Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PENGANGKUTAN SPESIES

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Domestikasi Ikan


Tahun Akademik 2018-2019

Disusun oleh :
Kelompok 2

Silmi Rusydagita 230110160036


Mahmud Sa’id 230110160044
Rachmat Mahadika R 230110160062
Ilham Muslim Mursalin 230110160075
Meri Alex Sandra 230110160125
Rizqi Muhamad R. 230110160140
Nadilla okviannas 230110160161
Yaumil Akbar Rachim 230110160172
Ibrahim Abdullah 230110160180

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini berjudul “Pengangkutan spesies”. Makalah ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Domestikasi Ikan.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
bekerja sama mencurahkan pikiran, waktu, dan tenaganya. Untuk itu pada
kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Sebagai sebuah karya, makalah ini akan terus berproses, tentunya dengan masukan,
kritik, dan saran dari berbagai pihak. Demikian makalah ini disusun yang
disesuaikan dengan format yang semestinya..
Semoga dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
khususnya bagi pengembangan pengetahuan di bidang perikanan dan umumnya
bagi semua pihak.

Jatinangor, oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................ i


DAFTAR TABEL .............................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................... iv
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................... 1

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengangkutan.......................................................... 3
2.2 Jenis-Jenis Pengangkutan ......................................................... 3
2.2.1 Metode Media Basah ................................................................ 4
2.2.2 Metode Media Kering ............................................................... 6
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangkutan Ikan ............ 7
2.4 Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Pengangkutan Ikan...... 8
2.5 Prosedur Pengangkutan ............................................................ 11

III STUDI KASUS


3.1 Jurnal 1 .................................................................................... 15
3.2 Jurnal 2 .................................................................................... 18
3.3 Jurnal 3 .................................................................................... 21
IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.1 Kesimpulan .............................................................................. 24
4.1.2 Saran ........................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 25

ii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Bahan Anesi serta Dosis yang Diperlukan ................................ 10

iii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Pengangkutan Ikan Sistem Terbuka ............................................... 4


2. Pengangkutan Ikan Sistem Tertutup .............................................. 5
3. Ilustrasi Penyusunan Transportasi Ikan Media Kering ................. 13

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara dengan jumlah laut hingga ¾ dari luas
wilayahnya. Potensi perikanan yang ada di Indonesia sangatlah besar sekali. Akan
tetapi, karena jumlah lautnya sangat luas, Negara Indoensia memiliki beberapa
kendala dalam memasarkan produk perikanannya terlebih lagi untuk produk
perikanan yang hidup.
Penanganan ikan hidup adalah mempertahankan kelangsungan hidup ikan
semaksimal mungkin sampai ikan tersebut diterima oleh konsumen. Terdapat
beberapa tahap penanganan untuk mencapai maksud tersebut yaitu penanganan
ikan sebelum diangkut, selama pengangkutan dan setelah pengangkutan.
Transportasi produk perikanan khususnya ikan hidup terdapat beberapa
macam sistem, yaitu pengangkutan ikan dengan system basah dimana
pengangkutan menggunakan media air. Sedangkan yang lain adalah pengankutan
ikan dengan system kering. Pengangkutan ikan dengan system ini tidak lagi
menggunakan media air, melainkan ikan dipingsankan.
Pengangkutan ikan hidup dengan media air sendiri dibagi menjadi dua jenis.
Jenis tersbut yaitu dengan system terbuka dan dengan system tertutup. Pada jenis
pertama yaitu tentang pengangkutan ikan dengan system terbuka, digunakan untuk
transportasi ikan dengan jarak yang dekat, apabila system terbuka digunaka untuk
pengangkutan jarak jauh, diperlukan instalasi oksigen. Pada system ini air langsung
bersentuhan dengan udara. Sedangkan untuk system tertutup air tidak bersentuhan
dengan udara serta dapat digunakan untuk pengangkutan ikan dengan jarak jauh
dan jarak dekat.

1
2

1.2 Tujuan
Adapun Tujuan dari pembuatan makalah ini:
1. Memberikan Informasi Mengenai Sistem Pengangkutan Ikan
2. Memberikan informasi mengenai Mekanisme Pengankutan Ikan
3. Memberikan informasi mengenai keuntungan dan kendala pengangkutan
ikan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengangkutan


Pengangkutan ikan pada dasarnya adalah usaha menempatkan ikan pada
lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan asalnya disertai dengan
perubahan-perubahan sifat lingkungan yang relatif mendadak akan sangat
mengancam kehidupan ikan. Keberhasilan mengurangi pengaruh perubahan
lingkungan yang mendadak ini akan memberi kemungkinan untuk mengurangi
tingkat kematian, yang berarti tercapainya tujuan pengangkutan (Huet, 1971).
Pada dasarnya, ada dua metode pengangkutan ikan hidup. Pertama, adalah
pengangkutan dengan menggunakan air sebagai media (sistem basah) dan kedua,
adalah pengangkutan tanpa menggunakan media air (sistem kering). Pengangkutan
sistem basah terdiri dari dua cara yaitu terbuka dan tertutup. Pada pengangkutan
jarak jauh dan lama (lebih dari 24 jam) biasanya digunakan pengangkutan sistem
tertutup. Metode yang paling sederhana pada sistem tertutup ini adalah dengan
menggunakan kantong plastik yang diisi air dan oksigen murni, dengan
perbandingan antara air dan oksigen adalah 1:2, lalu diikat rapat (Jhingran dan
Pullin, 1985).
2.2 Jenis-Jenis Pengangkutan
Pengangkutan ikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk
menempatkan ikan dalam lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan
asalnya, dimana lingkungan baru tersebut dikondisikan sama seperti lingkungan
asalnya sehingga dapat mengurangi tingkat kematian. Berdasarkan ukuran ikan
yang diangkut, pengangkutan ikan hidup dibedakan atas pengangkutan ukuran
benih dan ukuran konsumsi, ikan yang diangkut dalam keadaan hidup lebih banyak
didominasi oleh jenis ikan darat atau ikan air tawar daripada ikan laut dan payau.
Jenis ikan darat yang umumnya diangkut dalam keadaan hidup antara lain ikan mas,
gurami, mujair, dan lele. Sementara untuk jenis ikan laut dan payau diangkut dalam
keadaan hidup adalah ikan bandeng, udang, lobster, rajungan, dan kepiting.

3
4

2.2.1 Metode Media Basah


Sistem transportasi menggunakan media basah adalah dengan
menggunakan air sebagai media selama pengangkutan. Media basah ini sendiri
terbagi menjadi dua, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup.
Pengangkutan ikan hidup dalam air menurut Berka (1986) biasanya
dilakukan dalam dua sistem:
a. Transportasi Sistem Terbuka
Pada sistem terbuka ini gambar 1, air dalam wadah dapat berhubungan
langsung dengan udara luar, sistem ini banyak dilakukan untuk pengangkutan jarak
yang relatif dekat. Wadah dapat berupa plastik atau logam, untuk jarak yang agak
jauh dilakukan aerasi. Berat ikan yang aman diangkut dalam sistem ini tergantung
dari efisiensi sistem aerasi, lama waktu pengangkutan, suhu air, ukuran, serta jenis
spesies ikan. Transportasi ikan hidup sistem terbuka menurut (Purwaningsih 1998)
mengatakan bahwa selama pengangkutan ikan, air dapat berhubungan langsung
dengan udara luar

Gambar 1. Pengangkutan Ikan Sistem Terbuka


(Sumber: feed.com)

a. Transportasi Sistem Tertutup


Sistem ini mempunyai tingkat efisiensi yang relatif tinggi pada jarak dan
waktu terutama dalam penggunaan tempat. Wadah dapat menggunakan kantong
plastik atau kemasan lain yang tertutup rapat. Media yang digunakan pada
pengangkutan ikan hidup dapat dibedakan atas pengangkutan ikan hidup dengan
menggunakan media air antara lain proses sistem terbuka dan sistem tertutup dan
pengangkutan ikan hidup dengan media bukan air antara lain wadah dan media
5

kemasan. Menurut Junianto (2003), transportasi ikan hidup dengan sistem tertutup
gambar 2 merupakan cara pengangkutan ikan yang paling umum dilakukan. Pada
sistem tertutup ini, air sebagai media pengangkutan tidak berhubungan langsung
dengan udara terbuka dan sumber oksigen dipasok dalam jumlah tertentu.
Sebelum diangkut ikan sudah dikondisi dengan baik agar ikan tidak stress,
laju metabolismenya lambat dan konsumsi oksigennya rendah. Laju metabolisme
yang lambat akan mengurangi ekskresi ikan berupa amoniak dan karbondioksida
serta konsumsinya terhadap oksigen. Konsumsi oksigen juga dapat ditekan dengan
peningkatan umur dan ukuran berat tubuh ikan. Penurunan suhu air dan
pemberokan (dipusakan) ikan dilakukan sebelum diangkut. Pemuasaan membuat
metabolisme ikan turun sehingga ikan menjadi kurang aktif dan juga buangannya
berkurang. Benih ikan yang akan diangkut dipuasakan selama 24 jam dalam
penampungan.

Gambar 2. Pengangkutan Ikan Sistem Tertutup


(Sumber: www.fao.org)

Pengangkutan ikan diawali dengan mengisikan air ke dalam kantong plastik


sebanyak sepertiga kurang dari tinggi plastik. Ikan dimasukkan ke dalam kantong
sesuai berat/jumlah sudah ditetapkan. Kemudian kantong diisi dengan oksigen
dengan cara memasukkan selang plastik dari tangki oksigen. Sebelum dihembuskan
oksigen terlebih dahulu mengempeskan kantong plastik sampai tinggal air dan ikan.
Kemudian oksigen dapat dihembuskan ke dalam kantong plastik secara perlahan
sehingga volumenya berbanding 3 dan 1 (oksigen : air dan ikan). Setelah penuh
ujung plastik diikat dengan tali karet atau sejenisnya. Ikatan diusahakan kuat dan
tidak bocor. Kemudian kantong plastik dimasukkan ke dalam kotak styrofoam
6

2.2.2 Metode Media Kering

Pada transportasi sistem kering, media angkut yang digunakan adalah


bukan air, Oleh karena itu ikan harus dikondisikan dalam keadaan aktivitas biologis
rendah sehingga konsumsi energi dan oksigen juga rendah. Makin rendah
metabolisme ikan, terutama jika mencapai basal, makin rendah pula aktivitas dan
konsumsi oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan untuk diangkut diluar
habitatnya makin besar .
Penggunaan transportasi sistem kering merupakan cara yang efektif
meskipun resiko mortalitasnya cukup besar. Untuk menurunkan aktivitas biologis
ikan (pemingsanan ikan) dapat dilakukan dengan menggunakan suhu rendah,
menggunakan bahan metabolik atau anestesi, dan arus listrik.
Pada kemasan tanpa air, suhu diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan
metabolisme ikan berada dalam taraf metabolisme basal, karena pada taraf tersebut,
oksigen yang dikonsumsi ikan sangat sedikit sekedar untuk mempertahankan hidup
saja. Secara anatomi, pada saat ikan dalam keadaan tanpa air, tutup insangnya masih
mengandung air sehingga melalui lapisan inilah oksigen masih diserap.
Transportasi ikan dengan media kering juga menggunakan prinsip hibernasi.
Hibernasi adalah suatu usaha untuk menekan metabolisme suatu organisme
sehingga dalam kondisi lingkungan yang minimum organisme tersebut
dapat bertahan hidup (Tobing 1996).
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangkutan Ikan
Adapun faktor yang mempengaruhi dalam proses pengangkutan ikan yaitu
sebagai berikut;
a) Cara Panen
Ketika akan memanen ikan harus dilakukan dengan hati-hati, sehingga tidak
menurunkan mutu ikan. Alat tangkap atau alat panen yang dapat melukai
ikan maka akan menurunkan nilai ekonomis ikan. Ikan yang ditangkap
dengan menggunakan bubu tingkat stres ikan lebih kecil. Ketika ikan
terluka maka akan membuat ikan stres untuk pengangkutan ikan hidup.
Sedangkan pengangkutan ikan segar mutu kesegaran ikan akan cepat
7

