Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH IKAN HIAS

BUDIDAYA IKAN SUMATRA

KELOMPOK 2

M HARYA RAMDHANI 21744019

BAGAS IMAM SAMUDRA 21744005

JALU GANDA RAKSA 21744014

FIKRI WIJAYA 21744010

SATRIA ANGGORO 21744035

WAHYU ADE PRASETYO 21744032

M WAHYU WIDIANTORO 21744024

ARIF NUGROHO 21744004

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBENIHAN

IKAN JURUSAN PETERNAKAN

POLITEKNIK NEGERI

LAMPUNG 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Ikan Sumatra (Puntius tetrazona) merupakan salah satu ikan hias asli Indonesia yang
banyak ditemukan di perairan umum pulau Sumatera dan Kalimantan. Mempunyai warna
dan bentuk tubuh yang cukup menarik dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Ikan ini
memiliki ciri khas berupa bentuk badan memanjang, pipih ke samping, warna dasar
badannya putih keperakan. Ikan ini memiliki empat buah garis berwarna hitam kebiruan
yang memotong badannya. Ikan Sumatra hidup pada habitat alaminya di rawa-rawa.
P. tetrazona dijuluki ikan Sumatra karena pertama kali ditemukan di Pulau Sumatra,
tepatnya di perairan Lampung, Jambi, dan Riau. Lantaran berasal dari Sumatra, orang
lantas menyebutnya ikan Sumatra atau bard sumatra kata orang asing. Belakangan, baru
ketahuan bahwa ia bisa juga ditemukan di Kalimantan. Menurut Axelrod dalam "Exotic
Tropical Fish", di habitat aslinya "harimau air" hidup di perairan jernih, dengan pH 6,6-
6,7 dan temperatur 23-27 oC. Makanan alaminya jasad renik (zooplankton) dan unsur
tumbuh- tumbuhan (phytoplankton). Varietasnya ada 4 (empat) dengan bentuk tubuh
yang sama hanya berbeda pada warna tubuh dan sirip.
Salah satu faktor penting dalam penyediaan ikan hias untuk memenuhi kebutuhan
pembudidaya ikan hias dan keberhasilan dalam budidaya ikan hias adalah transportasi
ikan hidup. Transportasi ikan hidup pada dasarnya memaksa dan menempatkan ikan
dalam suatu lingkungan yang berlainan dengan lingkungan asalnya, disertai dengan
perubahan sifat lingkungan yang mendadak. Ikan hidup yang akan dikirim dipersyaratkan
dalam keadaan sehat dan tidak cacat untuk mengurangi peluang mati selama
pengangkutan (Handisoeparjo, 1982 dalam Kusyairi, 2013)
1.2 RUMUSAN MASALAH
a).Bagaimana pengaruh jumlah kepadatan yang berbeda pada sistem transportasi tertutup
ikan hias sumatra (P. tetrazona) terhadap sintasan dan kualitas air media?
b).Berapa jumlah kepadatan yang tertinggi dalam penelitian ini pada sistem transportasi
tertutup ikan hias sumatra (P. tetrazona)?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 klasifikasi dan morfologi ikan sumatra

klasifikasi Ikan Sumatra (Puntius tetrazona) menurut Richo (2010) adalah:


Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Puntius
Spesies : Puntius tetrazona

Ikan sumatra memiliki bentuk tubuh memanjang, dan pipih kesamping (compressed), ukuran
tubuh maksimal 8 cm, warna dasar tubuh putih keperakan, bagian atas tubuh agak sawo
matang dengan corak hijau, sedangkan sisi tubuhnya berwarna kemerah-merahan, terdapat
empat buah garis berwarna hitam kebiruan yang memotong tubuh ikan yaitu pada bagian
kepala. Tubuh bagian depan sirip punggung, samping sirip punggung, hingga jari-jari sirip
anal yang pertama, bagian batang ekor (Gambar 1). Bagian sirip punggung ada yang
berwarna hitam sedang beberapa bagian lain berwarna kemerahan dan transparan (Sumpeno
et al 2004)

