Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN CKD (CRONIC KIDNEY DISEASE)

DI RUANG 27 RS SAIFUL ANWAR


MALANG

Di Susun Oleh:
SITI FATIMAH DWI WULAN SARI A.
(2019.04.071)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2019
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN
DI RUANG 27 RS SAIFUL ANWAR MALANG

Tanggal :
Mahasiswa

(Siti Fatimah Dwi Wulan Sari A, S.Kep)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns) (Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)

Kepala Ruangan

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)


LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN
DI RUANG 27 RS SAIFUL ANWAR MALANG

Tanggal :
Mahasiswa

(Siti Fatimah Dwi Wulan Sari A, S.Kep)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns) (Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)

Kepala Ruangan

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)


A. Konsep Gagal Ginjal Kronis
1. Pengertian Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari perkembangan dan ketidakmampuan
kembalinya fungsi nefron.Gejala klinis yang serius sering tidak terjadi sampai jumlah
nefron yang berfungsi menjadi rusak setidaknya 70-75% di bawah normal.Bahkan,
konsentrasi elektrolit darah relatif normal dan volume cairan tubuh yang normal masih
bisa di kembaikan sampai jumlah nefron yang berfungsi menurun di bawah 20-25 persen
(Guyton and Hall, 2014).

Menurut Syamsir (2017) Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kasus penurunan
fungsi ginjal yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun kronis (menahun). Penyakit
ginjal kronis (Chronic Kidney Disease) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam keadaaan yang cocok untuk kelangsungan hidup.
Kerusakan pada kedua ginjal bersifat ireversibel. CKD disebabkan oleh berbagai
penyakit. Brunner and Suddarth (2014) menjelaskan bahwa ketika pasien telah
mengalami kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal
secara terus menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke stadium akhir penyakit
ginjal kronis, yang dikenal juga dengan gagal ginjal kronis.

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan Glomerulus
Filtration Rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009). Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa
retensi urea dan sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2012).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu
lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan
penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
2. Etiologi Gagal Ginjal Kronis
Menurut Muttaqindan Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
5. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
6. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
7. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

3. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron – nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialysis (Brunner & Suddarth, 2012 : 1448).
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari nefron.
Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah
dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan
filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban
solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus
tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi
disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin.

4. Klasifikasi
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
tingkat penurunan LFG :

- Stadium 1 : Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan


LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
- Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60-89
mL/menit/1,73 m2
- Stadium 3 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
- Stadium 4 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2
- Stadium 5 : Kelainan ginjal dengan LFG <15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal
terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
6. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis
Manifestasi klinik menurut Suyono (2015) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ),
burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ),
tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin
D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi
garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
7. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu:
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.Sedangkan dialysis yang
bisa dilakukan dimana saja yang tidakbersifat akut adalah CAPD (Continues
Ambulatori PeritonialDialysis)
- Hemodialisis
Dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di venadengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukanmelalui daerah femoralis namun
untuk mempermudah makadilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal
8. Pemeriksaan Penunjang
Di dalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain :
a. Pemeriksaan lab.darah
- Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test ) ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit : Klorida, kalium, kalsium
- Koagulasi studi PTT, PTTK
- BGA
b. Urine
- Urine rutin
- Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
c. Pemeriksaan Kardiovaskuler
- ECG
- ECO
d. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )
- Elektrolit :Klorida, kalium, kalsium
- Koagulasi studi ptt, pttk
- BGA
9. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurutSmeltzer (2009) yaitu :
- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
danmasukan diit berlebih.
- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dandialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah,metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia

B. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat
terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting
sebagai pemicu kejadian CKD.Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang
terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit Dahulu
Riwayat yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air
naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan
suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda – tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karenakekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,mulut bau ureum,bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorokan
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan
pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terj adi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refill lebih dari 2 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis.
6. Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi
melalui alkalosis respiratorik
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan
7. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi
melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder :
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria
hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output

Intervensi:

a.Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan


haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi
c.Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan
cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil
Intervensi:
a.Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau
menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c.Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e.Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam
mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya
kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap odem
R: Jaringan odem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem, jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia
e. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
f. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan
tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
g. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada
kulit

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC


Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC,
1022
Muttaqin Arif, Sari Kumala. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Nahas & Levin. 2010. Kidney International, Chronic Kidney Disease As A Global Public
Health Problem.
Smeltzer. (2009). Brunner & Suddarths Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelpia :
Lippin cott
Suyono S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta Pusat. Interna Publishing.
2015:2315-2322.
Syamsir. 2017. Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai