Anda di halaman 1dari 8

STUDI KASUS

HETEROSIKLIK AMINES
Toksikan Yang Terbentuk Karena
Pengolahan Pangan

Penyusun
Andini Wina Lestari
TPH B / 54183212280

PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2020
1. TOPIK : Hubungan Pola Makan Dengan Resiko Kanker Payudara (Studi Kasus pada
Rumah Sakit dan Klinik Onkologi di Banda Aceh)

2. PENDAHULUAN
2.1 Umum

Senyawa heterosiklik adalah senyawa kimia yang mempunyai stuktur cincin yang
mengandung atom selain karbon, seperti belerang, oksigen ataupun nitrogen yang
merupakan bagian dari cincin tersebut. Jumlah atom pada cincin senyawa heterosiklik
adalah sekitar 3 sampai 10 atom. Senyawa heterosiklik adalah senyawa yang memiliki
heteroatom. Heteroatom merupakan atom pengganti dari atom hidrogen atau atom karbon
yang jumlah terdiri dari satu atom atau lebih. Senyawa-senyawa heterosiklik dapat berupa
cincin aromatik sederhana ataupun cincin non-aromatik. Beberapa contohnya adalah
piridina (C5H5N), pirimidina (C4H4N2) dan dioksana (C4H8O2).

Riset menunjukkan bahwa memasak daging tertentu pada temperatur tinggi akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak ditemukan pada daging mentah. HCA
terbentuk ketika asam amino dan kreatina (senyawa yang ditemukan pada otot) bereaksi
pada temperatur tinggi. Para periset telah mengidentifikasi 17 HCA berbeda yang
dihasilkan dari pemasakan daging otot. Beberapa sumber protein seperti susu, telur, tahu,
dan daging organ seperti hati memiliki kandungan HCA yang sangat sedikit atau hampir
tidak ada ketika dimasak. Senyawa heterosiklik amin yang dihasilkan selama proses
pemasakan, aflatoxin, senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon, N-nitosamin dan alkohol
berperan sebagai mutagen ditambah lagi dengan tingginya konsumsi kalori dan lemak
dapat meningkatkan resiko kanker. Adanya hubungan langsung antara pola makan tidak
sehat dan gaya hidup dengan peningkatan tumor dan risiko kanker.
2.2 Kronologis Kejadian
Peningkatan kasus kanker atau resiko kanker disebabkan oleh faktor lingkungan dan
faktor genetik. Faktor lingkungan termasuk didalamnya adalah pola makan (30-35%),
merokok (25-30%) dan konsumsi alkohol (4-6%). Pola makan berkaitan erat dengan resiko
kejadian kanker. Daya cerna zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi tidaklah bekerja
sendiri dan saling ketergantungan antar zat gizi tersebut. Makanan yang masuk dapat
memberikan efek resiko negatif atau positif terhadap perkembangan sel-sel kanker.

Klasifikasi pola makan secara umum dapat digolongkan sebagai berikut :1) pola makan
yang baik yaitu pola makan yang bersumber dari sayuran, buah, ikan, ayam, susu rendah
lemak; 2) pola makan yang tidak baik adalah makanan dengan sumber seperti daging
merah, makanan atau daging yang diolah, gula fermentasi, kentang, makanan manis dan
makanan yang tinggi lemak dan juga kebiasaan minum seperti alkohol dan sejenisnya.
Pola makan baik dan tidak baik ini berhubungan dengan resiko kanker payudara. Hasil
2
penelitian menunjukkan pola makan tidak baik dapat meningkatkan resiko kejadian kanker
payudara.

Akibat keterbatasan ekonomi, para responden memiliki pola makan yang tidak baik
sehingga terlalu sering mengkonsumsi makanan sumber daging olahan/ awetan (daging
atau ayam bakar/sate) yang terpapar dengan senyawa heterocylic amines dimana setelah
senyawa tersebut masuk kedalam tubuh maka akan dimetabolisme oleh enzim dan terjadi
proses bioaktivasi yang menyebabkan rusaknya DNA. Aktivitas enzim ini dapat berbeda di
antara orang-orang, namun relevan dengan risiko kanker yang terkait dengan paparan
senyawa heterocylic amines ini. Senyawa heterosiklik amin yang dihasilkan selama proses
pemasakan, aflatoxin, senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon, N-nitosamin dan alkohol
berperan sebagai mutagen ditambah lagi dengan tingginya konsumsi kalori dan lemak
dapat meningkatkan resiko kanker. Adanya hubungan langsung antara pola makan tidak
sehat dan gaya hidup dengan peningkatan tumor dan risiko kanker. Untuk alasan ini,
status gizi yang baik berdasarkan diet seimbang merupakan salah satu faktor pencegahan
utama dari penyakit tersebut. Untuk mengurangi jumlah paparan HCA, lebih baik makan
lebih sedikit daging panggang. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah makan sehat dan
diet seimbang dengan menerapkan pola makan yang baik.

3. ANALISIS KEJADIAN

Heterosiklik Amines (HAs) atau disebut juga Heterosiklik Aromatik Amin (HAAs)
umumnya terdapat pada pangan berprotein tinggi (daging, ikan) yang terkena pemanasan
yang tinggi. Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola
makan tersebut dipengaruhi oleh faktor ekonomi, budaya dan religi (Baliwaty, 2004). Pola
makan berkaitan erat dengan resiko kejadian kanker di karenakan daya cerna zat gizi
dalam makanan yang dikonsumsi tidaklah bekerja sendiri dan saling ketergantungan antar
zat gizi tersebut. Pola makan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu pola
makan baik dan pola makan tidak baik. Kanker payudara merupakan contoh dari penyakit
yang di sebabkan dari pola makan yang kurang baik. Keganasan pada sel-sel yang
terdapat pada jaringan payudara ini bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel saluran
maupun lobulusnya) maupun komponen selain kelenjar seperti jaringan lemak, pembuluh
darah, dan persyarafan jaringan payudara (Rasjidi, 2010).

Pada penelitian yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh
(RSUZA), mengambil populasi adalah pasien kanker payudara yang rawat inap dan rawat
jalan pada mulai bulan juni hingga bulan juli di tahun 2014. Dengan pengambilan 45
kelompok kasus dan 45 orang kelompok kontrol. Kasus – kasus ini di ambil berdasarkan :
umur < 50 tahun dan > 50 tahun, bersedia menjadi sampel, sampel di pilih berdasarkan
3
diagnose dokter , sampel dating pada polikliknik dengan diagnose kanker payudara. Dan
untuk kasus pasien rawat ini di sebut kasus control. Seluruh responden di wawancarai
dengan berpedoman berdasarkan kuisioner yang sudah di buat sebelumnya dengan
metode frekuensi makanan yang meliputi bahan makanan yang di konsumsi baik hewani
maupun nabati, sumber minyak dan lemak dan cara mengolah makanan. Hasil dari
penelitian menunjukan kasus terkena kanker payudara lebih banyak pada usia 40-54 tahun
hal ini di karenakan Kanker payudara akan meningkat cepat pada usia reproduktif dan
akan melambat setelah melewati usia tersebut. Hasil Proporsi responden dengan pola
konsumsi sumber hewani yang diawetkan dalam kategori tidak baik lebih banyak terdapat
pada kelompok kasus (28,9%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (6,7%). Ada nya
hubungan pola makan sumber hewani yang diawetkan dengan kejadian kanker payudara
dikarenakan adanya hubungan mengkonsumsi sumber hewani yang diawetkan dengan
kejadian kanker payudara sangat berpengaruh serta di dukung dengan poal makana
responden yang tidak baik. kematian akibat kanker payudara pada wanita merupakan
penyebab kedua di negara berkembang.

Setiap tahunnya hampir setengah juta wanita kehilangan nyawanya akibat kanker. Hasil
survei awal pada tahun 2013 di Rumah sakit Zainoel Abidin, kejadian kanker payudara
yang dirawat inap 256 kasus. Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Ibu dan Anak
sejumlah 40 kasus dan klinik onkolgi berjumlah 37 kasus. Peningkatan kasus kanker atau
resiko kanker lebih besar disebabkan oleh faktor lingkungan dibandingkan dengan faktor
genetik. Faktor-faktor lingkungan tersebut yang mempengaruhi tingginya kasus kanker
adalah yaitu gaya hidup (merokok, alkohol, aktivitas fisik), rangsangan eksternal (radiasi,
polusi, infeksi, dll) dan diet (Ruiz and Hernandez, 2013). Selanjutnya menurut Sutandyo
(2010) faktor faktor penyebab kejadian kanker adalah genetik (5-10%) dan 90-95%
disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk didalamnya adalah pola makan (30-35%),
merokok (25-30%) dan konsumsi alkohol (4-6%). Untuk itulah Penting adanya catatan
yang lengkap mengenai pola makan pada saat diagnosa awal penyakit ini dan adanya
penyuluhan tentang konsumsi makanan yang diawetkan.

Dilansir Mothernaturenetwork, berdasarkan sebuah penelitian di Belanda pada 2007,


makanan yang dibakar hingga gosong meningkatkan risiko kanker pada wanita, karena
mengandung zat kimia akrilamida (senyawa organik sederhana yang berpotensi
berbahaya bagi kesehatan menyebabkan kanker atau karsinogenik). Studi ini menemukan
bahwa wanita yang makan 40 microgram akrilamida per hari dua kali lipat berisiko terkena
kanker. Perlu Anda ketahui, zat akrilamida merupakan bahan kimia yang dapat digunakan
untuk membuat kerta dan plastik. Kekhawatiran lain adalah zat kimia HCA (heterocyclic
amines/heterosiklik) pada makanan olahan daging atau ayam bakar, dan sate. Ini
merupakan jenis senyawa kimia yang mempunyai stuktur cincin yang mengandung atom
4
selain karbon, seperti belerang, oksigen atuapun nitrogen yang merupakan bagian dari
cincin tersebut. Olahan makanan dari ayam dan daging saat dipanggang di atas api yang
tinggi dapat menghasilkan HCA yang berisiko menyebabkan kanker. Meskipun penelitian
baru dilakukan pada hewan, dan masih sedikit dilakukan pada manusia. Untuk mengurangi
jumlah paparan HCA, Anda dapat makan lebih sedikit daging panggang, atau melepas kulit
ayam sebelum makan karena kandungan HCA pada kulit ayam cukup tinggi. Intinya, kita
mengetahui bahwa ada potensi bahan beracun di hampir semua yang kita konsumsi. Hal
terbaik yang dapat Anda lakukan adalah makan sehat dan diet seimbang.

4. HAL POSITIF & NEGATIF

Hubungan pola makan dengan kejadian kanker payudara yaitu dilakukan penelitia
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu pola makan baik dan pola makan
tidak baik. Hasil perhitungan secara statistik bahwa proporsi responden dengan pola
konsumsi sumber hewani segar dalam kategori tidak baik lebih banyak terdapat pada
kelompok kasus (15,6%) dibandingkan kelompok kontrol (8,9%). Proporsi responden
dengan pola konsumsi berdasarkan cara pengolahan dalam kategori tidak baik lebih
banyak terdapat pada kelompok kasus (28,9%) dibandingkan dengan kelompok kontrol
(20%). Proporsi responden dengan pola konsumsi sumber minyak dan lemak dalam
kategori tidak baik lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol (46,7%) dibandingkan
dengan kelompok kasus (31,1%). Proporsi responden dengan pola konsumsi sumber
sayur-sayuran dalam kategori tidak baik lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol
(48,9%) dibandingkan dengan kelompok kasus (37,8%). Proporsi responden dengan pola
konsumsi sumber buah-buahan dalam kategori tidak baik lebih banyak terdapat pada
kelompok kontrol (53,3%) dibandingkan dengan kelompok kasus (46,7%). Pola makan
sumber hewani segar, cara mengolah, pola makan minyak/lemak dan pola makan buah
dan sayur tidak berhubungan dengan kejadian kanker payudara (p>0.05).

Pola makan tidak baik (Western/unhealthy dietay patterns) berdasarkan jenisnya


termasuk sumber daging, sumber daging yang diolah/ awetan, kentang goreng, makanan
yang manis-manis dan sumber lemak. Pola makan baik dan tidak baik tersebut
berhubungan dengan resiko kanker payudara. Hasil penelitian menunjukkan pola makan
tidak baik dapat meningkatkan resiko kejadian kanker payudara (Chlebowski et al., 2013).
Makanan sumber daging olahan/ awetan terutama pola makan Western sering terpapar
dengan senyawa heterocylic amines pada saat proses pengolahan sehingga menghasilkan
senyawa penyebab kanker. Senyawa heterocylic amines (HCAs) merupakan senyawa
karsinogenik yang terdapat dalan jaringan bahan pangan akibat proses pengolahan
terutama produk daging dan ikan melalui reaksi mailard dengan asam amino dan gula
sebagai prekusor, (Janoszka et al., 2009). Demikian juga menurut Iwasaki et al.(2009)

5
senyawa heterocylic amines (HCAs) terbentuk dari reaksi kreatin atau kretinin, asam
amino dan gula pada daging dan ikan dengan proses pemasakan suhu tinggi.
Terbentuknya senyawa HCAs ini akan semakin meningkat sejalan dengan suhu, lamanya
proses pemasakan itu berjalan dan juga tergantung dari jenis daging yang dimasak dan
metode pemasakan (digoreng, dipanggang dan dibakar). Hal senada juga dikemukakan
oleh Puangsombat et al. (2011) menyatakan bahwa senyawa heterocylic amines (HCAs)
berada dalam daging yang diolah sangat tergantung dari jenis sumber hewani yang diolah,
metode pemasakan, waktu dan suhu. Jenis dan jumlah senyawa HCAs dalam daging yang
diolah sangat tergantung dari kondisi pemasakan. Senyawa HCAs tersebut berada dalam
proses pemasakan daging 3.5 kali lebih rendah jika dimasak pada suhu medium (setengah
masak) dibandingkan dengan proses pemasakan sempurna.

5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Dari hasil studi kasus diatas maka dapat disimpulkan bahwa makanan yang dibakar
seperti sate baik sate daging, daging/ayam bakar umumnya mengandung Heterosiklik
Amines (HAs) dan atau radikal bebas walaupun dengan konsentrasi yang relatif rendah.
Makanan yang dibumbui terlebih dahulu sebelum dibakar mengandung kadar radikal
bebas lebih rendah dari pada makanan bakar tanpa bumbu sehingga dikatakan bahwa
bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas dan kunyit dapat
menurunkan kadar radikal bebas. Dari hasil ini pula dapat disimpulkan bahwa tidak ada
istilah “zero risk” dalam memakan daging yang dibakar/diolah dengan pemanasan tinggi.
Daging mengembangkan aroma daging yang khas dan diinginkan dan rasa setelah
dimasak. Selain itu, tujuan utama pemrosesan panas adalah memastikan bahwa
produknya secara mikrobiologis aman. Akan tetapi, zat pencemar proses berbahaya,
seperti mutagenic dan/atau karsinogenik HAAs, terbentuk dalam reaksi Maillard selama
proses memasak. Berbagai senyawa terbentuk dan yang lainnya dihancurkan, termasuk
zat gizi yang bermanfaat. Tinjauan tentang berbagai investigasi dalam bidang riset ini
memungkinkan kita belajar lebih banyak tentang susunan, metabolisme, mekanisme
reaksi, dan faktor-faktor yang memengaruhi generasi HAAs. Dengan demikian, gabungan
pengetahuan diperlukan untuk mengurangi kontak dengan HAAs dan, sebagai akibatnya,
untuk mengurangi risiko terjadinya kanker yang berkaitan dengan senyawan-senyawa ini.
Hasil epidemiologi memperlihatkan bahwa bukti tentang daging merah dan daging olahan
lebih kuat daripada 20 tahun yang lalu dan bahwa daging itu adalah penyebab kanker usus
besar yang meyakinkan. Bukti untuk asupan tinggi HAAs belum membuahkan hasil.

6
5.2 Saran

Saran dari penulis adalah jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan dari olahan
yang kaya protein seperti daging bila diolah dengan suhu tinggi apalagi sampai
menimbulkan mutasigenetik seperti gosong dsb. Karena walaupun kadar Heterosiklik
amines dan atau radikal bebas yang terkadung relatif rendah namun dapat terakumulasi
dan menyebabkan kanker.

7
DAFTAR PUSTAKA

Fitriyaningsih, Eva, Nurliana, Ummu Balqis. 2014. Hubungan Pola Makan Dengan Resiko Kanker
Payudara. 36-42.

Anggriawan, F. 2016. Bahaya Konsumsi Sate Gosong Pada Wanita. http://lifestyle.okezone.com.


(Diakses, 13 September 2016).

National Cancer Institute. 2017. Chemicals in Meat Cooked at High Temperatures and Cancer
Risk. Department of Health and Human Services. USA.

Wikipedia.org. Senyawa Heterosiklik. https://id.wikipedia.org/wiki/Senyawa_heterosiklik. (Diakses,


23 Mei 2020).

Gibis, M. 2016. Heterocyclic Aromatic Amines in Cooked Meat Products: Causes, Formation,
Occurrence, and Risk Assesment. Institute of Food Technology Volume 15. Germany.

Anda mungkin juga menyukai