PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui waktu petumbuhan
dan kelangsungan hidup pada Artemia yang baik. Dimulai dari mulai netasan
kista hingga dewasa dan mengetahui pada jam keberapa Artemia tumbuh dewasa
serta dapat mengetahui penyebab lamanya pertumbuhan Artemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telur Artemia atau kista berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering
dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh
cangkang yang tebal dan kuat (Cholik dan daulay 1985). Cangkang Artemia
berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras,
sinar ultraviolet dan mempermudah pengapungan (Mudjiman 1989). Cangkang
kista Artemia dibagi dalam dua bagian yaitu korion (bagian luar) dan kutikula
embrionik (bagian dalam). Diantara kedua lapisan tersebut terdapat lapisan
ketiga yang dinamakan selaput kutikuler luar.
Korion dibagi lagi dalam dua bagian yaitu lapisan yang paling luar yang
disebut lapisan peripheral (terdiri dari selaput luar dan selaput kortikal) dan
lapisan alveolar yang berada di bawahnya. Kutikula embrionik dibagi menjadi
dua bagian yaitu lapisan fibriosa dibagian atas dan selaput kutikuler dalam di
bawahnya. Selaput ini merupakan selaput penetasan yang membungkus embrio.
Diameter telur Artemia berkisar 200 – 300 μg, bobot kering berkisar 3.65 μg,
yang terdiri dari 2.9 μg embrio dan 0.75 μg cangkang (Mudjiman 1983).
Kista Artemia yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas
dalam waktu 24 - 36 jam, larva Artemia yang baru menetas disebut nauplii.
Nauplii dalam pertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan bentuk, masing-
masing perubahan merupakan satu tingkatan yang disebut instar (Pitoyo 2004).
Fase larva pertama (Instar I) berukuran 400-500 mikron dan berwarna cokla
oranye yang menandakan bahwa pada fase ini nauplii masih menggunakan yolk
salk sebagai cadangan makanannya (BBAP 1996).
Setelah 8 jam instar I akan berganti kulit dan menjadi Instar II, pada fase
ini nauplii sudah membutuhkan asupan nutrisi dari luar karena sistem
pencernaannya sudah bekerja dengan baik. Partikel makanan yang diambil
berukuran kecil antara 1-40 μ disaring oleh antena ke-2 dan kemudian
dimasukkan kedalam saluran pencernaannya (ingestion). Larva akan terus
berkembang dan berubah bentuk melalui 15 kali ganti kulit (moulting) sampai ke
fase Artemia dewasa (BBAP 1996).
3.2.1 Alat
Tabel 1. Alat yang di butuhkan dalam kegiatan praktikum
No Nama alat Kegunan
1 Galaon bekas Sebagai wadah penetasan
2 Aerasi Suplemen oksigen terlarut
3 Selang kecil Untuk memudahkan pemanenan
4 Mikroskop Media pengamatan ukuran Artemia
5 Gelas ukur Wadah pengambilan sampel
6 Pipet tetes Untuk mengambil Artemia dari gelas ukur
7 Kaca pereparat Untuk meletakkan media saat pengamatan
3.2.2. Bahan
Tabel 2. Bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan praktikum
No. Nama bahan Kegunaan
1 Kista Artemia Sebagai bahan utama untuk penetasan
2 Garam krosok Untuk meningkatkan salinitas pada saat
penetasan
3 Air Bersih Media penetasan
4.1 Hasil
Tabel 3. Hasil pengamatan pertubuhan dan kelangsungan hidup Artemia sp.
