Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

CA RECTI

A. Pengertian
Ca. Recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum (Price and Wilson, 2006).
Karsinoma rekti adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan jaringan abnormal pada
daerah rectum. Jenis terbanyak adalah adenokarsinoma (65%), banyak ditemui pada usia 40
tahun keatas dengan insidens puncaknya pada usia 60 tahun (Price A. Sylvia, 2015).
Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang
khusus menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak
terkendali(Kurniadi, 2012).
Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum.Rektum terletak di anterior sakrum and
coccyx panjangnya kira kira 15 cm. rectosigmoid junction terletak pada bagian akhir
mesocolon sigmoid.Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh
peritoneum.Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah
ektraperitoneral(Samsuhidayat, 2004).

B. Etiologi
Beberapa faktor risiko/faktor predisposisi terjadinya kanker rectum menurut Brunner &
Suddarth (2002) telah diidentifikasi sebagai berikut:
1) Diet rendah serat
Kebiasaan diet rendah serat adalah faktor penyebab utama, Bukitt (1971) dalam
Prince & Wilson (1995) mengemukakan bahwa diet rendah serat dan kaya karbohidrat -
refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam
empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat
karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi
karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu masa transisi feses
meningkat, akibat kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus
bertambah lama.
2) Lemak
Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid menjadi
senyawa yang mempunyai sifat karsinogen.
3) Polip diusus (colorectal polyps)
Polip adalah pertumbuhan sel pada dinding dalam kolon atau rektum, dan sering
terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas.Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan
kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
4) Inflamatory Bowel Disease
Orang dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya
colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih
besar.
5) Riwayat kanker pribadi
Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena kanker
colorectal untuk kedua kalinya.Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung telur,
uterus (endometrium), atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk
terkena kanker colorectal.
6) Riwayat kanker colorectal pada keluarga
Jika mempunyai riwayat kanker colorectal pada keluarga, maka kemungkinan
terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika terkena kanker pada usia muda.
7) Faktor gaya hidup
Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak dan sedikit
buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker
colorectal serta kebiasaan sering menahan tinja/defekasi yang sering.
8) Usia di atas 50
Kanker colorectal biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih tua. Lebih dari 90
persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.

C. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus
tempat kanker berlokasi. Gejala yang paling menonjol adalah(Brunner & Suddarth, 2002):
1. Perubahan kebiasaan defekasi
2. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua
3. Gejala anemi tanpa diketahui penyebabnya
4. Anoreksia
5. Penurunan berat badan tanpa ala an
6. Keletihan
7. Mual dan muntah-muntah
8. Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya setelah BAB
9. Feses menjadi lebih sempit (seperti pita)
10. Perut sering terasa kembung atau keram perut
11. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rectal adalah: evakuasi feses yang tidak lengkap
setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian (umumnya konstipasi), serta feses
berdarah.

