Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETIC MILITUS (DM)

A. DEFINISI
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya  insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein. (Askandar, 2000).
Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah
yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu
penyakit pada penderita diabetes bagian kaki. (Misnadiarly, 1997). Salah satu
komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik.
Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat
membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.(Thoha,
Wibowo.EW)
Gangren adalah proses atau keadaan  yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses
nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2000).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-
hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah
sedang atau besar di tungkai. (Askandar, 2000).

B. ETIOLOGI
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan mempermudah terjadinya
ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang menyebabkan
terjadinya infeksi lebih mudah merebak dan menjadi infeksi yang luas.
Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan pada diabetic foot-
ulcer. (Sarwono Waspadji,2006)
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya
mengalami masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat
(neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka
yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering
disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet
akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya
hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka
akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika
tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi
tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk mencegah perluasan
infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang).
Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan
endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah
penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama
kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang
baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
tindakan amputasi.
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran
darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan
degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di
samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan
mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk
berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-
bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena
plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai
kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat.
Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka
sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan
kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang
pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih
kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus
dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan baru
pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh
melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi
gawat darurat). (Wibowo, EW, 1997).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada
penderita diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara
lain :
 Luka kecelakaan
 Trauma sepatu
 Stress berulang
 Trauma panas
 Iatrogenik
 Oklusi vaskular
 Kondisi kulit atau kuku

C. MANIFESTASI KLINIS (TANDA DAN GEJALA)


Tanda dan gejala ulkus kaki diabetika yaitu sering kesemutan, nyeri
kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang. kerusakan jaringan (nekrosis),
penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis/tibialis/poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal serta kulit kering (Hastuti, 2008).
D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer
yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di
sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di
bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap
timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang
disuplai ke kulit maupun jaringan lain, akibatnya, perfusi jaringan bagian
distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian
dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak
jarang memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik,
metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi
(hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya
terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein
dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah
besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik,
pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan
aliran darah terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang
menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka
karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila
cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan
menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan
kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang
pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Karena kekurangan
suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri
anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol
baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah
menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini
menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
1. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
2. Pemeriksaan glukosa darah.
3. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang
menginfeksi luka segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4. Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan
sentuhan ringan, kepekaan terhadap suhu.

F. PENATAKLAKSANAAN
A. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Debridement yang baik dan adekuat
tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus
dikeluarkan tubuh, dengan demikian tentu akan sangat mengurangi produksi
pus/cairan dari ulkus/gangren. Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan
untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih
luka, atau iodine encer dan senyawa silver sebagai bagian dari dressing
(Waspadjl, 2009).
B. Microbiological control
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk
setiap daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu
disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spectrum luas, mencakup kuman
gram positif dan negatif (seperti misalnya golongan sefalosporin),
dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob
(seperti misalnya metronidazol) (Waspadjl, 2009.
Menurut Levin(1988), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan
pengobatan yang agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
a. Debridement local radikal pada jaringan sehat.
b. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas
antibiotic,
contohnya :
 Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin,
ofloxacin), sulfonamides.
 Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams
cefloxitin.
 Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans
yang paling umum digunakan adalah quinolon G.
Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah
insulin, neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan
oksoferin solution.

c. Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.


d. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris

Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi


secara umum:
1. Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.
2. Memperbaiki sirkulasi.
3. Pengamatan kaki teratur.
4. Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi, infeksi,
dan pengendalian gula darah).
5. Sepatu khusus.
6. Kerjasama tim yang baik
7. Penyuluhan pasien.
Berikut ini akan dipaparkan tentang cara penanggulangan dan pencegahan
kaki diabetik :
 Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti.
 Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi, obat vaskular, obat
penurun gula darah maupun menghilangkan keluhan/gejala penyulit
Diabetes.
 Pemberian penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang
penatalaksanaan kaki diabetik di rumah.
 Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, lecet
dan luka.
 Bersihkan kaki setiap hari terutama di celah jari kaki.
 Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
 Memotong kuku secara berhati-hati dan jangan terlalu dalam.
 Jangan berjalan tanpa alas kaki.
 Hindari trauma berulang.
 Memakai sepatu yang nyaman bagi kaki.
 Periksalah bagian dalam sepatu dari benda-benda asing sebelum dipakai.
 Olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal
 Jangan merendam kaki dalam jangka waktu yang lama.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut
dan kronik :
1.Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.
a.     Hipoglikemia.
b.     Ketoasidosis diabetic (DKA)
c.      sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).

2.Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.

b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)


dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat
atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun
makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

d. Ulkus/gangren

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:


1)     Grade 0  : tidak ada luka
2)     Grade I   : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3)     Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4)     Grade III : terjadi abses
5)     Grade IV  : Gangren pada kaki bagian distal
6)     Grade V  : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai

H. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan
medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.

b. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum:
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
- Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
- Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah  sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
- Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
- Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau   berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
- Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
- Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
- Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
- Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata  ( ++++ ).
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.

I. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /
menurunnya aliran darah  ke daerah gangren akibat adanya  obstruksi
pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah
satu anggota tubuh.
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

J. Perencanaan
1) Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh
darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi  perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah  :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah  dari jantung  ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan
merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya  vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan
gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan
pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.

2) Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren


pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
- Berkurangnya oedema sekitar luka.
- pus dan jaringan berkurang
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan
akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar  : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat
proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan  kultur
pus  pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.

3) Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.


Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
- Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
- Pergerakan penderita bertambah luas.
- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 –
37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit
).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan
pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional :  massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran
pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa
nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri
pasien.

4) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka


di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
- Pergerakan paien bertambah luas
- Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk,
berdiri, berjalan).
- Rasa nyeri berkurang.
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat  kekuatan otot-otot  kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
5) Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
- Berat badan dan tinggi badan ideal.
- Pasien mematuhi dietnya.
- Kadar gula darah dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet
yang ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

6) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk


salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota
tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil : Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan
lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri. Pasien yakin akan
kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri
berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi
secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan
hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan
kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang
normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan
hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di


kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
- Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
- Pasien tenang dan wajah segar.
- Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan
kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti
cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik 
relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam
tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya  pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang
tepat.

K. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi
ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

ADA, 2011, Standards of Medical Care for Patients With Diabetes Mellitus, Diabetes
Care 25.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2013.
Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta : Laporan Nasional.
Black & Hawks, 2009. Medical Surgical Nursing, 7thed, St.Louis, Elsevier Saunders.
Bustan, M.N, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Cetakan Kedua, Edisi
Revisi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Kristianto, Heri. 2014. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik Sistem Endokrin. Materi
Kuliah. Malang
PERKENI. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2
di Indonesia 2011
Smeltzer& Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 8, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Soegondo, S, dkk., 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai