Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

CA RECTI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktik Klinik KMB II


di Ruang 24a RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
YULIONE VICKY FAJAR
1601460020

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
2018
A. Pengertian
Kanker merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan
tidak terkendali.Kanker terjadi karena adanya perubahan genetik atau mutasi
Deoxyribonucleic Acid(DNA) yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan
pemulihan sel (LeMone, 2008).
Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang
khusus menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang
tidak terkendali(Kurniadi, 2012).
Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum.Rektum terletak di anterior sakrum
and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction terletak pada bagian akhir
mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh
peritoneum.Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah
ektraperitoneral(Samsuhidayat, 2004).

Gambar 1.Anatomi usus besar termasuk rectum

Rektum dengan proliferasi abnormal dan tahapan perkembangan stadium kanker


rektum
B. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Beberapa faktor risiko/faktor predisposisi terjadinya kanker rectum menurut
Brunner & Suddarth (2002) telah diidentifikasi sebagai berikut:
1) Diet rendah serat
Kebiasaan diet rendah serat adalah faktor penyebab utama, Bukitt (1971) dalam Prince &
Wilson (1995) mengemukakan bahwa diet rendah serat dan kaya karbohidrat refined
mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu
atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat
karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi
karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu masa transisi feses
meningkat, akibat kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah
lama.
2) Lemak
Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid menjadi senyawa
yang mempunyai sifat karsinogen.
3) Polip diusus (colorectal polyps)
Polip adalah pertumbuhan sel pada dinding dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi
pada orang berusia 50 tahun ke atas.Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi
beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
4) Inflamatory Bowel Disease
Orang dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis
ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.
5) Riwayat kanker pribadi
Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena kanker colorectal untuk
kedua kalinya.Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus
(endometrium), atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena
kanker colorectal.
6) Riwayat kanker colorectal pada keluarga
Jika mempunyai riwayat kanker colorectal pada keluarga, maka kemungkinan terkena
penyakit ini lebih besar, khususnya jika terkena kanker pada usia muda.
7) Faktor gaya hidup
Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak dan sedikit buah-
buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker colorectal serta
kebiasaan sering menahan tinja/defekasi yang sering.
8) Usia di atas 50
Kanker colorectal biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih tua. Lebih dari 90 persen
orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.
C. Patofisiologi
Karsinogenesis dan onkogenesis merupakan nama lain dari perkembangan kanker.
Proses perubahan sel normal menjadi sel kanker disebut transformasi maligna (Ignatavicius et
al, 2006). Karsinogen adalah substansi yang mengakibatkan perubahan pada struktur dan
fungsi sel menjadi sel yang bersifat otonom dan maligna.Trasformasi maligna diduga
mempunyai sedikitnya tiga tahapan proses selular yaitu inisiasi, promosi, dan progresi
(Basavanthappa, 2007; Smeltzer & Bare, 2002), yaitu :
a. Inisiasi (Carcinogen)
Pada tahap ini terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel
menjadi ganas.Perubahan ini disebabkan oleh status karsinogen berupa bahan kimia, virus,
radiasi atau sinar matahari yang berperan sebagai inisiator dan bereaksi dengan DNA yang
menyebabkan DNA pecah dan mengalami hambatan perbaikan DNA.Perubahan ini mungkin
dipulihkan melalui mekanisme perbaikan DNA atau dapat mengakibatkan mutasi selular
permanen.Mutasi ini biasanya tidak signifikan bagi sel-sel sampai terjadi karsinogenesis tahap
kedua.
b. Promosi (Co-carcinogen)
Pemajanan berulang terhadap agen menyebabkan ekspresi informasi abnormal. Pada
tahap ini suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Tahap promosi
merupakan hasil interaksi antara faktor kedua dengan sel yang terinisiasi pada tahap
sebelumnya. Faktor kedua sebagai agen penyebabnya disebut complete carcinogen karena
melengkapi tahap inisiasi dengan tahap promosi. Agen promosi bekerja dengan mengubah
informasi genetik dalam sel, meningkatkan sintesis DNA, meningkatkan salinan pasangan
gen dan merubah pola komunikasi antarsel. Pada masa antara inisiasi dan promosi merupakan
kunci konsep dalam pencegahan kanker, karena bila pada tahap ini dilakukan pencegahan
pemaparan karsinogen ulang seperti makanan berlemak, obesitas, rokok, dan alkohol akan
dapat menurunkan risiko terbentuknya formasi neoplastik.

c. Progresi (Complete Carcinogen )


Pada tahapan ini merupakan tahap akhir dari terbentuknya sel kanker atau
karsinogenesis.Sel-sel yang mengalami perubahan bentuk selama inisiasi dan promosi kini
melakukan perilaku maligna.Sel-sel ini sekarang menampakkan suatu kecenderungan untuk
menginvasi jaringan yang berdekatan (bermetastasis).
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti.Polip
dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai penyebab
langsung.Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon.
Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan
kanker kolorektal. Diet rendah serat dan kaya karbohidrat refined mengakibatkan perubahan
pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein
dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga
menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih
kecil. Selain itu masa transisi feses meningkat, akibat kontak zat yang berpotensi karsinogenik
dengan mukosa usus bertambah lama.
Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid menjadi
senyawa yang mempunyai sifat karsinogen. Menurut Physicians Committee for Responsible
Medicine, bakteri juga memiliki peranan dalam timbulnya kanker usus. Bakteri dapat mengubah
asam empedu, yang dikeluarkan oleh tubuh untuk membantu pencernaan lemak, menjadi suatu
senyawa-senyawa yang dapat memicu kanker.Senyawa-senyawa tersebut disebut sebagai asam
empedu sekunder.Asam empedu secara normal dikeluarkan oleh tubuh untuk mencerna lemak.
Semakin banyak lemak yang dikonsumsi, maka asam empedu yang dikeluarkan oleh tubuh
akan semakin banyak pula. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika beberapa bahan makanan
yang banyak mengandung lemak seperti daging merah, serta daging dan makanan olahan lain
yang berkadar lemak tinggi seperti keju, dapat meningkatkan risiko kanker usus. Konsumsi
alkohol juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker usus seperti halnya makanan yang
kaya akan gula, menurut World Cancer Research Fund.
Patologi Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas
atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat
cepat).Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium
awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang
relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua
bagian dari usus besar (Davey, 2006 : 335).
Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak
jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor
primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (paling sering ke hati). Kanker kolorektal dapat
menyebar melalui beberapa cara yaitu: secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan,
seperti ke dalam kandung kemih; melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan
mesokolon; melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke sistem
portal; penyebaran secara transperitoneal; penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau
lokasi drain. Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen
usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat
menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain (Gale, 2000).
Pada keluarga tertentu yang memiliki kecenderungan terhadap kanker, diduga bahwa
satu atau lebih gen kanker sudah bermutasidalam genom yang diwarisi. Pertumbuhan kanker
akan meningkat pada usia lebih dari 55 tahun. Banyak kanker terjadi diusia tua seperti kanker
prostat, kanker kolon, dan leukemia. Peningkatan masa hidup memungkinkan memanjangnya
paparan terhadap karsinogen dan terakumulasinya berbagai perubahan genetik serta penurunan
berbagai fungsi tubuh (Basavanthappa, 2007).Menurut P. Deyle (2005), perkembangan
karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase. Fase pertama ialah fase karsinogen yang bersifat
rangsangan, proses ini berjalan lama sampai puluhan tahun.Fase kedua adalah fase
pertumbuhan tumor tetapi belum menimbulkan keluhan (asimptomatis) yang berlangsung
bertahun-tahun juga.Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata.

D. Klasifikasi
Metode pentahapan yang dapat digunakan secara luas adalah klasifikasi Duke:(Brunner &
Suddarth, 2002)
Keteranagan:
T N M Dukes
Kelas A : Tumor
dibatasi pada mukosa
Stage 0 Tis N0 M0
dan submukosa

Stage I T1 N0 M0 A Kelas B : Penetrasi


melalui dinding usus
T2 N0 M0
Kelas C : invasi
kedalam sistem limfe
Stage II T3 N0 M0 B yang mengalir regional

Kelas D : metastase
T4 N0 M0
regional tahap lanjut
dan penyebaran yang
Stage III Any T N1 M0 C luas

Any T N2, N3 M0

Stage IV Any T Any N M1 D

TNM staging digunakan berdasarkan perjalanan penyakit kanker melalui tiga


parameter yaitu tumor size(T) atau ukuran tumor, lymph node (N) atau kelenjar getah bening
regional dan absence of metastasis(M) atau penyebaran jauh (Otto, 2003).
a) T (Tumor Primer : ukuran, luas dan kedalaman)
TX : tumor primer tidak dapat dikaji
T0 : tidak ada bukti tumor primer
Tis : karsinoma in-situ
T1, T2, T3, T4 : dari T1 sampai T4 tumor primer semakin besar dan semakin jauh
infiltrasi di jaringan dan alat yang berdekatan.
b) N (Metastasis Nodus : luas, dan lokasi kelenjar getah bening regional yang terkena)
NX : kelenjar getah bening regional tidak dapat dikaji
N0 : tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional
N1,N2,N3 : menunjukkan banyaknya kelenjar getah bening yang terlibat, dan ada atau
tidaknya infiltrasi di alat dan struktur yang berdekatan.
c) M (Metastasis : tidak ada atau ada penyebaran jauh penyakit)
MX : penyakit jauh tidak dapat dikaji
M0 : tidak ada penyebaran jauh dari penyakit
M1 : penyebaran penyakit jauh
Pada perkembangan selanjutnya, The American Joint Committee on Cancer (AJCC)
memperkenalkan TNM staging system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium
(Stadium I-IV) (Anderson, 2006).
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rectum, yaitu pada
mukosa saja.Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan
melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar dinding
rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.

