Anda di halaman 1dari 43

KANKER KOLOREKTAL

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Karsinoma kolorektal merupakan keganasan
ketiga terbanyak di dunia
Insiden kanker kolorektal di Indonesia adalah
12,8 per 100.000 penduduk usia dewasa,
dengan mortalitas 9,5% dari seluruh kasus
kanker.
Di Indonesia, kanker kolorektal sekarang
menempati urutan nomor 3 kenaikan tajam
yang diakibatkan oleh perubahan pada diet
orang Indonesia
TINJAUAN TEORI
ANATOMI DAN FISIOLOGI REKTUM
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
CA.KOLOREKTAL
Karsinoma recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah
rektum. Kanker kolorektal berasal dari jaringan kolon (bagian
terpanjang di usus besar) atau jaringan rektum (beberapa inci
terakhir di usus besar sebelum anus)
ETIOLOGI
Penyebab pasti kanker kolorektal belum diketahui.
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kanker kolorektal, yaitu
1. Usia: usia > 50 tahun berisiko terkena kanker kolorektal
2. Riwayat Keluarga: faktor ini adalah faktor resiko yang paling umum
mempengaruhi kanker usus selain faktor usia
3. Riwayat Penyakit (Polip kolon, diabetes, radang usus)
a. Polip adalah pertumbuhan jaringan yang berkembang pada lapisan usus besar atau
rektum yang dapat menjadi kanker (Alteri, et al, 2011). Terdapat beberapa jenis polip,
yaitu polip adenomatus atau adenoma, polip hiperplastik, dan polip inflamasi.
b. Penyakit Diabetes -> Banyak penelitian yang menemukan hubungan antara diabetes
dan peningkatan resiko kanker kolorektal.
c. Radang usus adl suatu kondisi dimana usus besar yang meradang selama jangka waktu
yang lama -> dysplasia
ETIOLOGI
4. Kelebihan BB -> Semakin besar ukuran lingkar badan
seseorang semakin besar juga resiko kanker kolorektal
5. Pola diet -> diet yang salah dengan mengurangi kalori
yang dimakan secara besar-besaran. Pola diet yang salah ini
dapat menyebabkan tubuh kekurangan vitamin dan mineral.
6. Konsumsi alkohol -> Alkohol dapat menyebabkan peradangan
kronis pada saluran pencernaan, membentuk erosi sampai tukak
usus dan selanjutnya akan menyebabkan perubahan struktur dalam
usus sampai berubah menjadi sel ganas atau kanker
7. Faktor makanan -> Seseorang yang mengkonsumsi makanan tinggi
lemak, rendah serat, dan bahan makanan yang mengandung
karsinogen
Manifestasi Klinis

 Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi, pasase


darah dalam feses.
 Gejala lain berupa anemia, anoreksia, penurunan berat badan,
keletihan, ulserasi, nause dan vomitus, obstipasi, diare
paradoksial, keinginan defekasi, nyeri tekan, ikterus.
 Karsinoma kolorektal kanan berbeda dengan karsinoma kolorektal
kiri.
 Pada penderita Karsinoma Colorektal umumnya asimptomatis
atau relatif bergejala ringan pada saat penyakit ditemukan.
PATOFISIOLOGI
 Tumor dapat berupa massa polipoid, besar, tumbuh kedalam lumen, dan
dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai striktura anular (mirip
cincin). Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian rektosigmoid,
sedangkan lesi polipoid yang datar sering terjadi pada sekum dan kolon
asendens. Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah
adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjer) dan dapat menyekresi mucus
yang jumlahnya berbeda-beda. Tumor dapat menyebar (1) melalui
infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti kedalam kantung
kemih, (2) melaui pembuluh limfe ke kelenjer limfe perikolon dan mesokolon;
dan (3) melalui aliran darah, biasanya kehati karena kolon mengalirkan
darah ke sistem portal. Prognosis relatif baik bila lesi terbatas pada
mukosa dan submukosa pada saat reseksi, dan jauh lebih buruk bila telah
terjadi metastasis ke kelenjer limfe.
STADIUM
CA.KOLOREKTAL
 Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus basal dari mukosa kolon atau rektum.
 Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis
propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari
dinding kolon/rektum (Duke A)
 Stadium II

Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum
dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B).
 Stadium III

Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh
lainnya (Duke C).
 Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Pemeriksaan darah samar
2. Enema barium
3. Computed Tomography
4. Proktosigmoidoskopi
5. Kolonoskopi
6. Hitung darah lengkap
7. Metasatases
8. CEA
Penatalaksaan Medis

1.Pembedahan
2. Kemoterapi
3. Targeted Teraphy
3. Radioterapi
Penatalaksaan Medis

1. Pembedahan
 Operasi adl penanganan yang paling efektif dan cepat untuk tumor
yang diketahui lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak
menjamin semua sel kanker dapat terbuang.
 Biasanya juga menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang
mengelilingi sekitar kanker.
 Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75%
pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau
paliatif.
 Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan
kolonoskop.
 Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan
massa tumor bagian kolon mana yang akan dieksisi.
 Apabila
tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya,
maka operasi tidak dapat dilakukan.
Penatalaksaan Medis

Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Pilihan


prosedur pembedahan adalah sebagai berikut:
1. Reseksi segmental dengan anastomosis.
2. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent.
3. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan
anastomosis lanjut dari kolostomi permanen atau ileostomi.
4. Pembedahan Reseksi.
RADIOTERAPI
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar
X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor,
merusak genetik sehingga membunuh kanker.
RADIASI PENGION (Ratna, dkk, 2007)
1. Radiasi pengion gelombang elektromagnetik
- Sinar gamma dan sinar X
2. Radiasi Partikel
◦ - Partikel Alpha, Beta, Neutron
3. Isotop, Isobar, Isoton
Kemoterapi
Kemoterapi memakai obat antikanker yang kuat, dapat masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga
sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar.
Obat chemotherapy ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya diinjeksi intravena atau per oral, pada
umumnya lebih dari satu macam obat, karena digabungkan akan memberikan efek yang lebih
bagus (Amercican Society Cancer, 2016).
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi dengan
leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi.
Bahkan ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin.
Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan
kemoterapi.
Radiasi dan kemoterapi dapat diberikan secara berkesinambungan dengan memperhatikan
derajat kanker.
Targeted Teraphy

