PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah yang sangat penting bagi industri, terlebih lagi industri
perikanan adalah mempertahankan mutu (Soekarto, 1990). Kesegaran ikan
umumnya diukur dengan metode sensori berdasarkan perubahan penampakan,
bau, warna, flavor, dan tekstur (Nogueras et al, 2002). Dalam menguji tingkat
kesegaran ikan tersebut dapat dilakukan dengan cara organoleptik. Cara
organoleptik adalah cara penilaian dengan menggunakan indra manusia
(sensorik). Cara ini sangat cepat, mudah dan praktis untuk dikerjakan \, tetapi
ketelitiannya tergantung pada tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya.
(Septiarini, 2008)
B. Tujuan
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Saanin (1984) ciri ikan bulan – bulan, kepala simetris, garis rusuk di
atas sirip dada, sirip punggung terdiri dari jari jari lemah yang berbuku – buku,
sirip perut terletak jauh ke depan, bersisik, tidak bersungut, tidak berjari-jari
keras, lubang insang besar, bertulang dagu diantara cabang tulang rahang bawah,
bergaris rusuk pada sirip punggung, tubuh agak lebar dan pipih dengan sisik
besar, sirip punggung tunggal terletak di tengah dengan jari terakhr memanjang
dan berfilamen, rahang bawah menonjol melebihi ujung mulutnya, tidak ada sisik
tebal, hijau kebiruan diatas, warna keperakan pada sisik, ukuran tubuh sampai 150
cm (White et al, 2013).
Ikan segar adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apapun
kecuali semata-mata didinginkan dengan es. Ikan dikenal sebagai bahan makanan
yang sangat cepat dan mudah membusuk. Ikan yang tertangkap dan mati jika
dibiarkan begitu saja esok harinya sudah tidak begitu enak dan 2 atau 3 hari
2
kemudian sudah tidak dapat dikonsumsi sama sekali karena busuk. Selain itu, ikan
segar masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup baik rupa, bau, rasa,
maupun teksturnya (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Menurut Hadiwiyoto (1993), berdasarkan uji organoleptik selain score sheet
hal penting lainnya adalah panelis. Adapun pengertian panelis adalah suatu alat
analistis yang digunakan untuk menera mutu. Nilai panelis tergantung kepada
ketelitian yang diberikan. Panelis harus berpengalaman dan peka terhadap
perkembangan dan perubahan-perubahan atribut mutu produk. Pelaksanaan uji
organoleptik memerlukan beberapa panelis. Tidak semua orang dapat dijadikan
panelis yang baik. Panelis ini dipilih secara sistematik atas dasar ketajaman alat
indera dan kemudian diberi latihan yang cukup untuk menjalani beberapa testing
yang diberikan.
Menurut Ilyas (1993), perubahan tekstur pada ikan yang dibekukan dengan
yang tidak dibekukan, masing-masing dalam keadaan segar dan masak adalah
sebagai berikut:
1. Ikan segar yang tidak dibekukan: tekstur padat, bergelatin, kalau ditekan
tidak mengeluarkan lender;
2. Ikan yang dibekukan disimpan beberapa waktu dalam gudang beku,
kemudian dilelahkan, kalau jaringan padatnya ditekan akan
membebaskan zat alir drip;
3. Ikan yang tidak dibekukan kalau dimasak teksturnya lembab, padat, tidak
liat selama pemanasan, bebas sedikit zat alir; dan
4. Ikan beku dalam gudang beku, dilelehkan dan dimasak, memisahkan
sejumlah drip.
Selama pemasakan tekstur mengayu dan menyerap air. Kelihatannya
perubahan tekstur itu melibatkan keadaan uap air ikan, ada yang berupa
penurunan kapasitas protein memegang uap air, penguapan air dan ada yang
berupa pembebasan zat alir.
Menurut Adawyah (2007), penentuan kesegaran ikan merupakan hal yang
sangat penting di dalam industri perikanan dan juga dunia ilmu khususnya
semenjak dimulainya perdagangan produk perikanan secara besar-besaran,
3
terutama di Jepang. Banyak sekali jumlah penelitian yang telah dilakukan yang
berkaitan dengan kesegaran ikan dimana ditujukan untuk menciptakan suatu
sistem pengujian kesegaran ikan, misalnya karakteristik apa yang perlu dipilih
untuk menentukan kesegaran ikan.
