Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker kolorektal atau colorectal cancer merupakan jenis keganasan di daerah kolon
dan rektumnya yang sering dijumpai di saluran cerna. Indonesian cancer mencatat 3.572
kasus baru kanker kolorektal yang ditemukan di Indonesia pada tahun 2002, diperkirakan
terjadi 141.210 kasus baru kanker jenis tersebut pada tahun 2011 di Amerika Serikat. Kanker
kolorektal di negara berkembang merupakan penyakit penyebab kematian kedua tertinggi di
antara semua jenis keganasan. Kejadian tertinggi ditemukan di Eropa dan Amerika,
sedangkan yang terendah ditemukan di Asia. Kebanyakan kasus kanker kolorektal ditemukan
pada usia produktif. Secara umum, kanker selalu dihubungkan dengan pajanan bahan kimia,
radioaktif dan virus. Kanker kolorektal merupakan proses penyakit tertentu yang bersifat
multifaktorial. Kejadian kanker kolorektal dihubungkan dengan faktor keturunan, pajanan
lingkungan dan kondisi inflamasi saluran cerna, serta dihubungkan juga dengan faktor
kebahayaan lainnya seperti diet rendah serat, kenaikan berat badan, meminum alkohol,
merokok, pascabedah dan penyinaran daerah panggul.

Carcinoembryonic antigen (CEA) adalah glikoprotein yang terdapat di permukaan sel


yang masuk ke dalam peredaran darah dan digunakan sebagai petanda serologis untuk
memantau status kanker kolorektal, mendeteksi kekambuhan dini dan penyebaran ke hati.
Peningkatan kadar CEA prabedah berguna untuk identifikasi awal metastasisnya karena sel
tumor yang bermetastasis sering mengakibatkan peningkatan kadarnya. American Society of
Clinical Oncology (ASCO) tahun 2006 menyatakan bahwa, jika CEA diperiksa sebelum
pembedahan, dapat membantu penentuan tahapan atau rencana tindakan, selain itu juga dapat
memantau respons selama pengobatan aktifnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar
CEA pasien kanker kolorektal adalah tahapan tumor, derajatnya, fungsi hati dan letaknya.

Sistem penggolongan yang digunakan adalah menurut Astler coller yang


diperkenalkan pada tahun 1954 dan diperbaiki pada tahun 1978 berdasarkan kedalaman
invasi tumor, keterlibatan kelenjar getah bening dan adanya metastasis yang jauh dari tempat
semula. Pada tahun 1987 American joint committee on cancer dan International union against
cancer memperkenalkan sistem penggolongan TNM, yaitu daya perluasan atau ekstensi
tumor (T), keterlibatan kelenjar (N) dan metastase yang jauh (M).
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kanker?


2. Apa pengertian kanker kolon?
3. Apa saja faktor risiko kanker kolon?
4. Bagaimana gejala yang terjadi pada kanker kolon?
5. Bagaimana epidemiologi kanker kolon?
6. Bagaimana upaya pencegahan kanker kolon?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu pengertian kanker.


2. Untuk mengetahui apa itu kanker kolon.
3. Untuk mengetahui apa saja risiko kanker kolon.
4. Untuk mengetahui gejala yang terjadi pada penderita kanker kolon.
5. Untuk mengetahui epidemiologi kanker kolon.
6. Untuk mengetahui upaya pencegahan kanker kolon.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kanker

Penyakit kanker merupakan penyakit tidak menular yang ditandai dengan adanya
sel/jaringan abnormal yang bersifat ganas, tumbuh cepat tidak terkendali dan dapat menyebar
ke tempat lain dalam tubuh penderita. Sel kanker bersifat ganas dan dapat menginvasi serta
merusak sel-sel normal di sekitarnya sehingga merusak fungsi jaringan tersebut. Penyebaran
(metastasis) sel kanker dapat melalui pembuluh darah maupun pembuluh getah bening. Sel
penyakit kanker dapat berasal dari semua unsur yang membentuk suatu organ, dalam
perjalanan selanjutnya tumbuh dan menggandakan diri sehingga membentuk massa tumor.

