Anda di halaman 1dari 20

LP DAN ASKEP KANKER KOLON

KANKER KOLON
A. Definisi
Neoplasma / Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak normal akibat
proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan. Neoplasma terbagi
atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai kanker (cancer). (SylviaA Price,
2005).
Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering ditemukan
daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid. Prognosa optimistik;
tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. (Susan Martin Tucker, 1998).
Lokasi tersering timbulnya kanker kolon adalah di bagian sekum, asendens, dan kolon sigmoid,
salah satu penatalaksanaannya adalah dengan membuat kolostomi untuk mengeluarkan produksi
faeces. Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paruparu ( ACS 1998 ).
B. Etiologi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada
usus besar (Aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat
dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The National Cancer Institute, dan organisasi kanker
lainnya.
Faktor resiko telah teridentifikasi. Faktor resiko untuk kanker kolon :
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Darah dalam feses
3. Riwayat polip rektal atau polip kolon
4. Adanya polip adematosa atau adenoma villus
5. Riwayat keluarga dengan kanker kolon atau poliposis dalam keluarga
6. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis
7. Diit tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat.
Makanan-makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker
pada usus besar Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang
mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama
lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan
timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi
zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat
dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa
kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buahbuahan ( e.g Mormons,seventh Day Adventists ).
C. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat
kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah
dalam feses gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga anemia yang tidak diketahui
penyebabnya, anoreksi, atau penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam,

seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan
dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta
adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungakan dengan lesi rektal adalah
evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses
berdarah.
D. Patofisiologi
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan merupakan
faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi dengan faktor makanan
yang mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi, kadar serat yang rendah, serta adanya
interaksi antara bakteri di dalam usus besar dengan asam empedu dan makanan, selain itu dapat
juga dipengaruhi oleh minuman yang beralkohol, khususnya bir.
Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%) adenokarsinoma (muncul dari
lapisan epitel dalam usus = endotel). Munculnya tumor biasanya dimulai sebagai polip jinak,
yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup, serta merusak; jaringan normal dan meluas
ke dalam struktur sekitarnya. Tumor dapat berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam lumen,
dan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular
lebih sering terjadi pada bagi rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering
terjadi pada sekum dan kolon asendens.
Tumor dapat menyebar melalui :
1. Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih (vesika
urinaria).
2. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah balik ke
sistem portal.
Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat (1197) diantaranya:
1. Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding usus besar
(lapisan mukosa).
2. Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah lapisan mukosa.
3. Pada stadium III sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar limfe yang banyak
terdapat di sekitar usus.
4. Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe atau bahkan
ke organ-organ lain.
E. Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6. Pembentukan abses
F. Pencegahan
Pencegahan Kanker Kolon.
1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan derajat
keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.
2. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.

3. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.


4. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus.
5. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang air
besar.
6. Hidup rileks dan kurangi stress.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik.
Apabila terjadi perdarahan yang cukup bermakna terapi komponen darah dapat diberikan.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi
ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi,
terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi dengan
leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3 macam
kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan
pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan kemoterapi
2. Penatalaksanaan bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal, pembedahan
dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan
kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi merupakan suatu prosedur yang baru
dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop
digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan dikolon, massa tumor kemudian di
eksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C.
Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon kelas D. Tujuan pembedahan
dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor sudah menyebar dan mencakup struktur vital
sekitar, operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung dari lokasi dan ukuran tumor.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Dukungan adaptasi dan kemandirian.
b) Meningkatkan kenyamanan.
c) Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
d) Mencegah komplikasi.
e) Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan.
4. Penatalaksanaan Diet
a) Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran dan zat
yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus akan menjadi
racun yang memicu sel kanker.
b) Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
c) Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama yang
terdapat pada daging hewan.
d) Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat
memicu sel karsinogen / sel kanker.
e) Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
f) Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur

H. Pemeriksaan penunjang
a) Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun
kolonoskopi. Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada
endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.
b) Radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah : foto dada dan
foto kolon (barium enema).
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan
mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi
perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan
tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah
sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest
X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.
Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker pada paru
juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon dapat dapat terlihat
suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura.
c) Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya metastasis
kanker kelenjar getah bening di abdomen dan di hati.
d) Histopatologi/ Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di beberapa tempat
untuk pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi
karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu ditentukan differensiasi sel.
e) Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian
setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor marker (petanda tumor)
yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma
kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk
mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya
pada sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa
tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba.
f) Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk tujuan diagnostik,
identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada pengobatan.
g) Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan
pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
h) Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat menunjukkan anemia,
perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit meningkat atau berkurang.
i) Sinar X dada: Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.

Asuhan Keperawatan pada Pasien Kanker Kolon


1.

Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang perasaan lelah adanya nyeri
abdomen atau rectal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan makan atau
defekasi); pola eliminasi terdahulu dan saat ini, deskripsi tentang warna, bau, dan konsistensi
feses, mencakup adanya darah atau mukus. Informasi tambahan mencakup riwayat masa lalu
tentang penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal; riwayat keluarga dari penyakit
kolorektal; dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet diidentifikasikan mencakup masukan lemak
dan atau serat serta jumlah konsumsi alkohol. Riwayat penurunan berat badan adalah penting.
Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan palpasi abdomen
untuk area nyeri tekan, distensi dan masa padat. Specimen feses diinspeksi terhadap karakter dan
adanya darah.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik. Pada survei umum
terlihat lemah. TTV biasanya normal, tetapi dapat berubah sesuai dengan kondisi klinik. Pada
pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen dan rektum akan didapatkan:
Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal. Pemeriksaan rektum dan feses
akan didapatkan adanya perubahan bentuk dan warna feses. Sering didapatkan bentuk feses
dengan kaliber kecil seperti pita. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan
adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri
abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi, dan distensi), serta adanya darah merah segar
dalam feses.
Auskultasi : biasanya normal.
Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi : nyeri tekan abdomen pada area lesi.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup sebagai berikut:
a. Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi.
b. Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
c. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan, respon pembedahan.
d. Keletihan berhubungan dengan anemia dan anoreksia.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan anoreksia.
f. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi.
g. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan diagnosis kanker.
h. Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah
pulang.
i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen dan perianal),
pembetukan stoma dan kontaminasi fekal terhadap kual periostoma.
j. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi.
3.

Intervensi

Nyeri b.d iritasi intestinal, respon pembedahan


Tujuan :
dalam waktu 2x24 jam pasca bedah nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria :
- Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
- Skala nyeri (0-4)
- TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvansif
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri
Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi :
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST

Beri oksigen nasal apabila skal nyeri 3 ( 0-4).

Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.

Atur posisi fisiologis

Ajarkan teknik relaxasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul


Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

Lakukan manajemen sentuhan

Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri pasien apabila pasien
mengalami skala nyeri 3 (0-4) , keadaan ini merupakan peringatan yang perlu perawat waspadai
karena memberikan manifestasi klinik yang bervariasi dari komplikasi pasca bedah reseksi
kolon.
Pemberian oksigen dilakukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada saat pasien mengalami
nyeri pasca bedah yang dapat mengganggu kondisi hemodinamik.
Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme basal.
Pengaturan posisi semifowler dapat membantu merelaxasi otot-otot abdomen pasca bedah
sehingga dapat menurunkan stimulus nyeri dari luka pasca bedah.
Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari penurunan oksigen
lokal.

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.


Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung. Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan
dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
Analgetik melalui intravena
Analgetik diberikan untuk membantu menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri di
korteks serebri sehingga nyeri dapat berkurang.
Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang kurang adekuat
Tujuan :
Setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pasca bedah, intake nutrisi dapat
optima dilakukan.
Kriteria evaluasi :
- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makan yang tepat.
- Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi : odinovagia berkurang, pirosis
berkurang, RR dalam batas normal 12-20 kali/menit
- Berat badan pada hari ke7 pasca bedah meningkat minimal 0,5kg
Intervensi Rasional
Intervensi nonbedah
Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan saksama.
Sajikana makanan dengan cara yang menarik.
Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa dengan kandungan serat tinggi.
Pantau intake dan output anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik (sekali
seminggu)
Makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung.
Membantu merangsang nafsu makan.
Kandungan serat tinggi dapat membentuk massa feses yang optimal dan menurunkan kondisi
diverkolosis menjadi divertikulatis. Komponen buah-buahan dan sayuran dapat meningkatkan
asupan tinggi serat .
Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
Intervensi dengan pembedahan:
Berikan diet prabedah.

Kaji kondisi dan toleransi gasxtrointestinal pasca reseksi kolon

Lakukan perawatan mulut.

Kolaborasi dengan ahli gizi jenis nutrisi yang akan digunakan pasien.

Diet tinggi kalori, rendah residu biasanya diberikan selama beberapa hari sebelum pembedahan,
bila waktu dan kondisi pasien memungkinan.
Apabila tidak terdapat situasi kedaruratan, tindakan praoperatif dilakukan serupa den gan
pembedahan abdomen umumnya.
Parameter penting adalah dengan melakukan auskultasi bising usus artinya untuk fungsi
gastrointestinal sudah pulih pasca anestesi umum.
Kembalinya diet kepola normal berlangsung sangat cepat.
Sebaiknya 2 liter cairan/hari dianjurkan.
Intervensi ini untuk menurunkan resiko oral.
Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan
sesuai dengan kebutuhan individu.
Kecemasan b.d. promosis penyakit, misinterpretasi informasi
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
- Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pasca bedah masalahnya dan perubahan
koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.
- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.
- Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi Rasional
Monitor respons fisik seperti : kelemahan, perubahan tanda-tanda vital, gerakan yang berulangulang, serta catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.

Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.
Beri dukungan prabedah.

Digunakan dalam mengevaluasi derajat/ tingkat kesedaran/ konsentrasi, khususnya ketika


melakukan komunikasi verbal.
Pada kondisi klinik, pasien biasanya merasa sedih akibat diagnosis penyakit dan rencana
pembedahan. Pasien yang mengalami pembedahan untuk kolostomi sementara dapat
mengekspresikan rasa takut dan masalah yang serupa dengan individu yang memiliki stoma
permanen.
Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas
yang berlebihan.
Hubungan emosional yang baik antara perawat dan pasien akan memengaruhi penerimaan pasien
dengan pembedahan.
Aktif mendengar semua kekwatiran dan keprihatinan pasien adalah bagian penting dari evaluasi
praoperatif.
Keterbukaan mengenai tindakan bedah yang akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan
atau kejadian pasca operatif yang diharapkan akan menghilangkan banyak tak berdasar terhadap
anestesi.
Bagi sebagian pasien, adalah suatu peristiwa hidup yang bermakna.
Kemampuan perawat dan dokter untuk memandang pasien dan keluarga sebagai manusia yang
layak didengarkan dan dimintai pendapat, ikut menentukan hasil pembedahan. Egbert et al.
(1963,dikutip gruendamann, 2006). Memperliahatkan bahwa kecemasan pasien yang dikunjungi
dan dimintai pendapat sebelum dioperasi akan berkurang saat tiba di kamar operasi dibandingkan
mereka yang hanya sekedar diberi pramedikasi dengan fenobarbital. Kelompok yang mendapat
premedikasi melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap cemas.
Bantu pasien meningkatkan citra tubuh memberi kesempatan pasien mengungkapkan
perasaannya. Perubahan yang terjadi pada citra tubuh dan gaya hidup sering sangat

mengganggu, oleh karena itu pasien memerlukan dukungan empatis dalam mencoba
menyesuaikannya. Oleh karena stoma ditempatkan pada abdomen pasien dapat berfikir bahwa
setiap orang akan melihat ostomi. Perawat dapat membantu informasi aktual tentang prosedur
pembedahan dan pembentukan, serta penatalaksaan ostomi. Apabila pasien menghendaki,
diagram, foto dan slat dapat digunakan untuk menjelaskan dan memperjelas. Pasien juga dapat
mengalami stres emosional, perawat perlu mengulang beberapa intonasi. Berikan kesempatan
pada pasien untuk mengajukan pertanyaan.
Hadirkan pasien yang pernah dilakukan kolostomi. Berdiskusi dengan individu yang berhasil
menghadapi kolostomi sering membantu menurunkan kecemasan pasien pasca prabedah.
Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekplorasikan
perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya kelurga dan teman-teman yang
dipilih pasien melayani aktifitas dan pengalihan (membaca) akan menurunkan perasaan
terisolasi.
Kolaborasi :
Beriak anti cemas sesuai indikasi contohnya diazepam.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
Risiko injuri b.d. pasca-prosedur reseksi kolon
Tujuan : Dalam waktu 2 X 24 jam pascaintervensi reseksi kolon, pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria evaluasi:
- TTV dalam batas normal
- Kondisi kepatenan selang dada optimal
- Tidak terjadi infeksi pada insisi.
Intervensi Rasional
Kaji faktor-faktor yang meningkatkan risiko injuri. Pascabedah pasien akan terdapat drain pada
tubuh pasien. Keterampilan keperawatan kritis diperlukan agar pengkajian vital dapat sistematis
dilakukan.
Monitor adanya komplikasi pasca bedah. Perawat memonitor adanya komplikasi pasca bedah
seperti kebocoran dari sisi anastomosis, prolaps stoma, perforasi, retraksi stoma, inpaksi feka,l
dan iritasi kulit, serta komplikasi paru yang dihubungkan dengan abdomen. Andomen dipantau
terhadap tanda kembalinya peristaltil dan kaji karakteristik feses.
Bantu ambulasi dini. Paisen yang menjalani kolostomi dibantu turun dari tempat tidur pada
hari pertama pascaoperatif dan didorong untuk mulai berpartisipasi dalam menghadapi
kolostomi.
Beri perhatian khusus pada pasien usia lanjut. Pasien lansia dapat mengalami penurunan
penglihatan sampai beberapa derajat dan kerusakan pendengaran, serta kesulitan melakukan
keterampilan yang memerlukan koordinasi motorik halus. Oleh karenanya, membantu pasien
memegang alat ostomi pada periode praoperatif dan simulasi perbersihan kulit periostomal, seta
irigasi stoma akan membantu pasien.
Jatuh akibat ketidaksengajaan sering terjadi pada lansia. Oleh karena itu, pengting untuk
memastikan apakah pasien dapat berjalan tanpa bantuan kekamar mandi.
Perawatan kulit adalah masalah utama untuk para lansia dengan ostoma, karena pada lansia
terjadi perubahan pada kulit akibat proses penuaan. Lapisan lemak subkutan dan epitel menjadi
tipis dan kulit mudah teriritasi. Untuk mencegah krusakan, perhatian khusus diberikan pada
hygiene kulit dan penempatan alat yang tepat. Arteri sklerosis terjadi akibat penurunan aliran

darah pada luka dan sisi stoma.


Pertahankan status hemodinamik yang optimal. Pasien akan mendapat cairan intravena sebagai
pemeliharaan status hemodinamik
Monitor kondisi selang nasogatrik. Secara umum pasien pasca esofagektomi akan terpasang
selang nasogatrik. Perawat berusaha untuk tidak mengubah posisi, mengangkat, memanipulasi,
atau mengirigasi selang, kecuali memang diperlukan untuk terapi.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotic pasca bedah. Antibiotik menurunkan risiko infeksi yang
akan menimbulkan reaksi inflamasi local dan dapat memeperlama proses penyembuhan pascafunduplikasi lambung.

Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entre dari luka pembedahaan
Tujuan : Dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan
lunak.
Kriteria evaluasi:
Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area
luka pembedahan
Leukosit dalam batas normal
TTV dalam batas normal
Intervensi Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah adanya order khusus dari tim dokter bedah
dalam melakukan perawatan luka. Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan
yang diharapkan.
Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering. Kondisi bersih dan kering akan
menghindari kontaminasi komensal dan akan menyebabkan respons inflamasi lokal, serta akan
memperlama penyembuhan luka.
Lakukan perawatan luka:
Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua pasca bedah dan diulang setiap dua hari sekali
pada luka abdomen

Lakukan perawatan luka pada sekitar drain

Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptic, jenis iodine providium dengan
caraswabbing dari arah dalam keluar.

Bersihkan bekas sisa iodine providium dengan alcohol 70% atau normal salin dengan cara
swabbing dari arah dalam keluar.
Tutup luka dengan kasa steril dan tuutp dengan plester adhesive yang menyeluruh menutupi
kasa.
Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak tikndakan dengan luka
yang dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.
Drain pasca bedah merupakan material yang menjadi jalan masuk kuman. Perawat melakukan
perawatan luka setiap hari atau disesuaikan dengan kondisi pembalut drain, apabila kotor maka
harus diganti.
Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan
mengoptimalkan kelebihan dari iodine providium sebagai antiseptic dan dengan arah dari dalam
keluar sehingga dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.
Antiseptic iodine providium mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitelisasi
jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan dengan alcohol
atau normal salin.
Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang
bersentuhan dengan luka bedah.
Angkat drainase pascabedah sesuai pesanan medis. Pelepasan sesuai indikasi bertujuan untuk
menurunkan risiko infeksi.
Kolaborasi penggunaan antibiotic. Antibiotic injeksi diberikan selama tiga hari pascabedah
yang kemudian dilanjutkan antibiotic oral sampai jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji
adanya reaksi dan riwayat alergi antibiotic, serta memberikan antibiotic sesuai pesanan dokter.
4. Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
1. Mempertahankan eliminasi usus adekuat.
2. Mengalami sedikit nyeri.
3. Meningkatkan toleransi aktivitas.
4. Mencapai tingkat nutrisi optimal.
a. Makan diet rendah residu, tinggi protein, dan tinggi kalori.
b. Kram abdomen berkurang.
5. Keseimbangan cairan tercapai.
a. Membatasi masukan makanan dan cairan oral bila terjadi mual.
b. Berkemih sedikitnya 1 liter per 24 jam.
6. Mengalami penurunan ansietas.
a. Mengungkapkan masalah dan rasa takut dengan bebas.
b. Menggunakan tindakan koping untuk menghadapi stress.
7. Memerlukan informasi tentang diagnosis, prosedur bedah, dan perawatan diri setelah pulang.
a. Mendiskusikan diagnosa, prosedur bedah, dan perawatan diri pascaoperatif.

b.
8.
a.
9.
10.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mendemonstrasikan teknik perawatan ostomi.


Mempertahankan insisi tetap bersih, stoma, dan luka perineal.
Secara bertahap meningkatkan partisipasi dalam perawatan stoma.
Mengungkapkan perasaan dan masalah tentang diri sendiri secara verbal.
Tidak mengalami komplikasi.
Menggunakan antibiotic oral sesuai resep.
Bekerjasama dalam protocol pembersihan usus.
Tidak demam.
Bisisng usus ada.
Lingkar abdomen dalam batas normal atau menurun.
Tidak ada bukti perforasi atau pendarahan.

STUDI KASUS
PADA KANKER KOLON
Pengkajian
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama Perawat
: Ns. Cindra
Tanggal Pengkajian
: 05 Mei 2012
Jam Pengkajian
: 08.00 WIB
1. Biodata :
Pasien
Nama
: Tn. A
Umur
: 35 th
Agama
: Islam
Pendidikan
: Sarjana
Pekerjaan
: PNS
Status Pernikahan
: Menikah
Alamat
: Kalirejo, Lampung Tengah
Tanggal Masuk RS
: Sabtu, 05 Mei 2012
Diagnosa Medis
: Ca. Colon
Penanggung Jawab
Nama
: Ny. B
Agama
: Islam
Pendidikan
: Sarjana
Pekerjaan
: PNS
Status Pernikahan
: Menikah
Alamat
: Kalirejo, Lampung Tengah
Hubungan dengan klien : Istri
2. Keluhan utama :
Nyeri hebat pada bagian perut
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk ke Rumah Sakit tanggal 5 Mei 2012 akibat mengalami penyakit Ca. Colon. Klien
datang ke RSUD Pringsewu diantar oleh keluarganya melalui IGD, pada tanggal 5 Mei 2012,

dengan keluhan nyeri pada abdomen, kram perut, pola defekasi bermasalah, sering sembelit,
feses berwarna kehitaman dan kadang disertai darah merah segar, tidak nafsu makan, penurunan
berat badan, dan cepat letih.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap makanan atau obat-obatan, hanya saja tidak
terlalu suka sayuran. + 4 tahun yang lalu klien pernah terkena penyakit thypoid sampai
diopname. Klien pernah mengalami kecelakaan motor namun tidak fatal. Keluarga klien
mengatakan bahwa klien hampir setiap hari mengkonsumsi daging hewan, jarang makan sayur,
dan klien mempunyai riwayat peminum / alkoholic.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien menjelaskan anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan
yang umumnya menyerang, seperti DM, Asma, Hipertensi.
4. Basic Promoting physiology of Health
a. Aktifitas dan latihan
Pekerjaan Tn. A yaitu seorang PNS dan waktu luangnya diisi dengan beristirahat di rumah dan
berkumpul bersama keluarga. Klien jarang berolahraga. Saat sakit, klien hanya bisa berbaring di
tempat tidur, aktifitas terbatas, dan klien dibantu oleh keluarganya.
b. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit lama tidur klien 7-8 jam/hari, hanya dipergunakan untuk tidur malam karena klien
jarang sekali tidur siang dan tidak ada gangguan dalam tidur. Saat sakit lama tidur klien hanya 5
jam dengan tidur siang selama 1 jam. Klien kadang-kadang kesulitan tidur di rumah sakit karena
nyeri yang dialami klien, klien tampak lemah.
c. Kenyamanan dan nyeri
Klien merasakan nyeri pada perutnya dalam 2 bulan belakangan ini. Nyeri akan lebih terasa
menyakitkan jika beraktifitas dan saat defekasi, dan akan berkurang saat klien beristirahat.
Region nyeri yaitu pada abdomen bagian bawah (dessendens bawah). Skala nyeri klien 8, raut
muka klien tampak menahan nyeri.
d. Nutrisi
Sebelum sakit, frekuensi makan Tn. A tidak teratur dikarenakan kesibukan jam kerja yang
mengakibatkan sering telat makan. Berat badan klien 68 kg. Berat badan dalam 2 bulan terakhir
turun drastis menjadi 57 kg. Jenis makanan yang paling sering dikonsumsi klien yaitu daging
hewan dan makanan cepat saji (sate & gulai). Klien tidak suka sayuran, dan tidak memiliki
pantangan terhadap makanan apapun. Klien tidak pernah mengalami operasi gastrointestinal.
Saat sakit, klien hanya mengkonsumsi nasi lembek, sayuran hijau, buah tapi jarang habis karena
klien mual, tidak nafsu makan, & klien tidak makan yang pedas & berminyak. Diet di rumah
sakit adalah diet rendah lemak hewani dan tinggi serat. Kebutuhan pemenuhan nutrisi dibantu
oleh keluarganya.
e. Cairan, elektrolit, dan asam basa
Sebelum sakit frekuensi minum klien 7-8 gelas/hari. Saat sakit, frekuensi minum klien + 2-3
gelas/hari. Turgor kulit tidak elastis. Klien mendapat support IV Line jenis RL 20 tetes/menit.
f. Oksigenasi
Klien tidak mengalami sesak, tidak ada keluhan saat bernafas, irama teratur, klien tidak batuk,
klien tidak merokok, klien tidak terpasang oksigen.
g. Eliminasi fekal/bowel
Frekuensi BAB klien sebelum sakit 1x sehari di pagi hari. Feses berwani kuning, konsistensi
padat, berbau khas, warna kuning kecoklatan, dan tidak ada keluhan.