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), cara organoleptik adalah cara
penilaian dengan hanya mempergunakan indera manusia, sehingga cara
organoleptik dapat juga disebut dengan cara sensorik. Cara ini sangat cepat,
murah dan praktis untuk dikerjakan tetapi ketelitiannya sangat tergantung pada
tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya. Cara pemeriksaan organoleptik
ini bersifat subjektif.
Beberapa uji yang termasuk dalam uji organoleptik adalah uji deskriptif
(descriptive test), uji hedonik (hedonic test), dan uji skor (scoring test). Uji
deskriptif merupakan penilaian sensorik berdasarkan sifat-sifat sensori yang lebih
kompleks, meliputi berbagai jenis sifat sensori yang menggambarkan keseluruhan
sifat komoditi tersebut. Uji ini dapat digunakan dalam industri pangan untuk
menilai tingkat pengembangan kualitas produk, mempertahankan/menyeragamkan
mutu, sebagai alat diagnosis, dan dapat berfungsi sebagai pengukuran pengawasan
mutu. Pengujian diawali dengan penilaian atribut mutu menggunakan Metode
Rating, kemudian data ditransformasikan ke dalam grafik majemuk yang disusun
secara radial dengan sudut antar dua garis radial yang sama besar. Masing-masing
garis menggambarkan himpunan nilai sedangkan titik pusat menyatakan nilai
mutu yang tertinggi (Junianto, 2003).
Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar, tidak ada kerusakan fisik,
kualitas prima karena kualitas dari protein aktin dan miosin dalam jaringan ikan
segar masih sangat tinggi untuk menahan air. Di Indonesia sampai saat ini juga
masih menggunakan standar SNI untuk pengujian organoleptik. Metode
organoleptik masih merupakan jalan yang paling banyak digunakan untuk
mengukur kesegaran ikan dan produk ikan (Agustini et. al., 2008).
4
III. METODOLOGI
A. Bahan
B. Alat
C. Prosedur Kerja
5
7. Analisis data dan deskripsikan tingkat kesegaran masing – masing
ikan yang diamati.
6
IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
B. Pembahasan
Sehingga dihasilkan :
7
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
8
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan dikenal sebagai suatu komoditi yang mempunyai nilai gizi tinggi namun
mudah busuk karena mengandung kadar protein yang tinggi dengan kandungan
asam amino bebas yang digunakan untuk metabolisme mikroorganisme, produksi
amonia, biogenik amine, asam organik, katone dan komponen sulfur (Lu et al,
2010; Delgaard et. Al, 2006). Sumber gizi yang bagus tersebut dapat diperoleh
jika kondisi ikan dalam keadaan segar. Namun karena ikan dikenal sebagai bahan
pangan yang mudah busuk, maka perlu dilakukan cara untuk memperlambat
pembusukan diantaranya adalah dengan mendinginkan dan menyimpannya dalam
es (White et al., 1990 Opara et al., 2007).
Es dapat digunakan memperlambat pembusukan dan memperpanjang shel-life
ikan (Iljas, 1993; Oehlenschlager, 2010). Tingginya suhu pada negara tropis
termasuk indonesia dan minimnya penerapan sanitasi dan hygiene pada
penangkapan ikan menyebabkan ikan lebih cepat busuk sehingga memerlukan
penanganan yang cepat dan cermat dalam upaya mempertahankan mutunya sejak
diangkat dari air.
Pendinginan merupakan perlakuan yang paling umum dalam
mempertahankan mutu hasil perikanan terutama dalam tahap penanganan. Dalam
penanganan ikan segar diupayakan suhu selalu rendah mendekati 0 C dan dijaga
pula jangan sampai suhu naik akibat terkena sinar matahari atau kekurangan es.
Penanganan ikan harus dilakukan secepat mungkin untuk menghindari
kemunduran mutu ikan sehingga diperlukan bahan dan media pendinginan yang
sangat cepat dalam menurunkan suhu ikan pada pusat thermal ikan. Suhu
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesegaran ikan. Tingkat
kesegaran ikan akan semakin cepat menurun atau ikan akan mudah menjadi busuk
pada suhu tinggi dan sebaliknya pembusukan dapat dihambat pada suhu rendah
(Suparno et al., 1993)
9
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui proses
pendinginan ikan
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan layang merupakan ikan perenang cepat dan hidup secara berkelompok
dilaut yang jernih dan bersalinitas tinggi. Ikan layang hidup dengan salinitas
tinggi yaitu ± 32%. Ikan layang juga termasuk dalam jenis ikan stenohalyn yang
dapat hidup hanya dengan memakan plankton. Ikan layang memiliki badan
memanjang dan agak gepeng, memiliki dua sirip dipunggung. Ikan layang ini
termasuk kedalam famili carangidae dengan genus decapterus yang memiliki
ukuran tubuh dengan panjang sekitar 20-25 cm dan juga umumnya berwarna biru
kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah.
