NPM: 230310190007
FPIK 2019
Kualitas air memegang peranan penting dalam pemeliharaan ikan, dan merupakan
indikator keberhasilan kegiatan budidaya (Boyd, 1998). Sebagai tempat hidup ikan, kualitas
perairan dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia didalam perairan yang meliputi: suhu, DO,
pH,Ammonia, Nitrit dan Nitrat (A.B., 2007). Dalam kegiatan budidaya ikan amonia (NH3)
menjadi parameter kualitras air, amonia ini merupakan masalah besar bagi ikan.
(Widiadmoko, 2013).
Amonia yang ada di perairan berasal dari sisa metabolisme ikan yang terlarut dalam
air, feses ikan, serta dari makanan ikan yang tidak termakan dan mengendap di dasar kolam
budidaya (T.V.R, 2004). Limbah budidaya ikan yang merupakan hasil aktivitas metabolisme
banyak mengandung amonia (Effendi, 2003.). Ikan mengeluarkan 80-90% amonia (N-
anorganik) melalui proses osmoregulasi, sedangkan dari feses dan urine sekitar 10-20% dari
total nitrogen (Widodo, 2005).
Akumulasi amonia pada media budidaya merupakan salah satu penyebab penurunan
kualitas perairan yang dapat berakibat pada kegagalan produksi budidaya ikan (Wijaya O,
April 2014). Faktor lainnya yang dapat meningkatkan konsentrasi amonia ialah filter yang
tidak bekerja dengan baik, serta pergantian air kolam yang tidak rutin. Presentase
pengurangan amonia menunjukkan seberapa besar amonia yang dikurangi oleh sistem
akuaponik, semakin tinggi presentase pengurangan amonia maka akan semakin rendah
konsentrasi amonia pada media budidaya ikan.
Permasalahan dari limbah budidaya yang sering ditemukan adalah timbulnya
kematian atau yang dikenal sebagai “New Tank Syndrome” akibat keracunan senyawa-
senyawa amoniak (NH 3). Efek keracunan pada ikan diantaranya adalah kerusakan jaringan
terutama pada insang dan ginjal, ketidakseimbangan fisiologis, terganggunya pertumbuhan,
penurunan resistensi terhadap penyakit dan kematian.
Level aman amoniak bagi ikan adalah 0,1 mg/l (Chin, 1987). Menurut pendapat
lainnya, kadar amonia tidak terionisasi lebih dari 0,6 mg/l dapat membunuh ikan (Durborow,
1997). Oleh karena itu, diperlukannya penanggulangan apabila ammonia sudah berada diatas
batas normal, hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan saringan (filter). Ada tiga
jenis filter dengan kemampuan yang khas, yaitu filter fisik, kimiawi, dan biologis (Spotte,
1970).
Mikroba berperan untuk merombak senyawa amonia menjadi nitrit dan nitrat yang
relatif aman bagi ikan. Nitrosomonas adalah bakter yang memiliki kemampuan untuk
merombak senyawa amonia menjadi senyawa nitrit; sedangkan Nitrobacter memiliki
kemampuan merombak nitrit menjadi nitrat. Senyawa nitrat yang terbentuk akan
dimanfaatkan oleh tumbuhan (pakan alami) untuk tumbuh dan berkembang, sehingga dapat
menyediakan pakan alami bagi ikan. (Hastuti, 2011)
Tahap Nitritasi:
Tahap Nitratasi:
Dari tahapan tersebut, dengan bantuan bakteri nitrobacter maka amonia yang berlebih
dapat diuraikan kembali menjadi kalori yang berguna bagi perairan. Kelompok bakteri ini
bersifat kemolitotrof karena menggunakan senyawa nitrogen inorganik sebagai dalam siklus
hidupnya. (RL, 1996) Metabolisme senyawa nitrogen ini memerlukan senyawa karbon
dioksida sebagai sumber karbonnya yang diikat dalam siklus Calvin.
Pada umumnya bakteri ini akan berada diperairan, terutama pada perairan yang
memiliki ammonia. Namun, jika ammonia yang berlebih maka pertumbuhan bakteri dapat
cepat. Bakteri autotrofik yang berperan dalam oksidasi amonia menjadi nitrit adalah
Nitrosomonas, Nitrosococcus, Nitrospira, Nitrosolobus, dan Nitrosovibrio (Agustiyani, 2004
). Selain bakteri autotrofik, bakteri heterotrofik juga mampu mengoksidasi amonia atau
nitrogen organik menjadi nitrit atau nitrat bakteri tersebut diantaranya Alcaligenes,
Arthrobacter spp., dan Actinomycetes. (Sylvia, 1990)
Suhu optimal untuk pertumbuhan bakteri nitrifikasi adalah antara 77-86 °F (25-30
°C). Tingkat pertumbuhan akan menurun sebesar 50% pada suhu 64°F (18 °C) dan tingkat
pertumbuhan juga akan menurun sebesar 75% pada suhu 46-50 °F. Sedangkan tidak
ditemukan adanya kegiatan pada suhu 39 °F (4°C). Bakteri nitrifikasi akan mati pada suhu
32°F (0 °C) dan juga akan mati pada suhu 120 °F (49 °C). Nitrobacter kurang toleran terhadap
suhu rendah daripada Nitrosomonas. Dalam sistem air dingin, perawatan harus dilakukan
untuk memantau akumulasi nitrit (Holt, 1994)
Oleh karena itu, walaupun membantu dalam proses penguraian ammonia, harus
diperhatikan pula hal-hal tersebut. Sehingga bakteri yang dibutuhkan dapat berkembang biak
dengan baik dan membantu proses yang dibutuhkan.
A.B., K. M. (2007). Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Boyd. (1998). Water Quality and Management For Ponds Fish Culture. New York: Elsevier
Scientific Publishing Compan.
Chin, T. d. (1987). Acute Toxicity of Ammonia to Larvae of the Tiger Prawn, Penaeus
monodon. Aquaculture, 66: 247-253.
Cicerone, R. (1989). Analysis of sources and sink of atmosferic nitrous oxide (N2O). J.
Geophysical Res. 94, 18265–18271.
Durborow, R. D. (1997). Nitrite in Fish Pond. SRAC Publication, No. 462. 4 hal.
Effendi, H. (2003.). Telaah Kualitas Air bagi Pengelola Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius, 258 hal .
Holt, J. N. (1994). Bergeys Manual of Determinate Bacteriology. 9th Edition. USA: Williams
and Wilkins.
Pranoto, S. H. (2010). Seleksi bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi serta aplikasinya pada
media budidaya udang vaname ( Litopenaeus vannamei ) Selection of nitrification and
denitrification bacteria with its application in culture medium of Pacific white shrimp (
Litopenaeus . 184–195.
RL, M. (1996). "The nature of nitrogen: an overview". Life support & biosphere science.
nternational journal of earth space, 3 (1–2) 17-24.
Ruly, R. (2011). Penentuan Waktu Retensi Sistem Akuaponik untuk Mereduksi Limbah
Budidaya Ikan Nila Merah Cyprinus sp. Skripsi.Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, 25.
Spotte, S. (1970). Fish and Invertebrate Culture : Water Management in Closed System. New
York: Wiley Intersci.
Sylvia, D. F. (1990). Principles and Application of Soil Microbiology. New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
T.V.R, P. (2004). Aquaculture and The Environment. UK: Second Edition.UK: Blackwell
Publishing.
Widiadmoko, W. (2013). Pemantauan Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia di Perairan
Teluk Hurun. Bandar Lampung: Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung.
Wijaya O, R. S. (April 2014). Pengaruh Padat Tebar Ikan Lele Terhadap Laju Pertumbuhan
dan Survival Rate Pada Sistem Akuaponik. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan,
Vol. 6 No. 1.