D. Patofisiologis
Karsinogenesis dan onkogenesis merupakan nama lain dari perkembangan kanker. Proses
perubahan sel normal menjadi sel kanker disebut transformasi maligna (Ignatavicius et al,
2006). Karsinogen adalah substansi yang mengakibatkan perubahan pada struktur dan fungsi
sel menjadi sel yang bersifat otonom dan maligna.Trasformasi maligna diduga mempunyai
sedikitnya tiga tahapan proses selular yaitu inisiasi, promosi, dan progresi (Basavanthappa,
2007; Smeltzer & Bare, 2002), yaitu :
1. Inisiasi (Carcinogen)
Pada tahap ini terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel
menjadi ganas.Perubahan ini disebabkan oleh status karsinogen berupa bahan kimia,
virus, radiasi atau sinar matahari yang berperan sebagai inisiator dan bereaksi dengan
DNA yang menyebabkan DNA pecah dan mengalami hambatan perbaikan
DNA.Perubahan ini mungkin dipulihkan melalui mekanisme perbaikan DNA atau dapat
mengakibatkan mutasi selular permanen.Mutasi ini biasanya tidak signifikan bagi sel-sel
sampai terjadi karsinogenesis tahap kedua.
2. Promosi (Co-carcinogen)
Pemajanan berulang terhadap agen menyebabkan ekspresi informasi abnormal.
Pada tahap ini suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas.
Tahap promosi merupakan hasil interaksi antara faktor kedua dengan sel yang terinisiasi
pada tahap sebelumnya. Faktor kedua sebagai agen penyebabnya disebut complete
carcinogen karena melengkapi tahap inisiasi dengan tahap promosi. Agen promosi
bekerja dengan mengubah informasi genetik dalam sel, meningkatkan sintesis DNA,
meningkatkan salinan pasangan gen dan merubah pola komunikasi antarsel. Pada masa
antara inisiasi dan promosi merupakan kunci konsep dalam pencegahan kanker, karena
bila pada tahap ini dilakukan pencegahan pemaparan karsinogen ulang seperti makanan
berlemak, obesitas, rokok, dan alkohol akan dapat menurunkan risiko terbentuknya
formasi neoplastik.
3. Progresi (Complete Carcinogen )
Pada tahapan ini merupakan tahap akhir dari terbentuknya sel kanker atau
karsinogenesis.Sel-sel yang mengalami perubahan bentuk selama inisiasi dan promosi
kini melakukan perilaku maligna.Sel-sel ini sekarang menampakkan suatu
kecenderungan untuk menginvasi jaringan yang berdekatan (bermetastasis).
kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti.Polip dan ulserasi
colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai penyebab
langsung.Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon.
Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa
menyebabkan kanker kolorektal. Diet rendah serat dan kaya karbohidrat refined
mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu
atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat
karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi
karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu masa transisi feses
meningkat, akibat kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah
lama.
Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid menjadi
senyawa yang mempunyai sifat karsinogen. Menurut Physicians Committee for Responsible
Medicine, bakteri juga memiliki peranan dalam timbulnya kanker usus. Bakteri dapat
mengubah asam empedu, yang dikeluarkan oleh tubuh untuk membantu pencernaan lemak,
menjadi suatu senyawa-senyawa yang dapat memicu kanker..
Patologi Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas
atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat
cepat).Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada
stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam
waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat
terjadi pada semua bagian dari usus besar (Davey, 2006 : 335).
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus
dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat
menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain (Gale, 2000).
E. Klasifikasi

The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM staging system, yang
menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV) antara lain :

a. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu pada
mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
b. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan
melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar dinding
rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.

c. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun tidak
menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
d. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar
kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
e. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau
ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer.
Stadium Deskripsi Kanker
Stadium Deskripsi
T1 Massa polypoid Intraluminal; tidak ada penebalan pada dinding rectum
T2 Penebalan dinding rectum >6 mm; tidak ada perluasan ke perirectal
T3a Penebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang berdekatan
T3b Penebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding abdominal
T4 Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal
(The American Joint Committee on Cancer 2006)
Stadium Modified Dukes (Stadium Deskripsi)
TNM Modifed Dukes
Stadium Stadium Deskripsi
T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa
T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural
T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric
T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric
T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan
Any T M1 D Metastasis jauh
(The American Joint Committee on Cancer 2006)

F. Pemeriksaan Diagnostik
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal,
diantaranya ialah :
1. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik Antigen) dan Uji
faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di jaringan
2. Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal.
Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal, pemeriksaan
digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba
keras dan menggaung.

Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya suatu
penonjolan tepi, dapat berupa :
a. Suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu
plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b. Suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi umumnya
mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
c. Suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol dengan
suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d. Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin
3. Barium Enema
yaitu Cairan yang mengandung barium dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri
foto x-rays pada traktus gastrointestinal bawah.
4. Sigmoidoscopy
yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid apakah terdapat
polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai
kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
5. Colonoscopy
yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid apakah terdapat
polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope dimasukkan melalui rektum sampai
kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
6. Biopsi
Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan. Secara
patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90
sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid
tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors
7. Foto sinar X Pemeriksaan radiologis dengan barium enema dianjurkan sebagai pemeriksaan
rutin sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pada pemeriksaan ini akan tampak filling defect
biasanya sepanjang 5 – 6 cm berbentuk anular atau apple core. Dinding usus tampak rigid
dan gambaran mukosa rusak.