Klasifikasi ikan layang menurut klasifikasi Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Sub divisi : Carangi
Famili : Carangidae
Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus sp.
B. Pendinginan
11
lebih dingin darinya, dapat berbentuk cair, padat, atau gas. Pendinginan ikan dapat
dilakukan dengan menggunakan refrigerasi, es, slurry ice (es cair), dan air laut
dingin (chilled sea water).
Cara yang paling mudah dalam mengawetkan ikan dengan pendinginan
adalah menggunakan es sebagai bahan pengawet, baik untuk pengawetan di atas
kapal maupun setelah di daratkan, yaitu ketika di tempat pelelangan, selama
distribusi dan ketika dipasarkan. Penyimpanan ikan segar dengan menggunakan es
atau sistem pendinginan yang lain memiliki kemampuan yang terbatas untuk
menjaga kesegaran ikan, biasanya 10–14 hari (Wibowo dan Yunizal 1998 diacu
dalam Irianto dan Soesilo 2007). Pertama yang perlu diperhatikan di dalam
penyimpanan dingin ikan dengan menggunakan es adalah berapa jumlah es yang
tepat digunakan. Es diperlukan untuk menurunkan suhu ikan, wadah dan udara
sampai mendekati atau sama dengan suhu ikan dan kemudian mempertahankan
pada suhu serendah mungkin, biasanya 0oC. Perbandingan es dan ikan yang ideal
untuk penyimpanan dingin dengan es adalah 2 : 1. Hal lain yang juga perlu
dicermati di dalam pengawetan ikan dengan es adalah wadah yang digunakan
untuk penyimpanan harus mampu mempertahankan es selama mungkin agar tidak
mencair. Wadah peng-es-an yang ideal harus mampu mempertahankan suhu tetap
dingin, kuat, tahan lama, kedap air dan mudah dibersihkan. Untuk itu diperlukan
wadah yang memiliki daya insulasi yang baik (Wibowo dan Yunizal 1998 diacu
dalam Irianto dan Soesilo 2007).
Tujuan penyimpanan suhu dingin (cold storage) adalah untuk mencegah
kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau perubahan yang tak
diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat
diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono, 1990).
Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua
mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan
terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah
kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan (Hudaya, 2008).
Faktor – faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu:
1. Suhu
12
2. Kualitas bahan
3. Perlakuan awal pada bahan
4. Kelembaban
5. Aliran udara yang optimum
A. Es
13
III. METODOLOGI
A. Bahan
B. Alat
C. Prosedur Kerja
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
15
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
16
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan adalah binatang berdarah dingin yang hidup didalam air dan mempunyai
sirip sebagai penggerak serta bernafas dengan insang. Ikan merupakan sumber
makanan yang mengandung protein, dikenal sebagai protein hewani, yang
merupakan bahan gizi penting bagi tubuh manusia. Permintaan ikan segar untuk
kebutuhan pasar lokal maupun pasar ekspor semakin meningkat dari tahun ke
tahun
Hal ini menuntut nelayan untuk tetap menjaga kesegaran ikan yang
diperolehnyya dengan teknik – teknik yang semakin diperbaiki, karenanya
diperlukan upaya – upaya tertentu untuk mempertahankan kesegaran ikan hingga
sampai ketangan konsumen, mengingat ikan segar mempunyai sifat yang mudah
rusak karena aktivitas mikroorganisme atau terjadinya proses kimia dalam tubuh
ikan itu sendiri
Proses dan teknik mempertahankan kesegaran ikan yyang banyak dikenal
dikalangan masyarakat secara tradisional adalah pemindangan, teknik ini biasanya
dipergunakan bagi kebutuhan ikan segar untuk pasar lokal. Sedangkan untuk
pasar ekspor, teknik yang digunakan lebih canggih dan modern seperti suhu
rendah, suhu tinggi, pengurangan kadar air, penambahan zat antiseptik, dan ruang
hampa udara.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui proses
pengawetan ikan secara tradisional, dan mengetahui proses pemindangan ikan,
serta mengetahui teknik pemindangan ikan.