Kanker menyerang siapa saja baik pria maupun wanita, anak-anak ataupun dewasa.
Banyak sekali jenis kanker yang menyerang manusia, namun ada beberapa jenis kanker
sering menyerang pada jenis kelamin, atau umur tertentu. Contohnya: Kanker yang sering
muncul pada pria, yaitu: kanker paru, kanker kolorektal, kanker prostat, kanker hati dan
nasopharing. Lalu, jenis kanker yang sering dialami oleh wanita adalah kanker payudara,
kanker leher rahim, kanker kolorektal, kanker ovarium, kanker paru. Sedangkan kanker yang
sering terjadi pada anak-anak adalah kanker retinoblastoma dan kanker darah (leukimia).

Stadium dini (awal) kanker tumbuh setempat, sehingga keluhan ataupun gejala
seringkali tidak disadari oleh penderitanya. Untuk itu, ada 7 tanda Waspada Kanker yang
perlu diperhatikan dan diperiksakan lebih lanjut ke dokter untuk memastikan ada tidaknya
kanker, yaitu: 1). Waktu buang air besar atau kecil dan perubahan kebiasaan atau gangguan;
2). Alat pencernaan terganggu dan susah menelan; 3). Suara serak atau batuk yang tak
sembuh-sembuh; 4). Payudara atau di tempat lain ada benjolan (tumor); 5). Andeng-andeng
(tahi lalat) yang berubah sifatnya menjadi besar dan gatal; 6). Darah atau lendir yang
abnormal keluar dari tubuh; atau 7). Adanya koreng atau borok yang tidak mau sembuh-
sembuh.
2.2. Pengertian Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal adalah kondisi kanker atau keganasan yang terjadi pada jaringan
usus besar, yaitu pada kolon (bagian paling panjang dalam usus besar) atau rektum (bagian
kecil yang menghubungkan antara usus besar dan anus). Pada umumnya, kanker kolorektal
berasal dari sebuah polip usus yang kemudian berkembang menjadi kanker. Namun, tidak
semua polip akan berubah menjadi kanker karena tergantung dari jenis polip itu sendiri.
Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal merupakan kanker ketiga
terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat.
Risiko penyakit kanker kolorektal ini lebih tinggi terjadi pada pria dibandingkan dengan
wanita. Dengan presentase risiko untuk terkena kanker kolorektal adalah sebesar 5%. Seiring
dengan adanya peningkatan pada deteksi dini dan kemajuan pada upaya pencegahan kanker
kolorektal, angka kematian akibat penyakit ini telah menurun sejak 20 tahun terakhir.

2.3. Epidemiologi Kanker Kolon

Kanker merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama secara global. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Internasional Penelitian Kanker (IARC)
menyatakan bahwa kanker kolon menempati urutan ketiga di dunia dengan prevalensi
tertinggi di Oseania dan Eropa, sementara di Afrika dan Asia memiliki lebih sedikit kasus,
walaupun begitu kanker ini masih menjadi kanker yang mematikan. Kasus kanker kolon pada
pria didiagnosis lebih tinggi daripada Wanita dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai
lima tahun. Kematian pasien dari masalah ini adalah sekitar 90% ketika kanker sudah
bermetastasis dalam tubuh. Penyebab kanker kolon masih belum bisa dipastikan namun
kebanyakan terjadi karena gaya hidup yang tidak terkontrol seperti merokok, kurang aktivitas
fisik, kelebihan berat badan dan konsumsi alkohol.
Terdapat dua studi epidemiologis yang merupakan meta-analisis kohort oleh Larsson
et al., (2005) dan Jiang et al., (2011), menunjukkan bahwa diabetes berhubungan dengan
peningkatan risiko kanker kolorektal sebesar 30% dan 20%. Hasil meta-analisis Larsson et
al., dan Jiang et al., tersebut melibatkan 15 studi dan 41 studi. Dari kedua meta-analisis ini
tampak hubungan diabetes dengan peningkatan risiko kanker kolorektal sangat besar dengan
rata-rata 25%. Hasil ini konsisten baik pada laki-laki maupun perempuan dan juga konsisten
untuk studi-studi yang dilakukan di beberapa negara, meliputi Amerika Utara, Eropa dan
Asia. Hubungan antara metformin dengan penurunan mortalitas kanker kolorektal stadium I–
IV pada pasien diabetes baik mortalitas spesifik maupun mortalitas umum dilaporkan pada 3
studi. Lee et al., (2012) dan Spillane et al., (2013) melaporkan hasil yang konsisten, bahwa
metformin menurunkan mortalitas spesifik terkait kanker kolorektal pada diabetes sebesar
34% dan 35%. Studi oleh Spillane, et al. (2013) juga menunjukkan hasil yang konsisten,
bahwa metformin menekan mortalitas umum kanker kolorektal pada diabetes sebesar 40%.
Hasil-hasil studi epidemiologis tersebut didukung beberapa studi laboratoris yang
menelusuri mekanisme molekuler aktivitas antikanker metfomin. Terdapat beberapa
kemungkinan mekanisme aktivitas antikanker metformin khususnya pada kanker kolorektal
yaitu melalui aktivasi AMPK (5’ adenosine monophosphate-activated protein kinase),
inhibisi mammalian target of rapamycin (mTOR), penurunan insulin dan insulin like growth
factor, penekanan cyclin D1, β catenin maupun c-myc yang berperan pada proliferasi sel
kankel kolorektal serta kemampuannya dalam menghambat migrasi sel kanker. Kemampuan
antikanker metformin pada kanker kolorektal diduga terutama melalui pengaruhya pada jalur
AMPK/mTOR.
Secara epidemiologi, insidensi kanker kolon di beberapa negara maju telah menurun
selama beberapa dekade terakhir karena adanya sistem skrining dan penanganan yang lebih
optimal. Namun, kanker kolon bersama kanker rektum masih merupakan penyebab kematian
tertinggi ketiga pada kasus kanker di seluruh dunia. Pada tahun 2018 saja, terdapat 1,8 juta
kasus kanker kolorektal yang baru terdiagnosis.

