Anda di halaman 1dari 10

PAPER

DASAR DASAR GENETIKA IKAN

MASKULINISASI IKAN CUPANG

Disusun Oleh:

DIMAS GUSRIANSYAH

Nim : 2004113305

Dosen pengampu: Prof.Dr.Ir. Sukendi, MS

BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Ikan hias adalah jenis ikan yang hidup di air tawar maupun laut yang memiliki
bentuk morfologi yang unik serta warna tubuh yang sangat menarik. Ikan cupang
(Betta Splendens) merupakan jenis ikan yang mempunyai ciri unik tersendiri
dibandingkan dengan beberapa jenis ikan hias lainnya. Keunikan yang dimiliki ikan
cupang menjadi popular dan disukai oleh masyarakat sehingga cupang menjadi salah
satu dari jenis ikan hias yang diminati untuk dijadikan ikan peliharaan. Masyarakat
lebih menyukai cupang jantan karena memiliki keunikan yang lebih unggul dibanding
dengan cupang betina, sehingga pengagum ikan cupang lebih tertarik pada ikan jantan
karena dinilai lebih estetika (Rahmawati, 2016).
Ikan cupang (Betta sp.) adalah ikan hias air tawar yang habitat asalnya berasal
dari Asia Tenggara, antara lain Indonesia, Thailand, Malaysia dan Vietnam
(Tarihoran, 2006). Ikan cupang memiliki labyrinth, membuat ikan ini mampu
bertahan hidup di air yang memiliki kandungan oksigen terlarut yang rendah,
sehingga ikan cupang mampu bertahan hidup di rawa-rawa, persawahan, dan daerah
aliran sungai yang dangkal (Fariz, 2014).
Ikan cupang memiliki keindahan bentuk sirip dan warna, sehingga kerapkali
diikutkan dalam ajang kontes maupun pameran ikan hias. Biasanya penampakan dari
warna dan keindahan bentuk sirip ikan cupang terdapat pada ikan jantannya. Ikan
cupang jantan memiliki warna mencolok, sirip panjang dan tubuh yang lebih kecil
daripada betinanya. Karena keindahan bentuk sirip dan warnanya inilah ikan cupang
jantan memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan cupang betina.
Penampakan warna pada ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis
kelamin, kematangan gonad, genetik dan faktor geografi. Cupang jantan dapat
dibedakan dari warnanya yang cerah dan menarik, bentuk perut ramping, serta sirip
ekor dan sirip anal panjang. Sementara cupang betina berwarna kurang menarik,
bentuk perut gemuk serta sirip ekor dan sirip anal pendek. Akibatnya, ikan Betta
splendens jantan memiliki nilai komersial tinggi karena sangat disukai dan diburu
oleh pecinta ikan hias, Sehingga akan lebih efektif dan menguntungkan bila hanya
diproduksi dan dipelihara jantannya saja (Zain, 2002). Sehingga diperlukan upaya
untuk meningkatkan jumlah produksi ikan jantan melalui proses maskulinisasi untuk
mengarhakan ikan menjadi jantan.
Teknologi pengarahan kelamin (sex reversal) ialah suatu metode untuk
memproduksi monosex, dimana metode ini mempraktekkan rekayasa hormonal guna
mengubah karakter seksual dari yang awalnya betina menjadi jantan ataupun yang
biasa disebut dengan (maskulinisasi), begitu pula sebaliknya yakni dari yang awalnya
jantan berubah menjadi betina disebut (feminisasi). Metode maskulinisasi telah
banyak diterapkan dengan berbagai cara seperti penggunaan hormon dan perubahan
lingkungan. Pemberian hormon androgen pada fase diferensiasi gonad pada ikan
mampu meningkatkan proses maskulinisasi.
Ginseng adalah tanaman yang berkhasiat obat yang termasuk dalam suku
Araliaceae. Ginseng mengandung senyawa kimia yang bersifat androgenik (Bucci,
2000) dalam (Winarni, 2007). Ginseng merupakan tumbuhan afrodisiak. Pada
umumnya tanaman yang mempunyai khasiat afrodisiak mengandung senyawa yang
berkaitan dengan fitosteroid misalnya stigmasterol atau senyawa lainnya (Putra,
2011). Senyawa sterol merupakan turunan dari senyawa steroid. Senyawa βsitosterol
diduga menyebabkan gangguan pada endokrin yaitu pada hormon testosteron.
Konsumsi senyawa fitosterol secara berlebihan menyebabkan peningkatan kadar
testosteron plasma, karena fitosterol dalam tubuh tersebut akan diubah menjadi
testosteron. Dengan demikian diduga β-sitosterol juga bersifat seperti testosteron.
Diduga senyawa βsitosterol yang terkandung dalam ekstrak akar ginseng juga
menyebabkan kadar testosteron dalam tubuh hewan uji meningkat (Widiyani, 2006).
Putra (2011), menyatakan bahwa proses maskulinisasi menggunakan bahan
alami yang memiliki senyawa steroid yang sama dengan ginseng yaitu purwoceng
(Pimpinella alpina) dengan dosis 20 mg/L dan lama perendaman selama 8 jam
menghasilkan ikan nila jantan sebesar 73.3%. Purwoceng juga digunakan oleh Bulkini
(2012) untuk maskulinisasi dengan dosis 10 µL/L dan lama perendaman embrio
selama 8 jam mampu menghasilkan ikan cupang jantan Jurnal Akuakultur Rawa
Indonesia Ferdian, et al. (2017) 3 sebesar 62.68%. Berdasarkan referensi tersebut,
maskulinisasi menggunakan ekstrak akar ginseng diharapkan juga dapat diterapkan
pada jenis ikan lain seperti ikan cupang, sehingga dapat meningkatkan persentase ikan
jantan yang lebih unggul.