17
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemindangan Ikan
18
B. Syarat Keberhasilan Pemindangan
19
digunakan harus bersih, demikian pula halnya tempat penyimpanan ikan hasil
pemindangan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Cara paling mudah untuk menilai mutu ikan pindang adalah dengan menilai
mutu sensorisnya. Minimal empat cara parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu
rupa dan warna, bau, rasa, dan tekstur. Berikut adalah kriteria ikan pindang yang
bermutu baik pada tabel 1.
Tabel 3. Kriteria pemindangan yang baik
Parameter Keterangan
Rupa danwarna Utuh, bersih, tidak terdapat benda asing, tidak terlihat
endapan lemak atau lainnya. Warna produk spesifik jenis,
cemerlang, tidak berkapang dan berlendir.
Bau Spesifik jenis produk, bau produk ikan rebus, bau gurih
dan segar.
Rasa Gurih spesifik produk, tidak terdapat rasa asin yang
berlebihan dan keasinan merata.
Tekstur Kompak, padat, spesifik jenis produk, empuk, cukup kering
dan tidak basah
C. Jenis Pemindangan
20
III. METODOLOGI
A. Bahan
Berikut adalah alat yang digunakan pada praktikum pemindangan ikan:
1. Pisau
2. Timbangan
3. Baskom
4. Panci
5. Kompor
B. Alat
Berikut adalah bahan yang digunakan pada praktikum pemindangan ikan:
1. Ikan Layang
2. Garam (5%)
3. Kunyit
4. Air
C. Prodesur Kerja
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 4.Organoleptik Ikan Segar
Titik Pengamatan Nilai Kode Contoh
01 02 03 04
1. Kenampakan
Utuh, rapi, warna bercahaya 9
cemerlang
Utuh, rapi, bersih, warna kurang 8
cemerlang bercahaya
Utuh, rapi, bersih, warna kurang 7
bercahaya
Utuh, rapi, kurang bersih, agak kusam 6
Utuh, tidak rapih, kurang bersih, agak 5
kusam
Utuh, tidak rapih, kusam 3
Utuh, tidak rapih, sangat kusam 1
2. Bau
Sangat segar, harum 9
Segar, harum 8
Segar, kurang harum 7
Kurang segar mendekati netral 6
Mulai timbul asam 5
Asam agak basi 3
Asam, busuk 1
3. Rasa
Sangat enak, gurih 9
22
Enak, gurih 8
Enak, kurang gurih 7
Kurang gurih, agak hambar 6
Netral 5
Asam agak basi 3
Asam busuk 1
4. Tekstur
Sangat padat, kompak lentur 9
Padat, kompak lentur 8
Netral 7
Kurang padat, kurang kompak, agak 6
lembek
Kurang padat, kurang kompak lembek 5
Lembek dan berair 4
Lembek sekali 1
5. Lendir
Tidak berlendir 9
B. Pembahasan
Analisis data uji organoleptik berdasarkan tabel hasil uji ikan layang
mengenai uji kenampakan terbaik dapat pada konsentrasi perlakuan penambahan
konsentrasi garam.
Pengamatan mengenai aroma yang memiliki tingkat yang terlalu tajam
dikarenakan konsentrasi garam yang kami gunakan 0oC pada, penambahan garam
dengan konsentrasi yang berbeda-beda berpengaruh terhadap aroma dari ikan
pindang tersebut.
Pengamatan dari segi tekstur menggunakan indera peraba yang berkaitan
dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen
penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut
23
atau perabaan dengan jari tangan. Pengujian terhadap rasa ikan pindang pada saat
itu tidak dilakukan karena praktikum bertepatan pada bulan puasa sehingga
panelis tidak dapat menilai.
24
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
25
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui cara
mengelolah dan pengawetan dengan metode penggaraman ( metode penggaraman
kering dan penggaraman basah.)
26
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penggaraman
27
B. Metode Penggaraman
1. Penggaraman Kering
Metode penggaraman keringmenggunakan kristal garam yangdicampurkan
dengan ikan. Pada umumnya,ikan yang berukuran besar dibuang isi perutdan
badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkandidalam wadah
yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demiselapis dengan setiap
lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan palingbawah wadah merupakan
lapisan garam. Garam yang digunakan pada prosespenggaraman umumnya
berjumlah 10 % - 35 % dari berat ikan yang digarami.Pada waktu ikan bersentuhan
dengan kulit atau daging ikan (yang basah/berair),garam itu mula-mula akan
membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akanmeresap kedalam daging ikan
melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidaklangsung menyerap air, tetapi
terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lamalarutan akan semakin banyak dan
ini berarti kandungan air dalam tubuh ikansemakin berkurang (Budiman, 2008).
2. Penggaraman Basah
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30-50% (setiap 100 liter
larutan garam berisi 30-50 kg garam). Ikan dimasukan kedalam larutan itu dan
diberi pemberat agar semua ikan terendam, tidak ada yang terapung. Ikan
direndam dalam jangka waktu tertentu tergantung pada ukuran dan tebal ikan
serta erajat keasinan yang diinginkan. Didalam proses osmosis, kepekaan
makin lama makin berkurang, karena air dari dalam daging ikan secara
berangsur-angsur masuk kedalam larutangaram, sementara sebagian molekul
garam masuk kedalam daging ikan. Karenakecenderungan daging ikan
penurunan kepekaan larutan garam itu, maka prosesosmosis akan semakin
28
lambat dan pada akhirnya berhenti. Larutan garam yanglewat jenuh adalah
jumlah garam lebih banyak dari jumlah yang dapat dilarutkan sehingga dapat
dipergunakan untuk memperlambat kecenderungan itu (Adawiyah, 2007).
Bedanya dengan penggaraman kering adalah larutan garam perendamikan
dibuat lebih dulu sehingga konsentrasi larutan ini disesuaikan dengan seleradan
keperluan. Umumya larutan garam yang digunakan 30% - 50% (setiap 100liter
larutan garam berisi 30-50 kg garam). Kench salting hampir sama
denganpenggaraman kering, tetapi larutan garam yang terbentuk dibiarkan
mengalirkeluar dari wadah. Wadah yang digunakan tidak kedap air tetapi
berupakeranjang. Ikan yang dilumuri garam ditumpuk dalam keranjang dan
dipadatkanserta ditutup rapat (Moeljanto, 1992).
Garam dapur yang mempunyai nama kimia sodium klorida (rumus kimia:
NaCl) adalah senyawa kimia yang tersusun dari sodium (Na) dan klorida (Cl).
Sodium (Na) adalah salah satu elemen penting dalam tubuh untuk proses
metabolisme sel, dan merupakan mineral dalam darah dan cairan limpa. Sodium
(Na) juga diperlukan tubuh untuk menjaga fungsi saraf dan otot. Kebutuhan tubuh
terhadap sodium bisa didapatkan dari asupan makanan. Sumber sodium yang
murah meriah adalah garam dapur. Jelasnya, garam dapur yang kita gunakan
untuk memasak tidak hanya sebagai pelengkap rasa, tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan sodium dalam menjaga keseimbangan fungsi tubuh. Garam dapur atau
sodium klorida (rumus kimia: NaCl). tidak hanya diproduksi dari air laut saja.
Bahan kimia ini bisa juga ditambang dari dalam bumi, yaitu dari endapan mineral
sodium klorida yang terbentuk lama dan tertutup lapisan bumi (Martini, 2010).
Garam meja merupakan olahan dari garam laut, butirannya lebih halus, dan
biasanya diberi tambahan mineral lainnya. Namun, garam meja mempunyai
kandungan iodium lebih sedikit. Garam meja merupakan olahan dari garam laut,
butirannya lebih halus, dan biasanya diberi tambahan mineral lainnya. Namun,
garam meja mempunyai kandungan iodium lebih sedikit. Garam meja diproses
29
dengan cara yang sangat murni. Sehingga membentuk butiran yang halus dan
lembut. Meskipun garam bukan sumber yodium yang utama, tapi di dalamnya
terkandung zat yang sangat penting untuk kesehatan tiroid. Nutrisi tersebut,
pertama kali ditambahkan ke dalam garam pada tahun 1920. Bertujuan untuk
mencegah gondok dan gangguan neurokognigtif, yang muncul akibat kurang
yodium (Ishikawa, 1988).
