OLEH:
YENI SAFITRI
NRP. 54183212342
Oleh :
YENI SAFITRI
NRP. 54183212342
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Praktik
Lapang I yang berjudul ”Pengolahan Bakso Ikan Barakuda (Sphyraena jello) ”.
Alasan penulis mengambil judul tersebut adalah untuk mengetahui seluruh alur
proses penanganan dan pengolahan Bakso Ikan Barakuda (Sphyraena jello) ,
penerapan rantai dingin, mutu dari bahan baku hingga produk akhir, rendemen dari
ikan utuh hingga produk akhir, produktivitas tenaga kerja selama proses
pengolahan, persyaratan kelayakan unit pengolahan hingga proses pengolahan
limbah padat dan cair.
Proposal Praktik Lapang I ini merupakan salah satu syarat untuk
melanjutkan ke semester VI pada Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan di Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
COVER LUAR .......................................................................................................i
COVER DALAM ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................iii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................iv
UCAPAN TERIMAKASIH v
DAFTAR ISI .........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBARviii
DAFTAR TABEL ix
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Batasan Masalah 2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Barakuda, Alu-Alu/Baraccuda 3
2.2 Morfologi Ikan Barakuda, Alu-Alu/Baraccuda 3
2.3 Reproduksi Ikan Barakuda, Alu-Alu/Baraccuda 4
2.4 Habitat Barakuda, Alu-Alu/Baraccuda 4
2.5 Pengoalahan Bakso Ikan 4
2.5.1 Deskripsi Bakso Ikan 4
2.6 Persyaratan Bahan Baku 4
2.7 Persyaratan Bahan Penolong 6
2.8 Prinsip Pengolahan Bakso Ikan 6
2.9 Persyaratan Mutu Bakso Ikan 8
2.10 Kemunduran Mutu Ikan 9
2.11 Rendemen 11
2.12 Sanitasi dan Hygiene 12
2.13 Aspek Finansial 14
3. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat 15
3.2 Alat dan Bahan 15
3.2.1 Alat 15
3.2.2 Bahan 15
3.3 Metode Pengambilan Data 15
3.3.1 Data Primer 15
3.3.2 Data Sekunder 16
3.4 Metode Kerja 16
3.4.1 Pengamatan Alur Proses 16
3.4.2 Pengamatan Mutu 16
3.4.3 Pengamatan Rendemen 17
3.4.4 Pengamatan Suhu 17
3.4.5 Pengamatan Sanitasi dan Hygiene 17
3.4.6 Aspek Finansial 17
4.1 Analisis Data Deskriptif dan Komparatif 18
4.1.1 Analisis Deskriptif 18
vi
4.1.2 Analisis Komparatif 18
4. JADWAL KEGIATAN DAN BIAYA
4.1 Jadwal Kegiatan Praktek Lapang I 19
4.2. Anggaran Biaya Praktek Lapang I 19
DAFTAR PUSTAKA 20
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
ix
1. PENDAHULUAN
1
tinggi dapat diperoleh dari penanganan bahan baku yang baik, hingga ke
pemasaran. Oleh karena itu, praktikum ini perlu dilaksanakan agar dapat diketahui
proses pembuatan dari bakso ikan dan mutu bahan baku/produk bakso ikan
1.2 Tujuan
2. TINJAUAN PUSTAKA
2
dengan lebar satu kaki. Permukaan tubuhnya ditutupi oleh sisik halus. Beberapa
spesies bisa mencapai panjang hingga 1,8m dengan lebar 30 cm. ikan ini dapat
ditemukan di samudra tropis dan subtropics di seluruh dunia (Anggoro, 2012).
3
Pengaluan, Tenak, Tenok, Kadalan, Leres, Tunel, Pengalasang, Senuk, Kacang
Merah, Langsar, Tancak, Curut, Kacang Lopek (Wiadnya dan Setyohadi, 2012)
2.3 Reproduksi Ikan Barakuda, Alu-Alu Atau Barracuda
Ikan barracuda akan bereproduksi setiap satu tahun sekali. Sperma dan sel terlur
akan dilepas dilaut untuk fertilisasi eksternal (Anggoro, 2012).
2.4 Habitat Ikan Barakuda, Alu-Alu Atau Barracuda
Termasuk jenis ikan pelagis. Sehingga dapat ditemukan terutama di daerah
permukaan atau dekat permukaan. Diurnal dan soliter tapi ikan-ikan muda sering
membentuk sekumpulan kecil, biasanya berada di tepi karang dan diatas tempat-
tempat dangkal, daerah bakau, estuari dan terumbu karang bagian dalam; ikan
dewasa tersebar luas dari pantai sampai laut lepas. Ikan barracuda dapat hidup
pada iklim Tropis 27 ° LU - 37 ° LS, 29 ° BT - 152 ° E. Menghuni teluk, muara,
dan laguna dengan kedalaman kisaran 20 - 200 m. Barracuda banyak ditemukan
pada daerah dengan iklim tropis dan subtropis Indo - Pasifik Barat dari Afrika
Selatan, New Caledoniadan Vanuatu. Di Australia diketahui dari pantai sentral
Australia Barat sekitar utara tropis dari negara dan selatan ke pantai selatan New
SouthWales (Tesiamichael dan Sebahtu, 2011).
2.5 pengolahan bakso ikan
2.5.1 deskripsi bakso ikan
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 7266 : 2014) bahwa produk olahan
hasil perikanan yang menggunakan lumatan daging ikan atau surimi minimum
40% dicampur tepung, dan bahan- bahan lainnya bila diperlukan, yang mengalami
pembentukan dan pengasapan.
2.6 Persyaratan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah ikan barakuda segar. Ikan segar adalah
ikan yang belum mengalami perlakuan pengawetan kecuali pendinginan
(chilling).
Persyaratan mutu ikan segar mengacu pada SNI 2729 : 2013. Ikan berasal
dari perairan yang tidak tercemar dan berbentuk utuh. Bahan baku harus bersih,
bebas dari bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan
pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta
membahayakan kesehatan.
4
Secara organoleptik bahan baku memiliki karakteristik sebagai berikut :
- Kenampakan : warna cerah spesifik jenis, bersih, bebas dari sisik,
tulang dan duri.
- Bau : segar spesifik jenis
- Tekstur : kompak
Syarat mutu bahan baku menurut SNI 2729 : 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan mutu ikan segar berdasarkan SNI 2729 : 2013
Parameter Uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik - Min. 7 (Skor 1-9)
b. Cemaran Mikroba
- ALT Koloni/g 5,0 x 105
- Escherichia coli APM/g <3
- Salmonella - Negatif/25 g
- Vibrio choleraa - Negatif/25 g
- Vibrio parahaemolyticusa APM/g <3
c. Cemaran Logam
- Arsen (As) Mg/kg Maks. 1,0
- Merkuri (Hg) Mg/kg Maks. 0,1
- Timah (Sn) Mg/kg Maks. 0,5
- Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 0,3
d. Kimia
- Histamin Mg/kg Maks. 100
e. Residu Kimia
- Kloramfenikol - Tidak boleh ada
- Malachite green dan - Tidak boleh ada
leuchomalachite green
- Nitrofuran (SEM, AHD, - Tidak boleh ada
AOZ, AMOZ)
f. Racun Hayati
- Ciguatoksin - Tidak terdeteksi
g. Parasit - Tidak boleh ada
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2013)
5
1) Air
Air yang dipakai sebagai bahan bahan penolong untuk kegiatan di unit
pengolahan memenuhi persyaratan kualitas air minum yang berlaku.
2) Es
Es yang digunakan harus dibuat dari air yang memenuhi persyaratan sesuai
SNI 4872 : 2015. Bahan baku es untuk penanganan dan pengolahan ikan sesuai
persyaratan kualitas air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
492/MENKES/PER IV/2010.
2.8 Prinsip Pengolahan Bakso Ikan
Untuk memperoleh bakso ikan yang memenuhi persyaratan sebagaimana
seperti yang disebutkan di atas, maka harus dilakukan penanganan dan
pengolahan yang baik dan benar. Prinsip pengolahan bakso ikan mengacu pada
SNI 7266 : 2014. Adapun alur proses pengolahan bakso ikan yaitu melalui
beberapa tahapan proses sebagai berikut :
1) Penerimaan
Penerimaan bertujuan untuk mendapatkan bahan baku yang bebas dari
potensi bahaya seperti kontaminasi kimia, mikroba pathogen dan benda asing.
Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk
mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat,
cermat dan saniter dengan suhu pusat produk 0° - 5°C.
