CA RECTI
Oleh :
YULIONE VICKY FAJAR
1601460020
D. Klasifikasi
Metode pentahapan yang dapat digunakan secara luas adalah klasifikasi Duke:(Brunner &
Suddarth, 2002)
Keteranagan:
T N M Dukes
Kelas A : Tumor
dibatasi pada mukosa
Stage 0 Tis N0 M0
dan submukosa
Kelas D : metastase
T4 N0 M0
regional tahap lanjut
dan penyebaran yang
Stage III Any T N1 M0 C luas
Any T N2, N3 M0
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun tidak
menyebar ke limfonodi.Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar
kebagian tubuh lainnya.Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau
ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer
E. Gambaran Klinis
Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan
kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan
rectal (Brunner & Suddarth, 2002). Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap
penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala yang paling menonjol
adalah(Brunner & Suddarth, 2002):
1) Perubahan kebiasaan defekasi
2) Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua
3) Gejala anemi tanpa diketahui penyebabnya
4) Anoreksia
5) Penurunan berat badan tanpa alasan
6) Keletihan
7) Mual dan muntah-muntah
8) Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya setelah BAB
9) Feses menjadi lebih sempit (seperti pita)
10) Perut sering terasa kembung atau keram perut
11) Gejala yang dihubungkan dengan lesi rectal adalah: evakuasi feses yang tidak
lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian (umumnya konstipasi),
serta feses berdarah.
Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe,
atau vena menimbulkan gejala gejala pada tungkai atau perineum, hemoroid, nyeri pinggang
bagian bawah, keinginan defekasi, atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan
pada alat-alat tersebut.
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan,
obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar
regional.Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam
peritoneum.Keluhan dan gejala sangat tergantung dari besarnya tumor.
Tumor pada Recti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum
menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon
desendens dan juga karena dindingnya lebih mudah melebar.Perdarahan biasanya
sedikit atau tersamar. Bila karsinoma Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi
obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau
vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon desendens yang lebih cepat
menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.
Pertimbangan gerontologi, insiden karsinoma kolon dan rectum meningkat
sesuai usia. Kanker ini biasanya ganas pada lansia, gejala sering tersembunyi yaitu:
keletihan hampir selalu ada akibat anemia defisiensi besi primer, nyeri abdomen,
obstruksi, tenesmus, dan perdarahan rectal.
F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang dan Pemeriksaan Fisik
Untuk menegakkan diagnosa yang tepat diperlukan (Sudjatmiko, 2010):
1) Anamnesis yang teliti, meliputi:
a) Perubahan pola/kebiasaan defekasi baik berupa diare maupun konstipasi (change of
bowel habit)
b) Frekuensi, konsistensi tinja
c) Perdarahan per anus
d) Tenesmus
e) Nyeri perut : kolik, menetap
f) Penurunan berat badan
g) Faktor predisposisi:
Riwayat kanker dalam keluarga
Riwayat polip usus
Riwayat kolitis ulserosa
Riwayat kanker pada organ lain (payudara/ovarium)
Uretero-sigmoidostomi
Kebiasaan makan (tinggi lemak rendah serat)
2) Pemeriksaan fisik dengan perhatian pada:
a) Status gizi
b) Anemia
c) Benjolan/massa di abdomen
d) Nyeri tekan
e) Pembesaran kelenjar limfe
f) Pembesaran hati/limpa
g) Colok rectum (rectal toucher) ditemukan darah dan lendir, tonus sfingter ani
keras/lembek, mukosa kasar, kaku biasanya dapat digeser, ampula rectum
kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba atau tidak.
3) Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
a) Test darah samar: terkadang kanker atau polip mengeluarkan darah, dan FOBT
dapat mendeteksi jumlah darah yang sangat sedikit dalam kotoran. Karena tes ini
hanya mendeteksi darah, tes-tes lain dibutuhkan untuk menemukan sumber darah
tersebut. Kondisi jinak (seperti hemoroid) juga bisa menyebabkan darah dalam
kototran.
b) Carcino embryonic antigen (CEA): pada eksisi tumor komplet kadar CEA yang
meningkat harus kembali ke normal dalam 48 jam, peningkatan CEA pada tanggal
selanjutnya menunjukan kekambuhan. Ditemukan tahun 1965 oleh Gold &
Freedman. Glikoprotein dengan BM 180.000 dalton. CEA di bentuk di saluran
gastro-intertinal dan pancreas sebagai antigen pada permukaan sel yang selanjutnya
di sekresikan ke dalam cairan tubuh. CEA sebagai petanda tumor untuk kanker
kolorektal, oesofagus, pankreas, lambung, hati, payudara, ovarium dan paru-paru.
