Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker usus besar adalah tumor ganas yang timbul dari usus besar,

yang terdiri dari usus besar (bagian terpanjang dari usus besar). Kanker usus

besar dapat menyebabkan perubahan usus seperti diare atau konstipasi,

pendarahan atau tinja berdarah, sakit perut, merasa bahwa usus besar tidak

benar-benar kosong setelah buang air besar, cepat lelah, dan penurunan berat

badan yang cepat. Cancer Foundation Indonesia (2018) belum diketahui

secara pasti ((Hartati, 2020). Secara umum, perkembangan kanker usus besar

merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor yang

dapat dimodifikasi: riwayat pribadi dan keluarga kanker usus besar atau

adenoma polipoid, dan penyakit radang usus tertentu. Faktor risiko yang dapat

dimodifikasi termasuk tidak aktif, obesitas, asupan daging merah yang tinggi,

merokok, dan konsumsi alkohol. (Komite Penanggulangan Kanker Nasional,

2015)

Menurut laporan WHO (2020), jumlah kasus kanker di Indonesia pada

tahun 2018 mencapai 348. 809, dengan 207210 orang yang meninggal

akibatnya. Jumlah penderita kanker di seluruh dunia telah mengalami

peningkatan sebesar kira-kira 18,1 juta penderita baru dan menyebabkan 9,6

juta orang meninggal dunia akibat penyakit ini berdasarkan data kasus (Bray

et al. , 2018) Menurut informasi dari GLOBOCAN 2020, kanker usus besar

1
2

adalah jenis kanker yang paling banyak terjadi keempat di Indonesia. Di

Indonesia, terjadi sebanyak 14,34 kasus kanker usus besar per 100. 000 orang

dewasa dengan angka kematian mencapai 9. 444 Di Indonesia, insiden kanker

rektum tercatat sebesar 14,36 per 100. 000 populasi dewasa, dengan angka

kematian mencapai 8. 342

Kanker usus besar mengakibatkan perubahan pada proses defekasi,

misalnya diare atau sembelit, perdarahan saat buang air besar atau keluarnya

darah pada tinja, rasa tidak nyaman di perut, sensasi bahwa usus besar tidak

sepenuhnya kosong setelah buang air besar, kelelahan yang cepat dan

penurunan berat badan yang signifikan tanpa alasan yang jelas (Sumber:

Yayasan Kanker Indonesia, 2018). Kesulitan dalam sistem usus sering terjadi

karena jalur pencernaan konsisten beroperasi dan memiliki biota alami.

Masalah yang terjadi pada usus besar dapat beragam, seperti inflamasi, yang

mengakibatkan peradangan dan pertumbuhan sel epitel yang tidak normal di

dalam lapisannya, sehingga pasien yang mengalami masalah pada usus

seringkali mengeluhkan pembengkakan. Penyakit kanker ialah suatu kondisi

yang tidak menular yang muncul akibat pembiakan dan pertumbuhan sel-sel

yang tumbuh secara tidak normal di dalam organisme. Pertumbuhan serta

perkembangan sel kanker dapat menghancurkan atau merusak sel-sel yang

ada. sumber ini dari Lembaga Kanker Nasional (2015) menjelaskan tentang

. (Hartati, 2020)

Berdasarkan pendapat Zannah, Murti dan Sulistiawati, 2021, tumor

adalah gangguan pertumbuhan sel patologis yang dicirikan oleh


3

perkembangan sel yang berlebihan, tak terkendali, dan tidak normal dapat

berbentuk padat atau mengandung cairan. Apabila perkembangan sel tumor

terbatas pada lokasinya yang sebenarnya dan dalam keadaan fisik yang

normal, maka disebut sebagai tumor jinak. Namun, jika sel-sel tidak normal

terus tumbuh dan tidak terkendali, itulah yang disebut sebagai tumor ganas

atau kanker. Tumor usus besar ialah bentuk neoplasma yang berasal dari

beragam jaringan yang tidak normal dalam usus besar, sebagaimana yang

disampaikan oleh Lydia Boyle dan Langman (2017). Ada beberapa faktor

yang berkaitan dengan gaya hidup modern yang dapat meningkatkan risiko

kanker usus besar. Bukti dari negara-negara berkembang menunjukkan

peningkatan kejadian kanker usus besar pada populasi yang mengalami

pertumbuhan ekonomi baru dan menerapkan gaya hidup modern. Selain itu,

peningkatan kasus kanker usus besar stadium awal juga berhubungan erat

dengan gaya hidup yang dianut seseorang. Bahkan konsumsi minuman

beralkohol yang tidak banyak meningkatkan peluang terkena masalah pada

usus besar yang ganas (polip) dan kanker pada usus besar. (Bishehsari et al.,

2020).

Sistem pengobatan kanker usus besar pada tahap awal hingga tahap

pertama hanya bertujuan untuk menghapuskan polip. Tindakan operasi

dilaksanakan terhadap kanker stadium 2 pada usus besar, apabila kanker

tersebut memberikan risiko yang signifikan, misalnya memiliki penampilan

yang tidak normal atau menyebabkan penyumbatan pada usus besar. Selain

itu, ketika kanker telah menyebar ke organ lain, disarankan untuk menjalani
4

kemoterapi setelah operasi guna mengurangi kemungkinan kekambuhan dan

efek samping yang mungkin terjadi. Efek-efek dari Kanker usus besar tahap

III umumnya melibatkan operasi untuk menghilangkan bagian kanker yang

terdapat pada usus besar serta kelenjar getah bening yang berdekatan (operasi

pengangkatan sebagian usus besar), yang diikuti dengan terapi kimia. Pada

tahap akhir kanker, operasi digunakan untuk menghilangkan kanker, namun

jika kanker sudah menjalar dengan luas, terapi obat dapat digunakan sebagai

pengobatan utama. Banyak penderita kanker tahap IV menerima terapi kimia

guna mengatasi pertumbuhan kanker. (Firdaus, 2017).

Terapi radiasi dan terapi obat-obatan kemoterapi merupakan metode

pengobatan yang berbeda. Radioterapi ialah metode pengobatan dengan

memanfaatkan radiasi dari sumber energi radioaktif dengan maksud demi

mengeliminasi sel kanker (Fitriatuzzakiyyah, Sinuraya, & Puspitasari, 2017).

Mengobati kanker melalui proses kimia dikenal sebagai kemoterapi, yang

melibatkan pemberian obat-obatan guna mencegah pertumbuhan serta

memusnahkan sel-sel kanker. Kadang-kadang dampak dari pengobatan

kemoterapi juga dapat mengganggu sel yang sehat, inilah alasan mengapa

timbul efek negatif obat tersebut. Terapi kimia merupakan salah satu metode

pengobatan yang sering digunakan, dengan segala keunggulannya tentunya

pengobatan ini juga memiliki beberapa dampak negatif seperti kelelahan

berlebihan, mual, muntah, kerontokan rambut, dan diare. (Sari, Wahid and

Suchitra, 2019).

Kesulitan yang berkaitan dengan perawatan medis yang timbul


5

sebelum menjalani kemoterapi sering menyebabkan rasa gelisah pada pasien

yang sedang menjalani terapi. Rasa khawatir pada penderita kanker bisa

timbul karena ketidakpastian tentang penyakit, terapi, dan perkiraan hasil

pengobatan. Lalu timbul pikiran yang negatif seperti ketidakberdayaan dalam

pengobatan, kecemasan akan ajal, karena tidak ada perkembangan yang

berarti sebelum menjalani kemoterapi (Simanullang, 2019). Waktu menjalani

kemoterapi, ada peluang terkena infeksi karena proses pemasangan infus dan

indikasi ekstravasasi, yang berpotensi mengganggu keutuhan kulit (Usolin,

Falah, & Dasong, 2018). Terapi kimia adalah jenis pengobatan yang bekerja di

seluruh tubuh dan dapat mempengaruhi fungsionalitasnya. Oleh karena itu,

efek negatif dari terapi kimia dapat berdampak pada gizi pasien. Tanda-tanda

seperti kurangnya selera makan, perubahan sensasi makanan, mual, muntah,

gangguan pencernaan, peradangan pada mulut, dan kesulitan buang air besar

merupakan beberapa dampak negatif dari terapi kemo yang dapat

menyebabkan kurangnya asupan gizi yang memadai. (Usolin, D. N., Falah, F.,

& Dasong, 2018)

Hasil studi sebelumnya di Rumah Sakit Utama Sanglah di Bali

menunjukkan bahwa sejumlah besar pasien kanker kolon mengelak dari

pengobatan kemoterapi dan radiasi. Dari 38 individu yang menderita kanker di

usus besar, sebanyak 26,3% mengungkapkan ketakutan akan kegagalan dalam

pengobatan, sedangkan 39,5% mengalami efek samping dari terapi tersebut.

Sebanyak 7,9% mengeluhkan biaya pengobatan yang mahal, sementara 10,5%

merasa cemas akan penggunaan jangka panjang. Selain itu, 15,8% pasien
6

tersebut tidak memiliki keluhan tertentu. Mengalami ketakutan saat menjalani

kemoterapi dan radioterapi. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa

pengetahuan mengenai kemoterapi dan radioterapi pada pasien yang

menderita kanker usus besar masih tergolong rendah. Sebanyak 68,4% dari

sampel penelitian tidak memiliki pengetahuan atau pemahaman yang memadai

mengenai kemoterapi dan radioterapi. Persepsi yang kurang tepat mengenai

kemoterapi dan radioterapi seringkali menjadi penyebab timbulnya pandangan

negatif terhadap kedua jenis pengobatan ini. Sebab itu, petugas kesehatan

perlu memiliki kemampuan untuk memberikan KIE (komunikasi, informasi,

pendidikan) yang efektif kepada individu yang menderita kanker supaya

mereka dapat memahami sepenuhnya mengenai kondisi serta cara pengobatan

kanker. (Samsarga et al., 2015)

Peranan perawat mempunyai kepentingan yang besar dalam merawat

pesakit yang sedang menjalani terapi kimia, baik sebelum terapi kimia (pra-

terapi kimia), semasa terapi kimia (terapi kimia dalaman), dan selepas terapi

kimia (pasca-terapi kimia). Peranan perawat dalam tahap pra-kemoterapi

adalah memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien agar mau menjalani

terapi kimia serta meminta persetujuan yang telah diinformasikan. Dalam

intrakemoterapi, perawat memiliki tanggung jawab untuk memonitor tanda-

tanda vital pasien, menyuntikkan infus, memberikan obat pra-perawatan,

memberikan obat kemoterapi, mengawasi kondisi ekstravasasi, memberikan

obat setelah perawatan, dan menjaga kondisi pasien tetap terkontrol. Tugas

perawat setelah pasien menjalani kemoterapi adalah mengawasi keadaan


7

umum pasien, mengamati tanda-tanda penting, melacak dampak negatif hasil

kemoterapi, dan memberikan dukungan psikologis. (Usolin, D. N., Falah, F., &

Dasong, 2018)

Tugas yang berikutnya bagi seorang perawat adalah memberikan

perawatan yang bersifat meringankan. Perawatan paliatif merupakan jenis

layanan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu hidup pasien dan

keluarganya yang sedang menghadapi penyakit yang mengancam nyawa

(Ilham, Mohammad, & Yusuf, 2019). Perawatan peningkatan psikologis

dalam paliatif. Dukungan mental sangat penting karena pengaruh terapi obat

kimia pada individu dapat memengaruhi mereka dalam hal biologis, kesehatan

tubuh, kejiwaan, dan interaksi sosial (Setiawan 2015). Penting bagi layanan

keperawatan untuk memberikan pelayanan terbaik dalam pemberian

perawatan kemoterapi kepada pasien. Perawat diharapkan memberikan

bantuan emosional dan pengetahuan kepada pasien. Selain aspek-aspek

tersebut, para perawat juga memperhatikan keadaan fisik pasien yang

menjalani terapi kimia, serta secara penuh mengamati keadaan psikologisnya.

(Usolin, D. N., Falah, F., & Dasong, 2018)

Dalam deskripsi yang diberikan, penulis memiliki minat dalam

membuat laporan tugas akhir dengan judul "Pengelolaan Perawatan Pasien Ca

Colon di Ruang Darussalam RSI Sultan Agung Semarang"..

B. Rumusan Masalah

Dengan menggunakan pengetahuan yang telah dijelaskan sebelumnya,

penulis mengidentifikasi masalah utama yang akan dibahas dalam penulisan


8

ini, yaitu Asuhan Keperawatan pada pasien yang menderita kanker usus besar

di Ruang Darussalam, RSI Sultan Agung Semarang..

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kemoterapi Dengan Ca

Colon di Ruang Darussalam RSI Sultan Agung Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Menjelaskan konsep penyakit Ca colon (definisi, etiologi,

patofisiologi, manisfestasi klinik, pemeriksaan penunjang dan

penatalaksanaan.

b. Menjelaskan konsep Asuhan keperawatan pasien Ca Colon

(pengkajian, diagnosa fokus, intervensi)

c. Menggambarkan dan menganalisa Asuhan keperawatan Ca Colon

D. Manfaat

1. Untuk peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman belajar di

lapangan dan dapat menambah pengetahuan peneliti tentang keperawatan

pada pasien kanker usus besar dewasa sehingga perawat dapat melakukan

intervensi keperawatan yang tepat.

2. Untuk tempat penelitian

Penulisan artikel penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

atau saran serta menambah pengetahuan dalam perawatan pasien

kemoterapi kanker usus besar.


9

3. Untuk pengembangan ilmu keperawatan

Diharapkan hasil dari penelitian ini akan meningkatkan pemahaman dalam

praktik keperawatan terutama dalam memberikan perawatan medis kepada

pasien yang menjalani kemoterapi karena Ca Colon.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Kanker kolorektal (Ca Colon) atau sering disebut tumor usus besar

adalah jenis kanker ganas yang muncul di dalam jaringan usus besar di

bagian usus besar (yang merupakan segmen terpanjang dari usus besar)

dan di rektum (ujung dari usus besar). Usus besar merupakan bagian dari

sistem pencernaan manusia yang berfungsi untuk menyimpan dan

mengeluarkan sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna oleh usus halus.

Saluran pencernaan dan bagian tubuh yang berhubungan dengan usus dan

sekum (usus buntu) (Selts AC. Pada tahun 2014, Kanker kolorektal

merupakan jenis kanker yang menyerang kolon dan rektum, yang terletak

di bagian akhir dari sistem pencernaan. Mayoritas kejadian kanker usus

besar dimulai dari benjolan/polip kecil lalu berkembang menjadi tumor.

(Yayasan Kanker Indonesia, 2018)

Tumor kanker muncul di organ usus yang lebar serta bisa

menyerang lapisan dinding usus besar atau rektum. Kanker yang sudah

menyerang struktur juga bisa menyerang aliran darah atau kelenjar getah

bening (pembuluh limfatik). Biasanya sel-sel kanker pertama kali

menyebar ke kelenjar limfe di sekitarnya. Kelenjar limfe adalah struktur

yang menyerupai biji kacang yang berperan dalam melawan infeksi. Sel-

10
11

sel kanker ini dapat bergerak melalui saluran darah (pembuluh darah)

menuju hati, paru-paru, perut, indung telur, atau organ lainnya (Alteri dkk,

2017:4). Kanker kolorektal adalah jenis kanker yang jinak yang muncul

dari usus besar, yang terdiri dari usus besar (bagian paling panjang dari

usus besar). (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)

2. Etiologi

Terdapat sejumlah individu yang memiliki probabilitas tinggi

terpapar kanker kolorektal. Beberapa faktor risiko ini tidak dapat diubah,

seperti usia di atas 50 tahun, polip, infeksi usus besar (kolitis ulserativa

atau penyakit Crohn), dan anggota keluarga dengan riwayat polip atau

kanker usus besar. Beberapa faktor risiko yang lain adalah gaya hidup

yang tidak sehat, yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya

kanker usus besar pada individu yang berusia di bawah 40 tahun. Salah

satu contohnya adalah penggunaan daging merah dan daging olahan

secara berlebihan. Oleh karena itu, agar mencegah risiko terkena kanker

usus besar, batasi konsumsi makanan tinggi lemak, termasuk daging

merah. Merokok juga bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker

usus besar. Mengasumsikan bahwa satu dari lima situasi keganasan pada

usus besar di Amerika Serikat berkaitan dengan kegiatan merokok.

Menghisap rokok terkait dengan meningkatnya kemungkinan terkena

adenoma dan berperilaku lebih berisiko terhadap adenoma yang kemudian

dapat berkembang menjadi kanker kolorektal. Salah satu aspek berisiko

lainnya adalah kebiasaan minum alkohol. Pada saluran pencernaan, zat


12

alkohol mengalami perubahan menjadi asetilaldehida, hal ini dapat

meningkatkan potensi terjadinya kanker pada usus besar. Sebaiknya

mengkonsumsi buah dan sayur yang mengandung probiotik, karena

seratnya dapat mengikat sisa makanan dan memperkuat tinja sehingga

memudahkan dalam buang air besar. (Kemenkes RI, 2019).

3. Patofisiologi

Kebanyakan kanker usus besar adalah adenokarsinoma, yang

terjadi dari polip adenoma. Tingkat kejadian tumor di usus besar sebelah

kanan mengalami peningkatan, meskipun masih lebih umum terjadi di

bagian rektum dan kolon sigmoid. Polip tumbuh secara perlahan, dan

umumnya memerlukan waktu antara 5-10 tahun atau bahkan lebih lama

untuk berubah menjadi kanker. Ketika polip membesar, ia tumbuh ke

dalam rongga dan mulai menembus struktur usus. Biasanya, tumor besar

di bagian kanan usus memiliki ukuran yang besar dan karena itu bisa

menyebabkan nekrosis dan ulserasi. Tumor pada bagian usus besar

sebelah kiri muncul sebagai benjolan kecil yang menyebabkan luka pada

sirkulasi darah. (Black and Hawks, 2014).

Ketika gejala timbul, penyakit dapat menyebar ke lapisan usus

yang lebih dalam dan organ yang berdekatan. Kanker usus besar menyebar

melalui jalur langsung, menyebar ke daerah sekitar usus, lapisan bawah

permukaan usus, dan lapisan luar usus. Perpanjangan juga bisa berdampak

pada susunan terdekat seperti organ jantung, perut, bagian pertama usus,

usus kecil, kelenjar pankreas, limpa, saluran kencing, dan bagian pinggir
13

yang lebih besar di lapisan perut. Penyebaran tumor sering kali

mengakibatkan metastasis di kelenjar getah bening regional. Tanda ini

tidak selalu terlihat, mungkin ada kelenjar yang terkena jauh, namun

kelenjar di wilayah sekitarnya masih dalam keadaan normal. Sel-sel

kanker yang berasal dari tumor utama juga bisa menyebar melalui kelenjar

getah bening atau peredaran darah ke lokasi lain seperti hati, paru-paru,

otak, tulang, dan ginjal. Penyebaran tumor ke area lain dalam perut bisa

terjadi ketika tumor tumbuh melalui serosa atau saat dilakukan operasi

pengangkatan. (Black and Hawks, 2014).

Sebagian besar kanker ganas (minimal 50%) muncul pada bagian

rektum dan 20-30% di usus sigmoid dan usus desendens. Kanker

kolorektal, terutama jenis adenokarsinoma (yang timbul dari lapisan epitel

usus), memiliki tingkat kejadiannya sebesar 95%. Tumor kolon bagian

atas lebih sering terjadi dibandingkan tumor kolon bagian tengah (dua kali

lebih banyak). Menurut Black and Hawks (2014), kanker usus yang

bersifat invasif dapat menyebar melalui metode sebagai berikut:

a. a) Oleskan langsung di sekitar tumor, langsung ke perut, misalnya dari

arah melintang usus besar. Penyebaran langsung juga dapat

mempengaruhi kandung kemih, ureter dan alat kelamin.

b. Biasanya melalui saluran limfatik dan hematogen hati, juga dapat

mempengaruhi paru-paru, ginjal dan tulang.

c. Menempel pada rongga perut.


14

4. Manisfestasi Klinis

Gejala kanker usus besar (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):

a. Perubahan struktur usus, termasuk diare atau konstipasi, atau

perubahan panjang usus yang berlangsung dari minggu ke bulan.