2) Pelelehan
Pelelehan bertujuan untuk mendapatkan produk sesuai spesifikasi. Bahan baku
beku yang masih dalam kemasan dilelehkan (thawing) secara cermat dan saniter
dengan mempertahankan suhu dingin.
3) Penyiangan
Tahap ini dilakukan dengan cara ikan disiangi dengan membuang kepala dan isi
perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat, dan saniter dalam kondisi
dingin. Adapun tujuannya untuk mendapatkan ikan yang bersih, tanpa kepala da
nisi perut serta merduksi kontaminasi mikroba pathogen.
4) Pencucian
6
Bahan baku yang dicuci menggunakan air mengalir secara cepat, cermat dan
saniter dalam kondisi dingin 0° - 5°C.. bertujuan untuk mendapatkan bahan baku
yang bersih sesuai spesifikasi.
5) Pemisahan Daging Dari Tulang, Duri dan Kulit
Untuk tahap ini daging ikan dipisahkan secara mekanis dari duri , tulang dan kulit
dengan cepat, cermat dan saniter dalam kondisi dingin 0° - 5°C.. Tujuannnya agar
mendapatkan daging ikan yang bersih dari duri, tulang dan kulit.
6) Pelumatan
Pada tahap ini daging ikan dilumatkan secara mekanis dengan cepat, cermat, dan
saniter dalam kondisi dengin 0° - 5°C. adapun tujuannya yaitu mendapatkan
lumatan daging ikan sesuai spesifikasi.
7) Pencampuran
Pada tahap ini lumatan daging ikan dimasukan ke dalam alat pencampur
ditambahkan garam dan di campurkan hingga didapatkan adonan yang lengket,
selanjutnya penambahan bumbu lainnya, dicampur sampai homogen. Proses
dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengam mepertahankan suhu
maksimum 10°C. dengan tujuan mendapatkan adonan yang homogeny dan bebas
kontaminasi.
8) Pembentukan
Pada tahap ini adonan dicetak dan dibentuk dengan ukuran sesuai spesifikasi.
Tujuannya agar mendapatkan cetakan bakso yang sesuai spesifikasi.
9) Pemasakan
Pada tahap ini adonan yang sudah dicetak direbus pada suhu 40° - 70°C selama 10
-20 menit kemudian dilanjutkan perebusan pada suhu 90° - 100°C sampai
mengapung. Tujuan dari tahap ini adalah mendapatkan tekstur bakso ikan yang
baik.
10) Pendinginan
Pada tahap ini bakso ikan didinginkan dengan cara ditiriskan atau dengan dibantu
blower atau kipas angina, secara cepat, cermat dan saniter. Tujuan dari tahap ini
mendapatkan tekstur bakso ikan yang baik.
11) Sortasi
7
Pada tahap ini bakso ikan yang tidak seragam bentuk dan ukurannya dipisahkan
sortasi dilakukan secara cepat, cermat dan saniter. Adapun tujuan dari tahap ini
adalah untuk mendapatkan bakso ikan dengan bentuk dan ukuran yang seragam
serta bebas dari kontaminasi mikroba dan pathogen.
12) Pengemasan dan Penimbangan
Pada tahap ini bakso ikan dimasukan ke dalam pengmasan plastik dan ditimbang
sesuai dengan berat yang ditentukan. Kemasan ditutup menggunakan alat penutup
sealer atau vaccum sealer. Penimbangan pengemasan dilakukan secara cepat,
cermat dan saniter tujuannya memasukan bakso ikan ke dalam pengemas, sesuai
dengan berat yang ditentukan serta bebas dari kontaminasi miktoba pathogen.
13) Pembekuan
Pada tahap ini bakso ikan disusun dalam pan pembekuan, dibekukan dalam alat
pembeku (freezer) dengan metode pembekuan cepat dengan suhu pusat
maksimum -18°C. dengan tujuan mendapatkan mutu bakso ikan sesuai spesifikas.
14) Penyimpanan Beku
Pada tahap ini produk disusun secara rapi di dalam tempat penyimpanan beku dan
suhu penyimpanan dipertahankan stabil dengan system penyimpanan First In
First Out (FIFO). Tujuannya memepertahankan mutu bakso ikan sesuai
spesifikasi.
2.9 Persyaratan Mutu Bakso Ikan
Persyaratan mutu baakso ikan harus diperhatikan dengan benar untuk
memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen. Persyaratan bakso
ikan mengacu pada SNI SNI 7266 : 2014.
Syarat mutu baku menurut dapat dilihat pada Tabel 2.
8
Tabel 2. Persyaratan mutu dan keamanan produk bakso ikan berdasarkan SNI
7266 : 2014.
Parameter Uji Satuan Persyaratan
a. Sensori - Min. 7 (Skor 1-9)
b. Kimia
- Kadar air Maks 65
%
- Kadar abu Maks 2,0
%
- Kadar protein Min 7
%
- Kadar lemak Maks 100
%
c. Cemaran mikroba
- ALT koloni/g Maks 1,0 x 105
- Esherichia coli APM/g <3
- Salmonella Per 25 g Negatif
- Staphylococcus aureus Koloni/g Maks 1,0 x102
- Vibrio cholerae* Per 25 g Negatif
- Vibrio parahaemolyticus Per 25 g Negatif
d. Cemaran logam
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks 0,1
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,5
- Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,3
- Arsen (As) mg/kg Maks 1,0
- Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0
e. Cemaran Fisik
- Filth -
CATATAN * untuk bahan baku yang berasal dari jenis scrombroidae
* bila diperlukan
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2014)
Tahap prerigor merupakan perubahan yang pertama kali terjadi setelah ikan mati.
Fase ini ditandai dengan pelepasan lendir cair, bening, atau transparan yang
menyelimuti seluruh tubuh ikan. Proses ini disebut hiperemia yang berlangsung 2-
9
4 jam. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan
musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri (Junianto 2003).
2. Rigor mortis
Fase ini ditandai dengan tubuh ikan yang kejang setelah ikan mati (rigor = kaku,
mortis = mati) ikan masih dikatakan masih sangat segar pada fase ini. Faktor yang
mempengaruhi lamanya fase rigormortis yaitu jenis ikan, suhu, penanganan
sebelum pemanenan, kondisi stress pra kematian, kondisi biologis ikan, dan suhu
penyimpanan prerigor (Skjervold et al. 2001). Ketika ikan mati, kondisi menjadi
anaerob dan ATP terurai oleh enzim dalam tubuh dengan terjadinya suatu proses
perubahan biokimia yang menyebabkan bagian protein otot (aktin dan miosin)
berkontraksi dan menjadi kaku (rigor) (Valtria, 2010).
3. Postrigor
Pada tahap ini daging ikan kembali melunak secara perlahan-lahan, sehingga
secara organoleptik akan meningkatkan derajat penerimaan konsumen sampai
pada tingkat optimal. Lamanya mencapai tingkat optimal tergantung pada jenis
ikan dan suhu lingkungan. Darah ikan lebih cepat menggumpal daripada hewan-
hewan darat (Sulistyati, 2004).
4. Autolysis
Proses penurunan mutu secara autolisis berlangsung sebagai akasi kegiatan enzim
yang menguri senyawa kimia kepada jaringan tubuh ikan. Enzim bertindak
sebagai katalisator yang menjadi pendorong dari segala perubahan senyawa
biologis yang terdapat dalam ikan, baik perubahan yang sifatnya membangun sel
dan jaringan tubuh maupun yang merombaknya ( Suwetja. 2011) .Kerja enzim
yang tidak terkontrol bisa mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh ikan,
seperti: dinding usus, otot daging, serta menguraikan senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana proses inilah yang disebut dengan autolisis (Purnomowatiet al,
2007)
2.11 Rendemen
Rendemen adalah perhitungan yang diperoleh dari produk akhir dibagi
dengan mentah diikalikan seratus persen kemudian hasilnya dinyatakan dalam
10
bentuk % berat. Tujuan dari dilakukan perhitungan rendemen dalah mengetahui
berat bersih dari ikan yang digunakan dalam optimalisasi produksi dibandingkan
berat kotor yang tidak terpakai. Rendemen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
jenis dan ukuran, mutu bahan baku, keahlian pekerja dan peralatan.
Rendemen dipengaruhi oleh jenis dan ukuran produk. Ikan yang berukuran
kecil akan lebih banyak bagian tubuh yang terbuang dibandingkan ikan berukuran
besar dikarenakan tekstur ikan berukuran lebih kenyal sehingga lebih mudah
untuk dilakukan penanganan dan pengolahan.
Selain bentuk dan ukuran, mutu bahan baku juga mempengaruhi hasil
perhitungan rendemen. Ikan dengan mutu yang bagus memiliki tekstur yang
padat, kompak dan kenyal sehingga mudah untuk dilakukan penanganan dan
pengolahan. Sedangkan ikan dengan mutu yang kurang bagus memiliki tekstur
yang lembek dan mudah hancur sehingga apabila dilakukan proses penanganan
dan pengolahan akan banyak daging yang terbuang.
Keahlian pekerja juga mempengaruhi rendemen. Karyawan yang sudah
mengetaui cara menangani dan mengolah ikan dengan baik dan benar akan
mengurangi resiko terbuangnya ikan.
Peralatan yang digunakan pada saat proses penanganan dan pengolahan
juga dapat mempengaruhi hasil rendemen. Pisau yang tidak tajam akan
menyebabkan kesulitan pada saat proses penanganan dan pengolahan sehingga
menyebabkan daging ikan dapat terbuang. Semakin banyak jumlah daging yang
terbuang pada saat proses penanganan dan pengolahan maka akan semakin rendah
rendemen yang diperoleh. Rumus perhitungan rendemen adalah sebagai berikut :
Berat Akhir
Rendemen= x 100 %
Berat Awal
11
disebutkan sebelumnya, banyak hal yang mempengaruhi terkontaminasinya suatu
makanan, mengingat makanan tidak langsung jadi, terdapat tahapan untuk
menjadi produk siap konsumsi mulai pemilihan atau persiapan, pengolahan, dan
penyajian. Menurut Purnawijayanti (2001:51-59) kontaminasi makanan yang
sering terdapat dalam makanan dibedakan menjadi tiga, yaitu: ,
1. Kontaminan Biologis, yaitu organisme hidup yang menimbulkan kontaminasi
dalam makanan, seperti mikroorganisme yang keberadaannya tidak disadari
tetapi menimbulkan kerusakan atau keracunan makanan.
2) Kontaminasi Kimiawi, yaitu bahan atau unsur kimia yang menimbulkan
pencemaran pada bahan makanan. Bahan kimia ini dapat berada dalam
makanan melalui logam yang terakumulasi pada produk perairan, terlarutnya
lapisan alat pengolah, sisa antibiotik, dan bahan pembersih kimia pada
peralatan makanan yang tidak bersih sewaktu pembilasan.
3) Kontaminan Fisik, yaitu benda-benda asing yang bukan bagian dari bahan
makanan tetapi terdapat dalam makanan, seperti serpihan logam, stapler,
kerikil, lidi, dan sebagainya. Kontaminasi makanan ini sangat membayakan
kesehatan bahkan bisa merenggut nyawa seseorang.
12
3. Air laut (digunakan industri perikanan) harus sesuai dengan standar air minum,
kecuali kadar garam
Kunci 2. Kondisi dan Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan
Pangan
Monitoring : Kondisi permukaan yang kontak dengan pangan : dilakukan dengan
inspeksi visual terhadap permukaan. Kebersihan dan sanitasi permukaan yang
kontak dengan pangan : apakah terpelihara. Tipe dan konsentrasi bahan sanitasi :
dengan test strips/kits. Verifikasi dilakukan dengan pengujian mikrobial
permukaan secara berkala. Kebersihan sarung tangan dan pakaian pekerja. :
apakah dalam kondisi baik.
Kunci 4. Kontaminasi Silang
Kontaminasi silang sering terjadi pada industri pangan akibat kurang dipahaminya
masalah ini. Beberapa hal untuk pencegahan kontaminasi silang adalah : tindakan
karyawan untuk pencegahan, pemisahan bahan dengan produk siap konsumsi,
disain sarana prasarana.
Kunci 4. Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi dan Toilet
Kondisi fasilitas cuci tangan, toilet dan sanitasi tangan sangat penting untuk
mencegah terjadinya kontaminasi terhadap proses produksi pangan. Kontaminasi
akibat kondisi fasilitas tersebut akan bersifat fatal, karena diakibatkan oleh bakteri
pathogen
Kunci 5. Proteksi Dan Bahan-Bahan Kontamin
Tujuannya dalah untuk memjamin bahwa produk pangan, bahan pengemas, dan
permukaan kontak langsung dengan pangan terlindung dari kontaminasi
terlindung dari mikroba, kimia dan fisik.
Kunci 6. Pelabelan, Penyimpanan, dan Penggunaan Bahan Toksin Yang
Benar
Monitoring : Tujuan monitoring ini adalah untuk menjamin bahwa pelabelan,
penyimpanan dan penggunaan bahan toksin adalah benar untuk proteksi produk
dari kontaminasi.
Kunci 7. Pengawasan Kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan
kontaminasi
Tujuan dari kunci 7 ini adalah untuk mengelola personil yang mempunyai tanda-
13
tanda penyakit, luka atau kondisi lain yang dapat menjadi sumber kontaminasi
mikrobiologi.
Kunci 8. Menghilangkan Hama Dari Unit Pengoalahan
Untuk menjamin tidak adanya pest/hama dalam bangunan pengolahan pangan,
beberapa pest yang mungkin membawa penyakit :
a) Lalat dan kecoa mentransfer salmonella, stertpcoccus, c.botulinum,
staphylococcus, c.perfringens, shigella
b) Burng:pembawa variasi bakteri pathogen:salmonella dan listeria
2.13 Aspek Finansial
Studi kelayakan proyek atau bisnis merupakan suatu kegiatan mengevaluasi,
menganalisis, dan menilai layak atau tidak suatu proyek bisnis dijalankan. Secara
umum, tujuan diadakan studi kelayakan khususnya bagi investor yaitu
menghindari keterlanjuran investasi atau penanaman modal yang terlalu besar
untuk suatu proyek atau kegiatan usaha yang ternyata tidak menguntungkan
(Afiyah et al., 2015)
Menurut Afiyah et al. (2015) analisis finansial adalah kegiatan melakukan
penilaian dan penentuan satuan rupiah terhadap aspek-aspek yang dianggap layak
dari keputusan yang dibuat dalam tahapan analisis usaha. Pembahasan dalam
aspek finansial ini yaitu sumber dan penggunaan dana, modal kerja, pendapatan,
biaya usaha, serta aliran kas atau arus kas (cash flow).
14
3 METODE PELAKSANAAN
Data primer merupakan data yang didapat atau dikumpulkan langsung dari
objek yang diteliti contoh data yang dihasilkan beriupa kuisioner terhadap
responden atau data hasil wawancara langsung.
Berikut ini data primer yang diambil:
1. Pengolahan bakso ikan barakuda dari mulai bahan baku sampai produk
akhir
2. Pengujian organoleptik bahan baku dan uji sensori pada produk akhir
15
3. Rendemen dari bahan baku sampai produk akhir
3.3.2 Data Sekunder
n n
∑ Xi ∑ ( xi−x́)2
x́= i=1 S 2= i=1
n n
Keterangan :
n : jumlah/banyaknya panelis
1,96 : koefisien standar deviasi pada tahap 95%
(x ) ̅ : nilai mutu rata-rata
Xi : nilai mutu dari panelis ke- i, dimana i = 1,2,3,.....n
S2 : keragaman nilai mutu
μ : kisaran hasil organoleptik
16
S : simpangan baku nilai mutu
P : interval nilai sensori
berat akhir
Rendemen = x 100 %
berat awal
17
4.1 Analisis Data Deskriptif dan Komparatif
4.1.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah suatu penyajian data dengan cara
menggambarkan hal-hal yang telah diamati secara sistematis berdasarkan fakta
hasil pengamatan/penelitian secara utuh, faktual dan mendalam. Selanjutnya
gambaran tersebut dianalisa dan dikaji dengan cara mengkaitkannya dengan dasar
teori atau referensi yang sesuai dengan tujuan atau literatur yang terkait.
4.1.2 Analisis Komparatif
Analisis komparatif, yaitu analisa yang membandingkan hasil pengamatan
dengan kuantitatif yang selanjutnya dikaitkan dengan literatur, narasumber
ataupun dengan pengamatan lain yang serupa, apakah terdapat kesamaan atau
perbedaan hasil pengamatan dengan bahan perbandingan tersebu
18
4. JADWAL KEGIATAN DAN BIAYA
4.1 Jadwal Kegiatan
Rencana Kegiatan Praktek Lapang I di pengolahan iwan anne dapat dilihat
dari Tabel 3
Tabel 3. Rencana Kegiatan Praktek Lapang I
Kegiatan Hari Ke
1-6 7-13 14-20 21-27 28-34 35-40 41- 45
Pengamatan Alur Proses
Pengamatan Mutu
Pengamatan Rendemen
Pengamatan Suhu
Pengamatan S & H
Pengamatan Aspek
finansial
Penyusunan Laporan
19
DAFTAR PUSTAKA
20