30
III. METODOLOGI
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah :
1. Ikan nila
2. Garam
3. Plastik packing
4. Air
B. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah :
1. Pisau
2. Timbangan
3. Alat packing
4. Alat tulis
5. Baki kecil
C. Prosedur Kerja
1. Siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan.
2. Timbang ikan. (timbang 1)
3. Buang insang ikan dan isi perut ikan. Cuci bersih, tiriskan.
4. Lakukan penimbangan yang sudah disiangi. (timbang 2)
5. Menimbang garam 40% sesuai berat ikan yang ditimbang.
6. Kemudian taburi garam pada seluruh tubuh ikan lalu dibungkus.
Diamkan selama 24 jam.
7. Setelah di diamkan selama 24jam, bungkus packing lalu jemur ikan hingga
kering
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Hal pertama kali kami lakukan adalah menimbang berat ikan dengan hasil
timbang adalah 248 gram. Kemudian ikan disiangi ( dibuang isi perut dan
ingsangnya ) menggunakan pisau, setelah itu ikan dicuci dengan air bersih.
kemudian ikan kembali kami timbang dengan hasil timbang adalah 187 gram.
Konsentrasi garam yang kami gunakan adalah 10 % dari berat ikan yang telah
kami siangi sehingga garam yang kami gunakan adalah 18.7 gram untuk
penggaraman. Setelah itu ikan dicampuri garam sesuai dengan hasil yang telah
kami dapatkan dan ikan tersebut dimasukkan didalam plastik selama 24 jam untuk
persiapan pengeringan.
32
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
33
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian penting
dari mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua proses tersebut,
peningkatan produksi ikan yang telah dicapai selama ini akan sia – sia, karena
tidak semua prduk perikanan dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik.
Pengolahan dan pengawetan bertujuan untuk mempertahankan mutu dan
kesegaran ikan selama mungkin dengan cara mengahambat atau menghentikan
sama sekali penyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun penyebab
kerusakan ikan, agar ikan tetap baik hingga sampai ketangan kosnumen
Ikan hasil pengolahan dan pengawetan umumnya disukai oleh masyarakat
karena produk akhirnya mempunyai ciri-ciri khusus yakni perubahan sifat – sifat
daging seperti bau, rasa, bentuk dan tekstur. Dalam proses pengolahan dan
pengawetan ikan terdapat banyak cara salah satunya ialah dengan cara
penggaraman.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui cara
pengolahan dan pengawetan dengan metode penggaraman (metode penggaraman
kering dan penggaraman basah).
34
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pengeringan
35
menjadi cokelat. Perubahan warna tersebut dikarenakan reaksi browning. Reaksi
browning nonenzimatis pada ikan yang paling sering terjadi adalah reaksi antara
asam organik dengan gula pereduksi, serta antara asam-asam amino dengan gula
pereduksi disebut juga reaksi Maillard. Reaksi anatara asam-asam amino dengan
gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung di dalamnya.
Vitamin - vitamin yang terdapat dalam bahan pangan yang dikeringkan akan
mengalami penurunan mutu, hal ini disebabkan karena ada berberapa vitamin
yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Proses pengeringan yang berlangsung pada
suhu yang sangat tinggi akan menyebabkan terjadinya case hardening, yaitu
bagian permukaan bahan pangan sudah kering sekali bahkan mengeras sedangkan
bagian dalamnya masih basah.
B. Prinsip Pengeringan
36
- Temperatur Udara, Makin tinggi temperature, makin cepat ikan menjadi
kering.
- Kelembapan Udara, Makin lembab udara, makin lambat ikan menjadi
kering
- Ukuran dan Tebal Ikan, Makin tebal ikan, makin lambat ikan kering.
Namun makin luas permukaan ikamn, makin cepat ikan menjadi kering.
- Arah Aliran Udara Terhadap Ikan, Makin kecil sudut antara ikan dengan
arah aliran udara, makin cepat pengeringannya.
- Sifat Ikan, Makin ikan tersebut berlemak, makin lama dan sulit
pengeringannya.
C. Proses Pengeringan
37
III. METODOLOGI
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
1. Ikan Nila
2. Garam
3. Plastik Packing
B. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
1. Pisau
2. Timbangan
3. Alat Packing
C. Prosedur Praktikum
1. Siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan
2. Timbang ikan (timbang 1)
3. Buang insang dan isi perut. Cuci bersih, Tiriskan
4. Lakukan penimbangan ikan yang sudah disiapkan (timbang 2)
5. Menimbang garam 5%, 10%, 15% dst (kelipatan 5%) sesuai berat ikan
yang ditimbang (metode penggaraman kering)
6. Kemudian taburi garam pada seluruh tubuh ikan lalu dibungkus. Diamkan
selama 24 jam
7. Setelah didiamkan selama 24 jam, buka bungkus packing lalu jemur ikan
hingga kering.
Gambar 5. Penjemuran
38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 5. Penilaian sensori ikan asin kering
39
4. Tekstur
Padat, kompak, lentur, cukup kering 9
Padak, kompak, lentur, kurang kering 8
Terlalu keras, tidak rapuh 7
Padat, tidak rapuh 6
Padat, basah, tidak mudah terurai 5
Kering, rapuh, mudah terurai 3
1
Sangat rapuh, ,udah terurai
5. Jamur
Tidak ada 9
Ada 1
B. Pembahasan
40
pertumbuhan bakteri semakin kecil sehingga proses pengawetan dapat lebih
sempurna. Namun pada saat selama pengeringan ikan terlihat berjamur ini
dikarenakan kurangnya konsentrasi garam hanya 10% dari total bobot ikan.
41
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
42
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prinsip dari fermentasi ikan atau udang adalah fermentasi didalam larutan
garam Kristal sehingga terbentuk flavor yang masih enak atau falvour yang
menyerupai daging. Proses dari fementasi dari substrat tidak diharapkan sempurna
dalam pembuatan terasi karena produk harus mengandung protein yang
terhidrolisis atau tahap hidrolisis, salah satu perubahan selama fermentasi dari
substras tidak di harapkan adalah liquid fiks. Setelah proses penggaraman, cairan
mula-mula rendah tapi setelah disimpan beberapa hari, yaitu selama proses
fermentasi menyebabkan terjadinya proses hidrolisis protein sehingga kandungan
nitrogen terlarut naik.
Terasi biasanya menggunakan bahan dari ikan-ikan kecil seperti ikan teri atau
udang rebon pada pratikum kali ini menggunakan udang rebon yang selama ini
udang rebon sering dikatagori sebagai udannya kaum marginal. Dibandingkan
dengan udang lainnya, rebon jauh lebih murah harganya, namun dari gizi udang
rebon tidak kalah dari jenis udang lain. Keunggulan dari udang adalah kalsium
yang tinggi.
43
rasa pada makanan.Sehingga dalam hal ini mengetahui mengenai pembuatan
terasi dengan dengan konsentrasi garam yang berbeda cukup penting untuk
mengetahui sebagai bentuk kemampuan dalam pengolahan hasil sumberdaya
perairan (undang rebon) dengan bentuk diversifikasi pangan yang berbeda.Dengan
demikian dapat diketahui konsentrasi garam terbaik pada pembuatan terasi udang.
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam pratikum ini telah mengtahui cara pembuatan terasi
44
II. TINJAUAN PUSTAKA
Terasi merupakan suatu bahan tambahan makanan yang biasanya dibuat dari
rebon (Acets sp) maupun ikan atau udang yang bernilai ekonomis rendah. Produk
ini biasanya berwarna coklat, abu-abu atau merah. Seperti halnya produk
fermentasi lainnya, terasi juga mempunyai aroma yang khas yang ditimbulkan
oleh adanya komponen volatile di dalamnya.
Bahan baku terasi adalah Udang atau ikan teri, Air, dan garam. Sedangkan
alat untuk pembuatan terasi adalah mesin penggiling ikan serta pembungkus dan
alat alat dapur. Untuk terasi ikan biasanya menggunakan ikan kecil - kecil dan
sejenisnya, yang harus dibuang kepalanya terlebih dahulu sebelum diproses lebih
lanjut.
Prinsip pengolahan terasi didasarkan pada proses penguraian daging udang
atau ikan oleh enzim pemecah protein yang ada dalam tubuh udang atau ikan itu
sendiri (Yunizal 1998). Proses ini terjadi dalam suasana beragam dan dalam
kondisi tertentu sehingga diperoleh terasi udang atau ikan dengan bau, aroma dan
rasa yang sangat spesifik.
Adapun jika akan membuat terasi udang maka rebon dapat digunakan.