Pemeriksaan CEA untuk pemantauan terapi dan meramalkan prognosis:
CEA > 20 ng/mL preoperasi keganasan tinggi (pronosis Kurang baik)
CEA > 2.5 ng/ml Postoperasi adanya kekambuhan 80 % (18 bln
mendatang
CEA < 20 ng/ml Metastase
Kolostomi
Tumor
rektum
Kolostomi
Indikasi kolostomi :
End Stoma
End stoma merupakan jenis kolostomi yang dibuat dengan memotong usus dan
mengeluarkan ujung usus proksimal ke permukaan abdomen sebagai stoma tunggal.
Usus bagian distal akan diangkat atau dijahit dan ditinggalkan dalam rongga
abdomen.
Tube Caecostomies
Stoma pada Tube Caecostomies bukan merupakan stoma dari kolon, karena
kolon tidak dikeluarkan hingga ke permukaan abdomen. Tipe kolostomi ini
menggunakan kateter foley yang masuk ke dalam sekum hingga ujung apendiks
pasca operasi apendiktomi melalui dinding abdomen. Kateter ini membutuhkan
irigasi secara teratur untuk mencegah sumbatan.
b. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi dapat
menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah
sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah
diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu.
Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan
setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan risiko kekambuhan lokal di pelvis
sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi
telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada
otak.Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki
tumor lokal yang unresectable(Mansjoer, 2000).
c. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit residual
tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana
tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol (Stadium II lanjut
dan Stadium III).Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan
dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan.5-FU merupakan anti
metabolit dan leucovorin memperbaiki respon.Agen lainnya, levamisole (meningkatkan
sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin).Protokol ini menurunkan angka
kekambuhan kira-kira 15% dan menurunkan angka kematian kira-kira sebesar 10%
(Mansjoer, 2000).
H. Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau
lengkap.Pertumbuhan dan ulserasi juga dapat menyerang pembuluh darah sekitar rectum yang
menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok (Brunner & Suddarth, 2002).
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :
a) Obstruksi usus partial atau lengkap
Obstruksi usus adalah penyumbatan parsial atau lengkap dari usus yang menyebabkan
kegagalan dari isi usus untuk melewati usus.
b) Hemorhargi
c) Perfosi dan dapat mengakibatkan pembentukan abses
d) Peritonotis
e) Syok
Syok merupakan keadaan gagalnya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat gangguan peredaran
darah atau hilangnya cairan tubuh secara berlebihan.
2. Nutrisi-Metabolik
Makan
a) Kaji tipe intake makanan sehari-hari (pada waktu pasien belum masuk rumah sakit),
meliputi jenis makanan yang dikonsumsi, frekuensi, porsi makanan yang habis
dikonsumsi, waktu makan dan snack.
b) Nafsu makan saat ini apakah mengalami penurunan atau tidak. Pada beberapa kasus dapat
ditemukan pasien mengalami penurunan nafsu makan.
c) Adakah perubahan pada sensasi kecap.
d) Intake makanan terakhir yang dikonsumsi sebelum masuk rumah sakit.
e) Pembatasan diet atau tipe makanan yang diresepkan di rumah sakit.
f) Porsi makanan yang habis dikonsumsi di rumah sakit.
g) Kesulitan dalam mengunyah atau menelan makanan.
h) Kehilangan BB yang terjadi saat ini.
i) Ada atau tidaknya penggunaan alat bantu nutrisi seperti NGT
j) Penggunaan suplemen, atau vitamin tertentu.
k) Mual atau muntah (berapa kali muntah).
Note: pengkajian riwayat makanan yang sering dimakan oleh pasien sangat penting untuk
dikaji terkait dengan kanker rectum yang dialami oleh pasien, pengkajian ditekankan pada
kebiasaan pasien dalam mengonsumsi lemak dan makanan kurang serat dan riwayat adanya
penurunan berat badan yang tanpa alas an.
Minum
a) Kaji intake minum sehari-hari.
b) Adakah rasa haus yang berlebih.
c) Minuman yang telah dikonsumsi, jumlahnya berapa ml atau gelas.
d) Kaji jumlah cairan melalui IV yang telah masuk sehingga diketahui cairan masuk pada
pasien.
3. Eliminasi
BAB
a. Frekuensi BAB perhari, konsistensi feses, warna feses, ada tidaknya darah atau lendir.
b. BAB pasien yang terakhir.
c. Adanya konstipasi atau tidak.
d. Adanya penggunaan alat bantu ekskratory seperti kolostomi.
e. Adanya penggunaan laksatif atau tidak.
f. Adanya perubahan pada defekasi.
