KATA PENGANTAR
3
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
2.6. Imotilisasi............................................................................................ 14
I. PENDAHULUAN
pasar untuk komoditas perikanan yaitu dari bentuk mati (beku) atau olahan lain ke
bentuk hidup terutama untuk kebutuhan stok indukan pada komoditas unggulan.
hidupan ikan tetap tinggi sampai tempat tujuan. Stres dan aktivitas fisik selama
mengurangi kesegaran ikan, pelunakan tekstur otot dan menurunkan kualitas hasil
fillet. Akibat yang dapat ditimbulkan dari stres akan berdampak ekonomis pada
dapat mempertahan kualitas ikan rnelalui dari daerah pemanenan sampai daerah
pemasaran. Ikan untuk ukuran konsumsi ukurannya yang biasa dipasarkan adalah
500 sam~ai 1000 gram. Pada transportasi ikan ukuran konsumsi ini dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan ikan dalam air dan tanpa air atau
Transportasi ikan hidup sistem kering dapat menjadi pilihan untuk distribusi
hidup dengan waktu pengangkutan yang relatif lebih lama. Ikan lele, nila, patin
dan mas sangat dikenal oleh masyarakat penggemar ikan air tawar, baik di negara
Indonesia, ikan ini sudah tersebar hampir ke seluruh pelosok wilayah tanah air
penanganan atau pemingsanan terlebih dahulu. Kondisi ikan yang tenang akan
memungkinkan jarak transportasi dapat lebih jauh dan kapasitas angkut dapat
dengan penurunan suhu secara bertahap dapat menimbulkan stress pada ikan dan
Teknologi transportasi ikan hidup sistem kering ini tidak dapat distandarkan untuk
semua jenis ikan, karena tingkat kelulusan hidup (survival rate) ikan selama
f. Pengertian imotilisasi.
pada pembaca tentang transportasi ikan hidup dengan sistem kering dengan
II. PEMBAHASAN
ikan dalam suatu lingkungan baru yang berlainan dengan lingkungan asalnya dan
2010).
dengan perubahan sifat lingkungan yang mendadak. Ikan hidup yang akan dikirim
dipersyaratkan dalam keadaan sehat dan tidak cacat untuk mengurangi kematian
kelangsungan hidup ikan semaksimal mungkin sampai ikan tersebut diterima oleh
pengangkutan.
ikan sangat beragam. Ikan perlu diseleksi dan dipisahkan menurut ukurannya.
pembesaran.
8
b. Penimbangan, ikan yang telah diseleksi ditimbang untuk mengetahui bobot ikan
dari satu periode pemeliharaan, maka dari bobot tersebut dapat diketahui
ikan dipasarkan dengan tujuan untuk membuang kotoran dalam tubuh ikan.
Pemberokan dapat dilakukan dalam bak, selama pemberokan ikan tidak diberi
pakan. Pemberokan dilakukan selama 24 jam untuk perjalanan yang lebih dari
tergantung tujuan pasar lokal, luar daerah ataupun ekspor. Angkutan lokal
biasanya menggunakan sistem basah, sedangkan untuk luar daerah yang jauh
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk transportasi ikan hidup yaitu
transportasi sistem basah dengan menggunakan media air dan transportasi sistem
kering menggunakan media tanpa air (Wibowo et al., 1994). Penggunaan sistem
basah untuk transportasi yang dekat karena semua aktivitas seperti metabolisme
dan respirasi sama dengan kondisi sebelum dilakukan transportasi. Namun sistem
ini memiliki kelemahan yaitu air yang digunakan sebagai media memberikan
tambahan beban selama transportasi dan kualitas air juga harus terjaga. Berbeda
halnya dengan transportasi sistem kering, sistem ini tidak menggunakan media air
sehingga lebih mudah, ekonomis, dan tanpa harus menjaga kualitas airnya serta
merupakan alternatif yang paling baik untuk digunakan terutama untuk kegiatan
9
transportasi hidup, terutama untuk ekspor adalah jarak tempuh yang cukup jauh,
sehingga diperlukan media pengisi yang cocok dan ikan masih dapat bertahan
hidup sampai di tempat tujuan. Walaupun menurut Anonim (2007) ikan dapat
bertahan cukup lama hingga 24 jam, jika suhu tetap rendah dan lingkungan cukup
lembab
menjadi beberapa macam diantaranya jenis ikan dan kepadatan. Kepadatan ikan
adalah bobot ikan yang berada pada suatu wadah dan waktu tertentu. Kepadatan
ikan yang dapat diangkut tiap wadah, dengan atau tanpa kematian ikan merupakan
Sediakan sedikit areal, atau sekitar setengah bagian dari tubuhnya. Kepadatan
dalam satu wadah sangat tergantung dari ukuran ikan. Ikan yang berukuran kecil,
diangkut dalam waktu yang lebih lama, kepadatannya harus lebih rendah,
dibanding ikan yang diangkut dalam waktu yang singkat. Ini sangat tergantung
kisaran suhu tertentu. Suhu yang melebihi ambang batas hidupnya bisa berakibat
fatal. Demikian juga dengan suhu yang kurang dari ambang batas hidupnya.