menurun jika terdapat luka atau memar pada tubuh ikan. Panen ikan
sebaiknya dilakukan pada pagi hari agar mngurangi tingkat stres ikan.
b) Jarak Tempuh Pengangkutan
Jarak tempuh dan lama perjalanan akan mempengaruhi:
Cara pengepakan ikan.
Jumlah es batu yang digunakan.
Jenis pengangkutan ikan (terbuka atau tertutup)
c) Faktor lingkungan
 Suhu lingkungan, peningkatan temperatur akan meningkatkan
aktivitas tubuh ikan sehingga akan mengeluarkan banyak energi dan
tingkat setres ikan. Peningkatan suhu akan menningkatkan kerja
enzim. Dan mempercepat proses pembusukan ikan segar
 Sanitasi, lingkungan hidup ikan akan mempengaruhi aroma ikan
yang akan mempengaruhi nilai ekonomis ikan. Misalnya: bau
lumpur pada ikan bandeng. Dapat dihilangkan dengan memelihara
ikan terlebih dahulu pada bak dengan air mengalir selama beberapa
hari. Pada ikan segar, ikan yang ditangkap dan diperoleh pada
lingkungan yang tercemar akan mengalami penurunan kesegaran
lebih cepat karena sjumlah mikroba lebih banyak. Masa
penyimpanan ikan juga akan lebih cepat. Ikan yang telah disiangi
memiliki waktusimpan yang lebih lama
d) Faktor biologi
 Jenis ikan, jenis ikan palegis( hidup dipermukaan) aktivitasnya lebih
banyak sehingga ketika ikan diangkut dalam keadaan mati atau segar
akan lebih cepat mengalami penurunan kualitas dibanding ikan
demersal. Ikan dengan kandungan lemak tinggi juga akan cepat
mengalami penurunan mutu Pada transportasi ikan hidup ikan yang
memiliki alat pernafasan tambahan akan lebih tahan terhadap setres
karena tahan terhadap penurunan oksigen.
 Ukuran ikan, pada transfortasi ikan hidup, ikan berukuran kecil lebih
rentan terhadap setres (kecuali setadia D0 - D10 Ikan kecil lebih
8

banyak membutuhkan oksigen pada saat melakukan pengangkutan


karena aktivitas lebihbanyak dibandingkan ikan berukuran besar
Untuk ikan segar, ikan yang beru `kuran lebih besar mampu
mempertahankan kesegaran lebih lama dibandingkan ikan
berukuran kecil karena dalam bobot yang sama ikan bisa memiliki
luas permukaan lebih kecil dibandingkan ikan-ikan kecil sehingga
kontak antara ikan lebih kecil.
e) Waktu pulih, dapat diartikan sebagai berapa lamanya waktu yang
dibutuhkan setelah dilakukan pembiusan sampai ikan dalam keadaan pulih
atau normal kembali. Kondisi ikan yang pulih yaitu ikan yang telah
sadar, aktif, bergerak lincah dan normal kembali seperti semula. Hal yang
mempengaruhi waktu pemulihan adalah kondisi fisik ikan yang sebelum
dibius dalam keadaan sehat. Sesampainya ikan di lokasi tujuan ikan
dimasukkan ke dalam air baru dengan suhu normal dan aerasi yang kuat
sehingga ikan akan sadar kembali
2.4 Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Pengangkutan Ikan
Alat dan bahan yang digunakan dalam transportasi ikan berbeda-beda
tergantung dari sistem pengangkutan yang digunakan. Berikut adalah alat dan
bahan yang digunakan pada proses pengangkutan/transportasi ikan.
 Tabung Oksigen
Tabung oksigen digunakan pada transportasi system tertutup untuk mengisi
oksigen murni pada wadah pengangkutan (biasanya menggunakan plastic
PE).
 Drum dan tangki
Drum dan tangka digunakan pada jenis pengangkutan terbuka, yang dimana
pengudaraan dihembuskan melalui agitasi permukaan, gelembung-
gelembung udara lewat pipa udara pada dasar atau dan pemompaan air
keluar dan kembali ke bawah.
 Styrofoam
Styrofoam digunakan untuk pengemasan ikan/udang yang dibantu dengan
penggunaan es di dasar kemasan tidak mampu mempertahankan suhu
9

kemasan selama penyimpanan pada suhu kamar. Suhu akan terus


mengalami peningkatan yang dapat mempengaruhi kelulusan hidup
ikan/udang (Herodian 2004).
 Air
Air digunakan sebagai media pada system trasportasi basah yang dimana
biasanya diisi pada plastic PE sebanyak 1/3 bagian, karena 2/3 bagian
lainnya diisi oleh oksigen yang akan menjadi stok konsumsi bagi ikan
selama proses pengangkutan.
 Es batu
Penggunaan suhu dingin merupakan cara yang paling efektif, ekonomis dan
aman dalam mempersiapkan transportasi ikan hidup sistem kering (Wibowo
et al. 1998 diacu dalam Suryaningrum et al. 2005). Es batu sering digunakan
sebagai bahan pembius karena harganya relatif murah, mudah didapat, aman
dan tidak mengandung bahan kimia yang dapat membahayakan bagi
manusia (Nitibaskara et al. 2006). Tujuan diturunkannya suhu air tersebut
adalah untuk memperlambat laju metabolism ikan sehingga ikan tidak
mudah stress dan tidak mengeluarkan banyak feses yang dapat
mempengaruhi kualitas air pada wadah pengangkutan. Selain itu juga
dengan diberikannya suhu rendah maka akan memperkecil konsumsi
oksigen pada ikan sehingga waktu pengangkutan ikan bias bertahan lebih
lama. Metode pemberian suhu rendah merupakan salah satu cara pembiusan
pada ikan, yang dimana ikan dimasukkan ke dalam media air dengan suhu
yang rendah (hingga 10o-15oC) secara bertahap.
 Plastik PE (Polyethylene)
Kantong plastic PE yang digunakan yaitu dengan ketebalan 0,06 mm - 0,10
mm ukuran 60 cm x 40 cm atau ukuran 50 cm x 85 cm menurut Badan
Standar Nasional.
 Serbuk Gergaji
Serbuk gergaji sebagai media pengisi pada transportasi system kering yang
fungsinya untuk mencegah terjadinya pergeseran udang/lobster dalam
kemasan. Jenis media pengisi yang biasa digunakan dalam transportasi
10

udang hidup tanpa media air adalah sekam padi, serbuk gergaji, rumput laut
berupa Gracilaria sp. dan spon (Prasetiyo 1993 dan Ning 2009).
 Bahan anestasi
Anestasi merupakan suatu bahan yang digunakan untuk pemingsanan ikan
dengan prinsip pelemahan system kerja syaraf yang mengakibatkan
perlambatan laju respirasi. Bahan-bahan anestetik akan mengganggu
keseimbangan ionic dalam otak ikan. Hal ini terjadi karena penurunan
konsentrasi kation K+ dan peningkatan kation Na+, Fe3+, dan Ca2+.
Kemudian gangguan ini akan mempengaruhi kerja syaraf motorik dan
pernapasan, sehingga menyebabkan kematian rasa atau pingsan (Yanto
2009). Berikut adalah bahan-bahan anesti yang dapat digunakan untuk
pembiusan ikan pada tabel 1.