Saat sakit, klien kesulitan BAB, mengalami sembelit, baru 1x selama dirawat di RS, feses
berwarna kehitaman, konsistensi keras, kadang disertai darah merah segar, berbau anyir.
h. Eliminasi urin
Frekuensi BAK klien 2x sehari. Klien tidak mengalami perubahan pola berkemih. Klien tidak
menggunakan kateter, kebutuhan pemenuhan ADL dengan bantuan keluarga.
i. Sensori, persepsi, dan kognitif
Klien tidak memiliki gangguan dan riwayat penyakit yang menyangkut sensori, persepsi, dan
kognitif

5. Pemeriksaan Fisik Head To Toe


a. Keadaan Umum
Kesadaran klien composmentis, Vital Sign TD 110/90 mmHg, Nadi 70x/menit, irama reguler
kekuatan sedang, Respirasi 26x/menit, irama regular, Suhu 36,50 C
b. Kepala : kulit kepala normal, tidak ada hematoma, lesi atau kotor. Rambut mudah patah saat
dicabut, hitam tanpa uban, dan bersih.
Mata : mata klien secara umum normal, bentuk simetris, konjungtiva tampak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil dapat merespon terhadap cahaya, palpebra normal, tidak ada oedema. Lensa mata
normal, jernih, visus mata kanan dan kiri normal. Tampak garis kehitaman pada kelopak mata
klien bagian bawah.
Hidung : Hidung klien simetris, tidak ada septum deviasi, polip, epistaksis, gangguan indera
pencium, atau secret.
Mulut : Mulut klien normal, dimana gigi klien normal, tidak ada lubang, dan tidak ada gigi
palsu. Bibir klien kering, tidak stomatitis, dan tidak sianosis. Gusi klien berwarna merah, lidah
klien tampak kotor.
Telinga : telinga klien simetris, bersih, dan tidak ada gangguan pendengaran.
Leher : leher klien normal, tidak ada pembesaran thyroid, tidak ada kaku kuduk, tidak ada
hematoma, tida ada lesi.
Tenggorokan klien normal, tidak ada nyeri tekan, tidak hipremis, dan tidak ada pembesaran
tonsil.
c. Dada : bentuk dada klien normal
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dada simetris. Palpasi : Fremitus taktil kanan sama dengan
kiri. Perkusi : pulmo kanan dan kiri sonor. Auskultasi : vesikuler pada pulmo kanan dan kiri
Cor : Inspeksi: ictus cordis tidak nampak. Palpasi : Ictus cordis teraba pada mid clavicula sic 5,
Perkusi : menunjukkan batas jantung normal.
Auskultasi : Bunyi jantung I (SI) di ruang intercosta V sebelah kiri, Bunyi jantung II (SII) di
ruang intercosta II sebelah kanan, Bunyi jantung III (SIII) tidak ada, murmur tidak ada.
d. Abdomen : inspeksi : bentuk agak cembung. Palpasi : adanya nyeri tekan pada perut
bawah. Auskultasi : peristaltik permenit.
e. Genetalia : Laki-laki : normal, tidak ada perdarahan.
f. Rektum : Normal, tidak ada hemoroid, tidak ada prolaps, dan tidak ada tumor.
g. Ekstremitas :
- atas : Kekuatan otot ka/ki : 6/6, ROM ka/ki : aktif/aktif
- bawah : kekuatan otot ka/ki: 6/6, ROM ka/ki : aktif/aktif

Psiko sosio budaya dan spiritual :