Terkadang polanya berubah ketika bentuk tinja berubah dari hari ke

hari (kadang keras, kemudian lunak, dll).

b. Pendarahan pada tinja atau adanya darah pada tinja, yang biasanya

hanya bisa dideteksi di laboratorium

c. Ketidaknyamanan di perut atau perut Anda, seperti kram, gas, atau

nyeri berulang

d. Perasaan bahwa usus besar belum sepenuhnya dikosongkan setelah

buang air besar

e. Kelelahan, lesu atau merasa lelah

f. Penurunan berat badan drastis dan saya tidak bisa menjelaskan

alasannya

5. Klasifikasi

Klasifikasi ca colon menurut American Joint Committee on Cancer 2010

dalam (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)

Tabel 2.1 Penilaian tumor primer (T) pada ca colon


T Penilaian Tumor
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada ditemukan tumor primer
Tis Carsinoma in situ : intraepitelial atau invasi lamina
propria
T1 Tumor invasi sub mukosa
15

T2 Tumor invasi muscularis propria


T3 Tumor invasi sepanjang muscularis propria
hingga jaringan perikolorektal
T4a Tumor penetrasi ke permukaan peritoneum visceral
T4b Tumor secara langsung menginvasi atau
melengket ke organ lain
16

Tabel 2.2 Penilaian penyebaran kelenjar getah bening (N) pada ca


colon
N Kelenjar Getah Bening
NX Kelenjar Getah Bening regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis KGB
N1 Metastasis pada 1 – 3 KGB regional
N1a Metastasis pada 1 KGB regional
N1b Metastasis pada 2 – 3 KGB regional
N1c Deposit tumor pada subserosa, mesentrium, atau pericolic
non peritoneal atau jaringan perirektal tanpa metastasis
KGB
N2 Metastasis pada ≥4 KGB regional
N2a Metastasis pada 4 – 6 KGB regional
N2b Metastasis pada ≥7 KGB regional

Tabel 2.3 Penilaian metastasis jauh (M) pada ca colon


M Penilaian Metastasis
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Metastasis jauh
M1a Metastasis terjadi pada satu organ atau sisi (hati, paru,
ovarium, KGB non regional)
M1b Metastasis terjadi pada >1 organ / sisi atau di peritoneum

Tabel 2.4 Stadium ca colon


Stadium T N M Keterangan
0 Tis N0 M0 Tis: Tumor terbatas pada mukosa
I T1 N0 M0 T1: Tumor menyerang submukosa
T2 N0 M0 T1: Tumor menyerang submukosa
IIA T3 N0 M0 T3: Tumor menyerang subserosa
atau lebih (tanpa melibatkan
organ lain)
IIB T4a N0 M0 T4a: Tumor melubangi peritoneum
visceral
17

IIC T4b N0 M0 T4b: Tumor menyerang organ


yang berdekatan
IIIA T1-T2 N1/N1c M0 N1: Sel-sel tumor dalam 1
sampai 3 kelenjar getah bening
T1 N2a M0 regional. T1 atau T2
N2a: Sel-sel tumor dalam 4
sampai 6 kelenjar getah bening
regional. T1
IIIB T3-4a N1/N1c M0 N1: Sel-sel tumor dalam 1
N2a sampai 3 kelenjar getah bening
T2-T3 N2b M0 regional. T3 atau T4
N2a: Sel-sel tumor dalam 4
T1-T2 M0 sampai 6 kelenjar getah bening
regional. T2 atau T3
N2b: Sel-sel tumor di 7 atau
lebih kelenjar getah bening
regional. T1 atau 2
IIIC T4a N2a M0 N2a: Sel-sel tumor dalam 4
T3-4a N2b sampai 6 kelenjar getah bening
T4b N1-N2 M0 regional. T4a
N2b: Sel-sel tumor di 7 atau
M0 lebih kelenjar getah bening
regional. T3-4a
N1-2: Sel tumor di setidaknya
satu kelenjar getah bening
regional. T4b
IVA Semu Any N M1a M1a: Metastasis ke 1 bagian
a tubuh lain di luar usus besar,
T dubur atau kelenjar getah bening
regional. T apa saja, sembarang N.
IVB Semu Any N M1b M1b: Metastasis ke lebih dari 1
a bagian tubuh lain di luar usus
T besar, dubur atau kelenjar
getah bening regional. T apa saja,
sembarang N.
18

Gambar 2.1 Contoh Penyebaran Stadium Kanker Kolon

6. Pemeriksaan penunjang

Studi pada pasien dengan kanker kolorektal meliputi berikut ini (Sayuti

& Nouva, 2018)

a. Pemeriksaan laboratorium klinis

Uji laboratorium untuk kanker usus besar dapat dimanfaatkan untuk

mengonfirmasi diagnosis dan memonitor kemajuan atau

kekambuhannya. Pemeriksaan penunjang untuk penyakit kanker ini

mencakup pemeriksaan darah, Hb, komposisi elektrolit dan

pemeriksaan tinja yang adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan.

Deteksi anemia dan hipokalemia mungkin dapat dilakukan melalui

perdarahan yang tidak signifikan. Selama pemeriksaan tinja, gejala

perdarahan yang tidak jelas dapat terdeteksi. Selain pemeriksaan yang

dilakukan secara rutin, tes Carcinoma Embryonic Antigen (CEA) juga

dilakukan untuk menetapkan diagnosis kanker kolon. Penanda antigen

kanker embrio ini digunakan untuk mendeteksi keberadaan kanker

kolon dan rektum dalam serum. Antigen embrio karsinoma merupakan


19

sejenis glikoprotein yang berada di permukaan sel dan dapat masuk ke

dalam aliran darah. Glikoprotein ini berguna sebagai penanda

serologis untuk memonitor perkembangan kanker pada usus besar dan

mendeteksi kemungkinan kekambuhan awal serta penyebaran pada

hati. Pendeteksi kanker usus besar antigen karsinoembrionik memiliki

tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang rendah sehingga tidak cocok

untuk digunakan dalam skrining. Namun, peningkatan nilai CEA

dalam darah terkait dengan beberapa faktor. Nilai konsentrasi CEA

yang tinggi berhubungan dengan tingkat keparahan tumor 1 dan 2,

tahap lanjut dari penyakit, dan penyebaran kanker ke organ tubuh

lainnya. Meskipun kadar CEA dalam darah merupakan faktor

prognostik yang terpisah dari faktor-faktor lain. Dapat disimpulkan

bahwa tingkat CEA dalam darah menjadi lebih penting dalam

pemantauan pascaoperasi yang terus-menerus..

b. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi

Mengambil sampel dari jaringan usus besar yang diduga kanker adalah

tujuan utama dari pemeriksaan patologi anatomi laboratorium.

Prosedur ini biasanya dilakukan dengan melakukan biopsi selama

kolonoskopi atau pada bagian tertentu dari usus besar. Temuan studi

ini adalah hasil dari analisis histopatologi yang merupakan diagnosis

definitif. Melalui analisis patologi ini, kita dapat mengetahui

karakteristik dari beragam jenis kanker pada bagian besar usus dan

karsinoma..
20

c. Radiologi

Pengujian radiologi bisa dilaksanakan dengan gambar x-ray perut

tanpa instrumen atau dengan menggunakan cairan kontras. Salah satu

metode yang sering digunakan adalah enema barium kontras ganda

dengan tingkat kepekaan mencapai 90° untuk mengidentifikasi polip

yang berukuran lebih besar dari 1 cm. Metode ini, apabila

digabungkan dengan sigmoidoskopi, merupakan pilihan yang

ekonomis selain kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat

menghadapi kolonoskopi atau digunakan sebagai tindak lanjut jangka

panjang pada pasien dengan riwayat polip atau kanker yang telah

dioperasi. Angka kejadian perforasi akibat barium enema sangat jarang

terjadi, hanya sekitar 0,02%. Apabila dapat terjadi perforasi, sebaiknya

menggunakan agen kontras yang dapat larut dalam air sebagai

alternatif pada barium enema. Tomografi terkomputasi (CT),

pencitraan resonansi magnetik (MRI), serta ultrasound endoskopik

(EUS) merupakan beberapa metode visualisasi yang dipakai untuk

mengevaluasi, menentukan tingkat keparahan, dan mengawasi pasien

yang terkena kanker usus besar. Namun, metode-metode ini tidak

dapat digunakan sebagai tes skrining.

d. Kolonoskopi

Pemeriksaan kolonoskopi memberikan visualisasi lengkap dari

saluran usus besar dan dinding rektum. Di saluran pencernaan,

pemeriksaan kolonoskopi dilakukan menggunakan perangkat bernama


21

kolonoskop, yang merupakan tabung lentur berdiameter sekitar 1,5 cm

dan dilengkapi dengan kamera. Pemeriksaan kolonoskopi adalah

metode yang paling tepat dalam mengidentifikasi polip berukuran

kurang dari 1 cm. Tingkat keakuratan dari pemeriksaan ini sebesar

94%, lebih unggul daripada barium enema yang hanya memiliki

tingkat keakuratan sebesar 67%.

Tindakan kolonoskopi juga bisa dilakukan untuk pengambilan

sampel jaringan (biopsi), pengangkatan polip (polipektomi),

pengendalian perdarahan, dan melebarkan struktur yang sempit.

Prosedur kolonoskopi merupakan tindakan yang sangat aman, dengan

risiko utama (perdarahan, komplikasi anestesi, dan perforasi) terjadi

pada kurang dari 0,2% individu. Kolonoskopi merupakan teknik yang

sangat efektif bagi keperluan pemantauan dan pengobatan sejumlah

penyakit pada saluran pencernaan seperti peradangan usus,

divertikulitis yang tidak terlalu parah, volvulus sigmoid, pendarahan

dalam saluran pencernaan, perluasan usus besar yang tidak toksik,

radang usus besar, dan pertumbuhan abnormal. Komplikasi seringkali

lebih umum terjadi pada kolonoskopi yang bersifat pengobatan

dibandingkan kolonoskopi yang bersifat diagnostik. Dalam

kolonoskopi yang bersifat pengobatan, perdarahan menjadi

komplikasi yang sering terjadi, sementara pada kolonoskopi yang

bersifat diagnostik, perforasi menjadi komplikasi yang umum terjadi.


22

7. Penatalaksanaan

Prinsip tatalaksana kanker kolon : (Komite Penanggulangan Kanker


Nasional, 2015)

Tabel 2.5 Tatalaksana ca colon

• Pembedahan yang luas dengan pengangkatan jaringan dan


menghubungkan kembali tanpa penggunaan kemoterapi tambahan

Wide resiko badan operasi dengan hubungan kembali


Terapi tambahan setelah operasi pada pasien dengan risiko tinggi

• Ekstirpasi bedah yang luas dengan penghubungan kembali


• Terapi pendukung setelah operasi

.
Stadium Terapi
Stadium  Eksisi lokal atau polipektomi sederhana
0
(TisN0M0)  Pembedahan en-bloc segmental dilakukan untuk
mengatasi lesi yang tidak memenuhi syarat untuk
dieksisi secara lokal.
Stadium I  Wide surgical resection dengan anastomosis
(T1-2N0M0) tanpa kemoterapi adjuvan
Stadium II (T3N0M0,  Wide resiko badan operasi dengan hubungan
T4a-bN0M0) kembali
 Terapi tambahan setelah operasi pada pasien
dengan risiko tinggi

Stadium III  Ekstirpasi bedah yang luas dengan penghubungan


(T apapun N1-2 M0) kembali
 Terapi pendukung setelah operasi
 Prosedur bedah menghapuskan tumor asal pada
Stadium IV (T pasien dengan kanker kolorektal yang telah
apapun, N apapun, menyebar dan bisa dioperasi.
M1)  Sistem kemoterapi digunakan untuk mengobati
kanker kolorektal yang telah menyebar dan tidak
bisa dioperasi, serta tidak menunjukkan gejala.

8. Konsep Kemoterapi

Terapi kimia merupakan jenis pengobatan kanker yang

menggunakan zat kimia untuk menghancurkan sel-sel kanker. Kemoterapi

beroperasi dengan cara menghambat atau melambatkan perkembangan sel


23

kanker yang tumbuh cepat dan berpembelahan. Namun perawatan juga

bisa berdampak negatif pada sel sehat yang berkembang dengan cepat,

seperti yang ada pada rongga mulut dan saluran pencernaan, atau

menyebabkan kerusakan pada rambut. Efek negatif dari terapi ini

melibatkan kerusakan pada sel-sel yang sehat. Banyak kali dampak negatif

ini mengalami perbaikan atau menghilang setelah tahap kemoterapi selesai

(National Cancer Institute, 2015). Prosedur obat kemoterapi berfungsi

untuk merusak atau menghambat perkembangan sel kanker. Oleh karena

itu, pengaruh obat kemoterapi terhadap jaringan atau sel yang sehat

mengakibatkan beragam efek negatif. Pemanfaatan obat kemoterapi juga

menimbulkan dampak negatif pada saraf. Satu contoh efek sampingnya

adalah neuropati, yaitu gangguan pada sistem saraf yang menyebabkan

kelemahan, kejang, atau rasa nyeri pada bagian lengan dan/atau kaki

(Dinar, 2017). Menurut Yusra (2018), reaksi negatif dari pengobatan

kemoterapi mungkin berbeda-beda pada setiap individu. Seseorang yang

menderita kanker bisa merasakan nyeri yang sangat hebat setelah

menjalani kemoterapi, sementara efek samping yang dialami pasien lain

mungkin tidak terlalu serius.

a. Penggunaan Klinis Kemoterapi

Poin-poin berikut harus dipertimbangkan secara klinis sebelum

kemoterapi: Tentukan tujuan pengobatan. Kemoterapi memiliki

beberapa tujuan berbeda yaitu kemoterapi kuratif, kemoterapi

adjuvant, kemoterapi neoadjuvant, kemoterapi investigasi.


24

1) Kemoterapi kuratif

Kanker yang responsif dan bisa disembuhkan, seperti leukemia

limfositik akut, limfoma yang berbahaya, kanker testis, kanker paru-paru

sel kecil, dapat disembuhkan dengan pengobatan kemoterapi yang

bersifat penyembuhan. Dalam melakukan studi terhadap jenis tumor

tikus leukemia L1210, Skipper menemukan bahwa pengaruh obat

terhadap sel tumor mengikuti prinsip "kinetika orde pertama", yang

artinya dosis obat kanker tertentu dapat menyebabkan kematian

sebagian proporsi sel, bukan jumlah yang tetap. Perkembangan kanker

sel. Kemoterapi penyembuhan membutuhkan penggunaan kombinasi

obat-obatan dengan mekanisme aksi dan efek toksik yang beragam,

yang masing-masing efektif jika digunakan secara terpisah dalam

beberapa siklus. Berusaha diupayakan untuk memanfaatkan jumlah

dosis tertinggi yang memungkinkan pada setiap obat dalam komposisi

ini. Tubuh dapat mengatasi, waktu singkat dikurangi sebanyak mungkin

untuk mencapai penghilangan sel kanker sepenuhnya dari tubuh.

2) Kemoterapi adjuvant

Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang diberikan

sebelum pembedahan radikal. Pada prinsipnya, ini merupakan

bagian dari tindakan penyembuhan. + Sebab tumor pra operasi

yang cukup banyak telah mengalami penyebaran mikrometastasis

yang tidak dapat dioperasi, setelah reseksi lesi primer, sisa tumor

tumbuh lebih cepat, meningkatkan sensitivitas obat. Secara umum,

semakin kecil volume tumor, semakin tinggi rasio

pertumbuhannya, semakin sensitif terhadap kemoterapi. Semakin


25

awal tumor dimulai, semakin sedikit sel yang resistan terhadap

obat muncul. Oleh karena itu, pengobatan mikrometastasis dini

meningkatkan efektivitas, mengurangi kemungkinan resistensi

obat dan meningkatkan kemungkinan penyembuhan.

3) Kemoterapi neonadjuvan

Kemoterapi neoadjuvant merupakan terapi kimia yang

dipergunakan sebelum tindakan operasi atau radioterapi. Beberapa

jenis kanker lokal sulit disembuhkan hanya dengan melakukan

operasi atau terapi radiasi, namun jika terapi kemoterapi dilakukan

secara berlebihan selama 2-3 siklus, dapat mengurangi ukuran

tumor, meningkatkan aliran darah, dan memberikan manfaat.

Untuk pengobatan dan radioterapi yang lebih lanjut. Saat ini,

fenomena ini dapat dilihat ketika tumor merespons terhadap

pengobatan kemoterapi dan pada kerusakan jaringan yang sudah

menyebar namun belum menunjukkan gejala yang diobati sejak

awal. Untuk menghindari kehilangan opsi operasi jika kemoterapi

adjuvan tidak berhasil, maka perlu digunakan kemoterapi yang

telah terbukti efektif dalam merawat lesi yang sudah parah.

Penelitian terkini menunjukkan bahwa terapi kimia sebelum

operasi dapat meningkatkan peluang pembedahan untuk kanker

pada kepala dan leher, kanker sel kecil paru-paru, dan

osteosarcoma. Terapi ini juga dapat mengurangi kegiatan merusak

beberapa jenis kanker seperti kanker mulut, kanker kandung


26

kemih, dan kanker anus serta meningkatkan kualitas hidup

beberapa pasien.

4) Kemoterapi paliatif

Banyaknya kasus kanker pada saat ini dominan terjadi pada kanker sel

kecil pada paru-paru, hati, perut, pankreas, usus besar, serta jenis kanker

lainnya. Hasil pengobatan kanker dengan kemoterapi masih belum

memuaskan. Dalam kondisi kanker yang sudah lanjut seperti ini,

kemoterapi tetap hanya memiliki efek paliatif, hanya dapat membantu

mengurangi gejala serta memperpanjang masa hidup. Dalam situasi ini,

dokter perlu memikirkan manfaat dan kerugian dari penggunaan

kemoterapi pada pasien, menghindari penggunaan dosis yang terlalu

tinggi yang dapat mengurangi kualitas hidup pasien atau memperparah

kondisi penyakit tersebut.

5) Kemoterapi investigative

Penelitian terhadap kemoterapi merupakan eksperimen medis

yang menguji program atau obat kemoterapi yang inovatif.

Meneliti dibutuhkan untuk mencari pengobatan atau regimen baru

yang memiliki tingkat efektivitas yang tinggi dan tingkat toksisitas

yang rendah. Melakukan penelitian memerlukan tujuan yang

terdefinisi dengan baik, pengujian yang direncanakan dengan baik,

observasi dan evaluasi yang rinci, serta mematuhi prinsip etika

medis yang ketat. Saat ini terdapat pedoman umum untuk

pengendalian kualitas yang dikenal sebagai "standar praktik klinis

yang baik" (GCP)..


27

b. Cara Pemberian Kemoterapi

Kemoterapi dapat dilakukan dengan beberapa cara:

1) Injeksi.

Kemoterapi dilakukan dalam suntikan melalui otot lengan, paha

atau pinggul, atau ke dalam lemak subkutan lengan, kaki atau

perut.

2) Intra-arteri (IA). Kemoterapi diberikan langsung ke arteri yang

memberi makan sel kanker.

3) Intraperitoneal (IP). Kemoterapi diberikan ke rongga perut (area

yang berisi organ seperti usus, lambung, hati, dan ovarium).

4) Intra Vena (IV). Kemoterapi ditempatkan ke dalam vena (vena).

5) Urusan saat ini. Kemoterapi tersedia dalam bentuk krim dan

dioleskan ke kulit

6) Lisan. Kemoterapi tersedia dalam bentuk pil, kapsul atau cairan

yang dapat ditelan. (Controversies & Obstetrics, 2013)

c. Jenis-jenis obat kemoterapi pada pasien kanker kolon adalah

sebagai berikut. (Sari, Wahid and Suchitra, 2019)

Tabel 2.6 Jenis obat kemoterapi


Jenis Mekanisme Kerja Efek Samping
Kemoterapi
5-  Menghambat enzim Mual, muntah, diare,
Fluorourasil timidilat sintase stomatitis,palmar-
(5-FU)  Menghambat sintesis plantar
DNA dan RNA erythrodysesthe-sia,
 Menghambat pertumbuhan leukopenia
sel kanker
Leucovorin  Menstabilkan ikatan asam Memperkuat efek
(LV) fluorodeoksiuriidilat samping 5-FU
terhadap timidilat erythrodysesthe-sia
28

sintase
 Menambah efek
terapi 5-FU sama dengan
5-FU
 Mengalami hidrolisis
intraseluler Sistem hepatopoetik,
 Menghambat replikasi sistem saraf tepi,
Oxaliplatin DNA sistem gastrointestinal
 Kematian sel
Irinotecan  Menghambat enzim Diare, gangguan
topoisomerase I hepar, insomnia,
 Replikasi DNA alergi, gangguan
hematopoetik,
bradikardi, oedema,
hipotensi, demam,

9. Komplikasi

Salah satu masalah yang bisa terjadi pertama kali adalah gangguan

aliran makanan dalam sistem pencernaan (obstruksi). Penyekatan tersebut

bisa jadi dipicu oleh tumor yang mengisi saluran pencernaan. Kehadiran

penghalang tersebut menyebabkan indivudu yang menderita mengalami

sembelit dan rasa sakit di area perut. Terkadang, tumor tidak hanya

menyebabkan penyumbatan, tetapi juga dapat mengakibatkan lubang pada

usus (perforasi).

Perobekan bagian dalam usus bisa memunculkan tanda-tanda yang

serius seperti nyeri perut yang amat kuat, pembengkakan dan merasa

kembung pada perut, mual serta infeksi yang parah. Kanker usus besar

tidak hanya berhenti di situ, tetapi juga dapat mengakibatkan perdarahan.

Hal ini mungkin terjadi apabila pertumbuhan abnormal, seperti tumor,

berlokasi di dalam bagian rektum yang menjadi salah satu bagian terakhir
29

dari saluran pencernaan besar. Perdarahan yang disebabkan oleh tumor

dapat mengakibatkan pengurangan jumlah darah yang signifikan pada

penderita sehingga menyebabkan kondisi anemia (kekurangan sel darah

merah).

Penyebaran sel kanker ke organ lain adalah salah satu masalah

serius lain yang dapat timbul akibat kanker usus besar. Fenomena yang

dikenal sebagai metastasis sering kali terjadi pada berbagai jenis tumor,

terutama tumor yang bersifat kwa ganas. Organ yang sering menjadi target

metastasis dari sel kanker kolorektal termasuk kelenjar limfe, paru-paru,

dan peritoneum. Penyebaran kanker dapat menimbulkan tanda yang

bervariasi tergantung pada organ yang terkena, misalnya pembengkakan

pada leher, kesulitan bernapas dan rasa tidak nyaman perut, juga

perbesaran ukuran perut. (Timurtini, 2019).

B. Terapi Relaksasi

1. Terapi Relaksasi Deep Slow Breathing

a. Pengertian Terapi Relaksasi Deep Slow Breathing

Deep Slow Breathing merupakan teknik relaksasi yang

dilakukan untuk mengatur pernapasan lambat. Pernapasan lambat dalam

adalah metode pernapasan di mana laju pernapasan dengan fase

pernafasan panjang tidak melebihi 10 kali per menit. Pernapasan lambat

yang dalam memengaruhi modulasi sistem kardiovaskular, yang


30

meningkatkan frekuensi intervensi pernapasan, yang memengaruhi

keefektifan baroreflex dan dapat berkontribusi pada penurunan tekanan

darah. (NIPA, 2017).

Deep Slow Breathing atau relaksasi pernapasan dalam adalah

teknik pernapasan yang terkait dengan perubahan fisiologis yang dapat

membantu rileks atau melepas lelah. Relaksasi nafas dalam, juga

diartikan sebagai teknik relaksasi sederhana dimana paru-paru

menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, merupakan gaya pernafasan

yang dilakukan secara perlahan, dalam dan santai untuk membuat

seseorang merasa lebih tenang. (NIPA, 2017).

Smeltzer dan Bare (2013) menyatakan bahwa relaksasi

pernapasan digunakan sebagai salah satu bentuk praktik keperawatan

dimana perawat mengajarkan pasien untuk menarik napas dalam dan

perlahan untuk relaksasi. Deep slow breathing merupakan teknik

pernapasan yang meningkatkan relaksasi, yang dapat menurunkan

tingkat kecemasan (Nusantoro and Listyaningsih, 2018). Terapi

Relaksasi Pernapasan Lambat Dalam adalah suatu bentuk terapi berupa

teknik pernapasan dalam, pelan, dan relaksasi yang dapat memberikan

respon relaksasi.

b. Tujuan Terapi Deep Slow Breathing

Menurut Bruner dan Suddarth (2013), tujuan relaksasi napas

dalam adalah untuk mengontrol pertukaran gas secara efektif,


31

mengurangi beban pernapasan, meningkatkan inflasi alveolar

maksimum, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan kecemasan,

menghilangkan penyalahgunaan, aktivitas otot pernapasan yang tidak

terkoordinasi dan lambat. Smeltzer dan Bare (2013) mengatakan bahwa

teknik nafas dalam atau relaksasi bertujuan untuk meningkatkan

ventilasi alveolar, mencegah atelektasis paru, menjaga pertukaran gas,

meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress baik fisik maupun

mental..

c. Manfaat Terapi Deep Slow Breathing

Menurut (Wardani, 2015) Manfaat teknik relaksasi Deep

Slow Breathing (relaksasi napas dalam) adalah sebagai berikut:

1) Ketentraman hati

2) Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah

3) Tekanan darah dan ketegangan jiwa menjadi rendah

4) Detak jantung lebih rendah

5) Mengurangi tekanan darah

6) Meningkatkan keyakinan

7) Kesehatan mental menjadi lebih baik

d. Prinsip Kerja Terapi Deep Slow Breathing

Kecemasan dapat menimbulkan gejala fisik maupun psikis,

beberapa gejala yang muncul dapat disebabkan oleh peningkatan saraf

simpatis. Reaksi peningkatan saraf simpatik adalah peningkatan tekanan

darah, peningkatan denyut jantung, keringat berlebih dan peningkatan


32

otot. ketegangan. Aktivitas otot pernapasan dikendalikan oleh otak yang

tidak stabil sehingga menyebabkan sesak napas dan kekurangan oksigen

sehingga mengganggu metabolisme tubuh. Gejala lain yang dapat

bermanifestasi sebagai gejala fisik seperti mual, sakit kepala, kelelahan

ringan, pusing, keringat dingin, napas cepat, tekanan darah meningkat

dan jantung berdebar juga dapat bermanifestasi sebagai gejala

psikologis seperti gelisah, gelisah, gelisah, takut, sulit berkonsentrasi.

susah tidur (NIPA, 2017). Dengan relaksasi pernapasan dalam, upaya

inspirasi dan ekspirasi maksimal secara perlahan dapat merangsang

reseptor stres paru, yang mempengaruhi peregangan kardiopulmoner

dan memicu peningkatan baroreseptor, merangsang saraf parasimpatis

dan menghambat saraf simpatis.

Saraf parasimpatis meningkat dan menurunkan semua fungsi

yang meningkat dan menurun saraf simpatis. Selain itu, relaksasi

pernapasan dalam dapat mengirimkan sinyal ke sistem limbik dan juga

ke otak yang mengatur fungsi tubuh seperti bangun atau bangun dari

tidur, lapar, emosi, dan pengaturan suasana hati.Sinapsis sistem limbik

mengandung neurotransmiter. sebagai reseptor agen anticemas alami

tubuh, yaitu gamma-aminobutyric acid (GABA). GABA membantu

mengurangi kecemasan. Orang yang cemas memiliki fungsi tubuh di

mana saraf simpatik diaktifkan untuk sementara. Pada saat yang sama,

ketika seseorang merasa rileks, saraf parasimpatis bekerja. ingin

menciptakan rasa rileks dan damai. Perasaan relaksasi ini diteruskan ke


33

hipotalamus untuk menghasilkan CRH (Coticotropin Releasing

Hormone), dan CRH mengaktifkan kelenjar hipofisis bagian anterior

(adenohipofisis) untuk mengeluarkan enkefalin dan endorfin, yang

bertindak sebagai neurotransmiter yang memengaruhi relaksasi suasana

hati dan suasana tenang. Selain itu gangguan pada GABA di sistem

limbik perlahan menghilang, sehingga norepinefrin dapat ditekan dan

fungsi GABA sendiri dapat meningkat kembali..

e. Prosedur terapi Deep Slow Breathing

Adapun standar operasional prosedur Terapi Deep

Slow Breathingsebagai berikut:

Tabel 2.7 Standar Operasional Prosedur Terapi Relaksasi Deep Slow


Breathing
1 2
Pengertian Suatu bentuk asuhan keperawatan berupa teknik
bernapas secara lambat, rileks, dan dalam yang
dapat memberikan respon relaksasi.
Tujuan Mengontrol dan meningkatkan pertukaran gas,
menurunkan laju pernapasan, meningkatkan inflasi
alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
meredakan kecemasan, menghilangkan aktivitas otot
pernapasan yang tidak perlu dan tidak terkoordinasi,
memperlambat laju pernapasan, mengurangi udara
yang terperangkap, dan menurunkan kerja
pernapasan.
Persiapan 1. Memberi tahu dan menjelaskan kepada pasien
dan keluarga prosedur yang akan dilakukan
2. Menjaga privasi klien
3. Menciptakan suasana nyaman
Pelaksanaan 1. Minta pasien untuk relaks dan tenang. Tubuh
dalam posisi yang nyaman dan menyenangkan bagi
pasien, misalnya duduk di kursi dengan sandaran
atau berbaring di tempat tidur dengan bantal
sebagai alasnya.
2. Pastikan punggung pasien lurus. Tungkai dan
telapak kaki disilangkan dan seluruh tubuh dalam
34

keadaan rileks (termasuk lengan dan paha).


3. Minta pasien untuk dengan tenang mengatakan
bahwa dalam 5 menit tubuh akan kembali stabil,
tenang dan rileks.
4. Minta pasien untuk meletakkan satu tangan di perut
(perut) dan tangan lainnya di dada. Lutut ditekuk
(ditekuk) dan mata ditutup.
5. Minta pasien bernapas dalam dan perlahan melalui
hidung agar udara dapat masuk ke paru-paru secara
perlahan. Rasakan gerakan perut mengembang dan
meminimalkan gerakan dada. Inspirasi dapat
dilakukan 1..2..3..4..5..6.. mengucapkan
kata-kata/frase pendek seperti "aku". Kemudian
tahan napas selama 3 detik.
6. Minta pasien untuk menghembuskan napas
(exhalasi) secara perlahan melalui mulut dengan
bibir mengerucut, seolah bersiul (exhalasi dengan
bibir mengerucut) tanpa suara. Kadaluarsa bisa
dilakukan 1..2..3..4..5..6.. Ucapkan kata-kata atau
frase (frasa) pendek dengan tenang, misalnya:
"santai atau tenang". Jangan menghembuskan
napas dengan paksa, karena dapat meningkatkan
turbulensi jalan napas akibat bronkospasme. Saat
Anda mengeluarkan napas, rasakan perut
berkontraksi/rata hingga paru-paru terisi udara.
7. Minta pasien untuk mengulangi prosedur sambil
bernapas dalam dan perlahan. Berkonsentrasi dan
rasakan tubuh Anda benar-benar rileks.
"Bayangkan duduk di bawah air terjun atau
pancuran dan air membasuh dan menghilangkan
semua ketegangan, kegelisahan, kecemasan, dan
pikiran yang mengganggu." Prosedur ini dilakukan
selama 15 menit 3 kali sehari atau setiap kali Anda
merasakan ketegangan.
8. Akhiri pernapasan dalam dengan meminta pasien
meluruskan atau mengencangkan otot lengan, kaki,
tangan, dan seluruh tubuh secara perlahan.
9. Minta pasien untuk membuka mata secara perlahan
dan menikmati terbitnya matahari pagi dan
pernapasan normal kembali. Duduk diam sejenak
(2 menit) lalu lanjutkan aktivitas.
Evaluasi 1. Mengeksplorasi perasaan pasien.
2. Memberikan kesempatan kepada pasien
untuk memberikan umpan balik dari terapi yang
telah dilakukan.
Sumber: Nipa, (2017)
35

2. Kompres hangat

a. Pengertian
Kompres hangat berarti memberikan rasa hangat pada klien dengan

menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

tubuh tertentu yang membutuhkan (Prihandhani, 2016). Terapi kompres

hangat adalah prosedur pemberian kompres hangat dengan tujuan untuk

memuaskan kebutuhan akan rasa nyaman, mengurangi atau meredakan

nyeri, mengurangi atau mencegah kejang otot dan memberikan rasa hangat

(SULTONI, 2018).

Kompres hangat adalah cara mempertahankan suhu tubuh dengan

menggunakan cairan atau alat yang dapat memberikan panas atau dingin

pada bagian tubuh, memperlancar peredaran darah dan mengurangi nyeri

atau nyeri tekan. (Andormoyo, 2013).

b. Tujuan

Jacob, dkk. (2014) menjelaskan tujuan pemberian kompres hangat

adalah sebagai berikut:

1) Merangsang sirkulasi darah dengan melebarkan pembuluh darah

2) Meredakan rasa sakit dan kemacetan dengan meningkatkan

sirkulasi

3) Memberikan kehangatan dan kenyamanan

4) Merangsang penyembuhan
36

5) Menghilangkan retensi urin

6) Meredakan kejang otot

7) Mengurangi pembengkakan jaringan

8) Mencegah penurunan suhu secara tiba-tiba selama kompres dingin

Saya Dalam kasus hipotermia, naikkan suhu tubuh

c. Manfaat

Menurut Berman (2014), kompres panas banyak digunakan dalam

pengobatan karena efeknya yang sangat bermanfaat. Keuntungan dari efek

kompres hangat meliputi efek fisik, kimia dan biologis berikut:

1) Efek fisik: Panas dapat menyebabkan cairan, padatan, dan gas

mengembang ke segala arah.

2) Efek kimia: Kecepatan rata-rata reaksi kimia dalam tubuh bergantung

pada suhu. Penurunan reaksi kimia tubuh seringkali disertai dengan

penurunan suhu tubuh. Saat suhu naik, permeabilitas membran sel

meningkat, metabolisme di jaringan meningkat, sementara pertukaran

antara zat kimia tubuh dan cairan tubuh meningkat.

3) Efek Biologis: Panas dapat menyebabkan pembuluh darah melebar,

yang meningkatkan aliran darah. Secara fisiologis, respon tubuh

terhadap panas menyebabkan pembuluh darah menurunkan kekentalan

darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan metabolisme

jaringan, dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Reaksi panas ini

digunakan secara terapeutik untuk berbagai kondisi dan kondisi dalam

tubuh. Panas menyebabkan vasodilatasi maksimal dalam 15 menit


37

selama 20 menit dalam 20 menit, kompresi menyebabkan

penyumbatan jaringan dan klien berisiko mengalami luka bakar karena

pembuluh darah yang terkompresi tidak dapat membuang panas secara

adekuat melalui sirkulasi.

d. Cara pemberian kompres hangat

1) Persiapkan alat dan bahan

a) Hot water bag (buli-buli) atau kain yang dapat menyerap air.
o o
b) Air hangat dengan suhu 38 C sampai 40 C.

c) Thermometer air.

d) Baskom dan handuk kering

2) Tahap kerja

a) Cuci tangan Anda

b) Jelaskan prosedur kepada pelanggan

c) Masukkan air ke dalam botol atau kain lalu peras

d) Tempatkan botol atau kain di area yang sakit dan berikan

e) Keluarkan botol atau kain setelah 15 menit dan tekan kembali jika

nyeri tidak hilang

f) Mengevaluasi perubahan kemasan.

3) Kompres hangat dengan buli-buli (panas kering) bedasarkan

Nafisa, (2013)

a) Siapkan botol air panas atau buli-buli

b) Suhu air 52ºC untuk orang dewasa normal


38

c) Suhu air 40.5ºC-46ºC untuk yang lemah dan atau pasien yang

tidak sadar dan anak-anak < 2 tahun

d) Isi 2/3 buli-buli dengan air panas

e) Keluarkan udara yang tersisa kemudian tutup rapat-rapat

ujungnya

f) Keringkan kantong kemudian pegang kantong secara

terbalik untuk memeriksa kebocoran

g) Bungkus buli-buli dalam handuk atau penutup serta

tempatkan pada daerah sekitar luka operasi

h) Angkat setelah 15 menit

i) Catat respons pasien selama tindakan, juga kondisi area- area

yang dikompres

j) Cuci tangan setelah seluruh prosedur dilaksanakan


39

e. Kompres Panas Basah bedasarkan nafisa (2013)

1) Mempersiapkan alat

2) Cuci tangan anda

3) Atur posisi klien senyaman mungkin

4) Pasang pengalas di bawah daerah yang mau dikompres

5) Kompres panas memakai waslap direndam air panas bersuhu

40º46ºC

6) Ganti lokasi waslap dengan sering

7) Setelah selesai bereskan alat

8) Cuci tangan

f. Pengaruh kompres hangat

Kompres hangat dapat memenuhi kebutuhan akan rasa nyaman,

mengurangi atau menghilangkan nyeri, mengurangi atau mencegah

spasme otot dan memberikan rasa hangat (SULTONI, 2018). Kompres

hangat dapat menimbulkan rasa panas yang dapat meningkatkan sirkulasi

dan mengurangi nyeri atau nyeri tekan (Andarmoyo, 2013). Prinsip kerja

kompres hangat dengan toples yang dibungkus kain hangat adalah

konduksi, yaitu perpindahan panas dari kandung kemih ke tubuh

sedemikian rupa sehingga melemaskan pembuluh darah dan mengurangi

ketegangan otot. bahwa nyeri berkurang atau hilang (Bare, 2013).

Kompres hangat merangsang reseptor panas kulit untuk mencegah nyeri,

yang menekan reseptor nyeri melalui teori gate control (Ozgoli et. 2016)..
40

Teori kontrol gerbang menyatakan bahwa stimulasi kulit

mengaktifkan transmisi serabut saraf sensorik A-beta yang lebih besar dan

lebih cepat. Proses ini mengurangi transmisi nyeri melalui serabut C dan A

berdiameter kecil, gerbang sinaptik menutup transmisi impuls nyeri.

Kompres yang dibuat dengan air hangat meningkatkan sirkulasi dan

meredakan nyeri dengan menghilangkan produk inflamasi seperti

bradimin, histamin, dan prostaglandin penyebab nyeri lokal. Panas

merangsang serabut saraf yang menutup gerbang sehingga impuls nyeri

tidak diteruskan ke punggung dan otak. (Tamsuri, 2012). Penggunaan

kompres panas dapat melancarkan peredaran darah, memperlancar

pembuluh darah dan menyebabkan pembuluh darah melebar yang

menyebabkan relaksasi otot karena otot menerima nutrisi yang bergerak

bersama darah sehingga mengurangi kontraksi otot (Anugraheni dan

Wahyuningsih, 2013). Kain yang dipanaskan secara terus-menerus

dimanfaatkan untuk memperbaiki aliran darah, yang memperbaiki pasokan

oksigen dan zat gizi pada jaringan. Suhu yang tinggi juga meningkatkan

fleksibilitas otot, sehingga mengurangi kekakuan otot. (Hakiki and

Kushartanti, 2019).
BAB IV

PEMBAHASAN

Proses asuhan keperawatan yang telah diimplementasikan semua

kepada pasien yaitu Ny. S dan Tn. P di ruang darussalam RSI Sultan Agung

Semarang pada tanggal 16-18 Mei 2023 dan tanggal 2-4 Juni 2023. Proses

asuhan keperawatan dilakukan dimulai dari pengkajian, lalu melakukan analisa

terkait data yang ditemukan, kemudian menentukan renacana tindakan yang

dilakukan, setelah menentukan rencana tindakan penulis melanjutkan proses

dengan melakukan implemnetasi kepada kedua klien, kemudian proses

dilanjutkan dengan melakukan penelian atau evaluasi untuk menentukan

keberhasilan atas proses asuhan keperawatan yang dilakukan semua proses ini

akan dibahas dalam bab pembahasan.

A. Pengkajian

Pengkajian merangkum tahap awal dalam proses perawatan yang

bertujuan menghimpun informasi atau data mengenai klien dengan tujuan

mengidentifikasi permasalahan yang dialami klien pada aspek psikologis,

sosial, dan lingkungan, berdasarkan hasil pengkajian pada dua klien. Klien

pertama dikenal dengan sebutan Nyonya. S berusia 55 tahun dan menjadi

klien ke-2 yang bernama Tn. Seseorang yang berusia 51 tahun didiagnosis

dengan kanker kolon. Informasi usia yang diperoleh dari kedua klien

sesuai dengan penelitian (Kemenkes RI, 2019) yang menyatakan bahwa

individu yang berusia di atas 50 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi

41
42

untuk mengalami kanker usus besar. Selama proses evaluasi, ditemukan

bahwa mereka mengalami keluhan yang berbeda-beda. Berkedua klien

mengeluh merasakan rasa tidak enak di perut yang sesuai dengan teori

(Dinar, 2017) bahwa penggunaan obat kemoterapi juga menyebabkan

dampak negatif pada organ tubuh yang lain..

Saat melakukan pengamatan kedua terhadap klien sebelum

didiagnosa ca colon, terlihat bahwa klien mengalami rasa nyeri yang

cukup tajam di area perut bagian kiri. Hal ini konsisten dengan gejala-

gejala yang disebutkan dalam teori menurut Yayasan Kanker Indonesia

(2018) bahwa penderita ca colon bisa merasakan ketidaknyamanan pada

perut bagian tengah dan nyeri di bagian kanan bawah. Sementara itu,

informasi tentang klien 2 menunjukkan bahwa mereka mengalami rasa

sakit pada bagian perut sebelah kiri bagian bawah. Ini juga sesuai dengan

penyebab menurut teori (Kemenkes RI, 2019) bahwa jika seseorang

memiliki sejarah polip, dapat mengakibatkan polip menjadi maligna

sehingga bisa berubah menjadi kanker.

Ketika melakukan pemeriksaan fisik pada klien 2, ditemukan

bahwa konjungtiva klien terlihat pucat. Selain itu, data yang mendukung

dari pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa hasil tes darah klien

menunjukkan kadar yang rendah. Selain itu, juga tidak ada data klien yang

mengindikasikan wajahnya yang pucat melalui hasil pemeriksaan fisik.

Bisa dinyatakan bahwa terdapat inkonsistensi dalam data evaluasi pada

klien 2.
43

Analisis pada bagian evaluasi sistem pencernaan menunjukkan

adanya informasi yang tidak lengkap dari kedua klien. Klien 1 mengalami

nyeri di bagian perut yang seharusnya dicatat dalam pemeriksaan palpasi

abdomen, namun tidak dilaporkan oleh penulis. Untuk evaluasi

pemeriksaan sistem pencernaan ini sebaiknya dilakukan secara

menyeluruh guna mengetahui keadaan sistem pencernaan pada pasien

karena bisa timbul komplikasi pencernaan selama proses kemoterapi.

Berdasarkan teori yang diajukan oleh Usolin et al. (2018), efek samping

dari kemoterapi dapat menyebabkan timbulnya gejala seperti masalah

pencernaan seperti diare dan konstipasi. Diperlukan sebuah penelitian

yang teliti agar dapat menemukan permasalahan pada pasien yang ada.

Dari hasil pemeriksaan abdomen klien 2, ditemukan adanya rasa

sakit saat ditekan pada daerah perut dan juga terasa sakit saat abdomen

diraba. Tidak ada keluhan nyeri yang dilaporkan oleh klien dalam data

pengkajian. Namun, penulis sebelumnya mencatat bahwa pasien

merasakan nyeri di perut saat pemeriksaan fisik. Terlihat bahwa data

evaluasi pada klien 2 ini mengandung kurangnya informasi yang lengkap

karena tidak ada keluhan yang disampaikan oleh klien dan tidak juga ada

indikasi bahwa klien merasakan nyeri, sehingga tidak dapat disimpulkan

bahwa klien mengalami masalah nyeri.

Dari hasil evaluasi dua pasien dengan kasus kanker usus besar

menurut pendapat penulis bahwa antara dua pasien tersebut memiliki


44

perbedaan keluhan selama menjalani kemoterapi, itulah sebabnya sebagai

seorang perawat dalam melakukan evaluasi harus mencari tahu lebih

dalam dan juga lebih fokus untuk mengevaluasi mengenai keluhan pasien

saat menjalani kemoterapi sehingga masalah atau keluhan yang sedang

dialami oleh pasien dari hasil evaluasi dapat diketahui masalah apa yang

sedang dirasakan pasien, karena dari semua pasien yang menjalani

kemoterapi memiliki keluhan yang berbeda-beda..

B. Diagnosa Keperawatan

Pentingnya diagnosis keperawatan adalah suatu konsep yang sangat

penting dalam mengarahkan proses penilaian dan tindakan (Pérez et al. ,

2017)Diagnosis adalah juga merupakan komunikasi serta fondasi ilmu

keperawatan dalam hubungannya dengan disiplin ilmu lainnya. Diagnosis

perawatan yaitu evaluasi nurse mengenai respons pasien secara

menyeluruh (fisik-psikologis-sosial-spiritual) terhadap penyakit atau

gangguan kesehatan yang sedang dihadapinya. Berdasarkan informasi

yang diperoleh di atas, diagnosis keperawatan yang menjadi fokus

didasarkan pada tim Pokja (SDKI, 2017).

Diagnosa keperawatan adalah evaluasi klinis yang melibatkan

individu, keluarga, atau komunitas sebagai hasil dari kondisi kesehatan

atau perjalanan hidup yang nyata atau mungkin terjadi. Diagnosa

perawatan adalah salah satu dasar dalam merencanakan tindakan

perawatan yang diberikan kepada pasien (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017).
45

Dari hasil penelaahan keperawatan yang telah dilaksanakan, teridentifikasi

diagnosa keperawatan pada pasien 1 dan 2 seperti berikut ini.:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dimana

nyeri merujuk pada situasi di mana pasien mengalami nyeri akut yang

disebabkan oleh prosedur operasi atau cedera fisik lainnya (Carpenito-

Moyet, 2019). Nyeri akut terjadi secara tiba-tiba dan mayoritas

berhubungan dengan cedera yang spesifik. Nyeri akut akan berkurang

sejalan dengan proses penyembuhan. Nyeri akut adalah pengalaman

sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan

aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3

bulan. Jika dilihat dari waktu operasi 2 bulan yang lalu telah

menjalani pasca pembedahan (Tim pokja SDKI DPP, 2017).

Dianosa ini ditemukan pada kedua klien, dimana didapatkan ada

klien I dari hasil pengkajian data subjektif klien mengatakan nyeri

rasanya panas P : ca colon, Q : seperti di sayat-sayat, R : di perut

kanan bawah , S : 5, T : saat aktifitas fisik durasi 5-10 menit. Data

objektif klien tampak meringis, gelisah, dan waspada menghindari

bagian nyeri ditekan. Sedangkan pada klien II klien mengeluh nyeri P:

ca colon Q : tertusuk R : di sekitar luka operasi kolostomi, S : 5, T :

hilang timbul durasi 3-5 menit.

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan


46

adalah diagnosa keperawatan yang merujuk kepada kondisi di

mana pola tidur normal pasien terganggu oleh faktor-faktor

lingkungan. Faktor-faktor lingkungan ini bisa termasuk cahaya terang,

suara bising, temperatur ruangan yang tidak nyaman, atau aktivitas

sekitar yang mengganggu tidur (Ackley, dkk, 2020)

Pada pasien I dan II, ditemukan diagnosis yang sama setelah

mengatasi rasa sakit dan memperbaiki pola tidur, sehingga diagnosis

Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Lingkungan tidak relevan

lagi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bashir (2020),

ditemukan bahwa pasien yang mengalami gangguan pola tidur setelah

menjalani operasi cenderung mengalami persepsi nyeri yang lebih

intens. Stresor dari luar berdampak pada kualitas dan jumlah tidur

yang mengakibatkan gangguan pola tidur. Kriteria utama yang bersifat

subjektif mencakup mengeluh mengalami kesulitan saat tidur,

mengeluh sering terbangun, mengeluh tidak merasa puas setelah tidur,

mengeluh perubahan pola tidur, dan mengeluh merasa kurang istirahat.

Kriteria yang tidak terlalu objektif adalah saat seseorang mengeluh

adanya penurunan kemampuan beraktivitas (Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2017).

Dua klien ditemukan mengalami masalah tidur, sementara pada

data pasien yang diperhatikan terdapat ketidaksesuaian karena

beberapa keluhan muncul. Jika disesuaikan dengan gejala paling

penting dan kurang penting belum memenuhi validasi 80% - 100%


47

penegakan diagnosis. Berdasarkan informasi yang diperoleh, bukti

yang ada tidak cukup mendukung untuk membenarkan adanya

diagnosis.

3. Risiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh

Risiko meningkat terpapar organisme penyebab penyakit adalah

istilah yang digunakan untuk merujuk pada risiko infeksi. Jika melihat

kondisi pasien yang memiliki colostomy, maka dapat dipastikan

bahwa ada risiko terjadinya infeksi. Asalkan mengikuti panduan dari

Wahyuningsih (2018) dan Tim pokja SDKI DPP (2017), diagnosis

risiko infeksi pada pasien saat menjalani kemoterapi akan

membutuhkan pemasangan infus untuk mengadministrasikan obat

kemoterapi. Diagnosis ini tidak sesuai dengan keadaan yang dialami

klien 1, di mana penyakit ini terkonfirmasi melalui hasil tes yang juga

menunjukkan tingkat leukosit yang tinggi..

C. Intervensi Keperawatan

Perencanaan merupakan tahap ketiga dalam menciptakan suatu

prosedur perawatan. Perencanaan adalah bagian integral dari

pengorganisasian dalam proses perawatan yang berguna sebagai panduan

dalam mengarahkan tindakan perawatan untuk membantu, meringankan,

mengatasi masalah, atau memenuhi kebutuhan klien. Sebuah perencanaan

yang tercatat dengan baik akan memberikan petunjuk dan makna dalam

penyelenggaraan perawatan karena perencanaan tersebut menjadi sumber

informasi bagi semua pihak yang terlibat dalam perawatan klien


48

(Syafridayani Fadillah, 2020). Dalam kedua situasi, penggunaan ca colon

dalam menyusun intervensi keperawatan telah sesuai dengan SIKI, 2018,

dan SLKI, 2019, yang dipergunakan sebagai referensi dalam penyusunan

intervensi keperawatan.

Teknik yang digunakan oleh penulis untuk mengatasi rasa sakit pada

klien 1 dan 2 adalah melalui intervensi nonfarmakologis, yaitu dengan

menggunakan metode relaksasi Tarik nafas dalam. Jika pasien mengalami

rasa sakit, pasien sangat memerlukan pengelolaan rasa sakit di mana

pengelolaan rasa sakit meliputi semua faktor dalam rasa sakit seperti fisik

dan psikologis kognitif. Ada dua metode yang digunakan untuk mengelola

nyeri setelah operasi, yakni menggunakan obat-obatan (farmakologis) dan

tidak menggunakan obat-obatan (non farmakologis) (Bacharudin, 2017).

Pengobatan nyeri dengan menggunakan obat-obatan merupakan bagian

dari penanganan farmakologis, sedangkan untuk penanganan non

farmakologis, terdapat teknik keperawatan yang dapat diberikan seperti

relaksasi dengan menggunakan nafas dalam dan kompres hangat.

Intervensi diagnosa kedua adalah Gangguan pola tidur akibat lingkungan

yang mengganggu. Tujuan yang diharapkan berdasarkan Standar Langkah

Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah memperbaiki pola tidur selama

7-8 jam setiap hari. Kriteria keberhasilan intervensi ini termasuk

penurunan keluhan sulit tidur, penurunan keluhan ketidakpuasan tidur,

penurunan keluhan perubahan pola tidur, dan penurunan keluhan kurang

mendapatkan istirahat yang cukup. Solusi yang saya terapkan untuk


49

mengatasi masalah gangguan pola tidur ini adalah dengan melakukan

penyesuaian pada lingkungan menggunakan pencahayaan yang memadai.

Menurut riset yang dilakukan oleh (Bashir, 2020), terungkap bahwa untuk

mengenali masalah tidur dan faktor penyebabnya, menjelaskan pengaruh

obat-obatan terhadap pola tidur, berdiskusi dengan keluarga mengenai

teknik tidur dan mengurangi kekhawatiran, mengamati dan mencatat

kebutuhan tidur, serta menciptakan lingkungan nyaman untuk tidur adalah

langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam mengatasi gangguan tidur

pada pasien setelah operasi.

Intervensi keperawatan yang tepat untuk mengurangi risiko infeksi

adalah mengamati (memantau tanda-tanda dan gejala infeksi lokal dan

sistemik), mengaplikasikan terapi (membatasi jumlah pengunjung,

mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien dan

lingkungan, menjaga teknik aseptik dengan pasien), memberikan edukasi

(menjelaskan tanda dan gejala infeksi, mengajarkan cara mencuci tangan

dengan benar, mengevaluasi adanya tanda-tanda infeksi), dan bersinergi

dengan dokter dalam memberikan antibiotik bila diperlukan. Pihak

berharap bahwa tindakan ini dapat mengurangi atau mencegah terjadinya

infeksi..
50

D. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan perawatan merujuk pada rangkaian tindakan yang

dilakukan perawat guna mendukung klien dalam mengatasi permasalahan

kesehatan agar mencapai kondisi kesehatan yang optimal sesuai standar

keberhasilan yang diharapkan (Zebua, 2020).

Dalam penanganan rasa sakit harus dilakukan sesuai dengan tindakan

perawatan yang akan dilakukan. Salah satu tugas awal seorang perawat

dalam mengelola rasa sakit adalah melakukan evaluasi yang komprehensif

tentang nyeri. Evaluasi tersebut mencakup pengidentifikasian lokasi, sifat,

frekuensi, kualitas, dan tingkat keparahan nyeri. Tindakan ini perlu

dilaksanakan setiap harinya karena berperan dalam mengevaluasi

kemajuan rasa sakit yang dirasakan oleh pasien serta mengawasi efisiensi

pengobatan dan proses penyembuhan (Haryono, 2018).

Perawatan diberikan kepada pasien 1 dan pasien 2 sesuai dengan

tindakan yang telah direncanakan dan disesuaikan dengan masalah

perawatan yang terjadi pada kasus rasa sakit. Pada pasien 1 dan 2 telah

dilaksanakan penerapan perawatan Observasi: pencarian lokasi,

karakteristik, lama, sering, mutu, serta tingkatan rasa sakit.

Mengidentifikasi faktor pemicu rasa sakit. Tindakan pengobatan: Sediakan

pendekatan non-farmakologis untuk meredakan rasa sakit melalui metode

relaksasi pernapasan dalam / pernapasan dalam perlahan dan kompres

hangat. Tindakan pendidikan menjelaskan penyebab dan pemicu rasa sakit,

jelaskan strategi untuk mengurangi rasa sakit, anjurkan pemantauan rasa


51

sakit individu. Kerjasama dalam memberikan obat penghilang rasa sakit.

Di klien 1 dan 2, pelaksanaan perawatan diterapkan untuk mengatasi

masalah gangguan pola tidur. Tindakan yang dilakukan meliputi

mengamati tanda-tanda penting pada pasien, mengevaluasi pola tidur

klien, memberikan pengetahuan tentang teknik santai, dan membantu

menjaga aktivitas sebelum tidur. Saya telah melaksanakan penerapan

sesuai dengan rencana yang telah disusun mengikuti keadaan pasien pada

saat itu.

Pelaksanaan perawatan pasien 2 yang memiliki risiko infeksi adalah

dengan mengkaji luka, mengamati tanda dan gejala infeksi, mengelola

luka, memonitor tanda-tanda vital, dan menyarankan pasien untuk menjaga

kebersihan pribadi. Pelaksanaan perawatan tindakan guna mengatasi risiko

infeksi pada pasien 2 meliputi memberi instruksi kepada pasien dan

keluarganya agar menjaga kebersihan personal. Menurut WHO (2009),

menjaga kebersihan tangan dan menghilangkan mikroorganisme yang

terdapat di tangan dapat mencegah terjadinya infeksi silang (infeksi yang

menyebar dari satu individu ke individu lain). Mencuci tangan memiliki

tujuan untuk menghilangkan kotoran, materi organik, atau mikroorganisme

yang melekat pada tangan..

E. Evaluasi Keperawatan

Tahap akhir dari suatu tindakan keperawatan adalah evaluasi yang

dilakukan pada Ny. S di tanggal 18 mei 2023 nyeri teratasi dengan


52

mempertahankan intervensi yang ada, serta pada Tn. P ditanggal 4 Juni

2023 didapatkan nyeri teratasi sebagian ditandai dengan masih adanya

rasa nyeri, wajah lebih rileks dan skala nyeri yang masih 3, sehingga harus

dilakukan ulang intervensi terutama tarik nafas maupun kompres dan juga

bisa ditambahkan intervensi non farmakologi yang lain.

Evaluasi pada diagnosis gangguan pola tidur teratasi dibuktikan

dengan kenyamanan pasien bertambah, pola tidur pasien teratur dengan

melakukan intervensi yang telah penulis ajarkan. Pasien mengatakan

keluhan susah tidur menurun, sering terjaga dimalam hari menurun,

merasa tidur terpenuhi, dan mampu tidur enam jam sehingga keadaan

umum pasien baik, pasien tidak menguap lagi, pasien tampak rileks dan

kantong mata pada pasien sedikit berkurang

Evaluasi pasien 2 yang memiliki risiko infeksi ditandai dengan adanya

colostomy yang terlihat terpasang dengan sekitar luka yang agak merah.

Diagnosa risiko infeksi dapat diatasi karena terlihat tidak ada gejala infeksi

di sekitar luka pasien seperti luka pasien terlihat merah dan tidak ada

nanah di area luka. Agar risiko infeksi dapat diatasi hingga perawatan

selesai..
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan proses asuhan keperawatan yang sudah dilakukan pada

kedua klien, penulis akan menjelaskan simpulan dari penerapan asuhan

keperawatan pada kedua klien dengan Ca Colon di ruang Darussalam RSI

Sultan Agung Semarang sebagai berikut :

1. Pengkajian

Kedua klien didapatkan data pengkajian didapatkan hasil kedua

kasus review pasien. Dari kedua pasien memiliki tanda dan gejala yang

sama maupun berbeda, terdapat perbedaan keluhan, yang klien 1 tidak

memiliki keluhan

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan pada Ny. S didapatkan 2 diagnosa, tetapi

pada Tn. P didapatkan 3 diagnosa

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada kedua pasien

dirumuskan berdasarkan prioritas masalah dengan teori yang ada,

Intervensi setiap diagnosa dapat sesuai dengan kebutuhan pasien dan

memperhatikan kondisi pasien serta kesanggupan keluarga dalam

kerjasama. Intervensi yang dilakukan oleh peneliti yaitu intervensi yang

dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi.

53
54

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan dapat dilaksanakan sesuai dengan

rencana tindakan yang susun. Implementasi keperawatan yang dilakukan

pada klien 1 dan 2 sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan

sesuai dengan kebutuhan klien.

5. Evaluasi Keperawatan

Hasil evaluasi selama dilakukan tindakan keperawatan 3x7 jam

pada klien 1 ditemukan 2 masalah teratasi. Pada klien 2 ditemukan 3

masalah, diantaranya 2 dapat teratasi selama tindakan keperatan 3 hari

dan 1 masalah yang teratasi sebagian sampai perawatan 3 hari.

B. SARAN

1. Bagi penulis

Dalam usaha untuk memberikan perawatan yang tepat kepada

pasien yang menjalani kemoterapi untuk Ca Colon, peneliti yang akan

datang harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang konsep Ca

Colon, terutama tentang faktor penyebab, klasifikasi, dan patofisiologi

dari Ca Colon, serta konsep kemoterapi. Selain itu, peneliti juga harus

melakukan penilaian yang akurat untuk memastikan bahwa perawatan

yang diberikan sesuai dengan masalah yang ditemukan pada pasien.

Salah satu cara untuk melakukan pengkajian pada klien secara efektif

adalah dengan menjalin komunikasi yang baik.

Penulis diharapkan dengan seksama memperhatikan setiap detail

mengenai diagnosis yang ditegakkan, sehingga pasien dapat menerima


55

perawatan yang tepat dan menyeluruh. Maka, agar perawatan yang

diberikan kepada pasien dapat dilakukan dengan sepenuhnya efisien dan

bisa membuat pasien merasa puas dengan perawatan yang sudah

diberikan.

2. Bagi tempat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

berguna bagi perawat di ruangan agar dapat meningkatkan pelayanan

keperawatan secara menyeluruh pada pasien yang mengalami Penyakit

Kanker Usus Besar dan sebaiknya perlu ditingkatkan lebih lanjut

mengenai motivasi dan dorongan dalam menjalani perawatan di ruang

rawat inap..

3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Dalam pengembangan ilmu keperawatan diharapkan dapat

menambah keluasan ilmu keperawatan dalam melakukan asuhan

keperawatan pada pasien dengan Penyakit Ca Colon serta menjadi

acuan dan bahan pembanding dalam melakukan penelitian bagi peneliti

selanjutnya.
56

Anda mungkin juga menyukai