Hari Dan Waktu
No Hasil Pengamatan
Tanggal Pengamatan
1 Sebtu, 22
Desember
2018 Awal tebar (17.40)
06.00 WIB
08.00 WIB
Minggu ,23
Desember
2018 10.00 WIB
12.00 WIB
14.00 WIB
16.00 WIB
18.00 WIB
06.00 WIB
Senin, 24
Desember 15.15 WIB
2018
17.25 WIB
4.2 Pembahasan
Daya tetas kista artemia sangat di pengaruhi oleh faktok suhu dan
Salinitas. Beberapa peneliti menyatakan suhu yang baik dalam penetasan kista
artemia berkisar 280C. Sedangkan munurut (gusrina 2008), kista artemia dapat
ditetaskan pada media yang mempunyai salinitas 5-35 ppt, walaupun pada
habitat aslinya dapat hidup pada salinitas yang sangat tinggi. Pemanenan kista
dilakukan setelah 24 jam, pemanenan kista dilakukan dengan mengeluarkan
kista dari botol air mineral melalui lubang selang yang dipasang pada botol
yaitu dengan membuka selang yang ada di bagian bawah tutup botol untuk
membuang kista yang tidak menetas, namun sebelum dibuka, Artemia sp. yang
telah menetas dalam bentuk nauplii dipisahkan terlebih dahulu dalam suatu
wadah agar tidak terbuang. Dalam pemisahan ini, harus diperhatikan agar
cangkang tidak ikut tercampur dengan nauplii. Cara membedakannya yaitu:
yang berada di dasar dan berwarna gelap adalah kista yang gagal menetas dan
harus dibuang, yang mengapung di atas permukaan air adalah cangkang,
sedangkan yang melayang-layang dan berwarna putih adalah nauplii Artemia
sp. yang harus diambil dan dipisahkan dalam wadah lain.
Artemia berkembang biak secara seksual. Artemia menjadi dewasa
setelah berumur 1 0 - 1 4 hari. Mulai umur ini Artemia sudah mulai berenang
bergandengan (riding position), yang jantan mencapit perut yang betina (Maria,
1984). Telur Artemia yang baru dibuka dari kaleng berbentuk bola kempes, jadi
bukan seperti bola bundar, Hal ini disebabkan karena waktu pemrosesan telur
tersebut didehidrasi sehingga kadar air tinggal sekitar 10 %. Telur yang
dimasukkan dalam air dalam waktu satu sampai dua jam telah menyerap air dan
bentuknya menjadi bulat. Sekitar 15 jam kemudian telur mulai menetas, dari
dalam telur keluar bentuk bulat telur yang masih terbungkus dalam selaput tipis,
bentuk ini disebut "umbrella stage".
Wadah dibuat dari bahan gelas atau plastik yang memungkinkan cahaya
masuk. Dengan demikian kista-kista yang terhidrasi dalam kondisi aerob dapat
dirangsang dengan cahaya yang masuk. Rangsangan cahaya dapat dilakukan
selama kurang lebih 5 jam - 10 jam setelah telur direndam, setelah itu tidak
diperlukan cahaya lagi. Jadi sebaiknya penetasan telur mulai dari pagi hari di
saat masih cukup sinar rnatahari. Penyinaran secara langsung harus dihindari
karena sinar matahari mengandung sinar ultra violet yang dapat merusakkan
embryo telur (Maria, 1984).
Namun pada saat peraktikum ini, tidak ada pengadaan pengukuran suhu
dan tidak mengunakan air laut langsung. Sehingga daya tetas pada Artemia tidak
berlangsung cepat. Selain itu, pengaruh dari salinitas sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup Artemia. Pada saat praktikum
juga, cahaya yang masuk tidak ada, dan mengakibatkan terhambatnya dalam
tingkat penetasan.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum ini:
1. Artemia dapat dibudidayakan dengan menggunakan botol yang diisi
dengan air laut atau air tawar yang tambah dengan garam kerosok
kemudian ditebar kista sampai menetas dan dipelihara sampai dewasa.
2. Daya tetas Artemia dipengaruhi oleh suhu dn salinitas air.
5.2 SARAN
Untuk praktikum selanjutnya dipastikan lagi kesiapan semua peralatan
terutama untuk tempat pemeliharaan yang sesuai. Penggunaan wadah yang
kurang teril dan penggunaan garam kerosok pada saat penetasan berpengaruh
terhadap daya tetas dan pertumbuhan Artemia.
DAFTAR PUSTAKA
Cholik, F.; Daulay, T., 1985. Artemia salina(kegunaan, Biologi dan Kulturnya).
INFIS Manual Seri No.12. Direktorat Jendral Perikanan dan
International Development Research Centre.
Gusrina, (2008). Budidaya Ikan Jilid 1, 2 dan 3 untuk SMK. Jakarta : Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional.
Mai Soni, A.F., 2004. Budidaya Artemia terpadu di tambak garam. desa
Surodadi, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Laporan Tahunan
2004. Balai Besar Budidaya Air Payau Jepara (in press).
Mudjiman, A. 1989. Udang Renik Air Asin Artemia salina. Jakarta: Penerbit
Bhatara.
Sorgeloos, P., Dhert,P., Candrevan P., 2001. The use the brine shrimp Artemia in
marine fish larviculture. Aquaculture 200, 147-159.