KANKER KOLON
A. Definisi
Neoplasma / Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak normal akibat
proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan. Neoplasma terbagi
atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai kanker (cancer). (SylviaA Price,
2005).
Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering ditemukan
daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid. Prognosa optimistik;
tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. (Susan Martin Tucker, 1998).
Lokasi tersering timbulnya kanker kolon adalah di bagian sekum, asendens, dan kolon sigmoid,
salah satu penatalaksanaannya adalah dengan membuat kolostomi untuk mengeluarkan produksi
faeces. Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paruparu ( ACS 1998 ).
B. Etiologi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada
usus besar (Aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat
dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The National Cancer Institute, dan organisasi kanker
lainnya.
Faktor resiko telah teridentifikasi. Faktor resiko untuk kanker kolon :
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Darah dalam feses
3. Riwayat polip rektal atau polip kolon
4. Adanya polip adematosa atau adenoma villus
5. Riwayat keluarga dengan kanker kolon atau poliposis dalam keluarga
6. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis
7. Diit tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat.
Makanan-makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker
pada usus besar Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang
mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama
lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan
timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi
zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat
dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa
kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buahbuahan ( e.g Mormons,seventh Day Adventists ).
C. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat
kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah
dalam feses gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga anemia yang tidak diketahui
penyebabnya, anoreksi, atau penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam,
seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan
dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta
adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungakan dengan lesi rektal adalah
evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses
berdarah.
D. Patofisiologi
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan merupakan
faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi dengan faktor makanan
yang mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi, kadar serat yang rendah, serta adanya
interaksi antara bakteri di dalam usus besar dengan asam empedu dan makanan, selain itu dapat
juga dipengaruhi oleh minuman yang beralkohol, khususnya bir.
Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%) adenokarsinoma (muncul dari
lapisan epitel dalam usus = endotel). Munculnya tumor biasanya dimulai sebagai polip jinak,
yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup, serta merusak; jaringan normal dan meluas
ke dalam struktur sekitarnya. Tumor dapat berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam lumen,
dan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular
lebih sering terjadi pada bagi rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering
terjadi pada sekum dan kolon asendens.
Tumor dapat menyebar melalui :
1. Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih (vesika
urinaria).
2. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah balik ke
sistem portal.
Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat (1197) diantaranya:
1. Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding usus besar
(lapisan mukosa).
2. Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah lapisan mukosa.
3. Pada stadium III sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar limfe yang banyak
terdapat di sekitar usus.
4. Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe atau bahkan
ke organ-organ lain.
E. Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6. Pembentukan abses
F. Pencegahan
Pencegahan Kanker Kolon.
1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan derajat
keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.
2. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
H. Pemeriksaan penunjang
a) Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun
kolonoskopi. Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada
endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.
b) Radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah : foto dada dan
foto kolon (barium enema).
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan
mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi
perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan
tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah
sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest
X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.
Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker pada paru
juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon dapat dapat terlihat
suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura.
c) Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya metastasis
kanker kelenjar getah bening di abdomen dan di hati.
d) Histopatologi/ Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di beberapa tempat
untuk pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi
karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu ditentukan differensiasi sel.
e) Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian
setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor marker (petanda tumor)
yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma
kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk
mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya
pada sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa
tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba.
f) Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk tujuan diagnostik,
identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada pengobatan.
g) Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan
pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
h) Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat menunjukkan anemia,
perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit meningkat atau berkurang.
i) Sinar X dada: Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang perasaan lelah adanya nyeri
abdomen atau rectal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan makan atau
defekasi); pola eliminasi terdahulu dan saat ini, deskripsi tentang warna, bau, dan konsistensi
feses, mencakup adanya darah atau mukus. Informasi tambahan mencakup riwayat masa lalu
tentang penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal; riwayat keluarga dari penyakit
kolorektal; dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet diidentifikasikan mencakup masukan lemak
dan atau serat serta jumlah konsumsi alkohol. Riwayat penurunan berat badan adalah penting.
Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan palpasi abdomen
untuk area nyeri tekan, distensi dan masa padat. Specimen feses diinspeksi terhadap karakter dan
adanya darah.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik. Pada survei umum
terlihat lemah. TTV biasanya normal, tetapi dapat berubah sesuai dengan kondisi klinik. Pada
pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen dan rektum akan didapatkan:
Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal. Pemeriksaan rektum dan feses
akan didapatkan adanya perubahan bentuk dan warna feses. Sering didapatkan bentuk feses
dengan kaliber kecil seperti pita. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan
adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri
abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi, dan distensi), serta adanya darah merah segar
dalam feses.
Auskultasi : biasanya normal.
Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi : nyeri tekan abdomen pada area lesi.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup sebagai berikut:
a. Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi.
b. Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
c. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan, respon pembedahan.
d. Keletihan berhubungan dengan anemia dan anoreksia.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan anoreksia.
f. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi.
g. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan diagnosis kanker.
h. Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah
pulang.
i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen dan perianal),
pembetukan stoma dan kontaminasi fekal terhadap kual periostoma.
j. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi.
3.
Intervensi
Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri pasien apabila pasien
mengalami skala nyeri 3 (0-4) , keadaan ini merupakan peringatan yang perlu perawat waspadai
karena memberikan manifestasi klinik yang bervariasi dari komplikasi pasca bedah reseksi
kolon.
Pemberian oksigen dilakukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada saat pasien mengalami
nyeri pasca bedah yang dapat mengganggu kondisi hemodinamik.
Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme basal.
Pengaturan posisi semifowler dapat membantu merelaxasi otot-otot abdomen pasca bedah
sehingga dapat menurunkan stimulus nyeri dari luka pasca bedah.
Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari penurunan oksigen
lokal.
Kolaborasi dengan ahli gizi jenis nutrisi yang akan digunakan pasien.
Diet tinggi kalori, rendah residu biasanya diberikan selama beberapa hari sebelum pembedahan,
bila waktu dan kondisi pasien memungkinan.
Apabila tidak terdapat situasi kedaruratan, tindakan praoperatif dilakukan serupa den gan
pembedahan abdomen umumnya.
Parameter penting adalah dengan melakukan auskultasi bising usus artinya untuk fungsi
gastrointestinal sudah pulih pasca anestesi umum.
Kembalinya diet kepola normal berlangsung sangat cepat.
Sebaiknya 2 liter cairan/hari dianjurkan.
Intervensi ini untuk menurunkan resiko oral.
Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan
sesuai dengan kebutuhan individu.
Kecemasan b.d. promosis penyakit, misinterpretasi informasi
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
- Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pasca bedah masalahnya dan perubahan
koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.
- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.
- Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi Rasional
Monitor respons fisik seperti : kelemahan, perubahan tanda-tanda vital, gerakan yang berulangulang, serta catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.
Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.
Beri dukungan prabedah.
mengganggu, oleh karena itu pasien memerlukan dukungan empatis dalam mencoba
menyesuaikannya. Oleh karena stoma ditempatkan pada abdomen pasien dapat berfikir bahwa
setiap orang akan melihat ostomi. Perawat dapat membantu informasi aktual tentang prosedur
pembedahan dan pembentukan, serta penatalaksaan ostomi. Apabila pasien menghendaki,
diagram, foto dan slat dapat digunakan untuk menjelaskan dan memperjelas. Pasien juga dapat
mengalami stres emosional, perawat perlu mengulang beberapa intonasi. Berikan kesempatan
pada pasien untuk mengajukan pertanyaan.
Hadirkan pasien yang pernah dilakukan kolostomi. Berdiskusi dengan individu yang berhasil
menghadapi kolostomi sering membantu menurunkan kecemasan pasien pasca prabedah.
Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekplorasikan
perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya kelurga dan teman-teman yang
dipilih pasien melayani aktifitas dan pengalihan (membaca) akan menurunkan perasaan
terisolasi.
Kolaborasi :
Beriak anti cemas sesuai indikasi contohnya diazepam.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
Risiko injuri b.d. pasca-prosedur reseksi kolon
Tujuan : Dalam waktu 2 X 24 jam pascaintervensi reseksi kolon, pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria evaluasi:
- TTV dalam batas normal
- Kondisi kepatenan selang dada optimal
- Tidak terjadi infeksi pada insisi.
Intervensi Rasional
Kaji faktor-faktor yang meningkatkan risiko injuri. Pascabedah pasien akan terdapat drain pada
tubuh pasien. Keterampilan keperawatan kritis diperlukan agar pengkajian vital dapat sistematis
dilakukan.
Monitor adanya komplikasi pasca bedah. Perawat memonitor adanya komplikasi pasca bedah
seperti kebocoran dari sisi anastomosis, prolaps stoma, perforasi, retraksi stoma, inpaksi feka,l
dan iritasi kulit, serta komplikasi paru yang dihubungkan dengan abdomen. Andomen dipantau
terhadap tanda kembalinya peristaltil dan kaji karakteristik feses.
Bantu ambulasi dini. Paisen yang menjalani kolostomi dibantu turun dari tempat tidur pada
hari pertama pascaoperatif dan didorong untuk mulai berpartisipasi dalam menghadapi
kolostomi.
Beri perhatian khusus pada pasien usia lanjut. Pasien lansia dapat mengalami penurunan
penglihatan sampai beberapa derajat dan kerusakan pendengaran, serta kesulitan melakukan
keterampilan yang memerlukan koordinasi motorik halus. Oleh karenanya, membantu pasien
memegang alat ostomi pada periode praoperatif dan simulasi perbersihan kulit periostomal, seta
irigasi stoma akan membantu pasien.
Jatuh akibat ketidaksengajaan sering terjadi pada lansia. Oleh karena itu, pengting untuk
memastikan apakah pasien dapat berjalan tanpa bantuan kekamar mandi.
Perawatan kulit adalah masalah utama untuk para lansia dengan ostoma, karena pada lansia
terjadi perubahan pada kulit akibat proses penuaan. Lapisan lemak subkutan dan epitel menjadi
tipis dan kulit mudah teriritasi. Untuk mencegah krusakan, perhatian khusus diberikan pada
hygiene kulit dan penempatan alat yang tepat. Arteri sklerosis terjadi akibat penurunan aliran
Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entre dari luka pembedahaan
Tujuan : Dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan
lunak.
Kriteria evaluasi:
Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area
luka pembedahan
Leukosit dalam batas normal
TTV dalam batas normal
Intervensi Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah adanya order khusus dari tim dokter bedah
dalam melakukan perawatan luka. Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan
yang diharapkan.
Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering. Kondisi bersih dan kering akan
menghindari kontaminasi komensal dan akan menyebabkan respons inflamasi lokal, serta akan
memperlama penyembuhan luka.
Lakukan perawatan luka:
Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua pasca bedah dan diulang setiap dua hari sekali
pada luka abdomen
Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptic, jenis iodine providium dengan
caraswabbing dari arah dalam keluar.
Bersihkan bekas sisa iodine providium dengan alcohol 70% atau normal salin dengan cara
swabbing dari arah dalam keluar.
Tutup luka dengan kasa steril dan tuutp dengan plester adhesive yang menyeluruh menutupi
kasa.
Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak tikndakan dengan luka
yang dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.
Drain pasca bedah merupakan material yang menjadi jalan masuk kuman. Perawat melakukan
perawatan luka setiap hari atau disesuaikan dengan kondisi pembalut drain, apabila kotor maka
harus diganti.
Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan
mengoptimalkan kelebihan dari iodine providium sebagai antiseptic dan dengan arah dari dalam
keluar sehingga dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.
Antiseptic iodine providium mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitelisasi
jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan dengan alcohol
atau normal salin.
Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang
bersentuhan dengan luka bedah.
Angkat drainase pascabedah sesuai pesanan medis. Pelepasan sesuai indikasi bertujuan untuk
menurunkan risiko infeksi.
Kolaborasi penggunaan antibiotic. Antibiotic injeksi diberikan selama tiga hari pascabedah
yang kemudian dilanjutkan antibiotic oral sampai jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji
adanya reaksi dan riwayat alergi antibiotic, serta memberikan antibiotic sesuai pesanan dokter.
4. Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
1. Mempertahankan eliminasi usus adekuat.
2. Mengalami sedikit nyeri.
3. Meningkatkan toleransi aktivitas.
4. Mencapai tingkat nutrisi optimal.
a. Makan diet rendah residu, tinggi protein, dan tinggi kalori.
b. Kram abdomen berkurang.
5. Keseimbangan cairan tercapai.
a. Membatasi masukan makanan dan cairan oral bila terjadi mual.
b. Berkemih sedikitnya 1 liter per 24 jam.
6. Mengalami penurunan ansietas.
a. Mengungkapkan masalah dan rasa takut dengan bebas.
b. Menggunakan tindakan koping untuk menghadapi stress.
7. Memerlukan informasi tentang diagnosis, prosedur bedah, dan perawatan diri setelah pulang.
a. Mendiskusikan diagnosa, prosedur bedah, dan perawatan diri pascaoperatif.
b.
8.
a.
9.
10.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
STUDI KASUS
PADA KANKER KOLON
Pengkajian
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama Perawat
: Ns. Cindra
Tanggal Pengkajian
: 05 Mei 2012
Jam Pengkajian
: 08.00 WIB
1. Biodata :
Pasien
Nama
: Tn. A
Umur
: 35 th
Agama
: Islam
Pendidikan
: Sarjana
Pekerjaan
: PNS
Status Pernikahan
: Menikah
Alamat
: Kalirejo, Lampung Tengah
Tanggal Masuk RS
: Sabtu, 05 Mei 2012
Diagnosa Medis
: Ca. Colon
Penanggung Jawab
Nama
: Ny. B
Agama
: Islam
Pendidikan
: Sarjana
Pekerjaan
: PNS
Status Pernikahan
: Menikah
Alamat
: Kalirejo, Lampung Tengah
Hubungan dengan klien : Istri
2. Keluhan utama :
Nyeri hebat pada bagian perut
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk ke Rumah Sakit tanggal 5 Mei 2012 akibat mengalami penyakit Ca. Colon. Klien
datang ke RSUD Pringsewu diantar oleh keluarganya melalui IGD, pada tanggal 5 Mei 2012,
dengan keluhan nyeri pada abdomen, kram perut, pola defekasi bermasalah, sering sembelit,
feses berwarna kehitaman dan kadang disertai darah merah segar, tidak nafsu makan, penurunan
berat badan, dan cepat letih.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap makanan atau obat-obatan, hanya saja tidak
terlalu suka sayuran. + 4 tahun yang lalu klien pernah terkena penyakit thypoid sampai
diopname. Klien pernah mengalami kecelakaan motor namun tidak fatal. Keluarga klien
mengatakan bahwa klien hampir setiap hari mengkonsumsi daging hewan, jarang makan sayur,
dan klien mempunyai riwayat peminum / alkoholic.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien menjelaskan anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan
yang umumnya menyerang, seperti DM, Asma, Hipertensi.
4. Basic Promoting physiology of Health
a. Aktifitas dan latihan
Pekerjaan Tn. A yaitu seorang PNS dan waktu luangnya diisi dengan beristirahat di rumah dan
berkumpul bersama keluarga. Klien jarang berolahraga. Saat sakit, klien hanya bisa berbaring di
tempat tidur, aktifitas terbatas, dan klien dibantu oleh keluarganya.
b. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit lama tidur klien 7-8 jam/hari, hanya dipergunakan untuk tidur malam karena klien
jarang sekali tidur siang dan tidak ada gangguan dalam tidur. Saat sakit lama tidur klien hanya 5
jam dengan tidur siang selama 1 jam. Klien kadang-kadang kesulitan tidur di rumah sakit karena
nyeri yang dialami klien, klien tampak lemah.
c. Kenyamanan dan nyeri
Klien merasakan nyeri pada perutnya dalam 2 bulan belakangan ini. Nyeri akan lebih terasa
menyakitkan jika beraktifitas dan saat defekasi, dan akan berkurang saat klien beristirahat.
Region nyeri yaitu pada abdomen bagian bawah (dessendens bawah). Skala nyeri klien 8, raut
muka klien tampak menahan nyeri.
d. Nutrisi
Sebelum sakit, frekuensi makan Tn. A tidak teratur dikarenakan kesibukan jam kerja yang
mengakibatkan sering telat makan. Berat badan klien 68 kg. Berat badan dalam 2 bulan terakhir
turun drastis menjadi 57 kg. Jenis makanan yang paling sering dikonsumsi klien yaitu daging
hewan dan makanan cepat saji (sate & gulai). Klien tidak suka sayuran, dan tidak memiliki
pantangan terhadap makanan apapun. Klien tidak pernah mengalami operasi gastrointestinal.
Saat sakit, klien hanya mengkonsumsi nasi lembek, sayuran hijau, buah tapi jarang habis karena
klien mual, tidak nafsu makan, & klien tidak makan yang pedas & berminyak. Diet di rumah
sakit adalah diet rendah lemak hewani dan tinggi serat. Kebutuhan pemenuhan nutrisi dibantu
oleh keluarganya.
e. Cairan, elektrolit, dan asam basa
Sebelum sakit frekuensi minum klien 7-8 gelas/hari. Saat sakit, frekuensi minum klien + 2-3
gelas/hari. Turgor kulit tidak elastis. Klien mendapat support IV Line jenis RL 20 tetes/menit.
f. Oksigenasi
Klien tidak mengalami sesak, tidak ada keluhan saat bernafas, irama teratur, klien tidak batuk,
klien tidak merokok, klien tidak terpasang oksigen.
g. Eliminasi fekal/bowel
Frekuensi BAB klien sebelum sakit 1x sehari di pagi hari. Feses berwani kuning, konsistensi
padat, berbau khas, warna kuning kecoklatan, dan tidak ada keluhan.
Saat sakit, klien kesulitan BAB, mengalami sembelit, baru 1x selama dirawat di RS, feses
berwarna kehitaman, konsistensi keras, kadang disertai darah merah segar, berbau anyir.
h. Eliminasi urin
Frekuensi BAK klien 2x sehari. Klien tidak mengalami perubahan pola berkemih. Klien tidak
menggunakan kateter, kebutuhan pemenuhan ADL dengan bantuan keluarga.
i. Sensori, persepsi, dan kognitif
Klien tidak memiliki gangguan dan riwayat penyakit yang menyangkut sensori, persepsi, dan
kognitif
Bed rest
IVFD RL 20 tetes/menit
Th/oral :
Th/inj :
Kemoterapi
Leukovorin
Pembedahan / Laparaskopi
ANALISA DATA
Nama Klien : Tn. A
Umur
: 35 tahun
No. Register
Diagnosa Medis
: 123
: Ca. Colon
06/05/12
13.00 WIB DS :
Klien mengatakan nyeri pada daerah yang di insisi
Klien mengatakan tubuhnya masih lemah
DO :
Klien tampak lemah
Klien tampak menahan nyeri
Ekspresi wajah klien cemberut
Tampak kemerahan pada daerah bekas operasi
Nyeri akut Agen cedera fisik (insisi
pembedahan)
06/05/12
13.30 WIB
DS :
Klien mengatakan gatal pada daerah yang di insisi
Keluarga klien mengatakan badan klien hangat
DO :
Daerah pembedahan tampak masih baru dan terfiksasi
Leukosit : 15.000 /Ul
Suhu : 37,5 C Risiko infeksi
06/05/12
15.00 WIB DS
Klien mengatakan punggungnya terasa panas
Klien mengatakan susah bergerak
Klien mengatakan tidak mampu beraktifitas secara mandiri
DO :
Klien terlihat berbaring di tempat tidur
Klien tampak terpasang kateter
Aktifitas klien terlihat dibantu keluarga
Klien tampak lemah
Tampak adanya luka insisi pada perut klien
DS :
Klien mengatakan tidak nafsu makan
Klien mengatakan tubuhnya lemas
Keluarga klien mengatakan klien belum memakan apapun pasca operasi
Klien mengatakan lidahnya terasa pahit
DO :
Klien tampak lemas
Bibir klien tampak kering & pucat
BB turun + 11 kg selama sakit
Intoleransi aktifitas
Kelemahan fisik
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,
Arif Muttaqin. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : Salemba Medika