2.2 Habitat dan Penyebaran

Ikan sumatra adalah ikan yang aktif, perenang cepat, dan jika jumlahnya sedikit akan
menyerang ikan lain yang memiliki sirip panjang dan gerakan yang lebih lamban. Ikan
sumatra hidup berkelompok di perairan air tawar seperti sungai, danau, dan rawa yang
memiliki arus agak cepat. Ikan sumatra hidup optimal pada perairan yang bersuhu 21˗29OC,
derajat keasaman 6-7, kesadahan yang lunak, bersih, jernih dan kaya akan oksigen
(Verhallen 2000).
Ikan ini dapat ditemukan di pulau sumatra, Kalimantan, serta negara-negara Malaysia serta
Thailand.

Ikan sumatra dapat hidup optimal pada perairan yang mempunyai kandungan amonia tidak
mencapai 1mg/l air dan oksigen terlarut paling sedikit 2 mg/l air. Untuk mempercepat proses
pemijahan, air yang dipakai untuk media pemijahan harus memiliki kesadahan yang lebih
rendah dari air tempat ikan terebut sebut dipelihara (Axelrod et al 1983). Pemijahan ini
berlangsung optimal pada suhu 280C.

2.3 Pemeliharaan Induk

Menurut Akbar (2007) umur calon induk sebaiknya tidak kurang dari 6 bulan dan panjang
badan minimal 6 cm. Induk betina bila telah matang kelamin perutnya membulat serta empuk
jika diraba, warna tubuhnya biasa. Sebaliknya, ikan jantan lebih ramping dan warna tubuhnya
agak tua mencolok. Ikan jantan yang telah matang kelamin sering berubah warna, hidungnya
menjadi merah. Ikan jantan dan betina dewasa dapat dibedakan dengan melihat tingkat
kecerahan warna yang dimiliki dan bentuk tubuhnya. Pada ikan Sumatera jantan warna
tampak lebih menyala. Ikan betina memiliki tubuh yang lebih berisi, padat dan bila siap
memiijah bagian perutnya mengembung.

2.4 Persiapan Wadah Pemijahan

Wadah pemijahan dapat menggunakan akuarium, untuk pemijahan secara berpasangan atau
massal dengan ukuran 25 x 25 x 25 cm dan tinggi air 20 cm atau 100 x 50 x 40 cm dengan
tinggi air 30 cm. Dapat pula menggunakan bak tembok (pemijahan massal) dengan ukuran 1
x 1 x 0,5 m dan tinggi air 0,3 m; kolam tanah (pemijahan massal) berukuran 50–100 m3 . Air
yang digunakan harus steril dan jernih dengan pH 6–7, serta suhu 24–28OC. Substrat berupa
tanaman air baik akar maupun daunnya dapat dimanfaatkan untuk menempelkan telur
(Bachtiar 2004)

2.5 Seleksi Induk

Kegiatan seleksi induk pada pembenihan ikan sumatra bertujuan untuk memperoleh induk
matang gonad dan berkualitas untuk dipijahkan. Menurut Tamaru et al (1997) kematangan
gonad ikan sumatra dicapai setelah ikan mencapai ukuran panjang tubuh 2–3 cm atau
berumur 6–7 minggu. Ciri-ciri ikan jantan matang gonad adalah bagian ujung mulut dan
siripnya yang berwarna merah cerah, dan pada ikan betina dicikan oleh bagian perut yang
membesar dan
warna tubuh yang memudar. Telur yang dikeluarkan bersifat adhesif, tidak melayang diair
tawar, dan memiliki diameter 1,18 - 0,05 mm.

2.6 Pemijahan

Pemijahan merupakan proses perkawinan antara ikan jantan dan ikan betina.Ikan betina
mengeluarkan sel-sel telur dan ikan jantan mengeluarkan sel sperma. Dalam budidaya ikan,
teknik pemijahan ikan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : pemijahan ikan secara alami
(tanpa campur tangan manusia ataupun tanpa pemberian rangsangan horomon, pemijahan
secara semibuatan (pemberian rangsangan hormon, namun ovulasinya terjadi secara alamiah,
dan pemijahan secara buatan (pemberian rangsangan hormon dan ovulasinya dengan bantuan
manusia) (Gusrina 2008).

Rasio antara jantan dan betina pada pemijahan ikan sumatra adalah 1 : 1. Setiap ikan sumatra
betina dapat menghasilkan 300-1000 butir telur (Sakurai et al 1992). Ikan sumatra dapat
memijah lebih dari sekali pada setiap musim pemijahan dan bila kondisi lingkungan
mendukung maka ikan betina dapat bertelur kembali setelah dua minggu (Tamaru et al 1997).
Tidak jarang ikan ini memakan telurnya sendiri dan ikan jantan biasanya akan menggigiti
sirip dubur ikan betina sebelum pemijahan berlangsung sehingga dapat menyebabkan
kematian (Innes 1994).

2.7 Pemeliharaan Larva

Telur yang berhasil menetas menjadi larva ukurannya sangat kecil, lebih kecil dari jarum
pentul. Telur ikan sumatra akan menetas setelah 2 hari. Larva yang baru menetas berukuran
sekitar 3–4 mm dan memiliki kuning telur (yolk) sebagai pasokan makanan. Pada umur 5–7
hari yolk akan habis dan larva akan menerima pakan dari luar (Tappin 2010).

Pemeliharaan berlangsung pada akuarium penetasan sampai larva ikan mampu untuk
dipindahkan ke tempat yang lebih luas setelah berumur 21–30 hari. Larva diberi tambahan
pakan artemia sampai berumur 1 bulan (30 hari), kemudian dilanjutkan dengan jenis pakan
larva Chironomus sp. beku (Said dan Novi 2007).

Ikan sumatra di habitat aslinya umumnya memakan larva Culex sp. dan insekta kecil lainnya.
Pakan ikan sumatra berupa algae, flake, pellet, cacing, tubifex, daphnia, dan serangga kecil
(Priyadi 2009). Makanan ini harus disesuaikan dengan lebar mulutnya.
2.8 kualitas air

2.8.1 suhu

Ikan merupakan hewan poikiloterm sehingga metabolisme dalam tubuh tergantung oleh suhu
lingkungannya. Meningkatnya suhu akan diikuti dengan meningkatnya metabolisme dan
kebutuhan oksigen, sehingga ikan akan lebih aktif makan. Suhu air yang terlalu tinggi akan
berada pada kondisi subletal dan menyebabkan turunnya kelarutan oksigen Selama proses
pembenihan ikan sumatra dapat dilihat suhu pada akuarium pemeliharaan larva dan benih
berkisar 25,9–26,1OC. Suhu tersebut dapat dinyatakan sesuai dengan suhu optimum
pemeliharaan ikan, yaitu berkisar antara 24,7 – 26,1OC (Hermanto (2000) dalam Maulana
(2017))

2.8.2 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut di dalam air merupakan faktor penting dalam proses metabolisme dan
pernapasan organisme akuatik. Kadar oksigen terlarut yang lebih besar dari 2 mg/L
merupakan syarat untuk pertumbuhan optimum, kelangsungan hidup, dan reproduksi dalam
budidaya ikan hias (Tamaru 1997). Oksigen terlarut yang optimum pada pemeliharaan ikan
yaitu > 5 ppm dengan perairan yang tidak mengandung bahan beracun lainnya.