Tabel 1. Bahan Anesi serta Dosis yang Diperlukan


No Bahan Dosis
1 MS-222 0,05 mg / l
2 Novacaine 50 mg / kg berat ikan
3 Natrium Barbitas 50 mg / kg berat ikan
4 Natrium ammobarbital 85 mg / kg berat ikan
5 Methyl paraphynol (dormisol) 30 mg / l
6 Amil alkohol tersier 30 mg / l
7 Hidrasi paduan suara 3-3.5 g lt
8 Uretana 100 mg / l
9 Hydroksi quinaldine 1 mg / l
10 Tiourasil 10 mg / l
11 Quinaldine 0,025 mg / l
12 2-Thenoxy ethanol 30 - 40 ml / 100 lt
13 Sodium ammital 52 - 172 mg / l
11

2.5 Prosedur Pengangkutan


Transportasi ikan hidup dibagi menjadi dua yaitu transportasi sistem kering
tanpa menggunakan air dan transportasi sistem basah menggunakan air.
Transportasi sistem kering tidak menggunakan media air sehingga lebih mudah
dilakukan namun memiliki resiko kematian yang tinggi jika diangkut dalam waktu
yang lama, sedangkan penggunaan sistem basah biasanya dilakukan untuk
menjamin semua aktivitas seperti metabolisme dan respirasi tetap berjalan normal
dalam transportasi jarak jauh. Dari segi efisiensi pengangkutan, sistem basah
memiliki kelemahan yaitu air yang digunakan sebagai media memberikan
tambahan beban selama transportasi serta kualitas air juga harus terjaga. Oleh
karena itu, perlu adanya inovasi baru dalam teknologi sistem pengangkutan ikan
hidup seperti pengangkutan sistem semi basah dengan menggunakan air media
yang lebih sedikit. Sistem semi basah memiliki kelebihan yaitu berat wadah lebih
ringan karena air yang digunakan lebih sedikit, distribusi oksigen lebih banyak
karena permukaan badan air yang lebih luas sebagai tempat untuk difusi oksigen
dari udara, serta beban air untuk mendukung kehidupan ikan lebih rendah karena
laju metabolism ikan rendah karena dalam keadaan terbius (Nani, et al. 2015).
Menurut Pratisari (2010) sistem transportasi ikan dengan cara kering terdiri
dari beberapa tahap yaitu :
1) Pengukuran kualitas air
Kualitas air yang digunakan dalam percobaan ini perlu diketahui dengan
melakukan pengukuran suhu, kadar oksigen terlarut (DO), CO2, pH, amoniak dan
alkalinitas terhadap air kolam tempat ikan hidup, air laboratorium yang belum
diendapkan serta air laboratorium yang telah diendapkan selama 2 hari.Tujuan
pengukuran kualitas air yaitu untuk memastikan bahwa kualitas air tersebut dalam
kondisi yang layak untuk kelangsungan hidup ikan sehingga tidak mempengaruhi
pada saat ikan dipelihara dan diadaptasikan serta diberi perlakuan dalam proses
pembiusan maupun pembugaran.
2) Persiapan bahan pengisi
Bahan pengisi yang digunakan biasanya serbuk gergaji, serbuk kayu, daun
pisang dan gedebong pisang. Bahan pengsi dalam penelitian yang dilakukan oleh
12

pratisari (2010) ini adalah serbuk gergaji. Serbuk gergaji sebelum digunakan dicuci
dengan air tawar kemudian dijemur. Proses pencucian dan penjemuran ini
dilakukan sebanyak tiga kali. Serbuk gergaji kering kemudian direndam dengan air
tawar di dalam ember yang kemudian ditambahkan sejumlah es batu dan diaduk
sampai suhu serbuk gergaji sesuai dengan suhu pembiusan ikan.
3) Persiapan subjek transportasi
Subjek ikan yang akan di transportasikan dipilih dalam kondisi yang sehat
dan tidak cacat, gerakannya aktif dan responsif terhadap rangsangan. Ikan yang
baru dibeli dalam keadaan hidup dari kolam dipindahkan pada akuarium yang diberi
aerasi untuk dilakukan adaptasi (2x24 jam) kemudian dipuasakan(24 jam). Pada
saat ikan baru dipindahkan pada akuarium, ikan tidak diberi pakan terlebih dahulu,
karena ikan berada dalam lingkungan yang baru sehingga perlu penyesuaian diri
terhadap lingkungannya tersebut.

4) Persiapan Media Kemasan


Media kemasan yang digunakan yaitu styrofoam, bisa juga menggunakan
crate kayu serta drum tetapi disarankan styrofoam supaya dapat mengurangi
guncangan. Persiapan media kemasan dilakukan pada pelaksanaan percobaan.
Kemasan dipersiapkan bersamaan dengan berlangsungnya proses pembiusan
dengan penurunan suhu rendah terhadap ikan nila. Pada saat pembiusan ikan nila
telah dilakukan, pengemas sudah disiapkan sesuai dengan teknik pengemasan
sistem kering. Serbuk gergaji yang sudah siap digunakan dimasukkan ke dalam
styrofoam yang pada bagian dasarnya diberi butiran es batu sebanyak kurang lebih
500 gram yang dibungkus dalam kantong plastik agar serbuk gergaji tetap dingin
selama penyimpanan ikan (Subasinghe 1997).
5) Penyusunan Ikan
Penyusunan ikan nila di dalam kemasan secara berurutan dengan melapisi
bagian dasar dengan es batu sebanyak 500 gram yang dibungkus plastik yang di
atasnya dilapisi kertas koran dan serbuk gergaji dengan ketebalan 3 cm kemudian
ikan dibungkus dengan kertas koran diletakkan dengan posisi miring di atasnya
kemudian ditaburi kembali dengan serbuk gergaji sampai tertutup semua.
13

Penyusunan ikan dalam kemasan dapat dilihat secara sederhana pada Gambar 3
berikut.

Serbuk Gergaji

Ikan

Serbuk Gergaji

Kertas Koran

Es batu yang dibungkus plastik

Gambar 3. Ilustrasi Penyusunan Transportasi Ikan Media Kering


Adapun Sistem transportasi ikan dengan cara basah Menurut Berka (1986) terdiri
dari beberapa tahap yaitu
1) Pengukuran kualitas air
Kualitas air yang digunakan dalam percobaan ini perlu diketahui dengan
melakukan pengukuran suhu, kadar oksigen terlarut (DO), CO2, pH, amoniak dan
alkalinitas terhadap air kolam tempat ikan hidup, air laboratorium yang belum
diendapkan serta air laboratorium yang telah diendapkan selama 2 hari.Tujuan
pengukuran kualitas air yaitu untuk memastikan bahwa kualitas air tersebut dalam
kondisi yang layak untuk kelangsungan hidup ikan sehingga tidak mempengaruhi
pada saat ikan dipelihara dan diadaptasikan serta diberi perlakuan dalam proses
pembiusan maupun pembugaran.
2) Persiapan Media air
Media air harus dipersiapkan terlebih dahulu supaya ikan tetap terjaga
kualitasnya/nyawanya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kualitas media
air yaitu konsumsi oksigen, Jumlah O2 yang dikonsumsi ikan selalu tergantung pada
jumlah oksigen yang tersedia. Jika kandungan O2 meningkatikan akan
mengkonsumsi O2 pada kondisi stabil dan ketika kadar O2 menurun konsumsi O 2
oleh ikan lebih rendah dibandingkan konsumsi pada kondisi kadar O 2 yang tinggi.
Kedua yaitu suhu, Suhu optimum untuk transportasi ikan adalah 6 – 8 0C untuk ikan
yang hidup di daerah dingin dan suhu 15 – 20 0 untuk ikan di daerah tropis. Ketiga
14

Nilai pH air merupakan faktor kontrol yang bersifat teknik akibat kandungan CO 2
dan amoniak. CO2 sebagai hasil respirasi ikan akan mengubah pH air menjadi asam
selama transportasi. Nilai pH optimum selama transportasi ikan hidup adalah 7
sampai 8. Terakhir yaitu anastesi, anastesi digunakan untuk mengurangi aktivitas
dari ikan tersebut sehingga ikan tidak buang air dan menghasilkan ammonia yang
cukup berbahaya bagi ikan, ada beberapa anatesi yang biasa digunakan seperti daun
cengkeh, minyak cengkeh, gedebong pisang, teourasil dll.
3) Persiapan subjek transportasi
Subjek ikan yang akan di transportasikan dipilih dalam kondisi yang sehat
dan tidak cacat, gerakannya aktif dan responsif terhadap rangsangan. Ikan yang
baru dibeli dalam keadaan hidup dari kolam dipindahkan pada akuarium yang diberi
aerasi untuk dilakukan adaptasi (2x24 jam) kemudian dipuasakan(24 jam). Pada
saat ikan baru dipindahkan pada akuarium, ikan tidak diberi pakan terlebih dahulu,
karena ikan berada dalam lingkungan yang baru sehingga perlu penyesuaian diri
terhadap lingkungannya tersebut setelah itu dimasukkan ke dalam plastik atau drum
dan diberi anastesi.
4) Persiapan Media Kemasan
Media kemasan yang digunakan yaitu plastik kuat serta drum dan styrofoam,
penyusunan media kemasan yaitu air dan ikan dimasukkan kedalam plastik lalu
dimasukkan ke dalam styrofoam atau drum.
5) Kepadatan Ikan
Perbandingan antara volume ikan dan volume air selama transportasi tidak
boleh lebih dari 1 : 3 . Ikan-ikan lebih besar, seperti induk ikan dapat ditrasportasi
dengan perbandingan ikan dan air sebesar 1 : 2 sampai 1 : 3 , tetapi untuk ikan-ikan
kecil perbandingan ini menurun sampai 1 : 100 atau 1 : 200. Kesegaran ikan juga
dipengaruhi oleh kondisi apakah ikan dalam keadaan meronta-ronta dan letih
selama transportasi. Ketika ikan berada dalam wadah selama transportasi, ikan-ikan
selalu berusaha melakukan aktivitas. Selama aktivitas otot berjalan, suplai darah
dan oksigen tidak memenuhi, sehingga perlu disediakan oksigen yang cukup sbagai
alternatif pengganti energi yang digunakan.
15

BAB III
STUDI KASUS

3.1 Studi Kasus 1


Judul Studi Sifat Fisiologi Ikan Gurami (Osphronemus gourami) pada
Suhu Rendah untuk Pengembangan Teknologi Transportasi
Ikan Hidup

Jurnal Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Volume dan Vol. 1. No. 1


halaman

Tahun 2006

Penulis Syamdidi, Diah Ikasari dan Singgih Wibowo

Tujuan Mempelajari sifat fisiologis ikan gurami yang hasilnya


penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dasar untuk
transportasi hidup ikan

Metode Ikan gurami sebanyak 5 ekor dibugarkan dan


penelitian dipuasakan dalam bak penampungan pada suhu lingkungan
(29±0,2oC) kemudian ditimbang lalu dimasukkan ke dalam
respirometer yang telah diisi air sampai penuh, kemudian
pompa sirkulator dan aerator dioperasikan. Suhu air diturunkan
secara bertahap dengan mengalirkan air dingin (0–1oC) ke
dalam respirometer. Kecepatan penurunan suhu diatur sebesar
5oC/jam (Berka, 1986; Wibowo et al., 1994; 2002).

Pengamatan dilakukan setiap 30 menit terhadap


aktivitas dan metabolisme ikan gurami. Setelah penurunan suhu
selama 30 menit, aerator dan pompa sirkulator dimatikan,
gelembung udara yang menempel di dinding respirometer
dibersihkan kemudian respirometer ditutup rapat sehingga tidak

15
16

terjadi kontak antara udara dengan air. Kondisi ini


dipertahankan selama 10 menit dan selama itu dilakukan
pengamatan oksigen terlarut setiap 5 menit (menit ke 0, 5, dan
10), serta pengukuran kandungan metabolit (NH3 dan NO2)
pada menit ke-0 dan ke-10.

