Nama Kelompok:
Etiologi kanker kolon hingga saat ini masih belum diketahui dengan jelas. Polip
Adenomatous (Adenomatous), mutasi dari gen Adenomatous Polyposis Coli (APC)
merupakan penyebab dari Familial Adenomatous Polyposis (FAP) yang dapat
mempengaruhi dan membawa risiko hampir 100% mengembangkan terjadinya kanker
kolon pada saat usia 40 tahun. Maka dari itu adenomatous disebut kondisi pra-kanker
(Prabowo, 2019). Jaringan abnormalitas sel yang terjadi pada kanker kolon terlihat dari
beberapa protein seperti nitrotyrosine dan Nitric Oxide Synthases (iNOS) yang
menampakkan bahwa adanya inflamasi pada perkembangan sel kanker kolon. Tingkat
penyebaran kanker kolon bergantung pada seberapa dalam sel tersebut tumbuh di dinding
usus dan ketika sel kanker telah menyebar ke luar rektum atau usus besar (Zaakiyah,
2021).
PATOFISIOLOGI
Kanker kolon adalah salah satu kanker yang tumbuh secara lokal. Cara penyebaran kanker
kolon dapat melalui beberapa cara (Anggini, 2019):
1. Penyebaran secara lokal, dimulai dengan masuk ke dalam lapisan dinding usus
sampai menyebar ke lemak mesenterik, serosa dan akan mengenai organ di
sekitarnya.
2. Penyebaran lebih luas, terjadi di lumen usus melalui limfatik dan sistem sirkulasi.
Apabila sel masuk melalui sistem sirkulasi, maka sel kanker akan masuk ke organ
hati dan dapat menyebar ke organ paru-paru.
3. Penyebaran lain ke ginjal, kukit, tulang dan otak.
Benjolan dan nyeri di daerah sekitar anus banyak dikeluhkan oleh penderita kanker kolon.
Benjolan tersebut dapat terjadi karena massa di rektum bertambah besar. Sedangkan nyeri
pada anus dapat timbul jika kanker menginvasi daerah anus.
FAKTOR RISIKO
a. Usia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Polandia, salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian kanker kolorektal adalah usia. Sebelum usia 40
tahun kejadian kanker kolorektal jarang ditemui, kenaikan insiden secara
signifikan mulai terjadi antara umur 40 dan 50 tahun, dan jumlah insiden terus
mengalami peningkatan setiap dekade selanjutnya. Kasus kanker kolorektal lebih
dari 90% dijumpai pada orang yang berusia 50 tahun keatas.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko dua kali kemungkinan terkena kanker kolon dan hampir
tiga kali lipat berisiko terkena kanker rektum dibandingkan perempuan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dikatakan bahwa sifat
protektif kanker kolorektal pada perempuan bersumber dari terapi penggantian
hormon atau penggunaan kontrasepsi oral. Beberapa studi juga mencatat bahwa
efek protektif hormon dapat menerangkan peningkatan perbedaan risiko kanker
rektum antara laki-laki dan perempuan.
c. Riwayat terkena inflammatory bowel disease (IBD)
Seseorang yang menderita IBD kronis berisiko dua kali lipat terkena kanker
kolorektal. Pasien dengan IBD mengalami peradangan pada saluran
pencernaannya atau tepatnya di usus besar dalam waktu yang berkepanjangan.
Penyebab utama IBD adalah Colitis ulcerative dan Crohn disease yang ditandai
dengan peradangan dan bisul yang terjadi di usus besar. Kondisi-kondisi seperti
stress, pola makan yang buruk, dan juga jarang melakukan olahraga adalah hal
yang memperburuk kondisi tersebut.
d. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai hiperglikemia
kronis, yang diakibatkan oleh kelainan sekresi dan/atau kerja insulin. Orang
dengan diabetes tipe 2 berisiko 2-3 kali lebih besar terkena kanker kolorektal
apabila dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes. Sebuah
dugaan menunjukkan bahwa perkembangan kanker kolorektal berkaitan dengan
peningkatan konsentrasi insulin dan kondisi peradangan yang terkait dengan
penyakit tersebut.
e. Riwayat kanker dalam keluarga
Sebanyak 30% penderita kanker kolorektal memiliki riwayat keluarga dengan
neoplasma. Risiko akan meningkat 2-4 kali lebih tinggi bagi mereka yang
memiliki kerabat tingkat pertama dengan penyakit ini.