3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun tidak
menyebar ke limfonodi.Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar
kebagian tubuh lainnya.Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau
ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer

E. Gambaran Klinis
Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan
kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan
rectal (Brunner & Suddarth, 2002). Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap
penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala yang paling menonjol
adalah(Brunner & Suddarth, 2002):
1) Perubahan kebiasaan defekasi
2) Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua
3) Gejala anemi tanpa diketahui penyebabnya
4) Anoreksia
5) Penurunan berat badan tanpa alasan
6) Keletihan
7) Mual dan muntah-muntah
8) Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya setelah BAB
9) Feses menjadi lebih sempit (seperti pita)
10) Perut sering terasa kembung atau keram perut
11) Gejala yang dihubungkan dengan lesi rectal adalah: evakuasi feses yang tidak
lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian (umumnya konstipasi),
serta feses berdarah.
Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe,
atau vena menimbulkan gejala gejala pada tungkai atau perineum, hemoroid, nyeri pinggang
bagian bawah, keinginan defekasi, atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan
pada alat-alat tersebut.
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan,
obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar
regional.Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam
peritoneum.Keluhan dan gejala sangat tergantung dari besarnya tumor.
Tumor pada Recti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum
menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon
desendens dan juga karena dindingnya lebih mudah melebar.Perdarahan biasanya
sedikit atau tersamar. Bila karsinoma Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi
obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau
vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon desendens yang lebih cepat
menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.
Pertimbangan gerontologi, insiden karsinoma kolon dan rectum meningkat
sesuai usia. Kanker ini biasanya ganas pada lansia, gejala sering tersembunyi yaitu:
keletihan hampir selalu ada akibat anemia defisiensi besi primer, nyeri abdomen,
obstruksi, tenesmus, dan perdarahan rectal.
F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang dan Pemeriksaan Fisik
Untuk menegakkan diagnosa yang tepat diperlukan (Sudjatmiko, 2010):
1) Anamnesis yang teliti, meliputi:
a) Perubahan pola/kebiasaan defekasi baik berupa diare maupun konstipasi (change of
bowel habit)
b) Frekuensi, konsistensi tinja
c) Perdarahan per anus
d) Tenesmus
e) Nyeri perut : kolik, menetap
f) Penurunan berat badan
g) Faktor predisposisi:
 Riwayat kanker dalam keluarga
 Riwayat polip usus
 Riwayat kolitis ulserosa
 Riwayat kanker pada organ lain (payudara/ovarium)
 Uretero-sigmoidostomi
 Kebiasaan makan (tinggi lemak rendah serat)
2) Pemeriksaan fisik dengan perhatian pada:
a) Status gizi
b) Anemia
c) Benjolan/massa di abdomen
d) Nyeri tekan
e) Pembesaran kelenjar limfe
f) Pembesaran hati/limpa
g) Colok rectum (rectal toucher) ditemukan darah dan lendir, tonus sfingter ani
keras/lembek, mukosa kasar, kaku biasanya dapat digeser, ampula rectum
kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba atau tidak.
3) Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
a) Test darah samar: terkadang kanker atau polip mengeluarkan darah, dan FOBT
dapat mendeteksi jumlah darah yang sangat sedikit dalam kotoran. Karena tes ini
hanya mendeteksi darah, tes-tes lain dibutuhkan untuk menemukan sumber darah
tersebut. Kondisi jinak (seperti hemoroid) juga bisa menyebabkan darah dalam
kototran.
b) Carcino embryonic antigen (CEA): pada eksisi tumor komplet kadar CEA yang
meningkat harus kembali ke normal dalam 48 jam, peningkatan CEA pada tanggal
selanjutnya menunjukan kekambuhan. Ditemukan tahun 1965 oleh Gold &
Freedman. Glikoprotein dengan BM 180.000 dalton. CEA di bentuk di saluran
gastro-intertinal dan pancreas sebagai antigen pada permukaan sel yang selanjutnya
di sekresikan ke dalam cairan tubuh. CEA sebagai petanda tumor untuk kanker
kolorektal, oesofagus, pankreas, lambung, hati, payudara, ovarium dan paru-paru.
Pemeriksaan CEA untuk pemantauan terapi dan meramalkan prognosis:
 CEA > 20 ng/mL preoperasi keganasan tinggi (pronosis Kurang baik)
CEA > 2.5 ng/ml Postoperasi adanya kekambuhan 80 % (18 bln
mendatang
CEA < 20 ng/ml Metastase

b. Digital rectal examination (DRE)


Dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal.Kurang lebih 75% karsinoma
rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rectal. Pemeriksaan digital akan mengenali
tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan
menggaung.
c. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin sebelum dilakukan
pemeriksaan lain. Pada pemeriksaan ini akan tampak filling defect biasanya sepanjang
5-6cm berbentuk anular atau apple core. Dinding usus tampak rigid dan gambaran
mukosa rusak.
a) Foto Kolorektal: dengan barium enema dan kontras ganda
b) Ultra Sonografi: identifikasi metastase dan menilai reseklabilitas
c) Intra venous pyelograply (IVP) : menilai infiltrate ke system urinary
d) Thoraks foto: menilai adanya metastase paru
d. Endoskopi dan biopsy
a) Protoskopi: deteksi kelainan 8-10 cm dari anus (polip rekti, hemorrhoid, karsinoma
rectum)
b) Sigmoidoskopi: mencapai 20-25 cm dari anus, untuk diagnistik dan kauterisasi.
c) Kolonoskopi: dapat mencapai sakrum.
e. Ultrasonografi
Uraian tentang prosedur diagostik dijelaskan lebih lanjut dalam fokus pengkajian
keperawatan.
G. Penatalaksanaan
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal.Beberapa adalah terapi standar
dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi standar untuk kanker
rektal yang sering digunakan antara lain:
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk
stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga
dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode
penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical
treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum
pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker
rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III.Pada
pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan
kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi
atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal
(Anderson, 2006).
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur
pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 1993 dalam
Brunner & Suddarth, 2002):
a) Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisi
pertumbuhan pembuluh darah, dan nodus limfatik)
b) Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor
dan prosi sigmoid dan semua rectum serta sfingkter anal)
c) Kolostomi sementara diikuti reanastomosis reseksi segmental dan anastomisis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan
persiapan usus sebelum reseksi)
d) Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak
dapat direseksi)
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan
pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal.Kolostomi adalah pembuatan
lubang (stoma) pada kolon secara bedah.Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi
sementara atau permanen.Ini memungkinkan drainase atau evakuasi ini kolon keluar
tubuh.Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang
ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi jaringan sekitar (Brunner & Suddarth,
2002).
Prosedur pelaksanaan reseksi dan kolostomi (Brunner & Suddarth, 2002):
Jahitan
oeritoneum

Kolostomi

Tumor
rektum

1. sebelum pembedahan 2. Selama pembedahan, sigmoid diangkat dan dibuatkan


kolostomi. Usus distal telah didiseksi bebas pada titik
dibawah peritoneum pelvis bawah, yang djahit diatas ujung
tertututp dari sigmoid distal dan rektum

Kolostomi

Drein perineal Luka perineal yang sembuh

3. Reseksi perineal mencakup pengangkatan 4. Hasil akhir setelah penyembuhan dengan


rectum dan porsi bebas dari sigmoid kolostomi permanen.
bawah, drein perineal diinsersi.

Indikasi kolostomi :

Kurnia (2012) memaparkan, sekitar 100.00 orang yang dilakukan indikasi


pemasangan stoma pada umumnya disebabkan oleh kanker kolorektal, kanker kandung
kemih, kolitis ulseratif, penyait Crohn, diverticulitis, obstruksi, inkontinensia urin dan fekal,
dan trauma. Indikasi pemasangan kolostomi pada neonatus dan dewasa tentu berbeda.
Lukong, Jabo, dan Mfuh (2012) melakukan penelitian terhadap 38 neonatus, dan indikasi
pemasangan kolostomi yang ditemukan adalah karena malformasi anorektal (97,4%) dan
atresia kolon (2,6%).
Jenis Kolostomi :
 Loop Stoma atau transversal
Loop stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan membuat mengangkat
usus ke permukaan abdomen, kemudian membuka dinding usus bagian anterior
untuk memungkinkan jalan keluarnya feses. Biasanya pada loop stoma selama 7
hingga 10 hari pasca pembedahan disangga oleh semacam tangkai plastik agar
mencegah stoma masuk kembali ke dalam rongga abdomen.

 End Stoma
End stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan memotong usus dan
mengeluarkan ujung usus proksimal ke permukaan abdomen sebagai stoma tunggal.
Usus bagian distal akan diangkat atau dijahit dan ditinggalkan dalam rongga
abdomen.

 Tube Caecostomies

Stoma pada Tube Caecostomies bukan merupakan stoma dari kolon, karena
kolon tidak dikeluarkan hingga ke permukaan abdomen. Tipe kolostomi ini
menggunakan kateter foley yang masuk ke dalam sekum hingga ujung apendiks
pasca operasi apendiktomi melalui dinding abdomen. Kateter ini membutuhkan
irigasi secara teratur untuk mencegah sumbatan.
b. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi dapat
menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah
sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah
diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu.
Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan
setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan risiko kekambuhan lokal di pelvis
sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi
telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada
otak.Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki
tumor lokal yang unresectable(Mansjoer, 2000).
c. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit residual
tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana
tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol (Stadium II lanjut
dan Stadium III).Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan
dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan.5-FU merupakan anti
metabolit dan leucovorin memperbaiki respon.Agen lainnya, levamisole (meningkatkan
sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin).Protokol ini menurunkan angka
kekambuhan kira-kira 15% dan menurunkan angka kematian kira-kira sebesar 10%
(Mansjoer, 2000).

H. Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau
lengkap.Pertumbuhan dan ulserasi juga dapat menyerang pembuluh darah sekitar rectum yang
menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok (Brunner & Suddarth, 2002).
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :
a) Obstruksi usus partial atau lengkap
Obstruksi usus adalah penyumbatan parsial atau lengkap dari usus yang menyebabkan
kegagalan dari isi usus untuk melewati usus.
b) Hemorhargi
c) Perfosi dan dapat mengakibatkan pembentukan abses
d) Peritonotis
e) Syok
Syok merupakan keadaan gagalnya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat gangguan peredaran
darah atau hilangnya cairan tubuh secara berlebihan.