G. Penatalaksanaan
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal.. Tiga terapi standar untuk kanker
rektal yang sering digunakan antara lain:
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I
dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan
pembedahan.Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium
kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan
kemoterapi.Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant
chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama
pada stadium II dan III.
Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal
(Anderson, 2006).
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 1993 dalam Brunner & Suddarth,
2002):
a) Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisi
pertumbuhan pembuluh darah, dan nodus limfatik)
b) Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor
dan prosi sigmoid dan semua rectum serta sfingkter anal)
c) Kolostomi sementara diikuti reanastomosis reseksi segmental dan anastomisis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan
persiapan usus sebelum reseksi)
d) Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak
dapat direseksi)
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan
pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal.Kolostomi adalah pembuatan
lubang (stoma) pada kolon secara bedah.Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi
sementara atau permanen.Ini memungkinkan drainase atau evakuasi ini kolon keluar
tubuh.Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang
ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi jaringan sekitar (Brunner & Suddarth,
2002).
2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi
dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi
adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang
sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh
tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang
digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan risiko kekambuhan lokal
di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis
jauh, radiasi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada
otak.Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki
tumor lokal yang unresectable(Mansjoer, 2000).
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit
residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien
dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol (Stadium
II lanjut dan Stadium III).Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU)
dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan.5-
FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon.Agen lainnya,
levamisole (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi
leucovorin).Protokol ini menurunkan angka kekambuhan kira-kira 15% dan menurunkan
angka kematian kira-kira sebesar 10% (Mansjoer, 2000).
4. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari
pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini
dapat bersifat sementara atau permanen.
H. Komplikasi
Menurut (Brunner & Suddarth, 2002). Komplikasi karsinoma rektum adalah:

a. Obstruksi usus parsial


Obstruksi usus adalah penyumbatan parsial atau lengkap dari usus yang menyebabkan
kegagalan dari isi usus untuk melewati usus.
b. Perforasi atau perlobangan
c. Perdarahan
d. Syok
Syok merupakan keadaan gagalnya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat gangguan
peredaran darah atau hilangnya cairan tubuh secara berlebihan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memperoleh
informasi dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
1. Data Subjektif
a. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Kaji adanya nyeri pada perut, mual muntah, berak darah dan berlendir.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pre op :
- Klien mengatakan mengalami berak darah
- Klien mengeluh nyeri pada perut
- Klien mengatakan sering mengonsumsi daging, makanan berlemak dan tidak suka
mengonsumsi makanan berserat dan sayuran
- Klien mengeluh ada perubahan pola defekasi (konstipasi)
- Klien mengeluh mual, muntah nafsu makannya menurun
- Klien mengeluh berat badannya turun tanpa sebab
- Klien mengeluh keletihan
- Klien mengeluh merasa sensasi seperti belum selesai BAB (masih ingin tapi
sudah tidak bisa keluar) dan perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses
menjadi lebih sempit)
Post op :
- Klien mengatakan nyeri pada area post operasi
d. Riwayat penyakit dahulu
- Kaji adanya kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga
riwayat penurunan BB.
- Kaji adanya riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah ada riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini.

2. Data Objektif
a. Pemeriksaan fisik
1) Sirkulasi
Takikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri),
kemerahan, ekimosis, hipotesis
2) Respirasi
Sarak nafas, batuk, ronchi, expansi paru yang terbatas
3) Gastrointestinal
a) Kaji adanya anoreksia, mual, muntah
b) Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
c) Auskultasi abdomen terhadap bising usus
d) Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan pada kuadran kiri bawah , distensi,
dan massa padat
4) Eliminasi
Dengan "rectal – toucher" biasanya diketahui :
a) Tonus sfingterani keras/lembek.
b) Mukosa kasar,kaku biasanya tidak dapat digeser.
c) Ampula rektum kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba
ataupun tidak.
Dan kaji adanya BAB berlendir dan berdarah, BAB kecil seperti feses
kambing, rasa tidak puas setelah BAB, perubahan pola BAB/konstiasi/hemoroid,
oliguria
5) Aktifitas/istirahat
Kelemahan, keleahan, insomnia, gelisah dan ansietas
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Test darah samar: terkadang kanker atau polip mengeluarkan darah, dan
FOBT dapat mendeteksi jumlah darah yang sangat sedikit dalam kotoran.
Karena tes ini hanya mendeteksi darah, tes-tes lain dibutuhkan untuk
menemukan sumber darah tersebut. Kondisi jinak (seperti hemoroid) juga bisa
menyebabkan darah dalam kototran.
b) Carcino embryonic antigen (CEA): pada eksisi tumor komplet kadar CEA
yang meningkat harus kembali ke normal dalam 48 jam, peningkatan CEA
pada tanggal selanjutnya menunjukan kekambuhan
c) Digital rectal examination (DRE)
Dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal.Kurang lebih 75%
karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rectal. Pemeriksaan
digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor
akan teraba keras dan menggaung.
2) Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin sebelum
dilakukan pemeriksaan lain. Pada pemeriksaan ini akan tampak filling defect
biasanya sepanjang 5-6cm berbentuk anular atau apple core. Dinding usus tampak
rigid dan gambaran mukosa rusak.
a) Foto Kolorektal: dengan barium enema dan kontras ganda
b) Ultra Sonografi: identifikasi metastase dan menilai reseklabilitas
c) Intra venous pyelograply (IVP) : menilai infiltrate ke system urinary
d) Thoraks foto: menilai adanya metastase paru
3) Endoskopi dan biopsy
a) Protoskopi: deteksi kelainan 8-10 cm dari anus (polip rekti, hemorrhoid,
karsinoma rectum)
b) Sigmoidoskopi: mencapai 20-25 cm dari anus, untuk diagnistik dan
kauterisasi.
c) Kolonoskopi: dapat mencapai sakrum.
d) Ultrasonografi
Uraian tentang prosedur diagostik dijelaskan lebih lanjut dalam fokus
pengkajian keperawatan.

B. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil NIC
NOC
1. Nyeri akut Setelah diberikan Pain management
berhubungan asuhan keperawatan 1. Lakukan pengkajian
dengan agen cedera selama…..x 24 jam yang komprehensif
biologis diharapkan nyeri terhadap nyeri, meliputi
berkurang atau lokasi, karasteristik,
terkontrol, dengan onset/durasi, frekuensi,
kriteria hasil: kualitas, intensitas
NOC nyeri, serta faktor-
Pain level : faktor yang dapat
a. Klien tidak memicu nyeri.
melaporkan adanya 2. Observasi tanda-tanda
nyeri non verbal atau isyarat
b. Klien tidak dari ketidaknyamanan.
menunjukkan 3. Gunakan strategi
ekspresi wajah komunikasi terapeutik
terhadap nyeri dalam mengkaji
c. TD, Nadi dan RR pengalaman nyeri dan
dalam batas normal menyampaikan
penerimaan terhadap
Pain Control respon klien terhadap
a. Klien melaporkan nyeri.
nyeri terkontrol 4. Kaji tanda-tanda vital
b. Klien dapat klien
mengontrol 5. Kontrol faktor
nyerinya dengan lingkungan yang dapat
menggunakan menyebabkan
teknik manajemen ketidaknyamanan,
nyeri non seperti suhu ruangan,
farmakologis pencahayaan,
kebisingan.
- Ajarkan prinsip-prinsip
6.
manajemen nyeri non
farmakologi, (mis:
teknik terapi musik,
distraksi, guided
imagery, masase dll).
7. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
sesuai indikasi.
2. Anemia Setelah diberikan 1. Pantau tanda dan gejala
asuhan keperawatan anemia yang terjadi.
selama…x 24 jam, 2. Pantau tanda-tanda vital
perawat dapat klien.
meminimalkan 3. Anjurkan klien
komplikasi anemia mengkonsumsi
yang terjadi, dengan makanan yang
kriteria hasil: mengandung banyak
NOC : zat besi dan vit B12.
Vital signs 4. Minimalkan prosedur
a. Tekanan darah yang bisa menyebabkan
dalam batas normal perdarahan.
(110/70-130/90 5. Pantau nilai PT dan
mmHg) atau PTT
terkontrol. 6. Pantau hasil lab Hb dan
b. Nadi dalam batas HCT
normal (60-
100x/mnt)
c. RR dalam batas Blood Products
normal (16-20 Administration:
x/mnt) Kolaborasi pemberian
d. Suhu tubuh dalam tranfusi darah sesuai
batas normal (36- indikasi.
37,5°C) Rasional:transfusi darah
diperlukan jika kondisi
Tissue perfusion : anemia klien buruk
Peripheral untuk menambah
a. CRT < 2 detik jumlah darah dalam
b. Akral hangat tubuh.
c. Klien tidak pucat
d. Konjungtiva
berwarna merah
muda.

Blood Loss Severity


a. Hb klien dalam
batas normal (12-16
g/dL).
b. HCT dalam batas
normal (45-55%)
c. Mukosa bibir
lembab.
d. Klien tidak
mengalami lemas
dan lesu.
3. Ketidakseimbangan Setelah diberikan Nutrition Therapy:
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan 1. Kaji status nutrisi klien
kebutuhan tubuh … x 24 jam diharpkan 2. Monitor masukan
berhubungan pemenuhan nutrisi makanan atau cairan
dengan adekuat, dengan dan hitung kebutuhan
ketidakmampuan kriteria hasil: kalori harian.
mengabsorpsi NOC 3. Tentukan jenis
nutrient Nutrition Status makanan yang cocok
a. Masukan nutrisi dengan tetap
adekuat mempertimbangkan
b. Masukan makanan aspek agama dan
dalam batas normal budaya klien..
c. Berat badan 4. Anjurkan untuk
meningkat atau menggunakan
tetap suplemen nutrisi sesuai
indikasi.
Nausea and vomiting 5. Jaga kebersihan mulut,
severity ajarkan oral higiene
a. Klien mengatakan pada klien/keluarga.
tidak ada mual 6. Kolaborasi dengan ahli
b. Klien mengatakan gizi untuk menentukan
tidak muntah jumlah kalori dan jenis
c. Tidak ada nutrisi yang dibutuhkan
peningkatan sekresi untuk memenuhi
saliva kebutuhan nutrisi.

Appetite (nafsu Weight management:


makan) 1. Timbang berat badan
a. Keinginan klien klien secara teratur.
untuk makan 2. Diskusikan dengan
meningkat keluarga klien hal-hal
b. Intake makanan yang menyebabkan
adekuat (porsi penurunan berat badan.
makan yang 3. Pantau konsumsi kalori
disediakan habis) harian.
4. Pantau hasil
laboratorium, seperti
kadar serum albumin,
dan elektrolit.
5. Tentukan makanan
kesukaan, rasa, dan
temperatur makanan..
6. Anjurkan penggunaan
suplemen penambah
nafsu makan.
.
Nausea management:
1. Dorong klien untuk
mempelajari strategi
untuk memanajemen
mual
2. Kaji frekuensi mual,
durasi, tingkat
keparahan, factor
frekuensi, presipitasi
yang menyebabkan
mual.
3. Kaji riwayat diet
meliputi makanan yang
tidak disukai, disukai,
dan budaya makan.
4. Kontrol lingkungan
sekitar yang
menyebabkan mual.
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi mual
(relaksasi, guide
imagery, distraksi).
6. Dukung istirahat dan
tidur yang adekuat
untuk meringankan
nausea.
7. Ajarkan untuk
melakukan oral hygine
untuk mendukung
kenyaman dan
mengurangi rasa mual.
8. Anjurkan untuk makan
sedikit demi sedikit.
9. Pantau masukan nutrisi
sesuai kebutuhan
kalori.
4. Risiko infeksi. Setelah dilakukan Infection control
asuhan keperawatan 1. Bersihkan lingkungan
selama .....x 24 jam setelah digunakan oleh
diharapkan tidak terjadi klien.
infeksi, dengan kriteria 2. Jaga agar barier kulit
hasil yang terbuka tidak
NOC terpapar lingkungan
Infection Severity dengan cara menutup
a. Tidak ada dengan kasa streril.
kemerahan 3. Batasi jumlah
b. Tidak terjadi pengunjung.
hipertermia 4. Ajarkan klien dan
c. Tidak ada keluarga tekhnik
pembengkakan mencuci tangan yang
d. Tidak ada drainase benar.
purulen -WBC 5. Gunakan sabun anti
dalam batas normal) mikrobial untuk
mencuci tangan.
Risk Control 6. Cuci tangan sebelum
a. Klien mampu dan sesudah melakukan
menyebutkan tindakan keperawatan..
factor-faktor resiko 7. Terapkan Universal
penyebab infeksi precaution.
b. Klien mampu 8. Pertahankan
memonitor lingkungan aseptik
lingkungan selama perawatan.
penyebab 9. Anjurkan klien untuk
c. Klien mampu memenuhan asupan
memonitor tingkah nutrisi dan cairan
laku penyebab adekuat.
infeksi -Tidak 10. Ajarkan klien dan
terjadi paparan saat keluarga untuk
tindakan menghindari infeksi.
keperawatan 11. Ajarkan pada klien
dan keluarga tanda-
tanda infeksi.
12. Kolaborasi
pemberian antibiotik
bila perlu.

Infection protection
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
2. Monitor hitung
granulosit, WBC
3. Berikan perawatan
kulit.
4. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas dan drainase
5. Inspeksi kondisi luka
Wound care
1. Monitor karakteristik
luka, meliputi warna,
ukuran, bau dan
pengeluaran pada luka
2. Bersihkan luka dengan
normal salin
3. Lakukan pembalutan
pada luka sesuai
dengan kondisi luka
4. Pertahankan teknik
steril dalam perawatan
luka pasien
5. Gangguan citra Setelah diberikan Body Image
tubuh berhubungan asuhan keperawatan Enhancement:
dengan selama …x 24 jam 1. Kaji penilaian dasar
pembedahan diharapkan gangguan klien tentang citra
(kolostomi) dan citra tubuh klien dapat tubuhnya
adanya stoma teratasi dengan kriteria 2. Identifikasi efek
hasil: perubahan bentuk tubuh
NOC pasien terhadap budaya,
Adaptation to physical agama, perilaku
disability: seksual, dll
a. Klien mampu 3. Diskusikan tentang
mengungkapkan perubahan yang dapat
kemampuan untuk terjadi pada klien akibat
mengatasi dari proses penyakitnya
keterbatasan intervensi/konseling
b. Klien mampu lebih lanjut
beradaptasi dengan 4. Perhatikan frekuensi
keterbatasan fungsi pasien dalam
dan struktur mengkritik dirinya
tubuhnya (Klien 5. Diskusikan tentang
menerapkan strategi bagaimana orang
untuk mengurangi terdekat dapat
keterbatasan menerima
keterbatasnnya
6. Berikan bantuan positif
bila diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Basavanthappa, B.T. 2003. Medical Surgical Nursing. New Delhi : Jaypee. 111-134.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.Vol. 2. Jakarta:EGC

Dochtermen, J. et al. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). Fourth Edition.


USA:Mosby Elsevier.

Doenges at al. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC.

Herdman, T.H. 2012. Nanda International : Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014.Jakarta:EGC.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, Jakarta: BP FKUI.

Sudjatmiko. 2012. Kolon-Rektum dan Anus. Laboratorium Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.

University IOWA. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition. Mosby
Elsevier.

Price & Wilson. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta:EGC.

Samsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku.

Anda mungkin juga menyukai