2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pengarahan kelamin (sek reserval) merekayasa hormonal pada ikan cupang sehingga
anakan yang dihasilkan kebanyakan berjenis kelamin jantan (maskulinisasi).

3. Manfaat
Adapun manfaatnya adalah mengetahui keefektivitasan maskulinisasi pada
ikan cupang dengan menggunakan ekstrak ginseng.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ikan Cupang

Ikan Cupang (Betta sp.) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang cukup
populer di Indonesia, hal tersebut tidak lepas dari penampilan cantik yang dimiliki oleh ikan
ini. Ikan cupang sendiri merupakan ikan yang memiliki banyak bentuk (Polymorphisme)
seperti ekor bertipe setengah bulan, ekor mahhkota, ekor pendek, serta ekor lilin. Selain
memiliki banyak bentuk, ikan cupang juga terkenal memiliki sirip panjang dengan berbagai
warna yang begitu indah. Ikan cupang umumnya hidup di perairan daerah tropis terutama di
benua Asia hingga Afrika.

2.1.1 Klasifikasi Ikan Cupang

Ikan Cupang

Klasifikasi Ikan Cupang (Betta splendens ) Taksonomi atau klasifikasi ikan cupang
menurut Rainboth (1996), yaitu :

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Familia : Osphronemidae
Genus : Betta
Species : Betta splendens
Ikan cupang (Betta splendens) terkenal karena sifatnya yang agresif dan kebiasaan
hidupnya berkelahi dengan sesama jenis, sehingga dinamakan Fighting. Warna tubuh ikan ini
berwarna-warni, sehingga menjadi daya tarik para penggemar dan penghobi untuk
mengoleksinya.
2.1.2 Morfologi Ikan Cupang

Ikan Cupang

 Umumnya ikan cupang memiliki bentuk tubuh yang ramping serta memiliki ukuran
yang relatif kecil, yaitu hanya sekitar 6-7 cm saja.
 Ikan cupang memiliki sisik yang halus dan mengkilat. Dimana sisik dari ikan ini
memiliki bentuk persegi panjang berukuran 0,2-0,3 mm bahkan bisa lebih kecil
tergantung dengan ukuran tubuh serta varietasnya.
 Terdapat dua tangkai kecil berukuran 0,6-1 cm pada bagian depan dengan warna
kekuningan atau kemerahan.
 Ikan cupang tergolong memiliki banyak sekali jenis dan juga varietes, sehingga ikan
ini memiliki warna yang sangat beragam seperti hitam pekat, merah pekat, kuning,
kebiruan, serta warna indah lainnya.
 Ikan cupang sendiri merupakan ikan yang memiliki banyak bentuk (Polymorphisme)
seperti ekor bertipe setengah bulan, ekor mahhkota, ekor pendek, serta ekor lilin.

Selain itu ikan cupang juga terkenal memiliki sifat yang cukup agresif terhadap ikan
sejenis, sehingga ikan ini sering dipelihara dalam wadah tersendiri untuk menghindari
perkelahian. Ikan cupang juga memiliki alat pernapasan tambahan yang disebut sebagai
labirin, dimana alat ini berfunsi untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Sehingga ikan
cupang mampu bertahan hidup pada kondisi air yang minim oksigen.

2.1.3 Perilaku Ikan Cupang

Perilaku ikan cupang (Betta splendens) Salah satu sifat yang dikenal dari ikan cupang
adalah berkelahi satu sama lainnya, karena itulah banyak penggemar memanfaatkan sifat ikan
cupang dengan menyelenggarakan adu cupang. Pada saat melakukan sesi perkawinan, ikan
cupang melakukan aktifitas yang unik yaitu saling menempel seperti sedang berdansa, awal
mula ikan cupang jantan yang bersifat agresif akan berubah lemah lembut, hal serupa dalam
pernyataan Sitanggang (2008), bahwa perkawinan ini diawali dengan pendekatan si jantan
yang lemah lembut setelah sebelumnya agresif. Setelah bersikap lemah lembut, badan ikan
cupang jantan membengkokkan badannya untuk memijat badan ikan cupang betina sehingga
telur yang ada di dalam perut ikan cupang betina keluar secara berangsur-angsur yang
kemudian disemprotkan sperma oleh ikan cupang jantan, hal serupa yang dinyatakan oleh
Perkasa dan Hendry (2002) bahwa ketika bertelur, betina akan mendekati sarang dan
memiringkan badannya untuk dijepit oleh jantan dengan meliukkan tubuhnya agar jantan bisa
menyemprotkan spermanya ke telur-telur tersebut.

2.1.4 Reproduksi Ikan Cupang

Reproduksi Cupang (Betta splendens R) Reproduksi adalah kemampuan individu


untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya melestarikan jenisnya atau kelompoknya.
Kegiatan reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi
lingkungan. Ada yang berlangsung setiap musim atau kondisi tertentu setiap tahun (Fujaya,
2008). Pada saat terjadinya proses pemijahan ikan cupang, ikan jantan mendekati betina
kemudian melekukkan badannya sampai menyelimuti bagian abdomen ikan betina seolah
memijat tubuh si betina sehingga ikan betina mengeluarkan telur-telurnya. Ikan jantan akan
melakukan pembuahan secara eksternal terhadap semua telur yang dikeluarkan ikan betina
tadi dan mengambilnya secara berangsur-angsur yang nantinya diletakkan secara rapi pada
sarang gelembung atau busa (bubble nest breeder) yang sebelumnya dibuatnya di permukaan
air. Menurut Sitanggang (2008) “betina meletakkan 3 – 7 telur pada waktu yang sama, begitu
juga si jantan menangkap telur-telur dengan mulutnya, lalu meletakkannya di dalam sarang
busa jantan melapisi telur itu dengan lendirnya agar tidakOberjatuhan. Telur menetas dalam
tempo 48 jam, setiap ikan cupang (Betta splendens R) dapat menghasilkan rata-rata telur
sekitar 400-500 butir dalam satu kali proses pemijahan”. Dengan begitu Ikan cupang jantan
akan menjadi penjaga sarang, perawat telur juga burayak ikan nantinya selama 3 sampai 7
hari kemudian. Pada habitat aslinya, beberapa jenis ikan cupang yang kita temui mengerami
telurnya di dalam mulut (Mouth breeder) . “Dalam satu periode pemijahan umumnya burayak
ikan cupang hias yang terdiferensiasi kelamin menjadi betina mencapai 60% sedangkan 40%
terdiferensiasi kelaminOmenjadiOjantan. Padahal ikan cupang hias yang laku dipasaran
hanya yang berjenis kelamin jantan, kecuali untuk tujuan sebagai induk betina” (Perkasa,
2001).
2.2 Maskulinisasi

2.2.1 Perendaman Larva

Proses perendaman larva dalam ekstrak akar ginseng disesuaikan dengan perlakuan.
Larva yang digunakan berumur 7 hari. Pada setiap masing-masing wadah diisi sebanyak 10
ekor larva per liter (Irmasari, 2012). Lama waktu perendaman 8 jam dan selama perendaman
diamati kelangsungan hidupnya. Setelah 8 jam, larva dipindahkan pada wadah pemeliharaan.