f. Pola hidup yang salah
Pola hidup yang salah seperti konsumsi daging merah yang berlebih
meningkatkan risiko seseorang terkena kanker kolorektal. Pada tahun 2018 World
Cancer Research Fund/American Institute for Cancer Research (WCRF/AICR)
juga memberi bukti yang kuat terkait dugaan tersebut. Mereka yang mengonsumsi
daging merah dan daging olahan meningkatkan risiko kanker kolorektal 1,22 kali
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak mengonsumsi.
g. Obesitas dan kurang olahraga
Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa orang yang memiliki
gaya hidup tidak banyak gerak memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker
kolorektal. Pria yang obesitas memiliki risiko 1,29 kali lipat lebih besar terkena
kanker kolorektal dan pada wanita gemuk mempunyai risiko 1,15 kali lipat lebih
tinggi terkena kanker kolorektal. Kelebihan Body mass index (BMI) dapat
memperbesar insidensi dan memperburuk diferensiasi kanker kolorektal karena
banyak energi yang dapat berasal dari adiposit dibutuhkan untuk pertumbuhan sel
tumor. Pada pasien dengan BMI berlebih adiposit jumlahnya sangat banyak.
h. Merokok
Berdasarkan International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun
2009 dikatakan bahwa perokok memiliki risiko 1,18 kali terkena kanker
kolorektal dibandingkan dengan orang yang bukan perokok. Zat toksik yang
terkandung dalam rokok seperti nikotin, karbon monoksida, nitrosamine,
benzene, dan ammonia menyebabkan peningkatan insidensi kanker kolorektal.
Perokok pasif juga merupakan faktor risiko karena asap yang di ujung rokok 4
kali lebih beracun daripada asap dari perokok.
i. Konsumsi alkohol
Sebuah metaanalisis dari 27 studi kohort dan 34 studi kasuskontrol menemukan
bahwa dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah minum alkohol, ada
peningkatan sebesar 1,21 kali terkena kanker kolorektal untuk peminum sedang
(2 hingga 3 minuman sehari dan meningkat menjadi 1,52 kali terkena kanker
kolorektal pada peminum berat (≥4 minuman) dibanding bukan peminum alkohol.
Zat karsinogen dalam alkohol adalah asetaldehida. Asetaldehida dapat merusak
DNA dan mencetus timbulnya kanker.
j. Faktor psikososial (stress)
Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan orang yang mengalami masalah
psikologis 2,49 kali lebih tinggi terkena kanker kolorektal.
k. Diet tinggi lemak, rendah serat
Perubahan diet pada masyarakat menjadi salah satu faktor risiko bertambahnya
angka insiden karsinoma kolorektal. Risiko terkena karsino kolorektal diduga
akan meningkat apabila seseorang melakukan diet rendah serat dan tinggi lemak.
Seseorang yang mendapatkan asupan serat yang kurang memiliki risiko 11 kali
lebih besar terkena karsino kolorektal dibandingkan dengan seseorang yang
mengonsumsi makanan tinggi serat. Serat dapat memberikan efek protektif dari
sel kanker dengan cara mempercepat waktu kontak antara karsinogen dan usus
besar ketika penggumpalan feses, sehingga menipiskan dan menonaktifkan
karsinogen.
DIAGNOSIS
a) Anamnesis
Sebagian besar pasien mendatangi dokter disertai keluhan berupa perubahan
kebiasaan defekasi seperti sakit perut tidak menentu, diare, ingin buang air besar
tetapi tinja yang dikeluarkan sedikit, terjadi perdarahan yang disertai lendir,
Penurunan berat badan yang ekstrim juga menjadi penanda karsinoma kolon dan
rektum tingkat lanjut.
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang paling berperan adalah dengan colok dubur (Ructal
Toucher) yang dilakukan pada pasien yang telah terjadi pendarahan ataupun
gejala lainnya. Ketika pemeriksaan dilakukan, dokter melakukan palpasi posterior
dan anterior, spina iskiadika, serta dinding lateral, coccygeus dan sacrum dapat
dengan mudah untuk diraba. Sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik, pada bagian
anterior rectum metastasis intraperitoneal dapat diraba dimana sesuai dengan letak
anatomis cavum douglas. Walaupun 10 cm adalah batas maksimum eksplorasi jari
yang bisa dilakukan, tetapi 50% dari kejadian kanker kolon terjangkau oleh jari,
sehingga Ructal Toucher adalah cara yang tepat untuk pendiagnosaan kanker
kolon.
c) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium klinis
pemeriksaan laboratorium klinis untuk kanker kolon antara lain pemeriksaan
darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang menjadi pemeriksaan rutin.
Perdarahan kecil menyebabkan kemungkinan ditemukannya anemia dan
hipokalemia. Perdarahan yang tidak diketahui dapat ditemukan dari
pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan rutin di atas, dalam menegakkan
diagnosa karsinoma kolorektal juga dilakukan skrining CEA (Carcinoma
Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan sebuah sinyal
serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic
Antigen adalah sebuah glikoprotein yang dapat ditemukan pada permukaan
sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker
serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi
rekurensi dini dan metastase ke hepar.
2. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi
Bahan yang berasal dari Tindakan biopsi saat kolonoskopi ataupun reaksi usus
adalah objek dari pemeriksaan laboratorium patologi anatomi kanker
kolorektal. Diagnosa definitif adalah hasil histopatologi dari dari pemeriksaan
ini. Dari pemeriksaan histopatologi tersebut menghasilkan berbagai
karakteristik jenis kanker ataupun karsinoma di dalam usus besar ini.
3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau
menggunakan kontras. Teknik pencitraan yang digunakan untuk pasien
kanker kolon meliputi Magnetic Resonance Imaging (MRI), Computerised
Tomography (CT) scan, dan Endoscopic Ultrasound (EUS).
4. Kolonoskopi
Keseluruhan mukosa kolon dan rectum dapat digambarkan melalui
kolonoskopi. Prosedur kolonoskopi dilakukan pada saluran pencernaan
dengan menggunakan alat kolonoskop, yaitu selang lentur berdiameter kurang
lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara
yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari
1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik
daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.
d) Diagnosis banding
Diagnosis banding kanker kolon adalah penyakit lain yang juga menimbulkan
perubahan pola defekasi atau perdarahan peranum. Diagnosis banding yang perlu
dipertimbangkan antara lain kanker rektum, hemoroid, irritable bowel
syndrome (IBS), dan inflammatory bowel disease (IBD) (Sayuti & Nouva, 2019).
PENCEGAHAN
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghindari kanker kolorektal adalah
dengan pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer dilakukan dengan
mengubah perilaku yang menjadi faktor risiko kanker kolon. Pencegahan sekunder
dilakukan dengan melakukan skrining terhadap orang yang sudah memasuki usia berisiko
terkena kanker kolon. Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah adanya komplikasi
pada pasien dan juga mencegah kematian. Pencegahan primer yang bisa dilakukan seperti
uraian di bawah ini.
1. Makan banyak makanan yang berserat tinggi
Makanan yang mengandung serat tinggi seperti sayuran, buah-buahan, biji-bijian
dapat memperkecil risiko kanker usus besar atau rektum. Makanan yang perlu
dihindari adalah daging merah seperti babi,domba, sapi dan makanan kaleng.
Karena makanan-makanan tersebut merupakan salah satu faktor risiko dari kanker
kolon.
2. Berolahraga secara teratur
Apabila tubuh seseorang tidak pernah aktif seperti olahraga maka akan
meningkatkan risiko terkena kanker kolorektal.
3. Mengontrol berat badan
Seseorang yang memiliki berat badan tidak normal atau obesitas memiliki risiko
lebih tinggi untuk terkena kanker usus besar dan rektum. Oleh karena itu
disarankan bagi orang-orang yang masih mengalami obesitas untuk dapat
mengontrol berat badannya dengan mengatur pola makan dan meningkatkan
aktifitas fisik.
4. Tidak merokok
Seseorang yang memiliki kebiasaan merokok berpotensi untuk terkena kanker
kolon. Hal itu dikarenakan zat-zat berbahaya yang terkandung di dalam rokok
dapat memicu pertumbuhan sel kanker di dalam tubuh. Oleh karena itu sebaiknya
hilangkan kebiasaan merokok dan ganti pola hidup menjadi lebih sehat.
5. Hindari alkohol
Penggunaan alkohol telah dikaitkan dengan risiko kanker kolorektal yang lebih
tinggi.
Aswan, N. R., & Hanriko, R. (2023). Faktor Risiko Kanker Kolorektal. 13(1), 1–6.
Sayuti, M., & Nouva. (2019). Kanker Kolorektal. AVERROUS: Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan Malikussaleh, 5(2), 76–88. https://doi.org/10.29103/averrous.v5i2.2082
Tatuhey, W. S., Nikijuluw, H., & Mainase, J. (2014). Karakteristik Kanker Kolorektal Di
RSUD Dr. M Haulussy Ambon Periode Januari 2012-Juni 2013. Molucca Medica,
4(2), 150–157.