Secara global, insidensi kanker kolorektal di Amerika Serikat telah menurun sekitar
2,4% setiap tahun selama beberapa dekade terakhir. Namun, kanker ini tetap merupakan
kanker dengan mortalitas tertinggi ketiga dari semua kanker. Kanker kolon lebih banyak
terdiagnosis pada orang berusia tua (median usia diagnosis 68 tahun), tetapi belakangan ini
juga semakin banyak dilaporkan pada orang yang berusia lebih muda. Secara global, ada
sekitar 1,8 juta kasus kanker kolorektal yang dilaporkan pada tahun 2018 dan angka tersebut
berkontribusi sebesar 10,2% dari total seluruh kasus kanker. Insidensi cukup bervariasi antar
negara, di mana angka paling tinggi dilaporkan di Australia dan Selandia Baru, sedangkan
angka yang paling rendah dilaporkan di Asia Selatan-Tengah.

Kanker kolorektal di Indonesia merupakan jenis kanker ke-3 terbanyak dengan angka
kejadian 1,8 kasus per 100.000 penduduk. Karakteristik penderita kanker kolorektal di
Indonesia agak berbeda dengan di negara maju. Di Indonesia, 51% dari seluruh penderita
berusia di bawah 50 tahun dan pasien di bawah 40 tahun berjumlah 28.17%. Meningkatnya
angka kanker kolorektal di Indonesia diperkirakan berhubungan dengan gaya hidup
masyarakat yang mengalami westernisasi, terutama di kota besar.

Mortalitas kanker kolorektal diperkirakan mencapai angka 881.000 pada tahun 2018.
Bila tidak menghitung kanker rektum, mortalitas kanker kolon sendiri diperkirakan mencapai
551.000 pada tahun 2018. Sekitar 52% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Angka
kematian di seluruh dunia mencapai 8,9 per 100.000 kasus.
2.4. Gejala Kanker Kolon

Gejala umum dari kanker kolorektal ditandai oleh perubahan kebiasaan buang air
besar. Gejala tersebut meliputi:

1. Diare atau sembelit.


2. Perut terasa penuh.
3. Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di feses.
4. Feses yang dikeluarkan biasanya lebih sedikit.
5. Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perasaan penuh atau kembung.
6. Kehilangan berat badan tanpa alasan yang diketahui.
7. Merasa sangat lelah sepanjang waktu.

