Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUA
N

1.1 Latar Belakang

Kanker usus besar atau kanker kolorektal adalah salah satu dari
penyakit kanker dengan prevalensi yang cukup tinggi. Kanker kolorektal
merupakan keganasan atau pertumbuhan sel abnormal pada area usus besar
dan rektum. Jumlah penderita kanker usus besar dan rektum cukup banyak di
Indonesia, khususnya di perkotaan. Kanker usus besar merupakan jenis
kanker ketiga terbanyak di Indonesia menurut Depkes dengan jumlah
kasus 1,8 dalam 100.000 penduduk (RS Dharmais, n.d). Rahmianti
(2013)menuliskan,sekitar 608.000 orang di dunia meninggal akibat kanker
kolorektal setiap tahun menurut World Healh Organization (WHO),
sedangkan di Indonesia sendiri,pada setiap tahunnya sekitar 1.666 orang
meninggal akibat kanker kolorektal.Kanker kolorektal menjadi penyakit
ketiga terbanyak yang ada di pada negara Amerika, setiap individu
dinyatakanmemiliki resiko terkena kanker kolorektal sebanyak kurang lebih
6% (Zhang,2008). Faktor resiko kanker kolorektal lebih sering terdapat pada
gaya hidup masyarakat di perkotaan, diantaranya ialah obesitas, diet tinggi
lemak,konsumsi daging merah, konsumsi makanan olahan, kurangnya
konsumsibuah dan sayur,konsumsi alkohol, merokok dan kurangnya olahraga
secarateratur dan terukur (Newton, 2009).

Penatalaksanaan pada kanker kolorektal meliputi penatalaksanaan


medis,bedah dan keperawatan. Penatalaksanaan bedah dilakukan tergantung
padatingkat penyebaran dan lokasi tumor itu sendiri. Salah satu tindakan
bedah yang dilakukan adalah dengan pembentukan kolostomi. Mayers
(1996) dalamSimanjuntak & Nurhidayah (2007) menyebutkan bahwa alasan
paling sering dilakukannya tindakan kolostomi adalah adanya karsinoma
pada kolon dan rektum dimana karsinoma adalah tumor ganas yang tumbuh
dari jaringan.

1
Peningkatan pelayanan ini khususnya pada peran perawat sebagai

edukator dan care giver kepada pasien yang memiliki kolostomi dengan
kasus kanker kolorektal. Peran perawat sebagai edukator dalam hal ini
terkait pengetahuan tentang penyakit kanker kolorektal, dan perawatan
kolostomi, untuk kemudian disampaikan kepada klien dan keluarga sebagai
pendidikan kesehatan. Peranperawat sebagai care giver dalam hal ini terkait
asuhan keperawatanmengembalikan pola eliminasi BAB klien dengan
melakukan irigasi kolostomi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Kolorektal

Presentase penduduk perkotaan biasa dinyatakan sebagai


urbanisasi. Urbanisasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu pertumbuhan alami
penduduk daerah perkotaan, migrasi dari daerah perdesaan ke daerah
perkotaan, dan reklasifikasi desa perdesaan menjadi desa perkotaan
(Proyeksi Penduduk, n.d). Indonesia diperkirakan oleh PBB menjadi
negara keempat dengan perkiraan urbanisasi terbanyak setelah negara
India, China, Nigeria dan Amerika Serikat.

Potter & Perry (2005) memaparkan bahwa faktor resiko yang


terdapat pada lingkungan internal individu dalam masyarakat meliputi
faktor genetik, fisiologis, usia, gaya hidup, kebiasaan dan perilaku makan,
kebiasaan olahragadan aktivitas, dan stres emosional. Faktor resiko kanker
kolorektal lebih seringterdapat pada gaya hidup masyarakat di perkotaan,
diantaranya ialah obesitas,diet tinggi lemak, konsumsi daging merah,
konsumsi makanan olahan,kurangnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi
alkohol, merokok dankurangnya olahraga secara teratur dan terukur
(Newton, 2009).

Kota yang memiliki jumlah penduduk dan tingkat aktivitas yang


tinggi, masyarakat didalamnya akan memiliki faktor resiko lebih
dibandingkan desa. Seiringdengan bertambahnya penduduk di kota,
bertambah pula kendaraan, sehinggadulu orang bisa jalan beberapa
kilometer dalam sehari namun saat ini orangakan lebih memilih naik
kendaraan. Dari segi perilaku makan, dulu orang banyak makan makanan
berserat, seperti sayur-sayuran, sedangkan saat inilebih banyak makan
makanan siap saji (fast food) yang tinggi lemak.

3
2.2 Kanker Kolorektal

2.2.1Definisi
Kanker adalah sebuah proses penyakit yang ditandai dengan adanya sel
abnormal yang ditransformasikan oleh mutasi genetik dari sel DNA

(Smeltzer & Bare, 2002). Kanker kolorektal adalah kanker yang terdapat
pada kolon dan rektum. Zhang (2008) mengatakan kanker kolorektal

merupakan bentuk malignansi yang terdapat pada kolon asending,


transversal, desending, sigmoid dan rektal. Kanker kolorektal dapat
didefinisikan sebagai keganasan atau pertumbuhan sel abnormal pada area
usus besar (kolon) dan rektum.

2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab pasti dari kanker kolorektal belum diketahui secara pasti


(Black & Hawks, 2009). Kejadian kanker kolorektal pada pria ataupun
wanita tidak memiliki perbedaan yang signifikan, begitupun dengan etnik.
Black & Hawks dalam bukunya memaparkan, memang terjadi prevalensi
dan tingkat mortalitas tinggi pada keturunan Amerika dan Afrika, namun ini
mungkin disebabkan karena mayoritas dari mereka melakukan diet tinggi
lemak, makanan olahan dan kurangnya asupan buah dan sayuran. Mutasi gen
dipercaya menjadi salah satu etiologi dari kanker kolorektal yang dapat
diturunkan, yang biasa disebut sebagai Inherited Familial Colorectal Cancer
Syndromes. Sindrom ini terdiri dari dua tipe, yakni Familial Adenomatous
Polyposis (FAP) dan Hereditary Nonpolyposis Cancer Colorectal Cancer
(HNPCC). FAP memiliki karakteristik berupa kecenderungan dalam
pertumbuhan polip kolon secara multipel (bahkan ratusan). Sembilan puluh
persen dari pasien yang memiliki FAP yang belum mendapat perawatan akan
mengalami kanker kolorektal pada usia 45 tahun (Zhang, 2008). Hereditary
Nonpolyposis Cancer Colorectal Cancer atau HNPCC menurut Black (2009)
dapat menyebabkan kanker kolorektal karena adanya lesi atau luka pada
kolon. Berbeda dengan FAP, biasanya individu dengan HNPCC dapat
mengalami kanker kolon pada usia 20 tahun,

4
dengan rerata kejadian pada usia 48 tahun (mendapat diagnosa kanker
kolorektal). Inflamasi usus, khususnya Ulcerative Colitis (UC) ataupun
penyakit Crohn adalah etiologi atau faktor resiko yang juga terdapat pada
kanker kolorektal. Penyakit inflamasi usus adalah kumpulan penyakit kronik
(UC dan Crohn’s disease) yang menyebabkan terjadinya inflamasi dan
atau ulserasi pada usus besar, yang menimbulkan nyeri pada perut, diare,
demam dan penurunan BB (Smeltzer & Bare, 2002). Individu yang terkena
UC selama 10 hingga 20 tahun, akan mendapat resiko atau kemungkinan
terjadinya kanker kolorektal 0,5% per tahunnya, dan 1 persen per tahun
setelah 20 tahun setelah munculnya UC (Zhang, 2008). Empat puluh tahun
setelah munculnya UC, kemungkinan untuk terjadinya kanker kolorektal
meningkat menjadi 30%. Penyakit Crohn juga menunjukkan faktor resiko
yang serupa dengan UC pada kejadian kanker kolorektal. Kondisi gaya
hidup masyarakat perkotaan sebagian besar menjadi faktor resiko dari
penyakit kanker kolorektal. Hal ini disebabkan karena gaya hidup
masyarakat perkotaan dan modern meliputi konsumsi tinggi lemak,
makanan olahan, konsumsi protein hewan dan rendah serat, serta kurangnya
aktivitis atau olahraga fisik yang teratur dan terukur (Potter, 1999 dalam
Ruddon, 2007). Faktor resiko kanker kolorektal lebih sering terdapat pada
gaya hidup masyarakat di perkotaan, diantaranya ialah gaya hidup
masyarakat, obesitas, diet tinggi lemak, konsumsi daging merah, konsumsi
makanan olahan, kurangnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi alkohol,
merokok dan kurangnya olahraga secara teratur dan terukur (Newton, 2009).
Beberapa penelitian bahkan memaparkan bahwa kurangnya konsumsi buah
dan sayuran merupakan faktor resiko utama dari kanker kolorektal (Stewart
& Kleihues, 2003 dalam Ruddon, 2007).

5
2.2.3 Patofisiologi

Keberadaan sel kanker pada seseorang tidak hanya berasal dari efek
karsinogen seseorang, baik yang didapat dari luar ataupun dari dalam tubuh
manusia itu sendiri. Kanker kolorektal khususnya, memiliki hubungan
terhadap kondisi feses dari individu, serta riwayat penyakit yang diderita,
dimana kondisi tersebut merupakan dampak dari faktor resiko yang ada
pada individu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kanker pada kolon
dan rektum dapat diawali dengan adanya riwayat polip pada individu. Polip
merupakan massa dari jaringan yang menonjol pada lumen usus (Smeltzer
& Bare, 2002). Polip yang tidak diatasi atau dilakukan intervensi, dapat
berubah menjadi maligna. Polip yang telah berubah menjadi ganas tersebut
akan menyerang dan menghancurkan sel yang normal dan meluas di
jaringan sekitarnya. Manusia pada dasarnya memiliki zat karsinogen atau
zat pemicu kanker pada tubuh. Efek karsinogen akan semakin meningkat
apabila mendapat penyebab kanker dari luar. Zat karsinogen juga berpotensi
untuk menyebabkan proliferasi sel kanker. Corwin (2001) menyatakan,
kurangnya asupan antioksidan dengan minimnya konsumsi buah
dan sayuran yang mengandung antioksidan (seperti vitamin E, vitamin C
dan beta karoten) dapat mengurangi perlindungan sel terhadap efek
karsinogen. Buah dan sayuran yang segar memiliki enzim aktif yang dapat
memelihara dan meningkatkan pertumbuhan sel yang sehat. Kondisi feses
yang kurang baik juga dapat memicu terjadinya kanker kolon. Aktivitas
atau olahraga yang kurang teratur dan terukur dapat mengakibatkan feses
menjadi lebih lama berada di kolon atau rektum, terlebih jika individu
melakukan diet rendah serat. Kondisi ini dapat mengakibatkan toksin
yang terdapat dalam feses mencetuskan pertumbuhan sel kanker (Corwin,
2001). Feses yang mengandung banyak lemak juga dapat memicu sel
kanker. Tingginya lemak dalam feses diakibatkan oleh konsumsi tinggi lemak
seperti daging. Feses yang mengandung banyak lemak dapat mengubah flora
dalam feses menjadi bakteri Clostrida & Bakteriodes yang
mempunyaienzim 7-alfa dehidrosilase yang
mencerna asam menjadi asam Deoxycholi dan

6
Lithocholic (yang bersifat karsinogenik) meningkat dalam feses. Massa
kanker yang terdapat pada kolon ataupun rektum akan menyebabkan adanya
sumbatan atau obstruksi, yang mengakibatkan evakuasi feses yang
terhambat atau tidak lengkap setelah defekasi. Akibat lebih lanjutnya ialah
konstipasi, distensi atau nyeri abdomen, hingga feses berdarah. Apabila
massa kanker ini tidak dideteksi sejak dini dan dibiarkan, maka besar
kemungkinan sel kanker akan melakukan metastasis. Metastasis pada sel
kanker kolorektal terdiri dari penyebaran langsung, penyebaran limfogen,
dan hematogen. Berikut bagan patofisiologi kanker kolorektal :

7
Bagan Patofisiologi Kanker Kolorektal :

Kurangnya aktivitas Diet tinggi Kurang asupan Riwayat


fisik : olahraga lemak,protein buah dan sayur polip
teratur dan terukur hewani, daging (serat)

Kadar lemak Polip


Motilitas usus
dalam feses Zat
menjadi
antioksidan
ganas
Feses tertahan Mengubah flora menjadi
bakteri Clostridia &
Bakteriodes
Mendorong toksin Perlindungan Merusak
dalam tinja untuk sel dari efek jaringan
Ekskresi enzim 7-
mencestuskan kanker karsinogen normal dan
alfa dehidrosilase
meluas

Mencerna asam menjadi


asam yang memiliki efek
karsiogenik

Pertumbuhan sel abnormal


pada kolon dan atau rektum

Sel kanker melakukan metastase

Penyebaran langsung Penyebaran Penyebaran


keorgan terdekat limfogen hematogen

Metastase ke Metastase melalui Metastase melalui


vesica urinaria, kelenjar parailiaka, pembuluh darah
uterus, vagina, mesentrium dan hepatikum dan
prostat para aorta intra abdominal

8
2.2.4 Pemeriksaan dan Diagnosis

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan


abdomen dan colok dubur. Pemeriksaan abdomen dapat dilakukan dengan
palpasi abdomen (tumor kecil atau tahap dini akan sulit teraba). Palpasi
abdomen dapat juga untuk memeriksa adanya manifestasi klinis konstipasi,
distensi dan nyeri tekan abdominal. Pemeriksaan colok dubur dilakukan
untuk mengetahui langsung adanya massa pada rektum. Pemeriksaan ini
biasanya akan terasa nyeri pada pasien, oleh karena itu pada saat
pemeriksaan baiknya disertai dengan teknik relaksasi napas dalam pada
pasien. Prosedur diagnostik yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan kanker
kolorektal adalah pengujian darah samar pada feses, foto kolon dengan
enema barium atau kontras ganda, proctosigmoideoscopy (pemeriksaan
rektum dan sigmoid dengan memasukkan selang berlampu melalui anus),
dan kolonoskopi (pemeriksaan dengan serat optik). Smeltzer & Bare (2002)
merekomendasikan pemeriksaan untuk individu dewasa dengan usia 50
tahun ke atas agar melakukan pemeriksaan kolonoskopi setiap 5-10 tahun
serta pemeriksaan feses. Biopsi atau pengambilan sampel jaringan juga
dapat dilakukan sebagai deteksi. Enam puluh persen dari kasus kolorektal
dapat diidentifikasi melalui biopsi atau pengujian feses (Yamada et al, 1999
dalam Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan lain untuk deteksi kanker ialah
pemeriksaan Carcinoembryogenic Antigen (CEA). Carcinomryogenic
antigen dapat menjadi indikator untuk mendiagnosis kanker kolon, namun
perlu diketahui bahwa tidak semua lesi pada kanker mensekresikan CEA
(Corwin, 2001). Sel tumor ataupun kanker pada kolon dapat menyebabkan
peningkatan level CEA, dimana normalnya akan kembali normal dalam 48
jam.

2.2.5 Penatalaksanaan Kanker Kolorektal


Penatalakasanaan pada pasien dengan kanker kolorektal meliputi
penatalaksanaan medis, bedah dan keperawatan. Penatalaksanaan medis
meliputi kemoterapi dan terapi radiasi. Kemoterapi merupakan terapi

9
modalitas untuk mengeliminasi sel kanker. Idealnya, agen kemoterapi akan
menyerang dan menghentikan pertumbuhan sel tumor, namun pada
kenyataannya sel yang sehat juga ikut dimatikan. Efek ini akhirnya
menimbulkan rasa mual, muntah dan rambut rontok. Terapi medis yang
kedua yaitu terapi radiasi. Terapi radiasi menggunakan radiasi terionisasi
seperti sinar-X atau gamma ( f). Terapi radiasi memiliki tingkat
penyembuhan yang tinggi untuk kasus kanker. Sinar radiasi yang
dikirimkan akan diabsorbsi oleh sel, sehingga akan terjadi kehancuran pada
mutasi DNA. Dosis dari radiasi biasanya dihitung dengan jumlah energi
yang diserap per unit massa dangan standar unit atau satuan gray (Gy), atau
satu joule per kilogram (Zhang, 2008). Ketika sampai pada sel tumor, dosis
pada radiasi akan terbatas pada kerusakan di sel sehat yang ada di sekitar
area radiasi.Seseorang yang mendapat terapi radiasi harus menjaga agar
kulit pada area yang di radiasi tidak terkena dengan air karena dapat
merusak kulit tersebut. Reaksi tidak langsung antara molekul air dengan ion
pada sinar radiasi akan menjadi tidak stabil. Elektron yang mengelilingi
atom hidrogen dan oksigen akan terpental keluar dari orbitnya, membuat
molekul OH kekurangan elektron, menjadi OH- dan atom hidrogen menjadi
kelebihan elektron (H+) (Tjokronagoro, 2004). Ion ini bersifat tidak stabil
dan berubah menjadi H radikal dan OH radikal. Ion-ion radikal ini bersifat
menyebabkan kerusakan pada inti sel yang berujung pada kematian sel.
Penatalaksanaan bedah terhadap pasien kanker kolorektal meliputi reseksi
segmental dan pembuatan kolostomi. Reseksi segmental dengan
anastomosis dibutuhkan untuk mengangkat tumor dan sebagian kolon yang
terkena pertumbuhan tumor, berikut dengan pemuluh darah dan limfanya.
Pengangkatan rektum (yang terkena kanker) tanpa merusak anus disebut
sebagai Low anterior Resection (LAR). Pada operasi ini, setelah
pengangkatan, kolon proksimal akan dihubungkan dengan bagian rektum.
Operasi ini biasa dilakukan pada pasien dengan kanker kolorektal stadium II
atau III pada ½ bagian atas rektum (dekat perbatasan dengan kolon).
Pembedahan lain yaitu pembedahan kolostom. Pembedahan kolostomi dapat

10
berupa kolostomi sigmoid dan pengangkatan sebagian sigmoid, rektum dan
sfingter ani. Pada pasien palliative care, kolostomi ataupun ileostomi
permanen biasanya dibuat dengan tanpa mengangkat organ yang terkena
kanker. Penatalaksanaan keperawatan terhadap pasien kanker kolorektal
meliputi pemenuhan kebutuhan dasar pasien. Tindakan keperawatan yang
dapat dilakukan adalah (Smeltzer & Bare, 2002):
a. Mempertahankan eliminasi pasien
b. Mempertahankan atau meningkatkan kenyamanan c Meningkatkan toleransi aktivitas
c. Membantu pemberian nutrisi optimal
d. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
e. fMelakukan perawatan kulit, luka dan kolostomi (pasca bedah)

2.3Kolostomi
2.3.1 Definisi
Kolostomi adalah pembuatan stoma atau lubang pada kolon atau
usus besar (Smeltzer & Bare, 2002). Melville & Baker (2010) mengatakan
kolostomi merupakan tindakan pembedahan untuk membuka jalan usus
besar ke dinding abdomen anterior. Akhir atau ujung dari usus besar yang
dikeluarkan pada abdomen disebut sebagai stoma. Stoma itu sendiri berasal
dari bahasa Yunani yang berarti mulut. Stoma bersifat basah, mengkilat dan
permukaannya berwarna merah, seperti membran mukosa pada oral. Stoma
tidak memiliki ujung syaraf sehingga tidak terlalu sensitif terhadap sentuhan
ataupun nyeri. Akan tetapi stoma kaya akan pembuluh darah dan mungkin
dapat berdarah jika dilakukan pengusapan. Hal ini termasuk normal, hanya
perlu diwaspadai jika darah yang keluar terus menerus dan dalam jumlah
banyak. Kolostomi memungkinkan pasien dengan kanker kolorektal
melakukan proses eleminasi BAB dengan lancar. Akan tetapi, berbeda
dengan proses eliminasi normal, pasien tidak dapat mengontrol pengeluaran
feses. Feses yang keluar dari stoma akan ditampung pada kantung kolostomi
yang direkatkan pada abdomen. Pada awal pembedahan, konsistensi feses

11
akan nampak lebih cair, namun akan membaik secara bertahap hingga
mencapai konsistensi yang normal, sesuai dengan letak stoma pada kolon.

2.3.2 Jenis Kolostomi


a. Loop Stoma atau transversal
Loop stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan
membuat mengangkat usus ke permukaan abdomen, kemudian membuka
dinding usus bagian anterior untuk memungkinkan jalan keluarnya feses.
Biasanya pada loop stoma selama 7 hingga 10 hari pasca pembedahan
disangga oleh semacam tangkai plastik agar mencegah stoma masuk
kembali ke dalam rongga abdomen.
b. End Stoma
End stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan
memotong usus dan mengeluarkan ujung usus proksimal ke permukaan
abdomen sebagai stoma tunggal. Usus bagian distal akan diangkat atau
dijahit dan ditinggalkan dalam rongga abdomen.
c. Fistula Mukus
Fistula mukus merupakan bagian usus distal yang dikeluarkan ke
permukaan abdomen sebagai stoma nonfungsi. Biasanya fistula mukus
terdapat pada jenis stoma double barrel dimana segmen proksimal dan
distal usus di keluarkan ke dinding abdomen sebagai dua stoma yang
terpisah.
d. Tube Caecostomies
Stoma pada Tube Caecostomies bukan merupakan stoma dari kolon,
karena kolon tidak dikeluarkan hingga ke permukaan abdomen. Tipe
kolostomi ini menggunakan kateter foley yang masuk ke dalam sekum
hingga ujung apendiks pasca operasi apendiktomi melalui dinding abdomen.
Kateter ini membutuhkan irigasi secara teratur untuk mencegah sumbatan

12
2.3.3 Masalah Kesehatan yang Terjadi akibat Kolostomi
Masalah yang banyak terjadi pasca pembuatan kolostomi adalah
iritasi pada kulit di sekitar stoma (Smeltzer & Bare, 2002). Iritasi pada area
kulit peristomal banyak terjadi terutama pada lansia, disebabkan oleh
lapisan epitel dan lemak subkutan yang semakin tipis karena proses penuaan
sehingga kulit menjadi semakin mudah mengalami iritasi (Smeltzer & Bare,
2002). Pada dasarnya, bahan pada kantong kolostomi yang menempel pada
permukaan kulit sudah didesain agar tidak menyebabkan iritasi pada kulit
(WOCN, 2008). Ostomate (individu yang memiliki stoma) dengan kulit
yang sensitif mungkin membutuhkan tes skin patch jika mengeluhkan
adanya beberapa reaksi terhadap penempelan beberapa kantong kolostomi.
menunjukkan gambar area kulit yang mengalami alergi terhadap
pemasangan kantong kolostomi. Individu yang memiliki stoma memiliki
resiko terkena infeksi Candida albicans yang biasa dikenal sebagai infeksi
ragi atau jamur (Eucomed, 2012). Hal ini dikarenakan kulit peristomal
memilikikarakteristik hangat, lembap dan tertutup (oleh kantong kolostomi)
dimana lingkungan ini kondusif terhadap pertumbuhan jamur. Kulit yang
terkena infeksi ini akan berubah menjadi kemerahan dan terasa gatal.
Medikasi topical antifungal dapat dioleskan pada area yang terkena infeksi
menunjukkan gambar kulit peristomal yang terkena
infeksi Candidaalbicans. Rasa gatal, panas dan
seperti terbakar pada area penempelan kantong
kolostomi mengindikasikan adanya lecet, ruam
ataupun infeksi pada kulit (WOCN, 2008). Hal terpenting dalam
pencegahan infeksi pada kulit adalah dengan melakukan perawatan kulit
peristomal dengan baik. Pemasangan kantong kolostomi yang sesuai dengan
stoma merupakan pencegahan utama terjadinya iritasi dan infeksi pada kulit.
Skin barrier (dalam bentuk salep ataupun bedak) dapat diberikan pada area
peristomal 30 detik sebelum kantong kolostomi ditempelkan pada kulit
(Smeltzer & Bare, 2002). Masalah lain yang biasa dikeluhkan oleh ostomate
adalah pengeluaran gas dan bau dari stoma, konstipasi dan diare (Eucomed,
2012). Pengeluaran gas dan bau pada stoma menjadi masalah pada ostomate