Sampel air untuk pengukuran kandungan metabolit


dikeluarkan melalui outlet respirometer. Setelah selesai
pengamatan, respirometer dibuka, sirkulator dan aerator
dihidupkan kembali dan penurunan suhu dilanjutkan. Perlakuan
ini dilakukan secara berulang dengan prosedur yang sama
sampai aktivitas ikan gurami melemah hingga akhirnya tidak
menunjukkan tanda-tanda kehidupan lagi. Percobaan tersebut
dilakukan dengan dua kali ulangan. Aktivitas ikan diamati
selama proses penurunan suhu yang meliputi gerakan ikan di
dalam air, respon terhadap rangsangan dari luar dan respon
terhadap sentuhan (yang diberikan menggunakan batang bambu
kecil diameter 0,25 cm yang dibungkus dengan selang plastik)
(Wibowo et al., 1994; 2002). Metabolisme ikan diamati
berdasarkan laju respirasi (konsumsi oksigen) dan produksi
metabolit (NH3 dan NO2). Respirasi ikan dihitung dari selisih
kandungan oksigen terlarut (mg) pada saat aerasi dihentikan
(menit ke-0) dan setelah 10 menit (menit ke-10) dibagi dengan
bobot ikan (Kg) kemudian dikonversikan ke dalam satuan jam.
Total produksi metabolit (NH3 dan NO2) dihitung berdasarkan
selisih kandungan metabolit pada awal (menit ke-0) dan akhir
pengamatan (menit ke-10) yang terdapat dalam 48 L air di
dalam respirometer, dibagi bobot ikan (Kg) kemudian
dikonversikan ke dalam satuan jam.

Hasil Respirasi dan metabolit ikan gurami cenderung menurun


Penelitian seiring dengan makin rendahnya suhu, terutama setelah suhu

16
17

mencapai 23,6oC. Pada awal penurunan suhu terjadi sedikit


peningkatan respirasi (dari 168,0 menjadi 177,6 mg O2/kg
ikan/jam) kemudian turun dan mencapai titik terendah (1,6 mg
O2/kg ikan/jam) pada suhu 13,6oC. Pola produksi metabolit
serupa dengan pola laju respirasi, yaitu meningkat di awal
penurunan suhu (NH3 dari 5,76 menjadi 11,52 mg NH3/kg
ikan/jam, dan NO2 dari 0,16 menjadi 0,66 mg NO2/kg ikan/jam)
kemudian turun seiring dengan penurunan suhu (1,64 mg
NH3/kg ikan/jam dan 0,16 mg NO2/kg ikan/jam pada suhu
13,6oC

Kelebihan Jurnal memaparkan hasil pengujian dengan jelas dan mudah


dipahami digambarkan secara detail fase-fase ikan ketika
mendapat perlakuan dalam bentuk tabel dan dilengkapi pula
dengan beberapa grafik yang memperjelas kondisi metabolit
dan pengaruhnya terhadap ikan sehingga dapat diketahui bahwa
suhu yang berpeluang digunakan untuk transportasi ikan
gurami ialah berkisar antara 16-23oC.

Kelemahan Transportasi ikan gurami dengan sistem basah pada ikan


gurami memiliki kendala apabila tidak diberi ruang untuk ikan
mengambil oksigen dari permukaan air maka ikan tidak dapat
melakukan sirkulasi atau pergantian udara di atas permukaan
air dan tidak memberikan peluang bagi ikan untuk
mendapatkan akses ke permukaan air. Ikan gurami memiliki
kebiasaan untuk mengambil oksigen dari udara sehingga
apabila menggunakan sistem basah maka perlu untuk
memberikan celah untuk gurami mengambil oksigen dari udara.

17
18

3.2 Studi Kasus 2

Judul PENGARUH KEPADATAN BERBEDA TERHADAP


KELULUSHIDUPAN IKAN BETUTU (Oxyeleotris
marmorata Blkr.) PADA PENGANGKURAN SISTEM
TERTUTUP
jurnal Saintek perikanan
Volume dan Vol. 7. No 1
halaman
tahun 2011
penulis Ending arini, tita elfitasar, siwi hadi purnanto
Tujuan Mengetahui pengaruh kepadatan berbeda terhadap
penelitian kelulushidupan ikan betutu ukuran 100g/ekor pada
pengangkutan sistem tertutup selama 10 jam, dan mengetahui
kepadatan terbaik
Metode Pelaksanaan Penelitian:
penelitian
1. Mengendapkan media uji yang berasal dari sumber air
selama 24 jam kemudian memindahkannya ke bak tandon
yang telah disediakan dan diaerasi selama 24 jam untuk
meningkatkan kandungan oksigen terlarut.
2. Memilih dan memasukkan ikan betutu ke dalam bak tandon
untuk kemudian dipuasakan selama 24 jam.
3. Melakukan pengukuran kualitas air awal (DO, suhu, PH,
CO2) yang akan digunakan untuk pengangkutan serta
mengambil sampel ikan yang akan diangkut untuk diukur
tingkat energinya dengan metode bomb calorimetry.
4. Mengisi kantong plastik dengan air yang sudah disiapkan
sebanyak 1 L. Kantong plastik dirangkap untuk
menghidari kebocoran dan kemudian memasukan ikan
betutu yang sudah dipuasakan dengan kepadatan 6, 8, 10,
dan 12 ekor/L air.
5. Mengeluarkan udara dalam kantong plastic kemudian
mengalirkan oksigen murni ke dalam kantong plastik
dengan perbandingan volume air dengan oksigen dalam
setiap kantong plastic adalah 1:2. Kantong plastik
kemudain dimasukkan kedalam stereofoam.

