dosis dan lama

perendaman sangat berpengaruh pada saat maskulinisasi. Salah satu kandungan

madu yang dapat mengarahkan kelamin adalah chrysin yang berfungsi sebagai

aromatase inhibitor. Aromatase merupakan enzim yang mengatalis konversi

testosterone (androgen) menjadi ekstradiol (estrogen). Sehingga dalam proses

steroidogenesis dalam sel, pembentukan estradiol dari konversi testosteron akibat

adanya enzim aromatase akan terhambat karena adanya chrysin yang berperan

sebagai aromatase inhibitor dan pada akhirnya proses steroidogenesis berakhir

pada pembentukan testosteron yang akan merangsang pertumbuhan organ kelamin

jantan dan menimbulkan sifat-sifat kelamin sekunder jantan (Utomo, 2008).

16
4.2 Persentasi Pertumbuhan Mutlak

4.2.1 Panjang Mutlak

panjang mutlak
4.5
4
3.5
Panjang Mutlak

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
I II
Pengulangan

Gambar 10. Panjang Mutlak

Berdasarkan data di atas dengan dua kali pengulangan, telah terjadi

peningkatan panjang mutlak. Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran panjang

dalam kurun waktu tertentu (Rusdi dan Karim, 2006). Pertumbuhan juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Adapun faktor internal meliputi sifat genetik, ketahanan terhadap penyakit dan

kemampuan dalam memanfaatkan makanan. Sedangkan faktor luar meliputi sifat

fisika, kimia dan biologi perairan. Faktor makanan dan suhu faktor luar yang

utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Menurut Arofah (1991)

menyatakan bahwa pertumbuhan ikan dapat terjadi jika jumlah makanan yang

dimakan melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuhnya.

17
4.2.2 Bobot Mutlak

bobot mutlak
0.51
0.5
0.49
0.48
bobot mutlak

0.47
0.46
0.45
0.44
0.43
0.42
0.41
I II
pengulangan

Gambar 11. Bobot Mutlak

Dari data di atas setelah dua kali pengulangan, dapat dilihat bahwa telah

terjadi penurunan akibat pemberian pakan yang tidak teratur. Menurut Supito dkk

(1998), menyatakan bahwa laju pertumbuhan harian normal sebesar 2-3% untuk

ukuran 50-100 gr dan 0,7-1,5% untuk ukuran 200-300 gr dan menyatakan bahwa

pertambahan bobot rata-rata individu semakin berkurang dengan semakin

bertambahnya ukuran dan umur ikan. Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh ruang

gerak (tempat hidup) dan kemampuan ikan untuk memanfaatkan makanan.

18
4.2.3 Perbandingan Panjang Mutlak

Perbandingan Panjang Mutlak

5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1 2 3

Gambar 12. Perbandingan Panjang Mutlak

Dari data di atas dapat diketahui bahwa perbandingan panjang mutlak

tertinggi selama 4 minggu terjadi pada perlakuan satu dimana tidak ada perlakuan.

Hal dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal,

dalam hal ini adalah sifat genetik dan lingkungan.

19
4.2.4 Perbandingan Bobot Mutlak

Perbandingan Bobot Mutlak

0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 2 3

Gambar 13. Perbandingan Bobot Mutlak

Dari data di atas dapat dilihat perbedaan bobot pada burayak ini

diakibatkan oleh pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan burayak.

Huet (1971) dalam Purwanto (1998) mengatakan bahwa padat penebaran terlalu

tinggi akan mengakibatkan organisme budidaya semakin lemah karena kompetisi

ruang hidup, sehingga kelangsungan hidupnya akan rendah dan terhambatnya

pertumbuhan akibat kekurangan pakan.

20
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dari praktikum yang dilakukan maka di dapatkan simpulan

sebagai berikut:
1. Pemberian madu yang sesuai dosis dapat membantu pengarahan kelamin pada

burayak.

2. Faktor genetik dan lingkungan berpangaruh pada pertumbuhan dan proses

pengarahan kelamin.

3. Sisa pemberian pakan yang berlebih dapat menimbulkan pertumbuhan amoniak

pada dasar akuarium

5.2 Saran

Saran untuk praktikum berikutnya agar lebih serius dalam mengikuti

praktikum terutama pada mahasiswa yang melakukan praktiku agar sekiranya

mematuhi semua aturan yang ditetapkan oleh asisten praktikum.

21
DAFTAR PUSTAKA

Arofah, Y. H. 1991. Pengaruh Jumlah Pakan Dan Frekuensi Pemberian Pakan


Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan
Kakap Putih (Lates calcarifer). Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro Semarang.

Effendie, M.I., 1997. Metode Biologi Perikanan. Penerbit Yayasan Dewi Sri.
Bogor. 112 hal

Huwoyon, G. H., Rustidja dan Rudhy, G., 2008. Pengaruh Pemberian Hormon
Methyl testosterone pada Larva Ikan Guppy (Poecilia Reticulata)
Terhadap Perubahan Jenis Kelamin. Jurnal Zoo Indonesia. Volume XVII,
Nomor 2: 49-54. FakultasPerikanan. Universitas Brawijaya, Malang.

Nelson, J. S. 1984. Fishes of The World. John Willey and Sons. Inc. New York.
P:221-222.

Purwanto, R. 1998. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Pertumbuhan Ikan


Kerapu Lumpur [SKRIPSI] Jurusan Perikanan. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada.

Rusdi, I. dan M. Y. Karim. 2006. Salinitas Optimum bagi Sintasan dan


pertumbuhan Crablet Kepiting Bakau (Scylla paramamosain). Jurnal
Sains & Teknologi, Volume 6 No. 3. Hal 149-157.

Sudrajat, A.O & Sarida, M. 2006. Effectivity of Aromatase Inhibitor and 17á-
Methyl Testosteron Treatments In Male Production of Freshwater Prawn
(Macrobrachium Rosenbergii de Man). J. Aquacultura Indonesiana, 7(1).

Sukmara, 2007. Sex Reversal Pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters) Secara
Perendaman Larva Dalam Larutan Madu 5 ml/L. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Supito, K., dan I. S. Djunaidah. 1998. Kaji Pendahuluan Pembesaran Ikan Kerapu
Macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Tambak. Prosiding Perikanan
Pantai, Bali.

Tarwiyah, 2001. Budidaya Ikan Hias Live Bearer. Diakses dari http://www.
ristek.go.id Dinas Perikanan DKI Jakarta Pada tanggal 09 Desember 2008.

Utomo, B. 2008. Efektivitas Penggunaan Aromatase Inhibitor Dan Madu


Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters). Skripsi.
Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

22
Yamazaki, F. 1983. Sex Control and Manipulation in Fish. In: N.P. Wilkins and
E,.M. Gosling (Eds). Genetic in Aquaculture-Development in Aquculture
Fisheries Science. Vol.l2. Elsivier Science Publishera BV. Amsterdam.
Oxford. New York. P. 329-354

Zairin, M. Jr., A. Yunianti, R.R.S.P.S. Dewi, dan K. Sumantadinata, 2002.


Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk Di Dalam Larutan Hormon 17-
Metiltestosteron Terhadap Nisbah Kelamin Anak Ikan Gapi, Poecilia
reticulate Peters. Jurnal akuakultur Indonesia, 1, (1): 31 – 35.

Zipcodezoo. 2015. Poecilia reticulata (http://zipcodezoo.com/index.php/Poecilia_


reticulata). diakses November 2015.

23

Anda mungkin juga menyukai