Adalah obat baru yang digunakan untuk menghancurkan sel kanker


dengan cara yang berbeda dengan cara kerja kemoterapi. Obat ini
bekerja langsung pada sel target/sel kanker.
1. EGER (Epidermal Growth Factor Recepstor) inhibitors
2. VEGF(Vascular Endothelial Growth Factor) inhibitors
Perawatan Kanker Kolorektal
1.Perawatan sebelum pembedahan
 Klien biasanya mengalami kehilangan berat badan dan perubahan pola
buang
air besar, sehingga sebelum pembedahan klien harus diberikan diet tinggi
kalori, protein dan karbohidrat, tetapi rendah sisa.
 Kemungkinan nutrisi diberikan melalui TPN.
 Jumlah bakteri dalam colon dan rectal harus dikurangi untuk mencegah
risiko infeksi pasca pembedahan, diantaranya dengan cara
 Diet cair atau rendah sisa untuk mengurangi isi bowel.
 Pemberian enema untuk mengosongkan colon.
 Pemberian Antibiotik per oral 12-24 jam sebelum pembedahan.
Pemberian transfusi darah untuk mengoreksi adanya anemia dan
mempercepat penyembuhan luka pembedahan.
Perawatan setelah pembedahan.
 Perawatn pasca pembedahan sama dengan pembedahan lain.
 Penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan meliputi: kaji fungsi
peristaltik usus; adanya flatus dan bunyi bising usus melalui auskultasi
abdomen.
Pertahankan NGT paten.
 Bila klien terpasang colostomy, monitor output dari colostomy,
pertahankan kebersihan ostoma dari faeces.
 Kaji apakah ostoma mengalami iskemia.
 Stoma harus berwarna merah dan lembab.
 Bila klien dilakukan tindakan end colostomy, periksa kedua luka baik yang
di abdomen maupun di perineal
Diet Nutrisi
Pasien dengan kolostomi tidak dapat mengontrol pengeluaran feses dan flatus, oleh karena itu edukasi terkait
nutrisi perlu diberikan kepada pasien agar terhindar dari gangguan odor ataupun konsistensi feses yang tidak
normal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait nutrisi pada pasien dengan kolostomi ialah (Canada
Care Medical, n.d; Gutman, 2011) :
Mengurangi makanan yang menimbulkan bau, yaitu kubis, kol, keju, telur, ikan, kacang polong, bawang, jengkol,
pete
Mengurangi makanan yang mengandung gas seperti dengan brokoli, kubis, bawang, timun, jagung dan lobak,
serta makan secara perlahan dengan mulut tertutup untuk meminimalkan udara yang masuk ke dalam
sistem pencernaan.
Menambah makanan yang mengandung potassium seperti pisang, daging (non lemak), jeruk, tomat, kentang jika
mengalami diare. Kurangi konsumsi keju, selai kacang, dan susu.
Mengatasi konstipasi (jika terjadi) dengan menambah makanan tinggi serat
Makan tiga kali sehari penting untuk meningkatkan aktivitas usus dan mencegah produksi gas
Gangguan pada pencernaan dapat juga berasal dari tekanan emosional, stress, atau kurangnya aktivitas fisik
Toleransi Aktivitas
Individu dengan kolostomi dapat beraktivitas sebagaimana individu lainnya. Hanya saja dalam
pemilihan jenis olahraga, hindari olahraga yang membutuhkan kontak fisik yang keras yang
mungkin dapat menyebabkan cedera pada abdomen (khususnya stoma). Ostomate juga dapat
melakukan olahraga renang dengan memilih desain baju renang yang menutupi kantong
kolostomi yang terpasang pada abdomen, serta desain baju yang sedikit ketat agar lebih nyaman
saat berenang. Kantong kolostomi harus tetap terpasang saat berenang untuk menjaga
kebersihan stoma. Perekat waterproof dapat ditambahkan untuk lebih merekatkan kantong
kolostomi pada kulit abdomen, jika dibutuhkan. Kantong kolostomi baiknya dikosongkan sesaat
sebelum berenang, kemudian hindari makan berat atau banyak sebelum melakukan olahraga
renang.
Support Sosial
Individu yang baru memiliki stoma biasanya akan ragu dan bertanya, bagaimana mereka dapat
hidup dengan stoma pada tubuhnya, apakah mereka masih dapat menjalin hubungan dengan
keluarga, relasi ataupun partner kerja, serta apa yang akan terjadi bila tiba-tiba kantong
kolostomi yang sedang terpasang robek (Burch, 2013).
Ketidakyakinan ini dapat diantisipasi dengan adanya kehadiran perawat spesialis ataupun
support group (Ferrer et al, 2010 dalam Burch, 2013).
Berbagi pada orang yang dipercaya, teman, keluarga, perawat, guru spiritual, serta orang lain
yang juga memiliki stoma dapat mengurangi ketidaknyamanan tersebut.
Selain support sosial, ostomate juga harus memiliki pandangan positif terhadap hidupnya,
kesabaran dan sensasi humor untuk menghadapi setiap situasi sosial yang dirasakan terkait
kolostominya
PengkajianFokus
1. Nutrisi : Postur tubuh biasanya tampak kurus. pasien mengalami penurunan berat badan
2. Sirkulasi : JVP, adakah distensi vena juguler, CRT, adakah edema
3. Oksigenasi : observasi frekuensi RR. Suara napas tambahan: Ronkhi, wheezing bunyi
jantung S1 & S2 normal, mur-mur, gallop,
4. Eliminasi : inspeksi Abdomen: rata, simetris, kembung bising usus positif . Pola buang air
besar klien ( Semakin lama faeces tertahan di colon akan semakin lama waktu dinding
saluran cerna terpapar dengan zat carsinogenik yang ada dalam faeces sehingga
meningkatkan risiko terjadinya colorectal cancer ( Gund, S, 2008 )
5. Integumen
6. Aktifitas: Selama terpasang ileostoma aktifitas klien di rumah spt apa
Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul :
1.Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Kebutuhan cairan kurang berhubungan dengan muntah dan dehidrasi
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
dan anoreksia
4. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan
5. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi, imunitas tubuh
menurun, prosedur invasive
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan, serta pengobatannya
berhubungan dengan kurang paparan terhadap informasi, keterbatasan
kognitif
Anasthesi Pada Pembedahan Colorectal
Jenis anastesi yang biasa digunakan adalah anastesi umum dan anastesi epidural
Jenis anestesi umum yang dipilih selama operasi kanker usus besar dapat memengaruhi peluang
mereka untuk bertahan hidup selama bertahun-tahun, menurut temuan penelitian yang
dipresentasikan pada Pertemuan Tahunan American Society of Clinical Oncology.
Penelitian lain menunjukkan sebaliknya, menemukan bahwa anestesi epidural meningkatkan
tingkat kelangsungan hidup.
Teorinya adalah bahwa tekanan pada sistem kekebalan dan kemampuannya untuk
membersihkan sel-sel kanker yang dilepaskan selama operasi bisa menjadi sumber perbedaan
antara teknik anestesi.
Jika anestesi epidural digunakan sebagai tambahan anestesi umum, pasien akan membutuhkan
lebih sedikit obat opioid untuk menghilangkan rasa sakit. Opioid dapat menekan respon imun,
yang memungkinkan lebih banyak sel kanker untuk bertahan dan mungkin menyebabkan
kekambuhan.
Tentang Penelitian Anestesi
Para peneliti melihat data dari 177 pasien kanker usus besar yang telah berpartisipasi dalam
sebuah studi di mana beberapa pasien menerima anestesi umum (GA) dan yang lain menerima
anestesi umum tambahan (EGA) yang diberikan epidural selama operasi kanker usus besar.
Para peneliti tidak benar-benar melakukan penelitian dengan partisipan mereka sendiri; mereka
melakukan analisis dan perhitungan berdasarkan data dari penelitian lain.
Hasil
Muncul pola yang jelas yang membuat para peneliti menyimpulkan bahwa GA adalah pilihan
yang lebih baik daripada ESGA untuk operasi kanker usus besar.
Pada dasarnya, angka-angka mereka menentukan bahwa pasien yang menerima ESGA
cenderung lebih buruk dalam jangka panjang (setelah sekitar lima tahun) daripada pasien yang
memilih UGA.
Mereka berpikir itu mungkin karena sejumlah faktor, termasuk berkurangnya aliran darah ke
organ selama ESGA.
z*pa n a E # ra#zc Lmca #z
Premedikasi
Pasien tidak harus secara rutin menerima agen anxiolytic. Pilihan, waktu, dan dosis anxiolytics
harus disesuaikan sesuai dengan usia pasien, komorbiditas, dan obat-obatan.
Jenis dan lamanya operasi juga perlu dipertimbangkan.
Obat ansiolitik jangka panjang dapat memperpanjang pemulihan bedah, mengganggu mobilisasi
pasien dan nutrisi awal pasca operasi.
Dianjurkan untuk menggunakan obat kerja singkat untuk mengurangi kecemasan yang terkait
dengan pembedahan dan memberikan kenyamanan selama intervensi yang menyakitkan
sebelum induksi anestesi, seperti pemasangan kanulasi epidural atau arteri
Benzodiazepine dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan seperti delirium pasca
operasi dan disfungsi kognitif pasca operasi yang dapat memperpanjang pemulihan, terutama
pada orang tua.
Manajemen anastesi intraoperasi
 Agen anestesi dan pemantauan serebral
 Atenuasi stres bedah dan inflamasi
 Analgesia intraoperatif -> Beberapa faktor harus dipertimbangkan ketika memilih jenis analgesia untuk
pasien yang menjalani operasi kolorektal. Pilihannya tergantung pada pendekatan bedah (laparotomi
atau laparoskopi), lokasi sayatan (garis tengah, melintang, semikurve, atau insisi mirip Pfannenstiel),
jenis operasi (kolon atau rektum), dan komorbiditas pasien.
 Ventilasi intraoperatif
 Myorelaxation -> Relaksan otot short-acting atau intermediate-acting direkomendasikan pada
pasien yang menjalani operasi kolorektal
 Pencegahan hipotermia -> Hipotermia intraoperatif meningkatkan risiko komplikasi pasca operasi
dan memperpanjang timbulnya anestesi
 Manajemen hemodinamik intraoperatif
 Pencegahan mual dan muntah pasca operasi -> Profilaksis
 Kontrol glikemik -> Hiperglikemia perioperatif dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas
dan mortalitas.
 Postoperative analgesia
Pr ec•per acive paEi enc in cac i c•n i s an essenc i at
cc•m pc•n enc c•1 any ERAS

ie
VUr iz:t en c•r visit aI i n1c• aci c•m ac as appr z•pri ace Iie era I evel .
s p•e•zi1y1 m g cl ai Ip g c•aI s 1c•r m i tzi ci c•n a I i n oak e a n cl pc•scc•per aci
a m Div I ac i c•n. cl i sch ar g e cr ice ri a . an cl en pure cl h ›s final stay shc•i I cl be
Mr c•vi cl

eva I in ali c•n. ris k

i n cl in cl i n g M RT a n cl i m cl i wi
r1in a I ac I ease 3—•T k DWc•r e s in rg e ry c c• re cl in ce

M c•re sc in cl i es eva Iin as in g I h e rc•I e c•1 c•pt im iz i n g prec• per ative cc•n cl
in ic•ns a of el ay six r g ery i n p+ali encs

a n cl yr ec•per aci m i cln i g be


c•r at car Dc•hyO r ac e F asc i n g 1rc•m m i of n i g be i n cr eas es i ns in I i n res isc as ce an cl cl eel eces
( IZH 0) cl ri n ks g I cc•g e m res eraes . W en W1e cms a re m a g n ili e cl D c H e stress r esp+c•ns e
in cl in c L+ six rg e
pre c•peracive 1asci n g g in i cl el i n es Jc•r a cl in Ie paci ents in n cl e rg
n