18
19

6. Memasukkan es batu sebanyak 15% berat air ke dalam


ruang diantara kantong plastik dalam stereofoam.
7. Ikan betutu yang telah siap diangkut diatur dalam kendaraan
dan kemudian diangkut dengan mobil selama 10 jam
perjalanan.
Penanganan setelah pengangkutan meliputi:
1. Mengukur kualitas air yang telah digunakan untuk
pengangkutan meliputi DO, karbondioksida bebas,
amoniak anion, pH dan temperatur.
2. Melakukan aklimatisasi dengan cara mengeluarkan kantong
plastik satu persatu, lalu dipindahkan ke dalam ember
berisi air dan kantong plastic diapungkan selama 15-30
menit agar suhu air dalam plastik dan suhu air dalam ember
sama.
3. Kemudian kantong plastik dibuka ikatannya, air dicampur
secara perlahan dan ikan dilepas dengan hati-hati agar ikan
bisa menerima perubahan kualitas air yang baru
4. Menghitung jumlah ikan yang masih hidup tiap-tiap
kantong plastik sebagai data kelulushidupan ikan.
5. Mengambil sampel ikan tiap perlakuan untuk diukur tingkat
energinya dengan metode bomb calorimetry.
Hasil bertambahnya kepadatan, kelulushidupan ikan semakin
penelitian menurun. Perlakuan A merupakan perlakuan dengan
kelulushidupan tertinggi yaitu 100%, dilanjutkan perlakuan B
dengan kelulushidupan 95,83%, perlakuan C dengan
kelulushidupan 93,33% dan perlakuan D dengan
kelulushidupan 80,55%.
kelebihan perbedaan kepadatan dalam penelitian pengangkutan ini
berpengaruh sangat nyata terhadap kelulushidupan ikan
betutu. Hasil analisa ragam data kelulushidupan ikan betutu
setelah diangkut dengan sistem tertutup selama 10 jam
menunjukkan bahwa kepadatan berbeda memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap kelulushidupan ikan
betutu. Hal ini diduga karena dengan bertambahnya
kepadatan, ruang gerak untuk masing-masing ikan menjadi
semakin berkurang sehingga terjadi gesekan dan benturan
antar ikan. Kondisi tersebut terlihat pada ikan setelah
pengangkutan banyak mengeluarkan lendir, sisik ada yang

19
20

terkelupas dan kulit memerah. Selanjutnya, kondisi tersebut


mengakibatkan ikan menjadi mudah stres, menghabiskan
banyak energi dan akhirnya mati.
kelemahan Rendahnya kelulushidupan ikan betutu pada perlakuan
D(kepadatan yang tertinggi) diduga karena laju metabolisme
ikan yang tinggi, hal ini terlihat dari produk metabolisme
berupa karbondioksida bebas yang tinggi.
peningkatan laju metabolisme akan menyebabkan semakin
memperbanyak produk buangan metabolism ikan seperti NH3
dan karbondioksida bebas. Produk buangan metabolisme
tersebut dalam konsentrasi tinggi merupakan racun bagi ikan
yang dapat menyebabkan ikan stres dan pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian ikan. Menurut Supomo (1978)
kandungan karbondioksida bebas lebih dari 12 mg/L dapat
menyebabkan stress pada ikan. Hal ini juga didukung
pendapatnya Hart dan O'Sullivan (1993), bahwa peningkatan
laju metabolisme dapat memacu peningkatan aktivitas dan
produksi karbondioksida bebas yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan pH, dan rendahnya pH darah pada ikan
dapat membuat agresifitas dalam perilaku renang, laju
asimilasi tinggi hingga sering melakukan loncatan yang
kemudian akan diikuti dengan kematian yang tinggi.
Dari data kandungan energi, hasil pengujian kandungan energi
ikan betutu terlihat menurun seiring dengan bertambahnya
kepadatan.hal ini diduga dengan bertambahnya kepadatan,
mengakibatkan aktivitas respirasi dan aktivitas fisik lainnya
meningkat sehingga energi yang dibutuhkan meningkat pula.
Semakin tinggi kepadatan

20
21

3.3 Studi Kasus 3

Judul EFEKTIVITAS SISTEM PENGANGKUTAN IKAN NILA


(Oreochromis sp) UKURAN KONSUMSI
MENGGUNAKAN SISTEM BASAH, SEMI BASAH DAN
KERING
Jurnal Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 3(2) :84-90 (2015)
Volume dan Vol. 3(2) :84-90
halaman
Tahun 2015
Penulis Mariun Nani, Zaenal Abidin, Bagus Dwi Hari Setyono
Tujuan Mengetahui tingkat kelangsungan hidup ikan nila ukuran
penelitian konsumsi yang diangkut dengan system basah, semi basah,
dan sistem kering
Metode Pengangkutan Ikan
penelitian
1. Ikan yang telah dipanen ditampung dalam hapa
kemudian diseleksi dengan berat 150 sampai 200 gram
per ekor.
2. Ikan diambil dengan serok kemudian direndam dalam
larutan bius yaitu menggunakan minyak cengkeh
dengan dosis 0,10 g per liter air.
3. Setelah 3 menit, ikan akan terbius dan kemudian
dimasukkan ke dalam wadah pengangkutan.
4. Ikan yang akan digunakan dalam pengangkutan sistem
basah tidak dibius.
5. Wadah pengangkutan berupa kotak styrofoam
berukuran 49x39x19 cm3, kemudian diisi diisi air
untuk sistem basah hingga penuh yaitu setinggi 17 cm.
6. Wadah pengangkutan sistem semi basah diisi air
dengan setinggi 3 cm
7. wadah untuk sistem kering tidak diisi air tapi dilapisi
dengan busa yang lembab
8. Styrofoam disusun secara acak di atas mobil pick up,
kemudian ditutup dengan terpal dan diangkut selama
2 jam menuju ke Laboratorium

21
22

Pemulihan dan Pemeliharaan Ikan


1. Setelah dua jam, ikan dipulihkan dengan cara
memasukkan ikan ke dalam akuarium 40 x 35 x 30 cm.
2. Akuarium disusun tersusun dalam sistem resirkulasi
untuk menjamin agar kualitas air sama pada setiap unit
akuarium.
3. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 5 hari.Ikan diberi
maka dua kali sehari secara satiation.
4. Pergantian air dilakukan sebanyak 10 % setiap pagi
dan sore hari.
5. Kualitas air yang diukur meliputi kandungan oksigen,
suhu, dan pH.
6. Jumlah ikan yang mati selama pemeliharaan dicatat