2.5. Faktor risiko Kanker Kolon

Pertumbuhan sel-sel di dalam tubuh secara tidak normal dapat menimbulkan adanya
tumor. Seiring berjalannya waktu, akan terjadi penumpukan dan perkembangan tumor yang
dapat merusak jaringan sehat di sekitarnya. Namun, sampai saat ini belum diketahui secara
pasti apa yang menyebabkan bertumbuhnya sel-sel penyebab tumor tersebut. Meskipun
begitu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal, yaitu:
 Berusia 50 tahun atau lebih.
 Memiliki riwayat keluarga terkena kanker kolorektal.
 Memiliki riwayat polip adenomatosa.
 Memiliki riwayat inflammatory bowel disease atau kanker kolorektal.
 Memiliki gaya hidup yang tidak sehat.
Faktor-faktor yang turut berperan adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan
faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia, riwayat
kanker kolorektal atau polip adenoma individual maupun keluarga dan riwayat individual
penyakit inflamasi usus kronis. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah inaktivitas atau
kurangnya aktivitas, obesitas, konsumsi tinggi daging merah, kebiasaan merokok dan
konsumsi alkohol berlebih. Sama seperti jenis kanker lainnya, risiko terjadinya kanker
kolorektal meningkat seiring bertambahnya usia.

Risiko individu mengembangkan kanker kolorektal meningkat tajam setelah usia 40


tahun dan sebagian besar terjadi pada usai diatas 50 tahun. Kanker kolorektal dibedakan
menjadi herediter dan sporadik. Pada herediter didapatkan riwayat kanker yang sama pada
keluarga berkaitan dengan autosomal dominan sedangkan sporadik tidak didapatkan riwayat
keluarga dan tidak adanya keterlibatan autosomal dominan. Herediter terbagi atas Poliposis
Adenomatosa Famili (PAF) dan Kanker Kolorektal Non Poliposis Herediter (KKNPH).
Kanker kolorektal dimulai sebagai polip yang merupakan pertumbuhan non neoplastik lalu
berkembang di lapisan mukosa kolon dan rektum. Polip umumnya terjadi dan terdeteksi dari
individu berisiko dengan usia rata-rata 50 tahun atau lebih dengan prevalensi yang lebih
tinggi pada usia lebih tua. Hal ini juga dikaitkan dengan adanya peningkatan hipermetilasi
gen yang menyimpang pada individu diatas 50 tahun terutama pada kanker kolorektal.
Hipermetilasi genom global mengakibatkan matinya gen penekan tumor yang diindikasikan
sebagai CpG Island Methylator Phenotype (CIMP) sehingga terbentuk kanker kolorektal
secara sporadik.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi ialah:

 kurangnya aktivitas fisik yang menyebabkan obesitas,


 konsumsi tinggi daging merah,
 diet rendah serat,
 merokok,
 konsumsi alcohol, dan
 diabetes.

Perubahan gaya hidup dan pola makan memengaruhi terjadinya obesitas yang
merupakan faktor risiko terjadinya kanker kolorektal. Derajat obesitas diukur melalui deposit
lemak seluruh tubuh dan deposit lemak viseral. Deposit lemak seluruh tubuh dapat diketahui
melalui indeks massa tubuh (IMT) sedangkan deposit lemak viseral dinilai dari lingkar
pinggang (LP) dan rasio pinggang-pinggul (RPP). Dalam lima tahun terakhir, beberapa
penelitian tentang hubungan IMT, LP, dan RPP dengan karsinoma kolorektal telah
dipublikasikan sebagai faktor risiko yang terpisah. Belum pernah dilaporkan hubungan
ukuran antropometri tubuh tersebut dengan kejadian karsinoma kolorektal di Indonesia.

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker kolorektal. Distribusi
lemak tubuh pada orang Asia berbeda dengan pada orang Barat. 8 Pada IMT yang sama,
orang Asia cenderung memiliki kadar lemak tubuh yang lebih tinggi dibandingkan orang
Barat. Obesitas dapat diukur dengan IMT yang menunjuk kan deposit lemak seluruh tubuh
atau dengan LP dan RPP yang menunjukkan adiposit abdomen sebagai deposit lemak viseral.

10
10
2.6. Upaya pencegahan Kanker Kolon
Untuk mencegah kanker kolorektal dapat dengan cara melakukan skrinning sehingga
kanker dapat terdeteksi sedini mungkin. Kanker kolorektal akan lebih mudah ditangani
dan memiliki peluang sembuh lebih besar apabila dapat terdeteksi sedari dini. Terdapat
berbagai cara yang dapat dilakukan untuk melakukan skrinning kanker kolorektal, di
antaranya adalah:

 Kolonoskopi
Kolonoskopi adalah skirinning atau pemeriksaan yang bertujuan untuk mendeteksi
adanya perubahan yang tidak normal pada usus besar (kolon) dan rektum.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang fleksibel yang
terdapat kamera kecil pada ujung selang ke dalam anus.
Kolonoskopi dianjurkan untuk dilakukan setiap 10 tahun sekali agar dapat mendeteksi
kanker kolorektal sedini mungkin.

 CT Colonography
Kolonoskopi virtual atau CT Colonography merupakan sebuah tes visual pada usus
besar (kolon) menggunakan CT Scan. Perbedaan antara kolonoskopi virtual dan
kolonoskopi biasa yaitu pada pemeriksaan kolonoskopi virtual tidak menggunakan
selang fleksibel yang harus dimasukkan ke dalam anus.

 Sigmoidoskopi
Sigoidoskopi adalah jenis pemeriksaan yang bertujuan untuk mengevaluasi kondisi
usus besar (kolon) bagian bawah. Prodesur pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
memasukkan sebuah selang tipis dan lentur atau sigmoidoskop ke dalam anus dengan
tujuan untuk melihat kondisi di dalam rektum dan kolon.

 Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses juga meliputi pemeriksaan darah dan mendeteksi sel kanker dari
feses. Hal ini dapat membantu mendeteksi kanker kolorektal secara dini. Pemeriksaan
ini dianjurkan untuk dilakukan setiap 1 hingga 3 tahun sekali.

Dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang ada, dapat membantu untuk


mendeteksi kanker kolorektal sedini mungkin. Sehingga, penanganan kanker kolorektal

11
11
dapat dilakukan secara tepat dan memiliki peluang sembuh yang lebih besar. Tentunya
selain melakukan skrinning, penerapan pola hidup sehat juga berperan penting dalam
membantu mencegah berkembangnya kanker kolorektal.

Selanjutnya upaya pencegahan dapat dilakukan dengan cara:

 Pola Makan
Untuk upaya pencegahan kanker kolon ini dapat dicegah melalui pola makan. Karena
kanker usus besar (kolon) berkembang dari sel abnormal di lapisan usus besar
(rektum), gizi makanan memiliki peran besar dalam meningkatkan atau menurunkan
risiko kanker usus besar. Rekomendasi dari WCRF ini tidak sepenuhnya memintamu
menghindari makan daging. Soalnya, di sisi lain, daging dapat menjadi sumber nutrisi
yang berharga, khususnya protein, zat besi, seng, dan vitamin B12. Ada beberapa
pilihan makanan pencegah kanker yang bisa kamu konsumsi seperti bawang putih,
beri, tomat, sayuran silangan seperti brokoli dan kembang kol, dan sayuran hijau. Juga
bawang merah, apel, pepaya, delima, kayu manis, labu, dan kecambah brokoli yaitu
tanaman brokoli yang belum matang. Berikut merupakan porsi konsumsi makanan
untuk mencegah kanker kolon.

 konsumsi setidaknya 30 gram serat dan setidaknya 400 gram buah dan sayuran
setiap hari.
 Jika mengkonsumsi daging merah, batasi konsumsi tidak lebih dari sekitar tiga
porsi per minggu. Tiga porsi setara dengan sekitar 350 hingga 500 gram (sekitar
12–18oz) berat yang dimasak.

 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dan olahraga dapat meningkatkan metabolisme, mencegah resistensi
insulin, serta menjaga berat badan tetap stabil. Tak hanya itu, aktivitas fisik secara
rutin juga diketahui dapat mengurangi risiko seseorang terkena kanker kolon.
Penelitian mengungkapkan bahwa orang yang beraktivitas fisik selama 30–60 menit
setiap hari memiliki risiko lebih kecil terkena kanker usus besar daripada orang yang
jarang bergerak. Studi tersebut bahkan mengungkapkan bahwa olahraga secara rutin
bahkan dapat menekan risiko seseorang terkena kanker hingga sebesar 30%.

12
12
Berikut ini adalah beberapa contoh olahraga yang bisa Anda mulai lakukan untuk
mencegah kanker:
 Bersepeda
 Jalan santai
 Menari
 Pilates, zumba, yoga
 Lompat tali

Selain berbagai jenis olahraga di atas, kegiatan sehari-hari seperti menyapu dan
mengepel rumah serta menyetrika pakaian juga bisa Anda lakukan agar tubuh tetap
aktif bergerak dan terhindar dari kanker. Untuk mendapatkan manfaat olahraga guna
mencegah kanker, Anda disarankan untuk rutin berolahraga selama 30 menit setiap
hari atau minimal 3–5 kali seminggu.

13
13
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kanker kolorektal merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas saluran
cerna. Kanker kolorektal di negara berkembang merupakan penyakit penyebab kematian
kedua tertinggi. Pemicu kanker kolorektal adalah masalah nutrisi, kurangnya aktivitas fisik,
konsumsi alkohol juga merokok dan kelebihan berat badan. Namun penyakit ini bukannya
tidak dapat disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan
untuk sembuh sangat memungkinkan.

3.2. Saran

Mengenal gejala penyakit kanker lebih dalam bisa membantu kita mencegah kanker
pada tubuh kita. Mari kita mempertahankan berat badan yang sehat, aktif secara fisik, dan
perbanyak konsumsi sayur dan buah juga diharapkan berhenti merokok bagi perokok dan
hindari mengonsumsi alkohol.

14
14
DAFTAR PUSTAKA

Majid dkk, 2020, Determinan Kejadian Kanker Kolorektal, Jurnal Ilmu kesehatan
Masyarakat, Vol. 9, No. 4, hh. 208-215, diakses 18 September 2022,
< https://journals.stikim.ac.id/index.php/jikm/article/vi ew/677/507 >

Bouk dkk, 2021, Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kanker kolorektal di
RSUD PROF. DR. W. Z JOHANNES Kupang, Cendana Medical Jurnal, No. 1,
hh. 135-140, diakses 18 September 2022,
< https://ejurnal.undana.ac.id/index.php/CMJ/article/view/4947/2861 >

Kemenkes, 2019, Apa itu kanker?, p2ptm.kemenkes.go.id, diakses 18 September 2022,


< https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-kanker-dan-kelainan-
darah/apa-itu-kanker >

Wendell, 2021, Kanker Kolorektal (Usus Besar) Ternyata Sangat Mungkin Dicegah, emc
Health Care, diakses 18 September 2022, < https://www.emc.id/id/care-plus/kanker-
kolorektal-ternyata-sangat-mungkin-dicegah >

Pratama, 2020, Epidemiologi kanker kolon, alomedika, diakses 18 September 2022,


< https://www.alomedika.com/penyakit/onkologi/kanker-kolon/epidemiologi >

Sari dkk, 2019, Kemoterapi Adjuvan pada Kanker Kolorektal, jurnal kesehatan Andalas,
Vol. 8, No. 1, diakses 18 September 2022,
< http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/925/817 >

Sayuti, Nouva, 2019, KANKER KOLOREKTAL, Jurnal Averrous, Vol. 5, No. 2, hh. 76-88,
diakses 18 September 2022,
< https://ojs.unimal.ac.id/averrous/article/view/2082/1187 >

Allianz Indonesia, 2020, Makanan terbaik pencegah kanker menurut WCRF, Allianz, diakses
18 September 2022, < https://www.allianz.co.id/explore/makanan-terbaik-pencegah-
kanker-menurut-wcrf.html >

15
15
Zannah dkk, 2021, Hubungan Usia dengan Stadium Saat Diagnosis Penderita Kanker
Kolorektal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, jurnal sains dan kesehatan,
Vol. 3, No. 5, hh. 701–705, diakses 18 September 2022,
< https://jsk.farmasi.unmul.ac.id/index.php/jsk/article/download/629/309/2151 >

Pratama dkk, 2019, FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN KANKER


KOLOREKTAL STADIUM III DI RSUP DR KARIADI SEMARANG, Jurnal
Kedokteran Diponegoro, Vol. 8, No. 2, hh. 768-784, diakses 18 September 2022,
< https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico/article/view/23798 >

16
16

Anda mungkin juga menyukai