BAK
a. Frekuensi BAK, warna, jernih/tidak, ada darah/tidak, jumlah urine (ml)
b. Nyeri saat berkemih
c. Penggunaan kateter
d. Penggunaan obat diuretik
4. Aktivitas-latihan
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan/Minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi
Berpindah
Ambulasi Rom
6. Kognitif-Perseptual
a) Status pendengaran seperti gangguan pendengaran, ataupun penggunaan alat bantu
dengar.
b) Status penglihatan seperti gangguan penglihatan dan penggunaan kaca mata.
c) Pengecap dan pembau.
d) Sensasi perabaan seperti masalah dengan sensasi perabaan seperti baal atau kesemutan.
e) Nyeri yang meliputi PQRST (pencetus, kualitas nyeri, lokasi, skala dan waktu munculnya
nyeri). Pasien biasanya akan mengeluhkan mengalami nyeri pada abdomen dan tenesmus.
f) Fungsi kognisi dalam memori istilah, ingatan jangka pendek, ingatan jangka panjang
g) Riwayat setiap perubahan dalam level kesadaran atau periode kebingungan
h) Komunikasi yang meliputi bahasa utama, bahasa lain, tingkatpendidikan, kemampuan
membaca dan menulis
i) Derajat kemampuan memecahkan masalah, dan derajat kemampuan pengambilan
keputusan.
j) Perasaan berputar, riwayat pingsan, kejang atau sakit kepala.
k) Kemampuan memahami dan manajemen nyeri yang dilakukan.
10. Koping-Stres
a) Perubahan, masalah saat ini, kejadian yang menyebabkan stress.
b) Krisis saat ini misalhnya hospitalisasi, sakit.
c) Level stress saat ini.
d) Penggunaan obat atau alkohol untuk koping.
e) Metode koping yang digunakan.
f) Penggunaan koping tersebut untuk mengatasi masalah.
g) Kehilangan atau perubahan besar yang dialami di masa lalu.
h) Orang terdekat dengan pasien.
DX Kep 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien,
status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Intervensi Rasional
1. Pertahankan tirah baring selama fase 1. Menurunkan kebutuhan metabolik
akut/pasca terapi untuk mencegah penurunan kalori
2. Bantu perawatan kebersihan rongga dan simpanan energi.
mulut (oral hygiene). 2. Meningkatkan kenyamanan dan
3. Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk selera makan.
yang sesuai perkembangan kesehatan 3. Asupan kalori dan protein tinggi
klien (lunak, bubur kasar, nasi biasa) perlu diberikan untuk mengimbangi
4. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai status hipermetabolisme klien
indikasi (roborantia) keganasan.
5. Bila perlu, kolaborasi pemberian nutrisi 4. Pemberian preparat zat besi dan
parenteral. vitamin B12 dapat mencegah
anemia; pemberian asam folat
mungkin perlu untuk mengatasi
defisiensi karen amalbasorbsi.
5. Pemberian peroral mungkin
dihentikan sementara untuk
mengistirahatkan saluran cerna.
Kolaborasi :
6.Berikan obat sesuai indikasi, mis.,
narkotik, analgesik.
7.Berikan rendam duduk.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang 1. Proses pembelajaran sangat
terdekat dan dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
kemampuan/kesiapan belajar klien. mental klien.
2. Jelaskan tentang proses penyakit, 2. Meningkatkan pengetahuan klien
penyebab/faktor risiko, dan dampak tentang masalah yang dialaminya
penyakit terhadap perubahan status 3. Meningkatkan partisipasi dan
kesehatan-sosio-ekonomi, fungsi-peran kemandirian klien untuk mengikuti
dan pola interaksi sosial klien. program terapi
3. Jelaskan tentang terapi pembedahan, 4. Penderita kanker yang mengikuti
radiasi dan kemoterapi serta efek program terapi yang tepat dengan
samping yang dapat terjadi status gizi yang adekuat
4. Tekankan pentingnya mempertahan-kan meningkatkan kualitas hidupnya.
asupan nutrisi dan cairan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2006. Cancer Facts and Figures 2006. Atlanta: American Cancer Society
Inc.
Anderson. 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer Center. University of
Texas.
Basavanthappa, B.T. 2003. Medical Surgical Nursing. New Delhi : Jaypee. 111-134.
Dochtermen, J. et al. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). Fourth Edition. USA:Mosby
Elsevier.
Herdman, T.H. 2012. Nanda International : Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014.Jakarta:EGC.
Ignatavicius, D.D. et al. 2006, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, 2nd edition,
W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Media Aesculapius.
Price & Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta:EGC.
Samsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, Jakarta: BP FKUI.
Sudjatmiko. 2012. Kolon-Rektum dan Anus. Laboratorium Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
University IOWA. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition. Mosby Elsevier.