Psikologis :
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah gelisah. Cara mengatasi gelisahnya klien
dihibur keluarga. Dukungan yang diberikan oleh keluarga sangat baik, keluarga memberikan
semangat kepada klien agar klien selalu berdoa supaya cepat sembuh.
Rencana klien setelah masalah terselesaikan adalah istirahat di rumah. Klien juga mengatakan
sedikit cemas dengan penyakitnya. Klien takut akan perubahan status kesehatannya.
Sosial :
Aktivitas atau peran di masyarakat adalah sebagai anggota RT 5 Kalirejo. Kebiasaan lingkungan
yang tidak disukai adalah lingkungan yang kotor. Cara mengatasinya dengan melakukan kegiatan
kerja bakti.
Budaya :
Budaya yang diikuti klien adalah budaya jawa. Kebudayaan yang dianut tidak merugikan
kesehatannya.
Spiritual :
Aktivitas ibadah sehari-hari sholat 5 waktu. Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan adalah
yasinan. Keyakinan klien tentang masalah kesehatan yang sekarang sedang dialami : klien yakin
akan dirinya pasti sembuh.
6. Pemeriksaan Penunjang
Tes Diagnostik : (05 Mei 2012)
Hematologi Hasil Nilai Normal Interpretasi
Hb 11,5 12-18 g/dL Turun
Ht/PVC 42 40-52% Normal
Leukosit 7.000 4.000-10.000 /uL Normal
Trombosit 253.000 150.000-450.000 /uL Normal
Masa protrombin 13.0 11.0-17.0 detik Normal
Radiologi :
Foto colon ( Barium Enema)
Colonoscopy
7. Terapi Medis

Bed rest

IVFD RL 20 tetes/menit

Th/oral :

Th/inj :

Kemoterapi

Leukovorin

5-FU, Levamisol, Leuvocorin

Pembedahan / Laparaskopi
ANALISA DATA
Nama Klien : Tn. A
Umur
: 35 tahun

No. Register
Diagnosa Medis

: 123
: Ca. Colon

Ruang Rawat : Paviliun Asri 3


Alamat
: Kalirejo
TGL/JAM DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
05/05/12
08.00 WIB DS :
Klien mengatakan perutnya sangat sakit bagian bawah
Klien mengatakan perutnya bertambah sakit saat bergerak
Klien mengatakan nyeri hilang timbul
DO :
Klien tampak meringis kesakitan
Klien tampak gelisah
Skala nyeri klien 8
Klien tampak tidak nyaman dengan perutnya
Nyeri akut
dengan kemungkinan menekan organ yang lain

Obstruksi tumor pada usus

06/05/12
13.00 WIB DS :
Klien mengatakan nyeri pada daerah yang di insisi
Klien mengatakan tubuhnya masih lemah
DO :
Klien tampak lemah
Klien tampak menahan nyeri
Ekspresi wajah klien cemberut
Tampak kemerahan pada daerah bekas operasi
Nyeri akut Agen cedera fisik (insisi
pembedahan)
06/05/12
13.30 WIB
DS :
Klien mengatakan gatal pada daerah yang di insisi
Keluarga klien mengatakan badan klien hangat
DO :
Daerah pembedahan tampak masih baru dan terfiksasi
Leukosit : 15.000 /Ul
Suhu : 37,5 C Risiko infeksi

Tindakan invasif, insisi post pembedahan


06/05/12
14.00 WIB

06/05/12
15.00 WIB DS
Klien mengatakan punggungnya terasa panas
Klien mengatakan susah bergerak
Klien mengatakan tidak mampu beraktifitas secara mandiri
DO :
Klien terlihat berbaring di tempat tidur
Klien tampak terpasang kateter
Aktifitas klien terlihat dibantu keluarga
Klien tampak lemah
Tampak adanya luka insisi pada perut klien
DS :
Klien mengatakan tidak nafsu makan
Klien mengatakan tubuhnya lemas
Keluarga klien mengatakan klien belum memakan apapun pasca operasi
Klien mengatakan lidahnya terasa pahit
DO :
Klien tampak lemas
Bibir klien tampak kering & pucat
BB turun + 11 kg selama sakit
Intoleransi aktifitas

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Ketidakmampuan untuk mencerna makanan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (NANDA):
Pre Operasi
Nyeri akut b.d obstruksi tumor pada usus dengan kemungkinan menekan organ yang lain
Post Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (insisi pembedahan)
2. Risiko infeksi b.d tindakan invasif, insisi post pembedahan
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
mencerna makanan

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,
Arif Muttaqin. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai