KASUS
Seorang laki – laki berusia 60 tahun di rawat di ruang bedah umum dengan
keluhan BAB bercampur darah. Hasil pengkajian didapatkan pasien mengalami
penurunan berat badan dan nafsu makan sejak 1 bulan yang lalu, merasa lemah,
mengeluh nyeri pada abdomen dan perut terasa penuh, kadang pasien sudah BAB
dan kadang diare, tidak ada riwayat keluarganya menderita colorectal cancer. Hasil
pemeriksaan fisik : suhu tubuh : 38 C, HR 110 x/ menit, TD 120/74, BB 63 Kg,
tinggi 172 cm , palpasi ringan pada abdomen nyeri di kuadran kiri bawah. Hasil
lab : terdapat tumor, hematokrit 26% dan Hb 9 g/Dl.
A. DEFINISI
Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar,
terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan/atau rektum (bagian kecil
terakhir dari usus besar sebelum anus) (Kemenkes RI, 2015).
Kanker kolon merupakan salah satu jenis kanker ganas yang terjadi pada
epitel mukosa saluran cerna kolon sampai dengan rektum. Pemeriksaan
histopatologik menunjukkan hampir semua kanker usus besar ialah
adenokarsinoma yang terdiri atas epitel kelenjar (Pantow dkk.,2017)
Menurut Brunner & Suddarth (2010), kanker kolorektal dapat diawali dari
polip jinak tetapi bisa menjadi ganas, menyerang dan menghancurkan jaringan
normal, dan meluas ke struktur sekitarnya. Sel-sel kanker dapat bermigrasi jauh dari
tumor primer dan menyebar ke bagian lain tubuh (paling sering ke hati, peritoneum,
dan paru-paru).
Insidensi meningkat seiring bertambahnya usia (kejadiannya paling tinggi
pada manusia lebih tua dari 85 tahun) dan lebih tinggi pada orang dengan riwayat
keluarga kanker usus besar dan mereka dengan penyakit radang usus (IBD) atau
polip. Jika penyakit terdeteksi dan dilakukan perawatan di tahap awal sebelum
penyakit menyebar, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun sebanyak 90%. Namun,
hanya 39% kanker kolorektal terdeteksi pada tahap awal. Tingkat ketahanan hidup
setelah diagnosis terlambat sangat rendah.
B. FAKTOR RESIKO
Menurut Khosama (2015), terdapat beberapa faktor pemicu KKR; secara
garis besar dapat dibagi dua, yakni faktor yang tidak dapat dimodifi kasi dan yang
dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah riwayat
KKR atau polip adenoma baik individual maupun keluarga, dan riwayat individual
penyakit kronis inflamatorik usus. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah
kurangnya aktivitas fisik yang menyebabkan obesitas, konsumsi tinggi daging
merah, diet rendah serat, merokok, konsumsi alkohol, dan diabetes.
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
1. Usia
Diagnosis KKR meningkat progresif sejak usia 40 tahun, meningkat tajam setelah
usia 50 tahun; lebih dari 90% kasus KKR terjadi di atas usia 50 tahun.Angka
kejadian pada usia 60-79 tahun 50 kali lebih tinggi dibandingkan pada usia kurang
dari 40 tahun.
Menurut penelitian Izzaty (2015) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara
faktor usia dengan kejadian kanker kolorektal di RSUD Moewardi Surakarta tahun
2010-2013, yaitu semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi resiko terserang
kanker kolorektal.
2. Faktor Herediter
Riwayat familial berkontribusi pada sekitar 20% kasus KKR. Kondisi yang paling
sering diwariskan adalah familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary
nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC), dikenal sebagai sindrom Lynch. Gen-
gen yang berperan dalam pewarisan KKR ini telah diidentifikasi. HNPCC
berhubungan dengan mutasi gengen yang terlibat dalam jalur perbaikan DNA,
disebut gen MLH1 dan MLH2. FAP disebabkan mutasi tumor supresor gen APC
(Antigen Presenting Cell).
3. Faktor Lingkungan
KKR dipertimbangkan sebagai suatu penyakit yang dipengaruhi lingkungan; faktor
pola hidup, sosial, dan kultural ikut berperan. KKR adalah suatu kanker dengan
penyebab yang dapat dimodifikasi, dan sebagian besar kasusnya secara teori dapat
dicegah. Bukti risiko lingkungan diperoleh melalui studi para migran dan
keturunannya. Di antara individu yang bermigrasi dari daerah risiko rendah ke
risiko tinggi, angka insidens KKR cenderung meningkat menyerupai populasi di
area tersebut. Sebagai contoh, di antara keturunan migran Eropa Selatan yang
berpindah ke Australia dan migran Jepang yang berpindah ke Hawaii, risiko
KKR meningkat dibandingkan populasi di negara asalnya. Insidens KKR pada
keturunan migran Jepang di Amerika Serikat melebihi insidens pada populasi
kulit putih di tempat tersebut, dan lebih tinggi 3-4 kali dibandingkan populasi orang
Jepang di negaranya. Selain faktor migrasi, terdapat beberapa faktor geografi yang
mempengaruhi perbedaan insidens KKR, salah satunya adalah insidens KKR
konsisten lebih tinggi pada penduduk perkotaan. Orang yang tinggal di area
perkotaan memiliki prediktor risiko yang lebih kuat dibandingkan orang yang lahir
di area perkotaan.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Habib (2016)
Barium enema kontras dobel (BEKD) saat ini tidak lagi direkomendasikan untuk
pemeriksaan pencegahan karena tidak efektif untuk mendeteksi polip dibandingkan
pemeriksaan CT Kolonografi, keunggulan BEKD hanya biaya yang lebih murah.
Namun ditempat-tempat yang tidak memiliki fasilitas diagnostik lain tindakan ini
masih dapat dikerjakan, sensitivitasnya 48 persen untuk mendeteksi polip yang
besar
G. PENATALAKSANAAN
Perawatan kanker tergantung pada stadium penyakit dan komplikasi yang terkait.
Obstruksi diterapi dengan cairan IV dan suction nasogastrik dan dengan terapi
darah jika perdarahan signifikan. Terapi suportif dan terapi adjuvan (mis.,
Kemoterapi, terapi radiasi, imunoterapi)
Manajemen Bedah
• Pembedahan adalah pengobatan utama untuk sebagian besar kanker kolon dan
rektal; jenis operasi tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, dan mungkin bersifat
kuratif atau paliatif.
• Kanker terbatas pada satu tempat dapat dihilangkan melalui kolonoskop.
• Kolotomi Laparoskopi dengan polypectomy meminimalkan tingkat operasi yang
diperlukan dalam beberapa kasus.
• Neodymium: laser yttrium-aluminium-garnet (Nd: YAG) adalah efektif dengan
beberapa lesi.
• Reseksi usus dengan anastomosis dan kemungkinan kolostomi sementara atau
permanen atau ileostomy (kurang dari sepertiga dari pasien) atau reservoir coloanal
(kantong kolon J).
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
• Kaji riwayat kesehatan tentang adanya kelelahan, sakit perut atau dubur, eliminasi
masa lalu dan sekarang pola, dan karakteristik tinja.
• Kaji riwayat IBD atau polip kolorektal, keluarga riwayat penyakit kolorektal, dan
terapi pengobatan saat ini .
• Kaji pola diet, termasuk asupan lemak dan serat, jumlah alkohol yang dikonsumsi,
dan riwayat merokok; deskripsikan dan dokumentasikan riwayat penurunan berat
badan dan perasaan lemah dan kelelahan.
• Auskultasi perut untuk suara usus; palpasi untuk area kelembutan, distensi, dan
massa padat; kaji feses berdarah/tidak
DAFTAR PUSTAKA
Aulawi, T. (2013). Hubungan Konsumsi Daging Merah dan Gaya Hidup Terhadap
Risiko Kanker Kolon. Hal.37-45
Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th
Edition. China : LWW.
Habib,Hadiki. (2016). Skrining Kanker Kolorektal. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Izzaty,A.H.,Utama.,& Hernawan,B. (2015). Hubungan Antara Faktor Usia Dengan
Kejadian Kanker Kolorektal Di Rsud Moewardi Surakarta Tahun 2010-
2013. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Panduan Penatalaksanaan Kanker Kolorektal.
Komite Penanggulangan Kanker Nasional.
https://kanker.kemkes.go.id/guidlines/PNPKkolorektal.pdf Diaskes tanggal
12 Desember 2018
Khosama,Y. (2015). Faktor Risiko Kanker Kolorektal. Kalbemed.CDK-234/ vol.
42 no. 11, th. 2015. Hal. 829-832
Pantow,R.P.,Waleleng,B,J.,& Sedli,B.P.(2017). Profil Adenokarsinoma Kolon di
RSUP Prof Dr. R. D. Kandou dan Siloam Hospitals Periode Januari 2016 –
Juni 2017. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Hal.
326-331