2.8.3 derajat keasaman (pH)

Nilai derajat keasaman (pH) merupakan indikator yang menunjukkan bahwa air bersifat
asam, basa, atau netral. Keasaman sangan menentukan kualitas air, karena juga menentukan
proses kimiawi dalam air (Lesmana (2005) dalam Maulana (2017)). pH yang terlalu tinggi
akan menyebabkan kematian pada ikan dan pH yang rendah akan menyebabkan pertumbuhan
ikan menjadi lambat. Kisaran pH optimum untuk ikan hias air tawar adalah 6,5–7,5. Batas pH
terendah yang dapat menyebabkan kematian pada ikan adalah 4 dan batas tertinggi adalah 11
(Lesmana (2005) dalam Maulana (2017). Kisaran pH selama proses pembenihan ikan
Sumatra yaitu 6,75–7,25 sehingga aman digunakan dalam proses pembenihan.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ikan Tiger Fish Sumatra (Puntius tetrazona) salah satu jenis ikan yang kini tengah menjadi
trend di pasaran karena banyaknya permintaan dari kolektor. Sesuai namanya ikan ini
merupakan ikan asli Sumatra, setelah menjadi trend ikan hias dan harganya naik dari puluhan
ribu menjadi jutaan Rupiah per ekornya untuk ikan dengan kriteria tertentu.

Sehingga dengan kondisi tersebut, membuat banyak pembudidaya ikan hias mulai
mengembangkannya dengan harapan meraup keuntungan di tengah trend yang berlangsung.

Sebagai ikan yang saat ini masih menjadi salah satu trend di pasaran, budidaya Sumatra Tiger
Fish atau Ikan Elang masih cukup menjanjikan, dengan waktu pembiakan yang tidak terlalu
lama ikan dan sifatnya yang mudah beradaptasi.

Ikan ini dapat kita budidayakan dengan perlengkapan yang tidak terlalu mahal, namun agar
hasilnya bisa lebih optimal, sebaiknya perlu anda siapkan tempat maupun peralatan serta
bahan tersendiri.

Saran

Untuk memperoleh tingkat kelangsungan hidup yang tinggi pada ikan sumatra sebaiknya
dilakukan seleksi induk, pengelolaan pakan, pengelolaan larva (memperhatikan padat tebar
optimum), pengelolaan kualitas air dan pengelolaan hama dan penyakit dengan baik.
Daftar pusaka

Arifin, O.Z., Muslim, N., Hendri, A., Aseppendi dan Yani, A., 2017. Karakteristik fenotipe
dan genotipe ikan gurami, Osphronemus goramy, strain galunggung hitam, galunggung putih,
dan hibridanya. Jurnal Riset Akuakultur, 12(2), 99-11.

Arifin, O.Z., Cahyanti, W. dan Kristanto, A.H., 2017. Keragaman genetik tiga generasi
ikan tambakan (Helostoma temminckii) dalam program domestikasi. Jurnal Riset
Akuakultur, 12(4), 295-305. Arman, S., and Ucuncu, S.I., 2020.

Gonadal histology of the tiger barb Puntius 2005. Optimasi konsentrasi MgCl2 dan suhu
annealing pada proses amplifikasi multifragments mtDNA dengan metoda PCR. J.Kim. Sains
dan Apl, 3(1), 23-27. Baldauf, S.L., 2003.

Phylogeny for the faint of heart: A tutorial. Genetics, 19(6), 345-351. Barik, M.,
Bhattacharjee, I., Ghosh, A. and Chandra, G., 2018.

Larvivarorus potentiality of Puntius tetrazona and Hyphessobrycon rosaceus against Culex


vishnul subgroup in laboratory and field based bioassay. BMC Research Notes, 11(1), 804.

Butet, N.A., Dewi, I.A.B.P., Zairion dan Hakim, A.A., 2019. Validasi spesies undur-undur
laut berdasarkan penanda molekuler 16s rRNA dari Perairan Bantul dan Purworejo. Jurnal
Pengelolaan Perikanan Tropis, 3(2), 28-35

.Butet, N.A., Dewi, I.A.B.P., Zairion dan Hakim, A.A., 2019. Validasi spesies undur-undur
laut berdasarkan penanda molekuler 16s rRNA dari Perairan Bantul dan Purworejo. Jurnal
Pengelolaan Perikanan Tropis, 3(2), 28-35.

Anda mungkin juga menyukai