Dalam pembuatan terasi, garam ini mempunyai manfaat ganda yaitu :
1. Sebagai pemantap cita rasa terasi.
2. Sebagai bahan pengawet (pada konsentrasi 20 % ; 2 ons per kg bahan
baku).
45
Gambar 6. Bagan Proses Pembuatan Terasi
b. Penjemuran
.
Gambar 7. Proses Penjemuran Udang/ikan
46
c. Penggilingan dan Penumbukan
Pada proses ini udang dimasukkan kedalam alat penggiling untuk
menghaluskan udang. Proses penggilingan bahan terasi ini menggunakan mesin
penggiling yang terbuat dari baja, selain itu penggilingan digunakan untuk
mendapatkan hasil yang homogen dan menghemat tenaga dan waktu. Didalam
penumbukan ditambahkan garam, air dan pewarna dengan perbandingan 1 gayung
air dan 2 kg garam serta 1 sendok pewarna untuk 5 kwintal udang. Menurut
Afrianto dan liviawaty (2005) jumlah garam yang ditambahkan tergantung selera,
maksimal 30% dari berat total ikan atau udang agar terasi yang diproduksi tidak
terlalu asin.
d. Fermentasi
Terasi yang sudah dibungkus lalu kita fermentasikan didalam ruang
khusus yang terdiri dari rak-rak tempat meletakkan adonan yang sudah dibungkus.
Proses fermentasi ini dimaksudkan untuk proses penguraian senyawa-senyawa
yang kompleks dari daging udang menjadi senyawa yang sederhana. Menurut
Afrianto dan liviawaty (1989) enzim yang berperan dalam proses fermentasi pada
produk perikanan terutama didominasi oleh enzim proteolitik yang mampu
menguraikan protein. Proses pemerahan (fermentasi) ini berlangsung 3-4 minggu
dan dilakukan pada suhu kamar, jika terdapat pada inkubator pemerahan dapat
47
dilakukan pada suhu 20-30oC yang merupakan suhu optimum untuk fermentasi
terasi (Anonymous, 2005)
48
konsentrasi glutamat didalamnya. Terasi mengandung asam glutamate sebesar
1508 mg/ 100 g.
49
III. METODOLOGI
A. Bahan
1. Udang rebon
2. Plastik
3. Garam
4. Air
B. Alat
1. Timbangan
2. Nampan
3. Kendi
4. Ulekan
C. Prosedur pratikum
1. Haluskan udang rebon menggunakan ulekan
2. Siapkan garam dengan konsentrasi 2% - 10%dari berat udang
3. Setelah itu campur dengan garam sesuai porsi yang sudah ditetapkan pada
masing-masing kelompok
4. Homogenkan hingga merata dan tambahkan sedikit air
5. Bungkus menggunakan plasik
6. Lalu fermetasikan selama 7 hari dan keringkan
50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
No Spesifikasi nilai
1. Penampakan Coklat kemerahan kusam 5
sedikit kotoran
2. Bau Kurang harum, sedikit bau 6
tambahan
3. Rasa - -
4. Tekstur Agak keras, kurang 6
homogen, agak kasar
5. Jamur Tidak ada 9
B. Pembahasan
1. Penumbukan
pada proses ini udang dimasukan dikendi untuk ditumbuk, tumbuk udang
sampai halus di dalam penumbukan di tambahkan garam, dan air. Jumlah garam
yang di tambahkan 2% dari total udang.
2. Pencetakan
udang yang sudah di kasih garam dan dihaluskan lalu di cetak sesuai selera,
setelah itu di masukan di glass Tupperware yang ada tutupnya
51
3. Fermentasi
Terasi yang sudah di masukan di glass lalu kita fermentasikan, proses
fermentasi ini dimaksudkan untuk proses penguraian senyawa-senyawa yang
komleks dari daging udang yang sederhana. Menurut afrianto dan liviawaty
(1989) enzim yang berperan dalam proses fermentasi pada produk perikanan
didominasikan oleh enzim proteolitik yang mampu nguraikan protein. Frementasi
ini berlangsung 1 minggu dan dilakukan pada suhu kamar.
52
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dalam praktikum yang telah dilaksanakan sudah baik, dan sangat bermanfaat
bagi kami, khususnya bagi kami kelompok 1 yang semua anggotanya telah
mengikuti pratikum dasar-dasar teknologi hasil perikanan
53