c•in g e I e•zt in s in rg era a Z- h


1asc 1c•r I i q in i cfs an cl a B1 1asc 1c•r

Pr ec•per acive c•ra I EH0 cl ri n I<s are s ale . r in ce i nsi I i n r esi sha n ce. an cl
AntiblDtl c Anti blDtic pFD|DhyI ax is JDr patiena undergDi ng cDIDr e<taI sur gery
pF Dphylaxis must cDver aeFDbic an d anaerDbic II DFB, BCCD rdin g tD i nter nat iDn
al guidelines
Anti blDtic pFD|Dh/ axis shDUI d be c Dm pleted w ithin 1 h befDre surgical
incisiDn. IntraDperative dosing depends Dn the half - lile DI the
antiblDt ic uw d and Dn t he surgical bIDDd I oss. It shDul d nDt I ast
mDr e than 24 h
Pr emedi cati
Patients shDul d nDt rDuti nely reeive anx iDlytic agents
Dn
The use Df shDrt- acting anxiDlytic agen6 is advised tD laci litate i nvasive
pFDcedures uncDm1Drtabl e fDr pati en6 (epi dural, anerial li nes, etc)
BenzDdiazepi ne shDuld be avoi ded i n patients Dlder than 65 y
Anesthetic agenD The use DI shDrt-acting i nhalatiDn Dr i nVavenDus agents is advised
and cerebr al TIVA viii |DFD|DDfDI shDuld be cDnsidered in patients at high risk
Df m DnitDring PONV
Avoi d N,O
MDnitDring depth DI anesthesia reduces anesthetic requir emen6
minimizes anesthetic hemDdynami c effects, and can be panicularly
useful in elderl atien6 tD facilitate recDw
AttenuatiDn Df AttenuatiDn DI surgical stress is a key element in enhancing recDvery
surgical and Th e uw Df regiDn al anest hesia tehni ques, gIUc DCDFtICDI ds, i
i nVawnDus li dDcain e, an d prewntiDn DI hypDth er mia has been shDw
nllammatDry n t D attenuate the sVess respDnse associated with sury}ery
svess
(rontinued on nexr page)
Intraop crativc In colorcflal p aticnc treated ›'Jithin an ERAS pro{jram, minimization
of hemodynamic preoperative fastin{j, avoidance of MBP, a more rati onal and
mana{jcncnt cvi dence based intravenous fluid administration, and early
resumption of oral intake have si{jni1icantIy reduced the an ount of
pcriopcrativc i ntravcnous 1Iui ds needed
GDT seems beneficial in hi gh risk patients and in patients undcrjyoinjy
surgery ›'/ith extensive blood loss (‹7 nLfkg)
Iso ancotic crystalloid solutions should b c used and 0.9°.-i ulinc
solutions avoided
Colloi d sh ould be avoided in patcn€ ›'›ith prccxisti n{j renal diseases
and in septic patient
Ancn ia thresholds trijy{jcrin{j blood trans1usions cannot be
currently recommended, as hcmoglobin levels resulting in tissue
hypoxia arc patient specific
The dccisi on to transfusc blood shoul d be made on an individual basis,
dcpcndinjy on the clinical context scrun lactatc levels, central
oxygen venous saturation, and patient conorbiditics
PONV prophylaxis PONV prophylaxis is an essential to facilitate early feeding
Patients at hi{}h risk of PONV can be idcnti1icd
PONV prophylaxis ;;uidcIincs nust be 1oIIo›'/cd
ERA 5 EIaman6
undBF Dirsct EonVo I
ofAnest hesiol ist Poin6
Glycemic c DnVDI Hyperglpemia is associated with wDrse DutcDmes
Pr eDper ative hemDgl Dbin A„:>6.06 can predict hyperglycemia and
postDper atiVE' CDfTI pl icatiDns even in nDndia betic patient
Maint ain glp emia < 10 fTIfTlDI/L
PostDper ative Th e chDice DI th e an alg esia d epen ds Dn th e sur gical appF DBCh
analgesia (Ia|DBFD€ DfTI DF I apa ros CD|Dy1, th e site DI th e s urg ical i ncisi Dn (midli ne,
t ransverse, semi curve. Dr Rannenst iel - I ike incisiDn ), t he type D1
s urg ery (CDIDn Dr an d pat ient cDm DF bi dit ies
TEA remains the gDaI standard IDF post Dper ative pai n cDnt rDl 1DF
patients und ergDin g Dpen cDl DFect al sur gery. HDw ever, TEA incr
eases t he r isk D1 arter ial hypDtensiDn
5 pin al an al gesia w ith inV at hE•EBI fTlDFph i n e, abdDmin al t run k
blDCks, int raven Dus lid Dcai n e, cDntinuDus w Dun d in1iIt rat iDn D1 I
DCBI
anm heti c, an d w Dund in1iltratiDn w ith Il|D•crsDme bu pivacain e are
valua bl e an al g esic te chniques, espe ciall IDF IB|DBFDS CD|D•IC CDIDre ctal
s urgery
A m uItifTIDd al an al g esic appF DBCh IS F !•EDmm en d ed wit h t h e DI
|DFDv din g Dptim al anal g esia and reducing DpiDid cDnsum ptiDn an d
side elf ects, w it h the ult inn at e gDaI DI 1aciI itat ing early Ie eding and
early
postDper
at ive
mDbiliz at
iDn

Anda mungkin juga menyukai