Namun yang sering terjadi adalah melebihi ambang batas, karena selama
Menentukan waktu pengangkutan harus tepat. Ini berkaitan erat jarak yang
akan tempuh dan lamanya pengangkutan. Selain itu juga berkaitan erat dengan
ikan. Tentu saja itu terjadi pada suhu rendah. Karena itu pengangkutan ikan harus
dilakukan pada malam hari, sehingga bila terjadi kenaikan suhu selama
pengangkutan, kenaikan itu tidak terlalu tinggi. Bila ikan akan diangkut selama 12
jam, maka berangkatnya harus sore hari, sehingga tiba di tempat tujuan pada
Ada dua sistem transportasi yang digunakan untuk hasil perikanan hidup di
lapangan. Sistem transportasi tersebut terdiri dari transportasi sistem basah dan
didalam wadah tertutup atau terbuka yang berisi air laut atau air tawar tergantung
jenis dan asal ikan. Pada pengangkutan dengan wadah tertutup, ikan diangkut di
dalam wadah tertutup dan suplai oksigen diberikan secara terbatas yang telah
pengangkutan dalam wadah terbuka, ikan diangkut dengan wadah terbuka dengan
suplai oksigen secara terus menerus dan aerasi selama perjalanan. Transportasi
11
penangkapan di tambak, kolam dan pelabuhan ke tempat pengumpul atau dari satu
Menurut Achmadi (2005), transportasi ikan hidup tanpa media air (sistem
bukan air. Pada transportasi ikan hidup tanpa media air, ikan dibuat dalam kondisi
kering ini biasanya menggunakan teknik pembiusan pada ikan atau ikan
dipingsankan (imotilisasi) terlebih dahulu sebelum dikemas dalam media tanpa air
Sufianto (2008) menyatakan bahwa transportasi ikan hidup tanpa media air
air. Ikan dibuat dalam kondisi tenang atau akifitas respirasi dan metabolismenya
rendah karena tidak menggunakan air. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila ikan
air sebagai media transportasi, namun demikian bisa membuat lingkungan atau
wadah dalam keadaan lembab. Sistem basah terbagi atas dua metode, yakni
metode terbuka dan metode tertutup (Hermawan, Raharjo, and Hasan 2014).
Saat ini transportasi ikan hidup sistem kering semakin berkembang terutama
untuk crustacea, tetapi untuk ikan masih merupakan hal yang baru dan belum
12
konsumsi oksigen. Pada kondisi ini tingkat kematian selama transportasi rendah
sehingga memungkinkan jarak transportasi dapat lebih jauh dan kapasitas angkut
menyatakan bahwa bahan pengisi harus memiliki kriteria yaitu sifat berongga,
dapat menyimpan air, mampu menjaga suhu serta mampu menahan ikan.
