SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA 2020 STUDI KASUS 1 WARGA DESA TENJOJAYA,SUKABUMI. DIDUGA KERACUNAN IKAN LISONG Enam warga Kampung Langenria RT 03/04, Desa Tenjojaya, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, mengalami keracunan setelah menyantap ikan lisong. Mereka kini menjalani perawatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Sekarwangi Cibadak. Sekretaris Desa Tenjojaya, Agustina Supriadi mengatakan, korban mengalami pusing, mual, muntah serta buang air besar secara terus menerus setelah menyantap ikan lisong pada Jumat (28/9/2018) sore. Enam korban tersebut adalah, Dina, Jaja, Aef Saepuloh, Oyah, Tri Wahyuni dan Enah. "Setelah ada tetangga yang datang ke rumah bahwa kerabatnya mengalami gejala keracunan, saya langsung membawanya ke rumah sakit," jelasnya. Pihaknya sudah mengerahkan aparat desa untuk melakukan patroli di sekitar Desa Tenjojaya mengantisipasi ada korban keracunan lainnya. "Enam warga sudah mendapatkan perawatan. Sementara petugas dari desa sedang melakukan penyisiran ditakutkan ada korban susulan," tukasnya. STUDI KASUS 2 Empat warga Desa Abar-abir, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, meninggal dunia karena keracunan kerang simping 22 Oktober 2014 Kasus keracunan makanan produk perikanan, terutama kerang, cukup sering terjadi. 22 Oktober 2014 empat warga Desa Abar-abir, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, meninggal dunia setelah sarapan dengan lauk kerang simping. Diduga mereka korbankeracunan.Memang produk perikanan adalah bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna. hasil perikanan dan produk olahannya termasuk kelompok bahan/produk pangan beresiko tinggi, oleh karena itu untuk beberapa jenis produk perikanan, masyarakat perlu berhati- hati dalam mengkonsumsinya, karena mempunyai potensi menyebabkan keracunan. Penyakit yang timbul karena mengkonsumsi makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu infeksi makanan dan intoksikasi (keracunan) makanan. Infeksi adalah peristiwa dimana seseorang mengkonsumsi produk perikanan yang mengandung bakteri patogen yang tumbuh pada produk perikanan tersebut sehingga menimbulkan penyakit. Contoh dari bakteri patogen tersebut adalah Clostridium perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan Salmonella. Penyebab keracunan ini adalah saxitoxin, yaitu racun yang bekerja memblok sodium channel. Gejala keracunan mulai tampak nyata sekitar 30 menit setelah menyantap kerang beracun, berupa parestesi mulut, lidah, gusi, serta muka; yang cepat sekali menyebar ke bagian distal anggota gerak. Gejala lain berupa sensasi “melayang” (floating), sakit kepala, ataksia, otot lemah, paralisis, dan gangguan fungsi syaraf kranial. Gejala akibat gangguan saluran cerna (mual, muntah, diare, dan nyeri perut) jarang timbul. Gagal napas dapat terjadi 2-12 jam setelahnya, yang biasanya menetap selama 72 jam. Kematian lazimnya terjadi pada 12 jam pertama akibat gagal napas. PSP biasanya berakhir selama 3 hari, tetapi kelemahan otot menetap selama berminggu-minggu. STUDI KASUS 3 Kandungan Logam Berat pada Ikan Beloso (Glosogobius giuris) di Perairan Segara Anakan Segara Anakan merupakan salah satu wilayah laguna di Provinsi Jawa Tengah yang menjadi salah satu pemasok produksi perikanan baik di sekitar wilayah maupun keluar wilayah Jawa Tengah. Berbagai hasil produksi perikanan dari wilayah tersebut telah lama dikenal masyarakat, antara lain udang, kepiting, rajungan dan ikan. Wilayah di sekitar lagun (terutama di wilayah Sungai Donan) selain diketahui sebagai wilayah produksi perikanan, terdapat berbagai aktivitas industri ataupun pemukiman yang dapat mengganggu ekosistem perairan di wilayah tersebut. Logam berat misalnya kadmium (Cd), merkuri (Hg), timbal (Pb), dan tembaga (Cu) merupakan salah satu bahan pencemar ‘serius’ oleh karena sifat toksik yang dimiliki dengan kecenderungan untuk masuk ke dalam sistem rantai makanan (food chain) dan kemampuan untuk tetap berada (residence time) dalam suatu lingkungan untuk waktu yang lama. Kandungan logam berat Pb, Hg, Cd, dan Cu di daging ikan beloso (G. giuris) yang ditangkap di perairan Segara Anakan bagian timur dan sekitarnya cukup fluktuatif. Kandungan logam berat Pb, Hg, Cu, Cd pada daging ikan beloso tersebut sebagian besar berada di bawah baku mutu SNI (2009), maupun FAO/WHO (2004). Nilai Pb, Hg, Cu, dan Cd pada daging ikan beloso masing- masing secara berurutan berkisar 0-0.005 mg/kg, 0-0,044 mg/kg, 0,164-0,293 mg/kg, dan 0,001-0,032 mg/kg. Kandungan logam berat Cu yang tinggi pada daging ikan diperkirakan dapat berasal dari antifouling yang banyak digunakan kapal-kapal nelayan. Kandungan logam berat pada ikan dapat juga disebabkan oleh pengaruh kondisi lingkungan yang buruk, faktor musim, dan faktor kimia-fisika pada perairan. Meskipun mengandung logam berat ikan yang berasal dari perairan Segara Anakan masih dapat dikonsumsi dengan batasan maksimum harian ikan ditentukan dengan memilih nilai terkecil.