Hasil Perbedaan sistem pengangkutan tidak mempengaruhi


penelitian (p>0.05) tingkat kelangsungan hidup ikan selama
pengangkutan yaitu masing-masing menghasilkan 100%.
Setelah ikan nila dipelihara selama lima hari, tingkat
kelangsungan hidup pada pengangkutan sistem kering adalah
yang paling rendah sebesar 27,22 % (p<0,05) dibandingkan
dengan sistem basah dan sistem semi basah yaitu masing-
masing sebesar 93,88 % dan 96,66 % (p>0,05).
Tingkat kematian tertinggi terdapat pada pengangkutan sistem
kering pada hari pertama pemeliharaan sebanyak 17 ekor dan
terus mengalami kematian pada hari kedua dan ketiga sebesar
4 dan 2 ekor, sedangkan tingkat kematian pada sistem semi
basah terjadi pada hari ke 5 sebanyak 2 ekor, sedangkan pada
pengangkutan sistem basah terjadi kematian pada hari kedua
sebanyak 1 ekor.Hal ini menunjukkan bahwa selama
pengangkutan dengan metode sistem kering, ikan mengalami
tekanan stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan
yang diangkut menggunakan air.Stress selama pengangkutan
dapat menyebabkan kematian (Zonneveld dkk., 1991). .Pada
pengangkutan sistem basah dan sistem semi basah, air media
yang digunakan saat pengangkutan mengandung oksigen
yang dapat mendukung ikan untuk melakukan
metabolisme.Oksigen dalam air tersebut dapat diambil oleh
ikan meskipun dalam keadaan terbius pada pengangkutan
sistem semi basah.Sedangkan pada pengangkutan sistem

22
23

kering meskipun tersedia oksigen di lingkungannya (udara


bebas), namun ikan tidak dapat mengambil oksigen tersebut.
kelebihan Sistem semi basah memiliki kelebihan yaitu berat wadah lebih
ringan karena air yang digunakan lebih sedikit, distribusi
oksigen lebih banyak karena permukaan badan air yang lebih
luas sebagai tempat untuk difusi oksigen dari udara, serta
beban air untuk mendukung kehidupan ikan lebih rendah
karena laju metabolism ikan rendah karena dalam keadaan
terbius.Pengangkutan ikan hidup sistem basah baik tertutup
maupun terbuka dapat dilakukan untuk waktu pengangkutan
yang lebih. Pengangkutan sistem kering tidak menggunakan
media air sehingga lebih mudah dilakukan.
kelemahan Sistem semi basah memiliki kelebihan yaitu berat wadah lebih
ringan karena air yang digunakan lebih sedikit, distribusi
oksigen lebih banyak karena permukaan badan air yang lebih
luas sebagai tempat untuk difusi oksigen dari udara, serta
beban air untuk mendukung kehidupan ikan lebih rendah
karena laju metabolism ikan rendah karena dalam keadaan
terbius.Pengangkutan ikan hidup sistem basah baik tertutup
maupun terbuka dapat dilakukan untuk waktu pengangkutan
yang lebih. Pengangkutan sistem kering tidak menggunakan
media air sehingga lebih mudah dilakukan

23
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Pengangkutan ikan pada dasarnya adalah usaha menempatkan ikan pada
lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan asalnya disertai dengan
perubahan-perubahan sifat lingkungan yang relatif mendadak akan sangat
mengancam kehidupan ikan. Pada dasarnya, ada dua metode pengangkutan ikan
hidup. Pertama, adalah pengangkutan dengan menggunakan air sebagai media
(sistem basah) dan kedua, adalah pengangkutan tanpa menggunakan media air
(sistem kering). Pengangkutan sistem basah terdiri dari dua cara yaitu terbuka dan
tertutup. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengangkutan ikan diantaranya: cara
panen, jarak tempuh pengangkutan, faktor lingkungan, faktor biologi dan waktu
pulih.
4.2 Saran
Sebaiknya banyak dilakukan riset – riset berkaitan dengan pengangkutan
ikan baik metode sistem basah ataupun kering untuk jenis – jenis ikan yang sulit
untuk dilakukan pengangkutan untuk menentukan metode apa yang sesuai untuk
jenis – jenis ikan tertentu.

24
DAFTAR PUSTAKA

Berka, R. 1986. The Transportation of Live Fish. A Riview. EUFAC Technology


Paper, 48: l - 52.
Herodian S, Hariyadi S, Yamin M. 2004. Perancangan Sistem Transportasi Udang
\ dan Ikan Hidup Metoda Kering dengan Sistem Kendali Otomatik. Laporan
Akhir Penelitian Hibah Bersaing X Tahun 2002-2004. Lembaga Penelitian
dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor Institut Pertanian Bogor.
Huet, M. 1971. Textbook of Fish Culture.Breeding and Cultivation of Fish.Ryre &
Spottiswoode Ltd, at the Press Margate. England.
Jhingran, V.G. dan R.S.V. Pullin. 1985. Hatchery Manual of Common Carp,
Chinese, and Indian Major Carps. ICLARM Sudies and Reviews II. Asian
Development Bank, hlm 74-80

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.


Modul Pembenihan Ikan Patin. BPPP Tegal
Nani, M., Zaenal, A., Bagus, D.H.S. 2015. Efektivitas Sistem Pengangkutan Ikan
Nila (Oreochromis sp) Ukuran Konsumsi Menggunakan Sistem Basah,
Semi Basah Dan Kering. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 3(2) :84-90
Ning, S. 2009. Studies on the giant freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii
live transportation without using water. Marine Sciences 5(9).
Nitibaskara R, Wibowo S, Uju. 2006. Penanganan dan Transportasi Ikan Hidup
untuk Konsumsi. Bogor: Departemen Teknologi hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Prasetyo. 1993. Kajian kemasan dingin untuk transportasi udang hidup secara
kering [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Pratisari, D. 2010. Transportasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Hidup Sistem
Kering Dengan Menggunakan Pembiusan Suhu Rendah Secara Langsung.
Repository IPB

25
Purwaningsih, S. 1998. Sistem Transportasi Ikan Hidup. Buletin Teknologi Hasil
Perikanan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Suryaningrum TD, Utomo BSD, Wibowo S. 2005. Teknologi Penanganan dan
Transportasi Krustasea Hidup. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan
Perikanan, Slipi.
Tobing, B. H. 1996. Pengaruh ekstrak ubi ketela pohon varietas adira 2 terhadap
kelangsungan hidup benih ikan nila merah (Oreochromis niloticus L.) dalam
pengangkutan selama delapan jam. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Padjadjaran. Jatinangor. (tidak dipublikasikan).

26

Anda mungkin juga menyukai