PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Karsinoma kolorektal merupakan keganasan
ketiga terbanyak di dunia
Insiden kanker kolorektal di Indonesia adalah
12,8 per 100.000 penduduk usia dewasa,
dengan mortalitas 9,5% dari seluruh kasus
kanker.
Di Indonesia, kanker kolorektal sekarang
menempati urutan nomor 3 kenaikan tajam
yang diakibatkan oleh perubahan pada diet
orang Indonesia
TINJAUAN TEORI
ANATOMI DAN FISIOLOGI REKTUM
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
CA.KOLOREKTAL
Karsinoma recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah
rektum. Kanker kolorektal berasal dari jaringan kolon (bagian
terpanjang di usus besar) atau jaringan rektum (beberapa inci
terakhir di usus besar sebelum anus)
ETIOLOGI
Penyebab pasti kanker kolorektal belum diketahui.
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kanker kolorektal, yaitu
1. Usia: usia > 50 tahun berisiko terkena kanker kolorektal
2. Riwayat Keluarga: faktor ini adalah faktor resiko yang paling umum
mempengaruhi kanker usus selain faktor usia
3. Riwayat Penyakit (Polip kolon, diabetes, radang usus)
a. Polip adalah pertumbuhan jaringan yang berkembang pada lapisan usus besar atau
rektum yang dapat menjadi kanker (Alteri, et al, 2011). Terdapat beberapa jenis polip,
yaitu polip adenomatus atau adenoma, polip hiperplastik, dan polip inflamasi.
b. Penyakit Diabetes -> Banyak penelitian yang menemukan hubungan antara diabetes
dan peningkatan resiko kanker kolorektal.
c. Radang usus adl suatu kondisi dimana usus besar yang meradang selama jangka waktu
yang lama -> dysplasia
ETIOLOGI
4. Kelebihan BB -> Semakin besar ukuran lingkar badan
seseorang semakin besar juga resiko kanker kolorektal
5. Pola diet -> diet yang salah dengan mengurangi kalori
yang dimakan secara besar-besaran. Pola diet yang salah ini
dapat menyebabkan tubuh kekurangan vitamin dan mineral.
6. Konsumsi alkohol -> Alkohol dapat menyebabkan peradangan
kronis pada saluran pencernaan, membentuk erosi sampai tukak
usus dan selanjutnya akan menyebabkan perubahan struktur dalam
usus sampai berubah menjadi sel ganas atau kanker
7. Faktor makanan -> Seseorang yang mengkonsumsi makanan tinggi
lemak, rendah serat, dan bahan makanan yang mengandung
karsinogen
Manifestasi Klinis
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum
dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B).
Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh
lainnya (Duke C).
Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Pemeriksaan darah samar
2. Enema barium
3. Computed Tomography
4. Proktosigmoidoskopi
5. Kolonoskopi
6. Hitung darah lengkap
7. Metasatases
8. CEA
Penatalaksaan Medis
1.Pembedahan
2. Kemoterapi
3. Targeted Teraphy
3. Radioterapi
Penatalaksaan Medis
1. Pembedahan
Operasi adl penanganan yang paling efektif dan cepat untuk tumor
yang diketahui lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak
menjamin semua sel kanker dapat terbuang.
Biasanya juga menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang
mengelilingi sekitar kanker.
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75%
pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau
paliatif.
Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan
kolonoskop.
Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan
massa tumor bagian kolon mana yang akan dieksisi.
Apabila
tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya,
maka operasi tidak dapat dilakukan.
Penatalaksaan Medis
ie
VUr iz:t en c•r visit aI i n1c• aci c•m ac as appr z•pri ace Iie era I evel .
s p•e•zi1y1 m g cl ai Ip g c•aI s 1c•r m i tzi ci c•n a I i n oak e a n cl pc•scc•per aci
a m Div I ac i c•n. cl i sch ar g e cr ice ri a . an cl en pure cl h ›s final stay shc•i I cl be
Mr c•vi cl
i n cl in cl i n g M RT a n cl i m cl i wi
r1in a I ac I ease 3—•T k DWc•r e s in rg e ry c c• re cl in ce
M c•re sc in cl i es eva Iin as in g I h e rc•I e c•1 c•pt im iz i n g prec• per ative cc•n cl
in ic•ns a of el ay six r g ery i n p+ali encs
Pr ec•per acive c•ra I EH0 cl ri n I<s are s ale . r in ce i nsi I i n r esi sha n ce. an cl
AntiblDtl c Anti blDtic pFD|DhyI ax is JDr patiena undergDi ng cDIDr e<taI sur gery
pF Dphylaxis must cDver aeFDbic an d anaerDbic II DFB, BCCD rdin g tD i nter nat iDn
al guidelines
Anti blDtic pFD|Dh/ axis shDUI d be c Dm pleted w ithin 1 h befDre surgical
incisiDn. IntraDperative dosing depends Dn the half - lile DI the
antiblDt ic uw d and Dn t he surgical bIDDd I oss. It shDul d nDt I ast
mDr e than 24 h
Pr emedi cati
Patients shDul d nDt rDuti nely reeive anx iDlytic agents
Dn
The use Df shDrt- acting anxiDlytic agen6 is advised tD laci litate i nvasive
pFDcedures uncDm1Drtabl e fDr pati en6 (epi dural, anerial li nes, etc)
BenzDdiazepi ne shDuld be avoi ded i n patients Dlder than 65 y
Anesthetic agenD The use DI shDrt-acting i nhalatiDn Dr i nVavenDus agents is advised
and cerebr al TIVA viii |DFD|DDfDI shDuld be cDnsidered in patients at high risk
Df m DnitDring PONV
Avoi d N,O
MDnitDring depth DI anesthesia reduces anesthetic requir emen6
minimizes anesthetic hemDdynami c effects, and can be panicularly
useful in elderl atien6 tD facilitate recDw
AttenuatiDn Df AttenuatiDn DI surgical stress is a key element in enhancing recDvery
surgical and Th e uw Df regiDn al anest hesia tehni ques, gIUc DCDFtICDI ds, i
i nVawnDus li dDcain e, an d prewntiDn DI hypDth er mia has been shDw
nllammatDry n t D attenuate the sVess respDnse associated with sury}ery
svess
(rontinued on nexr page)
Intraop crativc In colorcflal p aticnc treated ›'Jithin an ERAS pro{jram, minimization
of hemodynamic preoperative fastin{j, avoidance of MBP, a more rati onal and
mana{jcncnt cvi dence based intravenous fluid administration, and early
resumption of oral intake have si{jni1icantIy reduced the an ount of
pcriopcrativc i ntravcnous 1Iui ds needed
GDT seems beneficial in hi gh risk patients and in patients undcrjyoinjy
surgery ›'/ith extensive blood loss (‹7 nLfkg)
Iso ancotic crystalloid solutions should b c used and 0.9°.-i ulinc
solutions avoided
Colloi d sh ould be avoided in patcn€ ›'›ith prccxisti n{j renal diseases
and in septic patient
Ancn ia thresholds trijy{jcrin{j blood trans1usions cannot be
currently recommended, as hcmoglobin levels resulting in tissue
hypoxia arc patient specific
The dccisi on to transfusc blood shoul d be made on an individual basis,
dcpcndinjy on the clinical context scrun lactatc levels, central
oxygen venous saturation, and patient conorbiditics
PONV prophylaxis PONV prophylaxis is an essential to facilitate early feeding
Patients at hi{}h risk of PONV can be idcnti1icd
PONV prophylaxis ;;uidcIincs nust be 1oIIo›'/cd
ERA 5 EIaman6
undBF Dirsct EonVo I
ofAnest hesiol ist Poin6
Glycemic c DnVDI Hyperglpemia is associated with wDrse DutcDmes
Pr eDper ative hemDgl Dbin A„:>6.06 can predict hyperglycemia and
postDper atiVE' CDfTI pl icatiDns even in nDndia betic patient
Maint ain glp emia < 10 fTIfTlDI/L
PostDper ative Th e chDice DI th e an alg esia d epen ds Dn th e sur gical appF DBCh
analgesia (Ia|DBFD€ DfTI DF I apa ros CD|Dy1, th e site DI th e s urg ical i ncisi Dn (midli ne,
t ransverse, semi curve. Dr Rannenst iel - I ike incisiDn ), t he type D1
s urg ery (CDIDn Dr an d pat ient cDm DF bi dit ies
TEA remains the gDaI standard IDF post Dper ative pai n cDnt rDl 1DF
patients und ergDin g Dpen cDl DFect al sur gery. HDw ever, TEA incr
eases t he r isk D1 arter ial hypDtensiDn
5 pin al an al gesia w ith inV at hE•EBI fTlDFph i n e, abdDmin al t run k
blDCks, int raven Dus lid Dcai n e, cDntinuDus w Dun d in1iIt rat iDn D1 I
DCBI
anm heti c, an d w Dund in1iltratiDn w ith Il|D•crsDme bu pivacain e are
valua bl e an al g esic te chniques, espe ciall IDF IB|DBFDS CD|D•IC CDIDre ctal
s urgery
A m uItifTIDd al an al g esic appF DBCh IS F !•EDmm en d ed wit h t h e DI
|DFDv din g Dptim al anal g esia and reducing DpiDid cDnsum ptiDn an d
side elf ects, w it h the ult inn at e gDaI DI 1aciI itat ing early Ie eding and
early
postDper
at ive
mDbiliz at
iDn