13
karena berbeda dengan pengeluaran melalui anus, pengeluarannya melalui
stoma tidak dapat dikontrol. Gas yang terdapat pada saluran pencernaan
didapatkan dari beberapa jenis makanan seperti makanan berpengawet,
brokoli, kubis, jagung, timun, bawang, dan lobak. Gas juga didapatkan dari
menelan udara (secara tak sengaja) pada saat berbicara, makan, merokok
dan sebagainya (Eucomed, 2012). Oleh karena itu ostomate dianjurkan
untuk mengunyah makanan secara perlahan untuk meminimalkan udara
yang masuk. Bau pada gas atau feses yang dikeluarkan juga dapat
diakibatkan oleh beberapa makanan seperti telur, keju, ikan, bawang, dan
kubis (Canada Care Medical,n.d). Konstipasi dapat terjadi pada ostomate
akibat diet yang tidak seimbang, serta intake makanan berserat ataupun
cairan yang kurang (Gutman, 2011). Apabila ostomate mengalami
konstipasi maka perlu peningkatan asupan makanan berserat seperti
gandum, sayur dan buat, serta asupan cairan. Hampton (2007)
merekomendasikan minimal konsumsi 8-10 gelas air per hari, atau 1,5
hingga 2 liter air per hari (dapat termasuk teh, kopi ataupun jus). Melakukan
aktivitas fisik ringan seperti bersepeda, jogging juga dapat membantu
meningkatkan pergerakan bowel dan mengatasi konstipasi. Diare
merupakan bertambahnya kompisisi cairan pada feses disertai dengan
frekuensi BAB yang meningkat dari kebiasaan normal individu (Eucomed,
2012). Akibat dari diare adalah hilangnya cairan dan elektrolit pada tubuh
indvidu. Diare umumnya terjadi pada pasien dengan ileostomi namun dapat
terjadi juga pada klien dengan kolostomi. Individu dengan pembuatan stoma
di kolon asenden dan transversal akan mengalami perubahan konsistensi
feses seperti diare, namun hal ini normal karena penyerapan air pada kolon
asenden dan transversal masih minimal. Penatalaksanaan diare, seperti
halnya konstipasi, meliputi manajemen diet. Pada saat diare terjadi, individu
akan beresiko kehilangan banyak kalium, sehingga butuh asupan makanan
mengandung kalium seperti pisang, jeruk, tomat, ubi, kentang, dan gandum
(Canada Care Medical, n.d).

14
2.3.4 Komplikasi Stoma
Komplikasi atau masalah pada stoma dapat muncul setelah
pembedahan kolostomi, di antaranya paling banyak terjadi pada tahun
pertama pasca pembedahan (Truven Health Analytics, 2012).
Beberapa komplikasi akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Retraksi Stoma
Retraksi merupakan kondisi dimana stoma tertarik ke dalam
abdomen. Retraksi dapat terjadi bila kolon tidak segera aktif pasca
pembedahan kolostomi. Bertambahnya berat badan juga memungkinkan
untuk terjadinya retraksi. Tipe kantong kolostoma harus disesuaikan agar
pas dengan bentuk stoma setelah terjadi retraksi. Retraksi belum menjadi
sebuah komplikasi berat dari stoma jika retraksi stoma ke dalam abdomen <
5 cm dari batas permukaan abdomen. Gambar berikut merupakan contoh
dari retraksi stoma.
b. Hernia Peristomal
Hernia dapat terjadi bila ada bagian dari kolon di dalam abdomen
yang menekan atau menonjol di area sekitar stoma. Hernia akan tampak
semakin jelas ketika pasien sedang duduk, batuk ataupun mendesak
abdomen (peningkatan tekanan intra abdomen). Beberapa pasien
membutuhkan penggunaan sabuk khusus, ataupun rekomendasi untuk
operasi guna memperbaiki kondisi hernia tersebut.
c. Prolaps
Prolaps dapat terjadi akibat proses pembukaan dinding abdomen
yang terlalu lebar, fiksasi bowel pada dinding abdomen yang tidak adekuat
ataupun akibat peningkatan tekanan intra abdomen. Prolaps yang disertai
dengan iskemia atau obstruksi bowel, ataupun prolaps yang berulang dapat
direkomendasikan untuk pembedahan ulang.
d. Perdarahan
Perdarahan stoma segera setelah operasi disebabkan oleh hemostasis
yang tidak adekuat selama konstruksi stoma. Penyebab lain yang mungkin
mengakibatkan perdarahan adalah adanya penyakit penyerta hipertensi

15
portal, trauma oleh ujung tube saat irigasi atau pencukuran area sekitar
abdomen atau cedera. Perdarahan ringan kadang memerlukan agen
hemostasis topical, atau hanya penekanan langsung. Perdarahan masif atau
berulang memerlukan penanganan faktor penyebab perdarahan, sedangkan
pasien dengan hipertensi portal memerlukan sclerotheraphy atau
portosystemic shunting.
e. Iskemik dan Nekrosis Stoma
Iskemik dan nekrosis stoma dapat terjadi akibat adanya penekanan
pada pembuluh darah sekitar stoma. Stoma yang baru dibuat melalui operasi
harus di observasi setiap 4 jam sekali untuk mengkaji kondisi stoma, apakah
suplai darah ke stoma adekuat atau tidak. Stoma yang tersuplai darah yang
baik berwarna merah ataupun pink. Stoma yang berwarna ungu, coklat atau
hitam menunjukkan adanya suplai darah yang inadekuat. Stoma yang sudah
nekrotik membutuhkan operasi sebagai intervensi utama.
f. Stenosis
Stenosis merupakan penyempitan atau konstriksi pada ujung stoma.
Hal ini dapat terjadi akibat adanya pembentukan jaringan scar di sekitar
stoma yang menyebabkan stoma berangsur terhimpit dan menyempit.

2.3.5 Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kolostomi


a. Perawatan Kolostomi
Kolostomi akan mulai berfungsi optimal sekitar 3-6 hari pasca
pembedahan (Smeltzer & Bare, 2002). Perawatan kolostomi yang rutin akan
dilakukan oleh pasien ataupun care giver baik di rumah sakit ataupun di
rumah ialah mengganti kantong kolostomi dan membersihkan stoma.
Kantong kolostomi adalah wadah untuk menampung feses yang keluar dari
stoma. Kantong kolostomi dibuat dari material disposable atau digunakan
hanya sekali, lalu dibuang. Jenis kantong kolostomi saat ini cukup beragam.
Kantong kolostomi yang biasa digunakan ialah kantong kolostomi one-piece
tertutup yang jika terisi harus segera dibuang dan diganti. Kantong
kolostomi one-piece drainable memungkinkan pasien untuk membuang

16
feses yang ada dalam kantong dengan membuka lubang yang ada di bawah
kantong. Perawatan kolostomi yang pertama ialah cara mengganti kantong
kolostomi dan membersihkan area stoma. Kantong kolostomi sebaiknya
dikosongkan atau diganti ketika kantong sudah terisi 1/3 bagian agar pasien
tetap nyaman dengan kantongkolostominya. Kantong kolostomi yang dapat
dikosongkan, dibersihkan dan digunakan kembali adalah jenis kantong
kolostomi two-piece system atau kantong yang memiliki lubang drainase di
bawahnya. Truven Health Analytics Inc. (2012) memaparkan, kantong
kolostomi harus dikosongkan jika sudah 1/3 atau 1/2 penuh. Kantong
kolostomi yang penuh akan menjadi berat dan dapat merusak perlengketan
kantong kolostomi dengan kulit abdomen, selain itu kantong akan beresiko
untuk robek atau rusak karena beban dalam kantong meningkat. Kantong
kolostomi yang penuh juga akan membuat benjolan di balik pakaian dan
dapat mengganggu penampilan. Kantong kolostomi drainable dapat
dikosongkan dengan menekan bagian bawah kantong, kemudian
mengeluarkan feses langsung ke dalam toilet. Kemudian kantong dapat
dibersihkan atau dibilas meskipun Truven Health Analytics Inc mengatakan
hal ini tidak begitu penting untuk dilakukan Burch (2008) dalam Burch
(2013) menyatakan mayoritas pasien dengan kolostomi mengganti kantong
kolostominya 3 kali sehari hingga 3 kali seminggu, dengan rata-rata
penggantian kolostomi secara rutin selama satu hari sekali. Ketika akan
mengganti dengan kantong yang baru, perhatikan ukuran dari lubang
kantong kolostomi. Ukuran lubang kantong kolostomi harus sesuai dengan
stoma, beri kelonggaran sekitar 1/8 inci atau sekitar 0,3 cm (Canada Care
Medical, n.d). Penggantian kantong kolostomi dimulai dengan melepaskan
perlekatan kantong kolostomi dengan kulit abdomen secara perlahan sambil
sedikit menekan kulit abdomen yang menempel dengan kantong, kemudian
bersihkan stoma. Stoma dibersihkan dengan air, jika ingin menggunakan
sabun, gunakan sabun yang tidak mengandung minyak ataupun parfum
karena dapat mengiritasi (Truven Health Analytics Inc, 2012). Kulit di
sekitar stoma harus dijaga agar tetap kering. Perawatan kolostomi erat

17
kaitannya dengan perawatan kulit. Perawatan kulit di sekitar stoma
dilakukan bersamaan dengan penggantian kantong kolostomi. Beberapa
orang menggunakan air hangat saat melepaskan kantong stoma dari kulit
abdomen, agar lebih mudah dan nyaman pada kulit. Terkadang kulit akan
terlihat kemerahan atau lebih gelap segera setelah perekat kantong
kolostomi dilepaskan, namun akan segera normal beberapa menit (WOCN
Society, 2008). Hal ini dimungkinkan karena terjadi penekanan pada area
kulit selama kantong terpasang, atau kantong kolostomi dilepaskan secara
cepat dari kulit abdomen. Pasien ataupun care giver dapat sekaligus
mengobservasi stoma setiap mengganti kantong kolostomi. Stoma yang
normal akan terlihat merah atau pink terang, lembap, tidak mengerut dan
tampak seperti membran mukosa oral (Borwell, 2011). Stoma normal akan
memiliki produksi feses, tidak ada sumbatan serta tidak ada nyeri. Stoma
yang tidak sehat atau mengalami nekrosis ditunjukkan dengan warna hitam
atau biru kehitaman. Permukaan stoma yang tidak sehat akan tampak
kering, terdapat darah yang terus keluar, stoma menonjol atau masuk ke
dalam sebanyak 5 cm, ujung stoma mengerut, sedikit atau tidak ada
produksi feses dan terdapat nyeri pada area stoma. Hal lain yang perlu
diperhatikan dalam perawatan kolostomi ialah terkait perubahan eliminasi
BAB. Pasien dengan kolostomi tidak dapat mengontrol BAB sehingga akan
beresiko mengalami gangguan eliminasi BAB. Tindakan perawatan yang
dapat dilakukan adalah irigasi kolostomi. Irigasi kolostomi merupakan suatu
cara untuk mengeluarkan isi kolon (feses), yang dilakukan secara terjadwal
dengan memasukkan sejumlah air dengan suhu yang sama dengan tubuh
(hangat) (Putri, 2011). Irigasi memungkinkan pasien untuk menjadwalkan
pengeluaran feses dari stomanya. Pergerakan bowel baiknya dalam keadaan
regular dan bebas dari masalah saat akan dilakukan irigasi kolostomi. Irigasi
kolostomi tidak dapat dilakukan bila pasien mengalami iritasi pada ususnya,
prolaps stoma, hernia peristomal ataupun komplikasi stoma lainnya (Putri,
2011). Irigasi stoma juga tidak dapat dilakukan pada stoma yang terdapat
pada kolon asenden dan tranversal. Alat yang dapat digunakan untuk proses

18
irigasi kolostomi meliputi kontainer atau wadah air, tube (selang untuk
mengalirkan cairan), cone dan plastic sleeve (Burch, 2013). Plastic sleeve
berguna untuk mengalirkan keluaran feses dan cairan irigasi ke dalam toilet.
Cara melakukan irigasi adalah sebagai berikut (Burch, 2013; Putri, 2011;
Smeltzer & Bare, 2002):

1. Isi wadah dengan air hangat, tinggikan setinggi bahu (posisi duduk
di toilet)

2. Alirkan cairan irigasi hingga ke ujung selang (membuang udara yang ada
di sepanjang selang)

3. Posisikan kantong stoma (plastic sleeve) ke toilet

4. Olesi pelumas atau pelicin cone (jelly) sebelum masuk ke stoma

5. Masukkan cone kedalam stoma dengan perlahan, kemudian alirkan


cairan sebanyak 300-500cc

6. Untuk hasil yang maksimal, alirkan kembali 500cc-1000cc, tahan


selama 10 detik setelah cairan mengalir

7. Biarkan feses, cairan dan flatus keluar dari stoma menuju toilet
melalui sleeve selama 10-15 menit.

8. Tutup kantong atau ganti kantong dengan kantong kolostomi biasa dan
bereskan alat.

Setelah irigasi selesai dilakukan, pasien dapat melakukan aktivitas,


meskipun selama 30-45 menit akan tetap ada pengeluaran baik feses, cairan
ataupun flatus. Setelah bersih, kantong kolostomi dapat diganti kembali

seperti biasa. Readding (2006) dalam Burch (2013) mengatakan ketika


irigasi selesai dilakukan, small cap untuk stoma dapat digunakan untuk
memungkinkan pasien terbebas dari pengeluaran feses dan flatus hingga
irigasi selanjutnya.
b. Diet Nutrisi
Pasien dengan kolostomi tidak dapat mengontrol pengeluaran feses
dan flatus, oleh karena itu edukasi terkait nutrisi perlu diberikan kepada
pasien agar terhindar dari gangguan odor ataupun konsistensi feses yang

19
tidak normal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait nutrisi pada
pasien dengan kolostomi ialah (Canada Care Medical, n.d; Gutman, 2011) :

1. Mengurangi makanan yang menimbulkan bau, yaitu kubis, kol, keju,


telur, ikan, kacang polong, bawang, jengkol, pete

2. Mengurangi makanan yang mengandung gas seperti dengan brokoli,


kubis, bawang, timun, jagung dan lobak, serta makan secara
perlahan dengan mulut tertutup untuk meminimalkan udara yang masuk
ke dalam sistem pencernaan.

3. Menambah makanan yang mengandung potassium seperti pisang, daging


(non lemak), jeruk, tomat, kentang jika mengalami diare. Kurangi
konsumsi keju, selai kacang, dan susu.

4. Mengatasi konstipasi (jika terjadi) dengan menambah makanan tinggi


serat

5. Makan tiga kali sehari penting untuk meningkatkan aktivitas usus dan
mencegah produksi gas

6. Gangguan pada pencernaan dapat juga berasal dari tekanan emosional,


stress, atau kurangnya aktivitas fisik

7. Toleransi Aktivitas.

Individu dengan kolostomi dapat beraktivitas sebagaimana individu


lainnya. Hanya saja dalam pemilihan jenis olahraga, hindari olahraga yang
membutuhkan kontak fisik yang keras yang mungkin dapat menyebabkan
cedera pada abdomen (khususnya stoma). Ostomate juga dapat melakukan

olahraga renang dengan memilih desain baju renang yang menutupi kantong
kolostomi yang terpasang pada abdomen, serta desain baju yang sedikit
ketat agar lebih nyaman saat berenang. Kantong kolostomi harus tetap
terpasang saat berenang untuk menjaga kebersihan stoma. Perekat
waterproof dapat ditambahkan untuk lebih merekatkan kantong kolostomi
pada kulit abdomen, jika dibutuhkan. Kantong kolostomi baiknya
dikosongkan sesaat sebelum berenang, kemudian hindari makan berat atau
banyak sebelum melakukan olahraga renang. Ostomate dapat melakukan
traveling, tentunya dengan persiapan penggantian kantong kolostomi yang

20
cukup. Bagi ostomate yang melakukan irigasi secara rutin, tetap harus
berhati-hati dalam penggunaan air untuk irigasi. Apabila air yang ada di
lokasi travelling mungkin dinyatakan tidak aman untuk dikonsumsi, maka
jika ingin digunakan untuk kolostomi, air tersebut harus direbus terlebih
dahulu, kemudian di diamkan dalam temperatur ruangan dan dapat
digunakan untuk irigasi (Canada Care Medical, n.d).

c. Support Sosial
Individu yang baru memiliki stoma biasanya akan ragu dan bertanya,
bagaimana mereka dapat hidup dengan stoma pada tubuhnya, apakah
mereka masih dapat menjalin hubungan dengan keluarga, relasi ataupun
partner kerja, serta apa yang akan terjadi bila tiba-tiba kantong kolostomi
yang sedang terpasang robek (Burch, 2013). Ketidakyakinan ini dapat
diantisipasi dengan adanya kehadiran perawat spesialis ataupun support
group (Ferreret al, 2010 dalam Burch, 2013). Berbagi pada orang yang
dipercaya, teman, keluarga, perawat, guru spiritual, serta orang lain yang
juga memiliki stoma dapat mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Selain
support sosial, ostomate juga harus memiliki pandangan positif terhadap
hidupnya, kesabaran dan sensasi humor untuk menghadapi setiap situasi
sosial yang dirasakan terkait kolostominya.

21
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian Keperawatan

3.1.1 Informasi Umum


1. Nama Klien : Tn. J
2. Tanggal Lahir : 01 Juli 1963
3. Usia : 60 tahun
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Agama : Islam
6. Tanggal Masuk : 27 Juni 2023
7. Diagnosa Medis : Tumor Rectum

3.1.2 Anamnesa
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri perut sebelah kanan atas dan bawah, keluhan
ini sejak awal bulan juni, mual (+), muntah (-). BAB sedikit-sedikit, BAK
dalam batas normal. Klien pernah di rawat di RSUDZA dengan diagnosa
Tumor Rectosigmoid + gastritis kronis.
2. Alasan Masuk / dirawat di RS
Klien merupakan klien rujukan dari pukesmas Labuhan Haji. Klien
mengeluhkan nyeri perut dan BAB susah dan mengeluhkan BAB campur
darah 2 minggu SMRS.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien mengatakan ± 1 minggu SMRS merasakan BAB bercampur
darah dan dilakukan pengobatan tradisional tidak ada perubahan.

22
Tidak ada keluarga yang menderita sakit tumor atau sejenisnya. Klien
sebelum masuk rumah sakit tidak begitu suka mengkonsumsi sayuran dan
buah. Klien merasa dulu sering mengalami susah BAB atau konsistensi feses
yang terlalu padat, namun tidak sampai nyeri atau tegang pada abdomen.
Klien suka mengkonsumsi aneka olahan daging. Klien tidak ada kegemaran
terhadap olahraga.

3.1.3 Pengkajian dengan Pendekatan Sistem Tubuh


1. Aktivitas/Istirahat
Klien senang bercakap-cakap. Akktivitas di waktu senggang neliputi
mengobrol dengan orang sekitar. Waktu tidur tidak tentu, klien merasa cukup
dengan tidurnya, dan tidak merasa sulit tidur. Namun akhir-akhir ini klien
tidak dapat tidur kurang lebih sejak pukul 2 dini hari hingga subuh karena
sakit pada area selangkangan. Klien terlihat sedikit lemas, dan sering merasa
bosan karena sudah berada di RS sejak lama. Keadaan umum baik, kesadaran
compus mentis, rentang gerak baik, deformitas (-), tremor (-), postur saat
berdiri kaki agak mengangkang, kekuatan otot 5555 | 5555 5555 | 5555
2. Sirkulasi

Klien ada riwayat hipertensi. Edema periorbital (-), edema ekstremitas


(-), kesemutan (-), kebas (-). TD: 160/105 mmHg, Frekuensi nadi: 80x/menit,
Suhu: 36,7 °C, RR 20 x/i. Bunyi jantung normal, murmur (-), gallop (-),
pengisian kapiler < 2detik, konjungtiva an anemis, sklera an ikterik.
3. Eliminasi
Pola BAB 4-5x sehari, tertampung dalam kantong kolostomi pada
kuadran kiri bawah abdomen, flatus (+). Karakter feses coklat muda,
konsistensi (saat pengkajian) lunak, namun klien mengatakan konsistensi
kadang tidak tentu, kadang cair, kadang lunak. Kantong kolostomi diganti
hampir setiap ada feses karena klien merasa tidak nyaman. Klien merasa

23
masih belum terbiasa dengan pola BAB saat ini, klien ingin frekuensi BAB
seperti orang normal, 1-2x sehari. Klien mengatakan malu terkadang
flatusnya keluar tiba-tiba. Kantong kolostomi yang dimiliki klien terdapat 3
jenis, salah satunya adalah buatan klien sendiri dengan menggunakan plastik
bening, dibuat lubang sesuai ukuran stoma (40-45mm), kemudian diberi
double-tip untuk merekatkan ke abdomen. Kondisi stoma: pink kemerahan,
lembab, stoma menonjol ±0,5 cm, tidak terjadi iritasi pada kulit sekitar
stoma. Kulit peristomal tampak kering sedikit kehitaman, tidak ada
kemerahan, tidak ada benjolan, tidak ada bentukan jaringan scar. Luka pada
kulit di pinggir stoma ± 0,3 cm, pus (-), darah (-). Pola BAK 5-6x/hari,
dilakukan secara mandiri atau dibantu istri.
4. Makanan/Cairan
Diet yang diberikan adalah diet Makan Biasa (MB) pantang pedas.
Klien mengatakan jika tidak sedang mual ia dapat menghabiskan seluruh
porsi makanannya, namun jika mualnya kambuh, ia bisa tidak makan sama
sekali di pagi hari, hanya habis setengah porsi di siang hari, dan 3/4 porsi
pada malam hari. Klien mengatakan tidak suka makan yang manis-manis saat
ini karena merasa mual. Klien mengatakan dalam satu hari dapat minum ±
1800 hingga 2640 cc air putih (hitungan 1 botol air minum). Berat badan
klien SMRS 51 kg, 1 minggu sebelum pengkajian 44 kg, berat saat ini 41
kg. TB: 165 cm.
5. Hygiene
Klien mandi 2x sehari di kamar mandi, namun hanya mengelap
badan (karena area selangkangan dan lateral kanan abdomen tidak boleh
dibasuh air). Klien menggunakan pembalut karena terkadang keluar cairan

24
dan lendir dari anusnya. Klien menggosok gigi setiap mandi pagi dan
sebelum tidur, serta mengganti pakaiannya setiap hari.
6. Neurosensori
Klien tidak mengeluhkan sakit kepala, status mental baik, kesadaran
compos mentis, orientasi waktu, tempat dan orang: baik, klien kooperatif,
memori saat ini dan masa lalu baik, penggunaan alat bantu baca (-), lensa
kontak (-), alat bantu dengar (-), pupil isokor, reaksi pupil 2mm/2mm.
7. Nyeri
Klien mengeluhkan nyeri pada area post op kolostomi, dengan skala
3-4. Biasanya terasa lebih sakit di malam hari, menyebabkan klien
terbangun dini hari. Klien terlihat mengerutkan muka saat nyeri datang. Klien
tampak berjalan perlahan, dan melindungi area yang sakit saat berbaring di
tempat tidur.
8. Pernapasan
Klien tidak mengeluhkan sesak. Klien tidak sedang batuk, bunyi
napas vesikuler, wheezing (-), ronki (-), krekels (-), RR:18x/menit, tidak ada
penggunaan otot bantu napas, klien asianosis.

9. Keamanan
Klien tidak memiliki riwayat alergi, suhu badan 36,7°C, integritas
kulit baik, hanya pada bokong, perut dan selangkangan tampak kering, dan
kehitaman. Kulit pada area selangkangan tampak mengelupas dan
kemerahan.
10. Interaksi Sosial
Klien berinteraksi dengan sesama pasien di kamar rawat dengan
baik. Pasien yang ada di sebelah Tn. J merasa senang dengan keberadaan Tn.
J yang dapat dijadikan teman ngobrol, berbagi cerita serta memberikan
support.

25
3.2 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada Tn. J meliputi:
1. Pemeriksaan Laboratorium (6 Juni 2023)
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratoriom Tn. J

Pemeriksaan Satuan Hasil Rujukan Pemeriksaan Satuan Hasil Rujukan


HEMATOLOGI KIMIA KLINIK
L : 12-18 FALL HATI
Hemoglobin (HGB) gr/dl 11.0 mg/dl 1.6 0.1-1.3
P : 12-16 Bilirubin Total
Eritrosit (RBC) 103/ul 4.57 3.8-5.8 Bilirubin Direk mg/dl 1.53 < 0.25
Leukosit (WBC) 103/ul 12.6 5-11 Bilirubin Indirek mg/dl - -
Hematrokit % 33.2 37-47 SGOT/AST U/L 51 2-18
MCV fl 72.6 76-96 SGPT/ALT U/L 13 < 22
MCH pg 24.1 27-32 Fosfatase Alkali (ALP) U/L - 35-104
MCHC gr/dl 33.1 30-35 Total protein g/dl - 6.71-8.7
RDW-CV % 15.8 11-15 Globulin g/dl - 2.6-3.6
RDW-SD fl - 35-45 Albumin g/dl - 3.7-6.1
Trombosit (PLT) 103/ul 323 150-450
MPV fl 11.2 2.2-11.8 FALL GINJAL
PLCR % - 15-25 Ureum mg/dl 19 17-43
PDW fl 9.8 9-13 Kreatinin mg/dl 0.8 0.8-1.8
Malaria - - Negative Asam urat mg/dl - 2.6-6.0
Mikrofilaria - - Negative
L : < 16
LED mm/jam - METABOLISME KABROHIDRAT
P : < 20
Glukosa Puasa mg/dl - 70-126
Glukosa PP mg/dl - < 200
HITUNGAN JENIS Gula Darah Sewaktu mg/dl 99 < 200
Basofil % 0 0-1
Eosinofil % 2 1-6 ELEKTROLIT
Netrofil % 77 37-80 Kalsium (Ca) mg/dl - 9.2-11.0
Lymfosit % 11 20-40 Natrium (Na) mEq/l 130 135-155
Monosit % 10 2-8 Kalium (K) mEq/l 3.7 3.6-55
Klorida (Cl) mEq/l 93 96-106
Magnesium (Mg) mEq/l - 1.3-1.8
GOLONGAN DARAH
( A – B – O – AB )
“O” Rhesus Positif

26
3.3 Daftar Terapi Medis

NO NAMA OBAT REGIMEN PEMEBERIAN OBAT INJEKSI


DOSIS
I Injeksi Antibiotik JAM
1. Fosmicin Vial 2 gr/12 11.00 23.00
2.

II Injeksi Non Antibiotik


1. Ranitidin Ampul 1 amp/12 11.00 23.00
2. Keterolac Ampul 1 amp/12 15.00 23.00 07.00

27
3.4 Analisa Data
Tabel 3.3 Analisa Data dan Masalah Keperawatan Tn J

MASALAH
NO DATA
KEPERAWATAN

DS: Klien mengatakan


- Mual, tidak nafsu makan
- Sering tidak sarapan, makan siang hanya
habis 1/2 porsi, makan malam tidak habis
satu porsi
- Merasa berat badannya menurun, sebelum Ketidaksimbangan Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
masuk RS BB 51 kg, seminggu lalu 44 kg
1.
DO :
- Klien Tampak Kurus
- BB : 41 kg, TB : 165 cm
- TD: 159/105 MmHg
- Nadi : 71 x/mnt
- Pernapasan : 22 x/mnt
- Suhu : 36,7 0C

DS: Klien Mengatakan sakit pada kulit dekat stoma

DO : Tampak luka pada kulit pinggiran stoma


berukuran ± 0.3 cm, pus (-), darah (-), kulit stoma
tampak kemerahan
2.
Nyeri Akut

DS : Klien mengatakan
- Sering BAB tiba-tiba dengan waktu yang
tidak tentu
- Frekuensi BAB dalam sehari 4-5x
- Ingin BAB hanya 1-2x sehari seperti orang
normal
- Merasa terganggu dengan pola eliminasinya Inkontinensia Alvi
3.
saat ini (Gangguan Eliminasi Fekal)

DO :
- Klien memiliki stoma/kolostomi pada
abdomen kuadran kiri bawah
- Bising usus 5x/menit
- BAK 5-6x sehari

28
Daftar Prioritas Masalah Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Nyeri Akut
3. Gangguan eliminasi fekal (Inkontinensia Alvi)

3.5 Rencana Asuhan Keperawatan

a) Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam,
klien menunjukkan tanda-tanda:
- Klien menghabiskan satu porsi makan pagi, siang dan malam setiap harinya
- Pantau asupan makanan setiap hari.

Rasional: mengidentifikasi kekuatan/defisiensi nutrisi berdasarkan


asupan makanan

- Awasi anoreksia, mual, muntah dan catat kemungkinan hubungan


dengan terapi dan obat. Awasi frekuensi, volume dan konsistensi feses.
Rasional: mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area
pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan nutrisi

- Dorong dan berikan periode istirahat yang sering.

Rasional: Membantu menghemat tenaga, dan menurunkan kebutuhan


metabolik

- Motivasi oral hygiene.

Rasional: Meningkatkan nafsu makan

- Ciptakan suasana makan yang menyenangkan, makan bersama keluarga


yang menunggu / berkunjung, atau pasien lain di ruangan.

Rasional: Membuat kondisi makan yang lebih menyenangkan dan


dapat meningkatkan masukan nutrisi Intervensi kolaborasi:

- Berikan medikasi anti emetic sesuai indikasi. Rasional: mengurangi rasa


mual

29
b) Nyeri Akut
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam klien
menunjukkan tanda-tanda:
- Skala nyeri berkurang menjadi 0-1 pada area selangkangan, skala 0-1
pada luka di pinggiran stoma
- Klien dapat melakukan teknik relaksasi tarik napas dalam dengan baik
dan benar
Intervensi mandiri:
- Observasi dan catat lokasi nyeri, berat (skala 0-10), frekuensi
dan presipitasi nyeri. Rasional: Membantu membedakan penyebab
nyeri dan memeberikan informasi tentang kemajuan/perbaikan
luka, terjadinya komplikasi, dan keefektifan intervensi.
- Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk relaksasi dengan
meredupkan lampu, mengurangi tingkat kebisingan, membatasi
pengunjung, anjurkan klien untuk istirahat dengan posisi yang nyaman
menurut klien.
Rasional: Memberikan rasa nyaman pada klien
- Anjurkan menggunakan teknik relaksasi latihan napas dalam. Rasional:
Menggunakan istirahat, memusatkan kembali perhatian dapat
meningkatkan koping

c) Inkontinensia Alvi (Gangguan Eliminasi Fekal)


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam klien
menunjukkan tanda-tanda:

- Pengeluaran feses dapat dikendalikan

- Terbentuknya kebiasaan defekasi rutin yang teratur Intervensi mandiri

- Kaji pola BAB klien setiap hari. Rasional: mengetahui pola eleminasi

- Edukasi dan demonstrasi cara irigasi kolostomi sederhana. Rasional:


mengajarkan cara melakukan irigasi sederhana, agar klien dapat
melakukan irigasi meskipun tidak berada di RS

- Evaluasi respon klien setelah dilakukannya irigasi sederhana.


Rasional: mengetahui perasaan klien terhadap proses irigasi dan tindak
lanjut

30
- Bantu lakukan irigasi kolostomi teratur setiap hari jika memungkinkan.

Rasional: membantu klien dalam membiasakan diri melakukan


irigasi kolostomi sebelum dirinya mampu secara mandiri.

3.6 Implementasi Keperawatan

Tanggal 5 Juli 2023 Pkl 10.00 Wib Tanggal 6 Juli 2023 pkl 11.00 Wib Tanggal 7 Juli 2023 pkl 11.45 Wib

Implementasi: Implementasi :
Implementasi:
a. Mengkaji pola BAB klien 24 jam
a. Mengkaji pola BAB klien a. Mengkaji pola BAB klien hari
terakhir
hari ini. ini
b. Menjelaskan tujuan irigasi
b. Menanyakan kembali b. Mengevaluasi kembali
kolostomi, prosedur secara singkat
perasaan dan keinginan klien perasaan klien terkait pola
serta efek yang dirasakan
terhadap pola BAB. BABnya
c. Menyiapkan klien dan alat,

c. Menghitung BU dalam 1 memasang pengalas c. Menghitung BU dalam satu

menit. d. Menggunakan sarung tangan dan menit

melakukan stoma tuse d. Menjelaskan tindak lanjut


d. Membuat kontrak dan
e. Melakukan proses irigasi terapi irigasi kolostomi
menjelaskan tentang tujuan
kolostomi sederhana. Alat : plabot, Evaluasi:
dan prosedur irigasi
Nacl 0.9% 500cc, kateter folley,
kolostomi sederhana. S: klien mengatakan ingin
selang infus, bengkok alas, tiang
Evaluasi : melanjutkan irigasi kolostomi
infus, spuit 50 cc.
kemarin karena merasa lebih enak
S: Klien mengatakan ingin f. Mengakaji kondisi klien 30 menit
setelahnya, hari ini klien sudah
BAB hanya 1-2x/hari, klien setelah irigasi di lakukan.
BAB 1x, BAB sudah lancar,
mengatakan BAB hari ini baru
konsistensi lunak
1x dengan konsistensi lunak,
O: tidak ada feses pada kantong
klien setuju untuk irigasi besok
kolostomi, BU:5x/menit, kondisi
pagi.
Evaluasi : stoma pink kemerahan, tidak
O : tidak ada feses pada kantong
S: Klien mengatakan belum BAB mengerut, hanya seperti mundur
kolostomi, BU:4x/menit, klien
dari kemarin malam. Klien dari sebelumnya (menonjol <0,3
tampak antusias mendengar
mengatakan ingin sekali pola cm).
tentang irigasi kolostomi
BABnya teratur, 1-2x sehari. Klien A: Inkontinensia alvi masih terjadi,
A: Inkontinensia alvi masih mengatakan tidak nyaman dengan
31
posisi duduk. Klien mengatakan agak
terjadi intervensi irigasi kolostomi tidak
nyeri pada saat dilakukan stoma tuse.
dilanjutkan
P : irigasi kolostomi sederhana
30 menit setelah proses selesai, klien
besok pagi P: Cek kondisi stoma, laporkan
mengatakan ingin lagi dilakukan
dokter terkait kondisi
irigasi kolostomi. Karena feses padat

telah berhasil keluar dari stoma dan

klien sudah mengganti kantong

dengan yang baru.

O: Terdapat tahanan saat dilakukan

stoma tuse dengan kelingking ±4 cm.

air langsung mengalir keluar saat

dialairkan melalui kateter . feses (-),

lender (-), flatus (-), 20 menit

kemudian tampak ada feses keluar

dari stoma, tertampung didalam

kantong yang baru diganti. Klien

tampak senang

A: Inkontinensia alvi

masih terjadi

P: kolaborasi dokter terkait respon

klien dan rencana tindak lanjut.

Motivasi klien banyak makan sayur

32
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada
klien Tn J yang memiliki kolostomi dengan kanker kolorektal
didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Faktor risiko kanker kolorektal pada Tn J meliputi riwayat polip,
gaya hidup yang kurang olahraga serta pola makan tinggi lemak dan
rendah serat serta sumber antioksidan, yang juga merupakan
bagian dari gaya hidup masyarakat perkotaan

2. Tindakan pembedahan kolostomi pada Ny. R bertujuan untuk


mempertahankan eliminasi BAB klien, dimana prosedur penanganan
kanker dijalankan dengan terapi radiasi dan kemoterapi

3. Masalah keperawatan yang muncul pada Ny. R adalah kerusakan


integritas kulit, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh serta inkontinensia alvi

4. Implementasi yang sudah dilakukan meliputi perawatan kulit post


terapi radiasi, perawatan kolostomi, edukasi terkait diet dan aktivitas

4.2 Saran

Bagi Penulis diharapkan dapat:


a. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada klien dengan kolostomi, terutama dengan etiologi kanker
kolorektal

b. Senantiasa meningkatkan semangat belajar dan critical thingking sehingga dapat


terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menerapkan inovasi di bidang
keperawatan

Bagi Instansi Rumah Sakit


a. Meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya pada klien dengan kolostomi

b. Mendukung penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan sehingga dapat


tercipta kualitas pelayanan asuhan keperawatan yang lebih baik di rumah sakit.

33
34
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J., and Spradley, B. (2001). Community Health Nursing Concepts


andPractice. Philadelphia: Lippincot.

Anna, L., K. (2011). Dunia masih perang melawan kanker. 16 Juni 2013.

Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009) Medical–surgical nursing. Clinical


management for positive outcomes. 8th edition. St. Louis : Saunders, an
imprint of Elsevier, Inc.

Borwell, B. (2011). Stoma management and palliative care. Journal of


Community

Nursing: 25(4), 4-10. http://search.proquest.com/docview/873626096?


accountid=25704

Burch, J. (2013). Care of patients with a stoma. Nursing Standard: 27(32):


49-56.

9 Juni 2013. http://search.proquest.com/docview/1346147256?


accountid=25704

Canada Care Medical. (n.d). Colostomy care. 20 Mei 2013. http://


www.canadacaremedical.com/ostomy/ColostomyCare.php
Corwin, E. J. (2001). Handbook of pathophysiology. (Pendit, B. U.,
Penerjemah).

Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher. (Buku asli diterbitkan 1996)


Eucomed Medical Technology. (2012). Access to ostomy supplies and
innovation:guiding principles for European payers.

35
28Juni2013.http://www.medtecheurope.org/uploads/Modules/Publications/o
stomyback roundpaper.pdf

Gutman, N. (2011). Colostomy guide. 20 Mei 2013.http://www.ostomy.org/


ostomy_info/pubs/ColostomyGuide.pdf

Hampton, S. (2007). Care of a colostomy. Journal of Community Nursing:


21(9),20-24. 9 Juni 2013. http://search.proquest.com/docview/208558362?
accountid=25704Indonesian Ostomy Association. (2009).

Informasi organisasi Indonesian ostomy


association. 27 Juni 2013). http://indonesianostomate.blogspot.com/

2009/01/ info-organisasi.htmlKurnia, D., A. (2012).

Kolostomi, manajemen dan kualitas hidup untuk pasien. 27

Juni2013.http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/12/21/kolostomima
najemen-dan-kualitas-hidup-untuk-pasien-512846.html.

Kartika, U. (2013). Kanker usus besar diprediksi meningkat. 16 Juni 2013.


http://health.kompas.com/read/2013/06/04/07514418/Kanker.Usus.Besar.

Diprediksi.Meningkat

Lukong, C., Jabo, B., & Mfuh, A. (2012). Colostomy in neonates under
local anaesthesia: Indications, technique and outcome. African Journal of
Paediatric Surgery: 9 (2). 176-180. 27 Juni 2013.http://dx.doi.org/
10.4103/0189-6725.99412

36
Manggarsari. 2013. Asuhan Keperawatan Kolostomi.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351543-PR-Manggarsari.pdf. Diakses
pada tanggal 11 Oktober 2016

Nainggolan, S., A. & Asrizal. (2012). Edukasi kemampuan keluarga dalam


perawatan stoma pasien kolostomi di RSUP H Adam Malik Medan. Jurnal
Keperawatan USU: 2 (1). 35-41. 27 Juni 2013. http://jurnal.usu.ac.id/
index.php/jkk/article/ download/197/150

Newton, S. (2009). Oncology nursing advisor comprehensive guide to


clinical practice. St. Louis: Mosby.

Potter, Patricia A., Perry, Anne Grifin. (2005). Buku ajar Fundamental

Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi ke-4. Penerjemah:


Yasmin Asih. Jakarta: EGC

Putri, R., H. (2011). Irigasi kolostomi. 25 Juni 2013.


http://www.perawatluka.com/irigasi-kolostomi/

Rahmianti, D. (2013). Bahaya kanker kolorektal. 16 Juni 2013. http://www.


readersdigest.co.id/sehat/info.medis/bahaya.kanker.kolorektal/005/001/166
RS Dharmais. (n.d). Kanker kolorektal (usus besar dan rektum). 16 Juni

2013.

http://www.dharmais.co.id/index.php/kanker-kolon.html
Ruddon, R., W. (2007). Cancer biology. 4th ed. New York: Oxford
Iniversity Press, Inc.

Simanjuntak, P & Nurhidayah R., E. (2007). Kemampuan self care dan


gambaran diri pasien kolostomi di RSUP H. Adam Malik Medan. Jurnal
Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara: 2 (2). 65-69. 20 Mei 2013.

37
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21173/1/ruf-nov2007-
2%20%284%29.pdf

Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah.

(Penerjemah: Waluyo, A.). Jakarta: EGC

Sudoyo, W. A., dkk. (2006). Ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jakarta : Pusat
penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI

Proyeksi Penduduk 2000 - 2025. (n.d). Urbanisasi. 3 Juli 2013. http://www.


datastatistikindonesia.com/proyeksi/index.php?option=com_content&task
=view&id=923&Itemid=939

The President Post Indonesia. (2013). Masalah urbanisasi: laju urbanisasi


semakin rentan. 3 Juli 2013. http://thepresidentpostindonesia.com/p=2242
Tjokronagoro, S., M. (2004, 24 April). Peranan radioterapi dalam
penanggulangan penyakit kanker. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Truven Health Analytics. (2012). Colostomy care. 20 Mei 2013.

38

Anda mungkin juga menyukai