Serbuk gergaji merupakan jenis media pengisi yang paling sering digunakan
pada transportasi biota perairan hidup sistem kering. Serbuk gergaji dapat
digunakan sebagai media pengisi karena mempunyai panas jenis yang lebih besar
daripada sekam padi atau serutan kayu. Serbuk gergaji juga memiliki tekstur yang
baik dan seragam serta nilai ekonominya relatif rendah. Serbuk gergaji yang
digunakan sebaiknya berasal dari jenis kayu yang sedikit mengandung getah atau
resin, kurang beraroma terpenten, tidak beracun, tidak berbau tajam dan bersih
(Junianto 2003)
Menurut Hastarini (2006) dalam Ahdiyah (2011) spon memiliki daya serap
air yang tinggi sebanyak 14 kali berat sponnya. Menurut Junianto (2003) dan
suhu. Menurut Anonim (2012) sabut kelapa memiliki kemampuan menahan beban
tabung, jerami mampu menyerap air dan mampu mempertahankan suhu lebih
lama.Bahan pengisi seperti serbuk gergaji, serutan kayu, kertas koran, busa, dan
lain sebagainya berfungsi sebagai penahan ikan hidup agar tidak bergeser dalam
kemasan, menjaga suhu kemasan tetap rendah dan ikan tidak imotil, serta
hidup ikan.
kelembaban dengan baik, karena mempunyai daya serap air yang baik. Selain itu
busa tersebut mempunyai bobot yang ringan sehingga akan memperbesar nilai
efisiensi kemasan (Sufianto, 2008). Untuk itu pada studi ini akan dilihat efektifitas
dari bahan pengisi kemasan seperti busa dalam mempertahankan suhu agar tetap
rendah dan ikan tetap dalam kondisi pingsan yang lebih lama (Miranti, Abadi, and
Marlinda 2010).
Sekam padi merupakan media pengisi yang memiliki tekstur yang baik dan
(Muslih 1996). Sekam padi merupakan salah satu media pengisi yang paling
efektif selain serbuk gergaji, akan tetapi penggunaan sekam padi memiliki resiko
yang tinggi terhadap adanya residu pestisida. Sebelum digunakan, sekam padi
Serutan kayu adalah bahan pengisi yang memiliki rongga udara yang lebih
besar dibandingkan serbuk gergaji maupun sekam padi, akan tetapi serutan kayu
14
masih kurang efektif jika digunakan untuk transportasi lobster ataupun udang
hidup. Hal ini karena serutan kayu dapat menyebabkan kerusakan fisik pada biota
dalam waktu yang relatif lama sehingga suhu kemasan transportasi menjadi cepat
meningkat. Bahan pengisi ini juga memiliki tekstur yang kasar dan tidak seragam
(Prasetyo 1993).
Bahan lain yang dapat digunakan sebagai media kemasan adalah rumput
laut. Jenis rumput laut yang biasa digunakan sebagai media pengisi kemasan
adalah Gracilaria sp., rumput laut jenis ini mampu mempertahankan suhu rendah
lebih lama daripada bahan pengisi lainnya misalnya serbuk gergaji, serutan kayu
maupun sekam padi (Prasetyo 1993). Daya serap air yang dimilikinya lebih tinggi
dibandingkan dengan serbuk gergaji, sekam padi, serutan kayu maupun busa
Rumput laut juga dipercaya mengandung daya awet alami yang dapat
berpengaruh positif terhadap lobster atau udang (Junianto 2003; Sufianto 2008).
2.6. Imotilisasi
hidup biota perairan. Ikan adalah hewan berdarah dingin (poikilothermal) yaitu
2004). Pengaruh suhu berdampak pada proses kimia fisika dan biologi organisme
akuatik. Pengaruh suhu rendah pada biota perairan yaitu kemampuannya dalam
sehingga proses respirasi terganggu, perubahan suhu yang melebihi 3-4 °C dapat
(Suryaningrum et al. 2008). Imotilisasi dapat dilakukan salah satunya dengan suhu
rendah (Ikasari et al.2008). Suhu air yang rendah dapat menurunkan aktivitas dan
tingkat konsumsi oksigen (Coyle et al. 2004). Pada imotilisasi udang dengan suhu
dengan aktivitas yang minimal namun tetap hidup dan sehat setelah mengalami
ikan hidup dalam media air dingin pada suhu tertentu selama waktu tertentu
sampai ikan imotil. Waktu dan suhu imotilisasi dipengaruhi oleh ukuran, umur
dan jenis ikan. Melalui imotilisasi dengan penurunan suhu secara langsung ini
ikan akan mengalami shock dan langsung berada dalam tingkat aktivitas, respirasi
dan metabolisme yang rendah. Selain itu, pada kondisi imotil tersebut aktivitas
ikan sudah cukup rendah atau bahkan sudah pingsan sehingga mudah ditangani
penurunan suhu langsung dan dengan penurunan suhu secara langsung dapat
2.8. Pengemasan
distribusi dan merupakan bagian penting dari usaha untuk mengatasi persaingan
dalam pemasaran.
satu kotak pengemas sebanyak empat sampai lima lapis yang masing-masing
diselingi busa, setelah itu kotak pengemas disegel dengan lakban. Suhu kemasan
yang berukuran 50x50x50 cm3 agar dapat dipertahankan sama dengan suhu
dibungkus dengan plastik. Es ini diletakkan di bagian atas atau bawah kemasan.
dalam plastik kemudian dibungkus dengan kertas koran. Suhu kotak styrofoam
yang berukuran 40x60x40 cm3 dapat dipertahankan sama dengan suhu pembiusan
dan 40x30x30 cm3 dengan menambahkan es seberat 0,3-1 kg dan 0,5 kg yang
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
dalam suatu lingkungan baru yang berlainan dengan lingkungan asalnya dan
Transportasi ikan hidup terdiri dari dua metode yaitu sistem basah menggunakan
dilakukan dengan melakukan penurunan suhu secara bertahap dan secara langsung
styrofoam berisi media pengisi seperti busa, sekam padi, jerami, rumput alang –
alang, serut kayu, rumput laut, dan serbuk gergaji. Dalam transpotasi ikan suhu
hidup ikan.
3.2. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Abid, Muhammad Sholihul, Endang Dewi Masithah, and Prayoga. 2014. “Potensi
Senyawa Metabolit Sekunder Infusum Daun Durian (Durio Zibethinus)
Terhadap Kelulusanhidupaan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Pada
Transportasi Ikan Hidup Sistem Kering” 6 (1): 93–99.
BPPAT DKP ] Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Departemen Kelautan dan
Perikanan.2001.NilaGift(Tilapias)http://suharjawanasuria.tripd.com/index.ht
m. [01 Januari 2009].
Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. USA:
Department of Fisheries and Allied Aquaqultures, Agricultural Experiment
Station Auburn University, Alabama.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Bagi Pengolahan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Gayatri D.2000. Studi pola penurunan suhu pada bak pemingsanan udang windu
(Penaeus monodon Fab.) tipe batch [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hermawan, Victorius Bagus, Eka Indah Raharjo, and Hastiadi Hasan. 2014.
“Teknik Pembiusan Menggunakan Suhu Rendah Pada Sistem Kering
Terhadap Ikan Tenggadak (Barbonemus Schanenfeldii).” Jurnal Ruaya 2:
39–43.
Kusyairi, Nurul Hayati, and Sri Oetami Madyowati. 2015. “Efektivitas Sistem
Transportasi Kering Tertutup Pada Pengangkutan Ikan Lele Dumbo (Clarias
Gariepinus)” 1 (1): 39–45.
Mafrian Kris, Maraja, Salindeho Netty, and Pongoh Jenki. 2017. “Penanganan
Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Hidup Dengan Mengunakan Es Sebagai
Pengawet” 5 (3): 174–79.
Miranti, Shavika, Reky Marian Abadi, and Shella Marlinda. 2010. “Studi
Transportasi Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Menggunakan Sistem Kering
Dengan Menggunakan Media Busa.” Journal Ilmiah, 1–9.