2.2.2 Pemeliharaan Larva

Larva yang telah direndam, dipelihara di dalam toples dengan volume air sebanyak 8
liter selama 50 hari. Pada waktu pemeliharaan, larva diberi pakan alami berupa Artemia sp.,
Daphnia sp. dan Tubifex sp. secara ad libitum. Pakan alami (Artemia sp.) diberikan untuk
larva setelah kuning telur habis yaitu pada saat larva berumur 4 hari. Pada hari keempat, larva
mulai diberi pakan alami Artemia sp (4-15 hari), Daphnia sp (10-50 hari), dan Tubifex sp
(25-50 hari). Pemberian pakan dilakukan secara ad libitium (Sugandy, 2001).

2.2.3 Identifikasi Kelamin Ikan

Identifikasi kelamin dilakukan dengan pengamatan secara morfologi karena tidak


perlu membunuh hewan uji untuk melakukan pengamatan terhadap organ reproduksi. Cara
ini ideal untuk ikan-ikan yang memiliki dimorfisme yang jelas antara jantan dengan
betinanya. Beberapa jenis ikan hias seperti guppy, rainbow, cupang dan kongo mudah
dibedakan antara jantan dengan betina berdasarkan morfologi tubuhnya (Zairin, 2002).

2.2.4 Persentase Ikan Cupang Jantan

Pengukuran ikan cupang jantan dilakukan dengan membandingkan jumlah ikan jantan
dengan jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan. Rumus yang digunakan untuk
menghitung persentase ikan jantan menurut Zairin (2002) sebagai berikut :

Jantan = Jumlah ikan jantan / Jumlah semua ikan hidup x 100%

2.2.5 Persentase Kelangsungan Hidup

Pasca Perendaman Pengukuran kelangsungan hidup ikan dilakukan dengan


membandingkan jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal
pemeliharaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung kelangsungan hidup menurut
Effendie (2002) sebagai berikut :
KH = Nt / No x 100 %

Keterangan :
KH = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

2.2.6 Kualitas Air

Kualitas air yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu, derajat keasaman dan
oksigen terlarut (Disolved Oxygen). Pengukuran parameter tersebut dilakukan pada awal dan
akhir pemeliharaan.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari maskulinisasi yang dilakukan adalah ikan cupang jantan yang
dihasilkan lebih banyak daripada ikan cupang betina. Karena bentuk tumbuh dari ikan
cupang jantan yang memiliki warna yang indah dan bentuk tumbuh yang cantik
sehingga lebih banyak diminati dan digemari oleh penghobi ikan hias, sehingga
maskulinisasi ikan merupakan solusi untuk para petani sehingga petani dapat
menghasilkan ikan cupang jantan yang bagus baik itu dari segi kualitas, warna dan
bentuk tubuh ikan tersebut.

3.2 Saran
Saran untuk kedepannya sebaiknya dilakukan dengan berbagai bahan sehingga
dapat menemukan hasil yang lebih efektif dan efisien jadi petani dapat membuat ikan
cupang yang bisa diminati oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Arfah, H., Tri, S. D., & Asep, B. (2013). Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta splendens)
Melalui Perendaman Embrio dalam Ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpina). Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 12(2), 144-149.

Ariani, D. (2012). Efektivitas tepung teripang pasir (Holothuria scabra) terhadap


maskulinisasi ikan cupang (Betta splendens). Biogenesis, 9(1), 37-44.

Awaludin, A., Maulianawati, D., & Adriansyah, M. (2019). Potensi Ekstrak Etanol Seledri
(Apium graveolens) untuk Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta sp). Jurnal Sumberdaya
Akuatik Indopasifik, 3(2), 101-114.

Ferdian, A., & Fitrani, M. (2017). Maskulinisasi ikan cupang (Betta sp.) menggunakan
ekstrak akar ginseng (Panax sp.). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 5(1), 1-12.

Selfiaty, M., Cokrowati, N., & Diniarti, N. (2022). MASKULINISASI IKAN CUPANG
(Betta Sp.) MENGGUNAKAN AIR KELAPA MELALUI METODE
PERENDAMAN EMBRIO DENGAN LAMA WAKTU YANG BERBEDA. Jurnal
Akuakultur Rawa Indonesia, 10(1), 100-112.

Siregar, A., Syaifudin, M., & Wijayanti, M. (2018). Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta
splendens) Menggunakan Madu Alami Melalui Metode Perendaman. Jurnal
Akuakultur Rawa Indonesia, 6(2), 141-152.

Anda mungkin juga menyukai