I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1) PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
membuat rencana asuhan keperawatan klien.
Data Fokus
Data subjektif:
- Klien mengatakan mengalami berak darah
- Klien mengeluh nyeri pada perut
- Klien mengaku sering mengonsumsi daging, makanan berlemak dan tidak suka
mengonsumsi makanan berserat dan sayuran
- Klien mengeluh ada perubahan pola defekasi (konstipasi)
- Klien mengeluh mual muntah
- Klien mengeluh nafsu makannya menurun
- Klien mengeluh berat badannya turun tanpa sebab
- Klien mengeluh keletihan
- Klien mengeluh merasa sensasi seperti belum selesai BAB (masih ingin tapi sudah
tidak bisa keluar) dan perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses menjadi lebih
sempit).
Data objektif:
- Klien tampak pucat
- Klien tampak meringis
- Klien tampak lemas
- Bising usus dapat menurun (<3x/menit)
- Teraba masa di rektum
- Klien tampak kurus

Pengkajian menggunakan 11 Pola Fungsional Gordondan pemeriksaan fisik.


Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kanker rektum mulai dari sebelum
masuk rumah sakit sampai dengan saat sudah dirawat di rumah sakit adalah sebagai
berikut:
1. Persepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan
a) Deskripsi pasien tentang status kesehatan secara umum dan perubahan status kesehatan
dalam kurun waktu tertentu: riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi
tentang perasaan lelah, adanya nyeri abdomen atau rectal dan karakternya (lokasi,
frekuensi, durasi berhubungan dengan makan atau defekasi).
b) Riwayat sakit pasien sebelumnya: apakah pasien pernah mengalami penyakit usus
inflamasi kronis atau polip kororektal, operasi dan riwayat dirawat di rumah sakit
sebelumnya.
c) Aktivitas yang dilakukan pasien dalam pencegahan penyakit.
d) Obat-obatan dan vitamin yang diminum sekarang dan persepsi pasien terhadap pengobatan
dan perawatan yang dijalani.
e) Alergi makanan atau obat-obatan.
f) Persepsi pasien terhadap penyebab sakit saat ini dan upaya yang dilakukan serta apakah
upaya tersebut telah dapat membantu mengatasi permasalahan pasien.
g) Penggunaan alkohol, tembakau dan obat-obatan.
h) Riwayat penyakit keluarga: apakah salah satu keluarga ada yang menderita penyakit
kolorektal.
i) Dikaji pula pengetahuan pasien tentang penyakit termasuk penatalaksanaannya.

2. Nutrisi-Metabolik
Makan
a) Kaji tipe intake makanan sehari-hari (pada waktu pasien belum masuk rumah sakit),
meliputi jenis makanan yang dikonsumsi, frekuensi, porsi makanan yang habis
dikonsumsi, waktu makan dan snack.
b) Nafsu makan saat ini apakah mengalami penurunan atau tidak. Pada beberapa kasus dapat
ditemukan pasien mengalami penurunan nafsu makan.
c) Adakah perubahan pada sensasi kecap.
d) Intake makanan terakhir yang dikonsumsi sebelum masuk rumah sakit.
e) Pembatasan diet atau tipe makanan yang diresepkan di rumah sakit.
f) Porsi makanan yang habis dikonsumsi di rumah sakit.
g) Kesulitan dalam mengunyah atau menelan makanan.
h) Kehilangan BB yang terjadi saat ini.
i) Ada atau tidaknya penggunaan alat bantu nutrisi seperti NGT
j) Penggunaan suplemen, atau vitamin tertentu.
k) Mual atau muntah (berapa kali muntah).
Note: pengkajian riwayat makanan yang sering dimakan oleh pasien sangat penting untuk
dikaji terkait dengan kanker rectum yang dialami oleh pasien, pengkajian ditekankan pada
kebiasaan pasien dalam mengonsumsi lemak dan makanan kurang serat dan riwayat adanya
penurunan berat badan yang tanpa alas an.
Minum
a) Kaji intake minum sehari-hari.
b) Adakah rasa haus yang berlebih.
c) Minuman yang telah dikonsumsi, jumlahnya berapa ml atau gelas.
d) Kaji jumlah cairan melalui IV yang telah masuk sehingga diketahui cairan masuk pada
pasien.
3. Eliminasi
BAB
a. Frekuensi BAB perhari, konsistensi feses, warna feses, ada tidaknya darah atau lendir.
b. BAB pasien yang terakhir.
c. Adanya konstipasi atau tidak.
d. Adanya penggunaan alat bantu ekskratory seperti kolostomi.
e. Adanya penggunaan laksatif atau tidak.
f. Adanya perubahan pada defekasi.
BAK
a. Frekuensi BAK, warna, jernih/tidak, ada darah/tidak, jumlah urine (ml)
b. Nyeri saat berkemih
c. Penggunaan kateter
d. Penggunaan obat diuretik
4. Aktivitas-latihan
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan/Minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi
Berpindah
Ambulasi Rom

0 : Mandiri 3 : Dibantu orang lain dan alat


1 : Alat bantu 4 : Tergantung total
2 : Dibantu orang lain
Hal-hal yang perlu dikaji lainnya:
a) Persepsi respon terhadap aktivitas seperti pusing, lemah.
b) Aktivitas pada waktu luang dan rekreasi

5. Istirahat dan Tidur


a) Kebiasaan tidur (berapa jam)
b) Kebiasaan tidur siang
c) Perubahan tidur yang terjadi
d) Perasaan setelah bangun tidur
e) Permasalahan tidur yang dialami seperti kesulitan tertidur kembali setelah bangun,
insomnia.
f) Penggunaan obat tidur
g) Ritual khusus sebelum tidur
h) Kondisi lingkungan seperti kebisingan, kondisi tempat tidur atau hospitalisasi yang
mempengaruhi tidur pasien.

6. Kognitif-Perseptual
a) Status pendengaran seperti gangguan pendengaran, ataupun penggunaan alat bantu
dengar.
b) Status penglihatan seperti gangguan penglihatan dan penggunaan kaca mata.
c) Pengecap dan pembau.
d) Sensasi perabaan seperti masalah dengan sensasi perabaan seperti baal atau kesemutan.
e) Nyeri yang meliputi PQRST (pencetus, kualitas nyeri, lokasi, skala dan waktu munculnya
nyeri). Pasien biasanya akan mengeluhkan mengalami nyeri pada abdomen dan tenesmus.
f) Fungsi kognisi dalam memori istilah, ingatan jangka pendek, ingatan jangka panjang
g) Riwayat setiap perubahan dalam level kesadaran atau periode kebingungan
h) Komunikasi yang meliputi bahasa utama, bahasa lain, tingkatpendidikan, kemampuan
membaca dan menulis
i) Derajat kemampuan memecahkan masalah, dan derajat kemampuan pengambilan
keputusan.
j) Perasaan berputar, riwayat pingsan, kejang atau sakit kepala.
k) Kemampuan memahami dan manajemen nyeri yang dilakukan.

7. Persepsi diri dan Konsep diri


a) Perasaan pasien berhubungan dengan keadaan/penyakitnyaharga diri, ideal, identitas,
gambaran diri.
b) Deskripsi pasien tentang diri sendiri.
c) Adanya ketakutan, kecemasan dan depresi atau merasa kehilangan kontrol.
d) Pengalaman yang berhubungan dengan perasaan keputusasaan.

8. Peran dan Hubungan


a) Bentuk struktur keluarga
b) Cara hidup seperti sendirian, dengan keluarga
c) Peran dalam keluarga (pemberi perawatan di rumah, pencari nafkah)
d) Persepsi dari efek masalah kesehatan saat ini atau situasi saat ini terhadap peran.
e) Kepuasan/ketidakpuasan terhadap peran
f) Kecukupan keuangan untuk memenuhi kebutuhan saat ini
g) Kecukupan dukungan atau hubungan keluarga untuk memenuhi kebutuhan saat ini
h) Pekerjaan dan status pekerjaan
i) Masalah keluarga berhubungan dengan perawatan
j) Komunikasi antar anggota keluarga.

9. Seksual dan Reproduksi


a) Jenis kelamin.
b) Jumlah anak.
c) Masalah dengan menstruasi.
d) Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit.
e) Riwayat reproduksi, hamil terakhir, riwayat melahirkan.
f) Kontrasepsi yang digunakan.

10. Koping-Stres
a) Perubahan, masalah saat ini, kejadian yang menyebabkan stress.
b) Krisis saat ini misalhnya hospitalisasi, sakit.
c) Level stress saat ini.
d) Penggunaan obat atau alkohol untuk koping.
e) Metode koping yang digunakan.
f) Penggunaan koping tersebut untuk mengatasi masalah.
g) Kehilangan atau perubahan besar yang dialami di masa lalu.
h) Orang terdekat dengan pasien.

11. Nilai dan Kepercayaan


a) Agama yang dianut.
b) Aktivitas sembahyang pasien.
c) Pantangan agama atau keyakinan tertentu.
d) Permintaan kunjungan rohaniwan.
e) Kepercayaan spiritual yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dan praktek
kesehatan.
f) Kepercayaan kultural yang berhubungan dengan kesehatan dan nilai.
g) Persepsi terhadap kepuasan hidup.
Selain 11 Pola Fungsional Gordon, pemeriksaan fisik yang perlu dikaji pada pasien
dengan kanker rectum antara lain:
1. Kulit, Rambut dan Kuku
Inspeksi: warna kulit, kondisi kuku, warna kuku, kebersihan kulit kepala, kaji warna rambut,
kebersihan kulit, turgor, oedem.
2. Kepala dan Leher
Inspeksi: bentuk kepala.
Palpasi: nyeri tekan, distensi vena jugularis, ada/tidak benjolan pada kepala.
3. Mata dan Telinga
a) Mata
Inspeksi: bentuk bola mata, pergerakan bola mata, ptosis ada/tidak, nistagmus ada/tidak,
refleks cahaya pada kedua mata, sklera/konjungtiva.
Palpasi: nyeri tekan bola mata, benjolan pada mata.
b) Telinga
Inspeksi: bentuk daun telinga, kebersihan liang telinga, ada/tidaknya lesi pada telinga,
bengkak atau peradangan pada mastoid ada/tidak, adanya serumen atau tidak, adanya otitis
media atau tidak.
Palpasi: nyeri tekan ada/tidak.
4. Sistem Pernafasan:
Inspeksi: bentuk dada, saat inspirasi apakah ada bagian yang tertinggal, ada tidaknya retraksi
otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, RR = x/menit, apakah ada batuk.
Palpasi:taktil fremitus pada kedua lapang paru, kondisi kulit dinding dada, nyeri tekan,
massa, pembengkakan atau benjolan, kesimetrisan ekspansi
Perkusi:pada daerah yang terdapat udara terdengar hipersonor dan pada daerah yang terdapat
cairan terdengar suara pekak.
Auskultasi:suara napas apakah vesikuler atau ronchi. (Pada umumnya, area paru yang terdapat
infiltratnya akan terdengar ronchi).
5. Sistem Kardiovaskular :
Nyeri dada  Ya  Tidak
Palpitasi  Ya  Tidak
CRT < 3 dtk > 3 dtk
Inspeksi: kaji letak ictus cordis (letak ictus cordis normal berada pada ICS 5 pada linea medio
claviculas kiri selebar 1 cm).
Palpasi: denyut jantung teraba/tidak, HR = x/menit, irama dan kedalaman denyut jantung.
Perkusi:pergeseran letak jantung.
Auskultasi:Bunyi jantung S1 S2, ada gallop atau tidak, adanya murmur atau tidak ada.
(pada umumnya, pasien mengalami nyeri dada dan dapat diikuti dengan peningkatan tanda-
tanda vital. Selain itu, nilai analisa gas darah juga mungkin abnormal yang dapat ditandai
dengan gejala sesak nafas, CRT > 3 detik).
6. Payudara Pria dan Wanita
Inspeksi:bentuk payudara, apakah adanya luka atau tidak, warna kulit disekitar payudara.
Palpasi:apakah ada nyeri tekan atau tidak, apakah teraba massa atau tidak.
7. Sistem Gastrointestinal
Inspeksi: bentuk abdomen, asites ada/tidak ada, mukosa (lembab/kering/stomatitis).
Palpasi: nyeri tekan ada/tidak ada, ada/tidak teraba benjolan.
Perkusi: terdengar suara timpani pada lambung (regio kiri atas) dan pekak pada regio yang
lain.
Auskultasi:peristaltik: ... x/mnt
8. Sistem Urinarius
Penggunaan alat bantu/ kateter, adanya nyeri tekan kandung kencing, gangguan eliminasi urin
(anuria/oliguria/retensi/inkontinensia/nokturia)
Lain-lain:
Palpasi:nyeri tekan, ada tidaknya benjolan, ada tidaknya distensi.
Perkusi:terdengar suara timpani pada pelvis.
9. Sistem Reproduksi Wanita/Pria
Inspeksi: kaji kondisi alat kelamin, kebersihan, ada peradangan atau benjolan.
10. Sistem Saraf
GCS (Eye, Verbal, Motorik)
Gerakan involunter: ada/tidak ada tremor pada lidah, tangan.
11. Sistem Muskuloskeletal
Hal-hal yang perlu dikaji: kemampuan pergerakan sendi (bebas/terbatas), ada tidaknya
deformitas, kekakuan, nyeri sendi/otot, sianosis atau edema pada ektremitas, akral.
12. Sistem Imun
Hal-hal yang perlu dikaji: perdarahan gusi, perdarahan lama, pembengkakan
keletihan/kelemahan. Pada umumnya, dapat ditemukan pasien mengalami keletihan dan
kelemahan akibat penurunan suplai oksigen ke jaringan perifer.
13. Sistem Endokrin:
Hal-hal yang perlu dikaji: kadar glukosa.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus
sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Peningkatan bunyi usus/peristaltik
 Peningkatan defekasi cair
 Perubahan warna feses
 Nyeri/kram abdomen
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status
hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk
 Peningkatan bunyi usus
 Konjungtiva dan membran mukosa pucat
 Mual, muntah, diare

3) Nyeri Kronis b/d: Biologis; aktivitas proses penyakit (kanker,trauma)


4) Koping individu tak efektif b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang
adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem
pendukung tak adekuat)
Ditandai dengan:
 Menyatakan ketidakmampuan menghadapi masalah, putus asa, ansietas
 Menyatakan diri tidak berharga
 Depresi dan ketergantungan
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Ditandai dengan:
 Mengajukan pertanyaan, meminta informasi atau kesalahan pernyataan konsep
 Tidak akurat mengikuti instruksi
 Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah

I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


DX Kep 1 : Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial
lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.
Intervensi Rasional
1. Bantu kebutuhan defekasi (bila tirah 1. Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa
baring siapkan alat yang diperlukan tanda sehingga perlu diantisipasi dengan
dekat tempat tidur, pasang tirai dan menyiapkan keperluan klien.
segera buang feses setelah defekasi).
2. Tingkatkan/pertahankan asupan 2. Mencegah timbulnya maslah kekurangan
cairan per oral. cairan.
3. Ajarkan tentang makanan-minuman
yang dapat memperburuk/mencetus- 3. Membantu klien menghindari agen
kan diare. pencetus diare.
4. Observasi dan catat frekuensi
defekasi, volume dan karakteristik
feses. 4. Menilai perkembangan maslah.
5. Observasi demam, takikardia, letargi,
leukositosis, penurunan protein 5. Mengantisipasi tanda-tanda bahaya
serum, ansietas dan kelesuan. perforasi dan peritonitis yang
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan memerlukan tindakan kedaruratan.
sesuai program terapi (antibiotika, 6. Antibiotika untuk
antikolinergik, kortikosteroid). membunuh/menghambat pertumbuhan
agen patogen biologik, antikolinergik
untuk menurunkan peristaltik usus dan
menurunkan sekresi digestif,
kortikosteroid untuk menurunkan proses
inflamasi.

DX Kep 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien,
status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Intervensi Rasional
1. Pertahankan tirah baring selama fase 1. Menurunkan kebutuhan metabolik
akut/pasca terapi untuk mencegah penurunan kalori
2. Bantu perawatan kebersihan rongga dan simpanan energi.
mulut (oral hygiene). 2. Meningkatkan kenyamanan dan
3. Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk selera makan.
yang sesuai perkembangan kesehatan 3. Asupan kalori dan protein tinggi
klien (lunak, bubur kasar, nasi biasa) perlu diberikan untuk mengimbangi
4. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai status hipermetabolisme klien
indikasi (roborantia) keganasan.
5. Bila perlu, kolaborasi pemberian nutrisi 4. Pemberian preparat zat besi dan
parenteral. vitamin B12 dapat mencegah
anemia; pemberian asam folat
mungkin perlu untuk mengatasi
defisiensi karen amalbasorbsi.
5. Pemberian peroral mungkin
dihentikan sementara untuk
mengistirahatkan saluran cerna.

Dx Kep 3 : Nyeri Kronis b/d: Biologis; aktivitas proses penyakit (kanker,trauma)


Intervensi Rasional
Mandiri: 1.
1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik,
intensitas (skala 0-10).
2. Berikan tindakan kenyamanan, mis.,
perawtan mulut, pijatan punggung, ubah
posisi.
3. Dorong penggunaan tehnik relaksasi,
mis., bimbingan imajinasi,visualisasi.
4. Bantu melakukan latihan rentang
gerak dan dorong ambulasi dini. Hindari
posisi duduk lama.
5. Selidiki dan laporkan adanya
kekakuan otot abdominal dan nyeri
tekan

Kolaborasi :
6.Berikan obat sesuai indikasi, mis.,
narkotik, analgesik.
7.Berikan rendam duduk.

Dx Kep 4 : Koping individu tak efektif (koping menyangkal/defensif/depresi/agresi) b/d


intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman
kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat).
Intervensi Rasional
1. Bantu klien mengembangkan strategi 1. Penderita kanker tahap dini dapat
pemecahan masalah yang sesuai hidup survive dengan
didasarkan pada kekuatan pribadi dan mengikuti program terapi yang
pengalamannya. tepat dan dengan pengaturan diet
2. Mobilisasi dukungan emosional dari dan aktivitas yang sesuai
orang lain (keluarga, teman, tokoh 2. Dukungan SO dapat membantu
agama, penderita kanker lainnya) meningkatkan spirit klien untuk
3. Kolaborasi terapi medis/keperawatan mengikuti program terapi.
psikiatri bila klien mengalami 3. Terapi psikiatri mungkin diperlukan
depresi/agresi yang ekstrim. pada keadaan depresi/agresi yang
4. Kaji fase penolakan-penerimaan klien berat dan lama sehingga dapat
terhadap penyakitnya (sesuai teori memperburuk keadaan kesehatan
Kubler-Ross) klien.
4. Menilai perkembangan masalah
klien.
Dx Kep 5 : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatanb/d
kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang 1. Proses pembelajaran sangat
terdekat dan dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
kemampuan/kesiapan belajar klien. mental klien.
2. Jelaskan tentang proses penyakit, 2. Meningkatkan pengetahuan klien
penyebab/faktor risiko, dan dampak tentang masalah yang dialaminya
penyakit terhadap perubahan status 3. Meningkatkan partisipasi dan
kesehatan-sosio-ekonomi, fungsi-peran kemandirian klien untuk mengikuti
dan pola interaksi sosial klien. program terapi
3. Jelaskan tentang terapi pembedahan, 4. Penderita kanker yang mengikuti
radiasi dan kemoterapi serta efek program terapi yang tepat dengan
samping yang dapat terjadi status gizi yang adekuat
4. Tekankan pentingnya mempertahan-kan meningkatkan kualitas hidupnya.
asupan nutrisi dan cairan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2006. Cancer Facts and Figures 2006. Atlanta: American Cancer Society
Inc.

Anderson. 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer Center. University of
Texas.

Basavanthappa, B.T. 2003. Medical Surgical Nursing. New Delhi : Jaypee. 111-134.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.Vol. 2. Jakarta:EGC

Dochtermen, J. et al. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). Fourth Edition. USA:Mosby
Elsevier.

Doenges at al. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC.

Herdman, T.H. 2012. Nanda International : Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014.Jakarta:EGC.

Ignatavicius, D.D. et al. 2006, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, 2nd edition,
W.B. Saunders Company, Philadelphia.

LeMone, P. et al. 2008.Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in Client Care. Volume 2

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Media Aesculapius.

Otto, S. E. 2003.Buku Saku Keperawatan Oncologi. Jakarta : EGC. 1-123

Price & Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta:EGC.

Samsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, Jakarta: BP FKUI.

Sudjatmiko. 2012. Kolon-Rektum dan Anus. Laboratorium Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.

University IOWA. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition. Mosby Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai