Anda di halaman 1dari 46

SKENARIO I

Tn. I.S umur 26 tahun masuk rumah sakit dengan riwayat


penyakit sejak satu bulan lalu sering kejang-kejang dimulai dari
wajah hingga keseluruh tubuh dengan kejang tonik klonik, pada saat
kejang kesadaran menurun. Dari pengkajian yang dilakukan klien
pernah mengalami trauma pada bagian kepala. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan kaku kuduk (-) brudzinky 1 dan 2 (-), kekuatan otot
(5). TD: 120 /80 mmHg, RR 22 x/menit. Pada pemeriksaan EEG
didapatkan terdapat gelombang hiperaktif. Hasil CT Scan hematoma
A. Klarifikasi
serebral, klien Istilah-istilah
sering bertanyapentingtentang kesehatannya, klien sering
1. Kejang tonik klonik : adalah jenis kejang yang melibatkan seluruh
tubuh.penyakit ini juga di sebut epilepsi besar.kondisi ini muncul saat
gelombang otak bekerja secara abnormal yang mengakibatkan kejang otot
abnormal dan pingsan.
2. Trauma bagian kepala: Trauma kepala / cedera kepala merupakan trauma
yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan fisik,
intelektual, emosional dan sosial (Black, 1997). Trauma kepala adalah
benturan pada kepala yang disebabkan oleh tenaga dari luar yang
mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan
perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan/ atau fungsi emosional
(Judha & Rahil, 2011)
3. Kaku kuduk : adalah suatu keluhan nyeri kepala yang menjalar ke
tengkuk dan punggung.
4. brundzinky: adalah tekhnik pemeriksaan rangsang selaput otak
5. kekuatan otot: adalah kemampuan otot untuk berkontraksi dan
menghasilkan gaya.
Skala kekuatan otot :
Skala 0 : otot tidak mampu bergerak, misalnya jka tapak tangan dan
jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari teta-p saja di
tempat walau sudah di perintahkan untuk bergerak.
Skala 1: jika otot di tekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan,
ini berarti otot masih belum atropi atau belum layu

1
Skala 2: dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah misalnya tapak tangan di suruh telungkup atau lurus bengkok
tapi jika di tahan sedikit sajah sudah tak mampu bergerak
Skala 3: dapat menggerakan otot dengan tahanan minimal misalnya
dapat menggerakan tapak tangan dan jari
Skala 4: dapat bergerak dan dapat melawan hambtan yang ringan
Skala 5: bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal
6. EEG :(Elektroensefalogram) adalah alat untuk merekam aktivitas dari
otak dengan menggunakan pena yang menulis diatas gulungan kertas.
Referensi : (www.rsi.co.id)
7. CT Scan :merupakan teknologi pemeriksaan yang memanfaatkan sinar x
untuk menghasilkan gambar tubuh dalam tiga dimensi.
Referensi : (www.medkes.com)
8. Hematoma serebral :pendarahan dalam subtansi otak (www.acedemia.edu)
9. Mual :sensasi tidak menyenangkan ingin muntah, dan sering berkatian
edengan keringat dingin, pucat, air liur, nyeri lambung, kontraksi
duodenum, dan refluks isi usus kecil ke dalam lambung.
Referensi : http://kamuskesehatan.com/arti/mual/
10. Muntah : keluarnya makanan secara paksa dari perut melalui tenggorokan.
Makan keluar dari mulut, atau kadang melalui hidung. Muntah dapat
terjadi dengan sengaja atau tidak. Dan lebih dilihat sebagai gejala daripada
sebuah kondisi.
Referensi : http://www.google.com/amp/s/www.docdoc.com/id/info/
condition/muntah/amp
11. TD : TD (Tekanan Darah) adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding
arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut
tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi
saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai
rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik120/80 mmHg
Normal tekanan darah : 120/80 mmHg
- Bayi : 70-90/50 mmHg
- Anak-anak : 80-100/60 mmHg
- Dewasa muda : 110-125/60-70 mmHg
- Dewasa tua : 130-150/80-90 mmHg
12. Frekuensi nafas : Pernapasan atau dikenal dengan Respiratory Rate (RR)
adalah Jumlah seseorang mengambil nafas per-menit. Pemeriksaan
dilakukan untuk menilai proses pengambilan O2 dan pengeluaran CO2.

2
Tingkat respirasi biasanya diukur ketika seseorang dalam posisi diam dan
hanya melibatkan menghitung jumlah nafas selama satu menit dengan
berapa kali dada meningkat. Dengan Normalnya :
- Bayi : 30-40x/menit
- Anak-anak : 20-30x/menit
- Dewasa : 16-24x/menit
- Lansia : 14-16x/menit
Kejang demam B. KATA/PROBLEM KUNCI epilepsi
Definisi : Cedera kepala
1. Kejang tonik klonik
Kejang Demam 2. (KejangTrauma di bagian kepala
Definisi : Definisi :
Tonik-Klonik Demam) 3. adalah
Hasil CT-Scan Hematoma serebral Trauma kepala / cedera kepala
bangkitan kejang yang terjadi pada
4. Pemeriksaan EEG Epilepsi atau yang
Gelombang lebih sering
hiperaktif. merupakan trauma yang mengenai
kenaikan suhu tubuh (suhu5.mencapai
Sering Mual disebut
Muntah ayan atau sawan adalah otak yang dapat mengakibatkan
diatas >380 C). Kejang demam dapat gangguan siste saraf pusat yang perubahan fisik, intelektual,
terjadi karena proses intrakranial terjadi karena letusan pelepasan emosional dan sosial (Black,
maupun ekstrakranial. Kejang muatan listrik sel saraf secara 1997). Trauma kepala adalah
demam terjadi pada 2-4% populasi berulang, dengan atau tanpa benturan pada kepala yang
anak berumur 6 bulan sampai kejang-kejang (Marsaid.2008) disebabkan oleh tenaga dari luar
dengan 5 tahun. Paling sering pada Etiologi : yang mengakibatkan berkurang
anak usia 17-23 bulan. 1. Idiopatik atau terganggunya status kesadaran
Etiologi 2. Faktor herediter
dan perubahan kemampuan
3. Faktor genetic
Beberapa faktor resiko 4. Kelainan congenital otak kognitif, fungsi fisik dan/ atau
C. MIND MAP fungsi emosional (Judha & Rahil,
berulangnya kejang yaitu : 5. Trauma; kontusio serebri,
- Riwayat kejang dalam keluarga Kejang-kejang
hematoma subaraknoid, 2011)
- Usia <18 bulan hematoma subdural Etiologi :
- Tingginya suhu badan sebelum 6. Neoplasma otak dan 1. Cedera Akselerasi
kejang main tinggi suhu selaputnya 2. Cedera deselerasi
sebelum kejang demam, Manifestasi klinis : 3. Cedera akselerasi-
semakin kecil kemungkinan 1. Gerakan wajah atau
kejang demam akan berulang desekerasi
menyeringai
- Lamanya demam sebelum 2. Sentakan yang dimulai 4. Cedera coup-countre
kejang semakin pendek jarak disalah satu bagian tubuh, coup
antara mulainya demam dengan yang dapat menyebar
kejang, maka makin besar 3. Pengalaman sensorik Manifestasi klinis :
1. pada geger otak, kesadaran
resiko kejang demam berulang. berupa penglihatan, bau,
sering kali menurun.
Manifestasi klinis: atau suara.
2. Sakit kepala
1. Kejang demam sederhana 4. Kesemutan
3. Muntah
2. Kejang demam kompleks 5. Perubahan tingkat
kesadaran 4. Pola nafas dapat menjadi
abnormal secara progresif
f 5. Respon pupil

3
4
Lembar Ceklis
Penyakit
Manifestasi Klinis Kejang Cedera kepala
Epilepsy
demam
Kejang tonik klonik + + -
Trauma di bagian kepala + + +
Hematoma serebral - + +
Gelombang hiperaktif + + +
Mual muntah - + +

D. PERTANYAAN PERTANYAAN PENTING


1. Mengapa klien sering merasakan kejang tonik klonik dimulai dari wajah
hingga keseluruh tubuh?
2. Apa penyebab trauma pada bagian kepala?
3. Mengapa klien pada saat kejang kesadarannya menurun?
4. Apakah usia berhubungan dengan kasus diatas?
5. Mengapa klien sering mual muntah?

E. JAWABAN PERTANYAAN
1. Saat seseorang terjadi cedera kepala kemungkinan keparahan yang di
timbulkan yaitu perdarahan pada daerah intracranial sehingga
menyebabkan sirkulasi darah menuju otak terganggu, akibat adanya
kerusakan pembuluh darah intracranial dan edema serebral. Hipoksia pada
jaringan otak juga akan mengakibatkan sel neuron pada otak akan
mengalami gangguan potensial aksi sehingga terjadinya
ketidakseimbangan difusi ion K+ dan Na+ akan menyebabkan pelepasan
aliran atau muatan listrik yang tak seimbang sehingga akan terjadi kejang
yang di dahului bagian tubuh yang paling dekat dengan otak kemudian
akan menjalar keseluruh tubuh (kejang tonik klonik).
2. Karena pada penyakit epilepsy dia akan mengalami kejang dan membuat
orang tersebut kehilangan kesadaran sehingga klien dapat mengalami jatuh
dan mengakibatkan cedera kepala.
3. Kesadaran klien menurun saat kejang di akibatkan adanya hipoksia
jaringan otak yang mengatur kesadaran saat kejang akan terjadi kontraksi
secara terus menerus pada diagfragma dan otot intrakosta akan
mengakibatkan volume paru-paru menurun, sehingga klien akan

5
mengalami sesak nafas akibat udara yang masuk ke paru-paru pun akan
menurun, penurunan udara ini akan menyebabkan pertukaran O2 dan CO2
terganggu sehingga akan mengakibatkan hipoksia jaringan otak, hipoksia
ini kemudian akan mempengaruhi kerja nervus vertibulokoklearis ataupun
medula oblongata sebagai pusat kesadaran, ini akan menurunkan
kesadaran yang berangsur-angsur menghilang hingga tak sadarkan diri.
Penurunan kedaran ini juga diakibatkan adanya terhambatnya sirkulasi
darah dan O2 ke jaringan otak menurun akibat edema serebral sehingga
terjadi penurunan fungsi nervus vertibulokoklearis dan medulla spinalis
sebagai pusat kesadaran.
4. epilepsy paling banyak menyerang pada anak atau usia diatas 65
tahun.pada anak dia akan merusakan IQ anak.namun pada dasarnya
penyakit ini dapat menyerang usia berapa saja.jadi usia tidak berpengaruh
pada penyakit ini.
5. mual muntah pada klien dengan riwayat cedera kepala yaitu muntah
proyektil yang diakibatkan adanya peningkatan tekanan intracranial karena
adanya edema akibat cedera kepala, selanjutnya akan merangsang
reseptor tekanan intracranial. Ketika reseptor tekanan intarakranial
terangsang akan mengakibatkan pusat muntah di dorsallateral
formatioreticularis terangsang, selanjutnya formation retikularis akan
meneruskan rangsangan motorik melalui nervus fagus selanjutnya nervus
fagus akan menyebabkan kontraksi duodenum dan antrum lambung dan
terjadi peningkatan tekanan intra abdomen, selain itu nervus fagus juga
membuat spingter esovagus membuka oleh karena itu terjadi muntah yang
menyemprot.

F. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


1. Kami ingin mengetahui bagaimana Klien yang mengidap epilepsy dan
apakah perempuan dapat terkena epilepsy.
G. INFORMASI TAMBAHAN
Profil penyandang epilepsi di Poliklinik Saraf RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado periode Juli 2015 Juni 2016 oleh Mughni H. Hasibuan,
Corry N. Mahama dan Rizal Tumewah

6
H. KLARIFIKASI INFORMASI
1. Profil penyandang epilepsi di Poliklinik Saraf RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado periode Juli 2015 Juni 2016 oleh Mughni H.
Hasibuan, Corry N. Mahama dan Rizal Tumewah didapatkan bahwa :
Hasil penelitian menunjukkan penyandang epilepsi laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan. Terbanyak ditemukan pada
golongan usia dewasa muda, lulusan SMA, belum bekerja dan masih berstatus
sebagai pelajar. Penyandang epilepsi dengan jenis bangkitan parsial (fokal)
paling banyak ditemukan dari pada yanng dengan jenis bangkitan umum.
Pengobatan tersering yang dilakukan terhadap penyandang epilepsi ialah
dengan monoterapi obat-obat anti epilepsi. Berdasarkan terkontrolnya kejang
pada pasien epilepsi, lebih banyak kejang tidak terkontrol.
Pasien dengan epilepsi memiliki tingkat kematian lebih tinggi secara
bermakna dibandingkan dengan populasi umum.5 Walaupun penyakit ini telah
dikenal lama dalam masyarakat, terbukti dengan adanya istilah-istilah bahasa
daerah untuk penyakit ini seperti sawan, ayan, dan lain sebagainya, tapi
pengertian akan penyakit ini masih kurang bahkan salah, sehingga
penyandang epilepsi digolongkan dalam penyakit gila, kutukan, dan turunan
sehingga tidak diobati atau bahkan disembunyikan. Akibatnya banyak
penyandang epilepsi yang tidak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang
tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang
merugikan baik bagi penyandang maupun keluarganya
I. ANALISA DAN SINTESA INFORMASI
Berdasarkan kasus diatas dikatakan bahwa Tn I.S mengalami kejang sudah
1 bulan dan kejang mulai dari wajah sampai ke seluruh tubuh. Dari pengkajian
fisik klien pernah mengalami Trauma kepala. Dari data di atas dapat
disimpulkan bahwa klien mengalami Epilepsi. Karena Epilepsi merupakan
pelepasan muatan listrik yang berlebih yang bisa di akibatkan karena cedera
kepala. Salah satu jenis epilepsi adalah kejang hipotonik yaitu kejang yang
terjadi pada seluruh tubuh.

J. LAPORAN DISKUSI (TERLAMPIR)

7
BAB II
Konsep Medik

A. Definisi
Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan
siste saraf pusat yang terjadi karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf
secara berulang, dengan atau tanpa kejang-kejang (Marsaid.2008)
Epilepsy adalah kejang yang terjadi tanpa penyebab metabolic yang
reversible. Epilepsy dapat berupa kondisi primer atau sekunder. Epilepsy
primer terjadi secara spontan, biasanya pada masa kanak-kanak dan memiliki
predisposisi genetic. Saat ini dilakukan pemetaan beberapa gen yang
berhubungan dengan epilepsy primer. Epilepsy sekunder terjadi akibat

8
hipoksemia, cedera kepala, infeksi stroke, atau tumor system saraf pusat.
Epilespi awitan dewasa biasanya disebabkan oleh salah satu insiden tersebut.
(Corwin,2009)
Epilepsy adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat atau
sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh
disfungsi otak sesaat dimanifestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik,
otonomik, atau psikis yang abnormal. Epilepsy merupakan akibat dari
gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang berulang
(Satyanegara,2010)
B. Etiologi
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik disritmia pada sel
saraf pada salah satu bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan
muatan listrik abnormal, berulang, dan tidak terkontrol (Brunner & Sudarth)
Menurut Mansjoer,Arif etiologi dari epilepsy :
1. Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada anak adalah epilepsy idiopatik
2. Faktor herediter; ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang
disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neuro fibromatosis,
hipoglikemi, hipopratiroidisme, angiomatosis ensefalotrigeminal,
fenilketonuria
3. Faktor genetic; pada kejang demam dan breath holding spell
4. Kelainan congenital otak; atrofi, poresenfali, agenesis korpus kolosum
5. Gangguan metabolic; hipernatremia, hiponatremia, hipoklasemia,
hipoglikemia
6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
selaputnya, toksoplasmosis
7. Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
8. Neoplasma otak dan selaputnya
9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10. Keracunan; timbale (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air
11. Lain-lain; penyakit darah, gangguan keseimbangan hormone, degenerasi
serebral, dan lain-lain

C. Klasifikasi
Epilepsy dapat diklasifikasikan sebagai idiopatik atau sintomatik : (Sylvia
A. Price)
1. Pada epilepsy idiopatik atau asensial, tidak dapat dibuktikan adanya lesi
sentral.

9
2. Pada epilepsy simtomatik atau sekunder, suatu kelainan otak
menyebabkan timbulnya respon kejang. Penyakit-penyakit yang berkaitan
dengan epilepsy sekunder adalah cedera kepala, gangguan metabolisme
dan gizi (hipoglikemia, feniketonuria, defisiensi vitamin B6), faktor toksik
(uremia, intoksikasi alcohol, putus obat narkotik), ensefalitis, stroke,
hipoksia atau neoplasma otak, dan gangguan elektrolit, terutama
hiponatremia dan hipokalsemia.

D. Manifestasi Klinis
Menurut Corwin (2009) : Kejang parsial dapat berkaitan dengan :
1. Gerakan wajah atau menyeringai
2. Sentakan yang dimulai disalah satu bagian tubuh, yang dapat menyebar
3. Pengalaman sensorik berupa penglihatan, bau, atau suara.
4. Kesemutan
5. Perubahan tingkat kesadaran
Kejang umum dapat berkaitan dengan :
1. Ketidaksadaran, biasanya disertai dengan jatuh kecuali pada masa kanak-
kanak tidak ada kejang
2. Reflex pada lengan dan tungkai yang tidak terkontrol
3. Periode apnea yang singkat (henti napas)
4. Salvias dan mulut berbusa
5. Menggigit lidah
6. Inkontinensia
7. Stadium postictal berupa stupor atau koma, diikuti oleh kebingungan, sakit
kepala, dan keletihan
8. Prodroma dapat terjadi pada setiap jenis kejang. Prodroma adalah perasaan
atau gejala tertentu yang dapat mendahului kejang selama beberapa jam
atau beberapa hari
9. Aura dapat terjadi pada setiap jenis kejang. Aura adalah sensasi sensorik
tertentu yang sering atau selalu timbul sesaat menjelang kejang
Menurut Yuliana elin,2009:
1. Gejala kejang yang spesifik akan tergantung pada macam kejangnya. Jenis
kejang dapat bervariasi antara pasien, namun cenderung serupa
2. Kejang komplek parsial dapat termasuk gambaran somatosensori atau
motor fokal
3. Kejang komplek parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran

10
4. Ketiadaan kejang dapat tampak relative ringan, dengan periode perubahan
kesadaran hanya sangat singkat (detik)
5. Kejang tonik klonik umum merupakan episode konvulsif utama dan selalu
dikaitkan dengan kehilangan kesadaran
Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang pada epilepsy dibagi menjadi
dua : (Ali & zaidin.2000)
1. Kejang umum (generalized seizure); jika aktivasi terjadi pada kedua
hemisfer otak secara bersama-sama. Kejang umum terbagi atas :
a. Tonic-clonic convulsion (grand mal)
Merupakan bentuk paling banyak terjadi pasien tiba-tiba jatuh, kejang,
nafas terengah-engah, keluar air liur, bisa terjadi sianosis, ngompol,
atau menggigit lidah terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah,
kebingungan, dan sakit kepala.
b. Abscense attacks/lena (petit mal)
Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau
awal remaja penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip,
dengan kepala terkulai kejadiannya Cuma beberapa detik, dan bahkan
sering tidak disadari.
c. Myoclonic seizure
Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami
sentakan yang tiba-tiba. Jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa
terjadi pada pasien normal.
d. Atonic seizure
Jarang terjadi pasienn tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, tapi
bisa segera recovered.
2. Kejang parsial/vocal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak. Kejang
parsial terbagi menjadi dua :
a. Simple partial seizures
Pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi sentakan-sentakan pada
bagian tertentu dari tubuh.
b. Complex partial seizures
Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali : gerakan
mengunyah, meringis, dan lain-lain tanpa kesadaran.

11
E. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya epilepsy ditandai dengan gangguan paroksimal
akibat penghambatan neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan
antara neurotransmitter eksitatori dan inhibitori. Defisiensi neurotransmitter
inhibitori seperti Gamma Amino Butyric Acid (GABA) atau peningkatan
neurotransmitter eksitatori seperti glutamat menyebabkan aktivitas neuron
tidak normal. Neurotransmitter eksitatori (aktivitas pemacu kejang) yaitu
glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas
kortikotripin, purin, peptide, sitokin dan hormone steroid. Neurotransmitter
inhibitori (aktivitas menghambat neuron) yaitu dopamine dan Gamma Amino
Butyric Acid (GABA). Serangan kejang juga diakibatkan oleh abnormalitas
konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dapat menyebabkan ketidakstabilan
membrane neuron.
Aktivitas glutamate pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat
memicu pembuukaan kanal Na+ dan Ca2+ banyak masuk ke intrasel.
Akibatnya, terjadi pengurangan perbedaan polaritas pada membrane sel atau
yang disebut juga dengan depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam
penerusan potensial aksi sepanjang sel syaraf. Depolarisasi berkepanjangan
akibat peningkatan glutamate pada pasien epilepsy menyebabkan terjadina
potensial aksi yang terus-menerus dan memicu aktivitas sel sel syaraf.
Beberapa obat-obat antiepilepsi bekerja dengan cara membloade atau
menghambat reseptor AMPA (alpha amino 3 hidroksi 5 Methylosoxazole 4
propionic acid) dan menghambat reseptor NMDA (N-methil D-aspartat).
Interaksi antara glutamate dan dan reseptornya dapat memicu masuknya ion-
ion Na+ dan Ca2+ yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya potensial
aksi. Namun felbamat (antagonis NMDA) dan topiramat (antagonis AMPA)
bekerja dengan berikatan dengan reseptor glutamate, sehingga glutamate tidak
bisa berikatan dengan reseptornya. Efek dai kerja kedua obat ini adalah
menghambat penerusan potensial aksi dan menghambat aktivitas sel-sel syaraf

12
yang teraktivasi. Patofisiologi epilepsy meliputi ketidakseimbangan kedua
faktor ini yang menyebabkan instabilitas pada sel-sel syaraf tersebut.
F. Penatalaksanaan
Menurut Elizabeth J. Corwin,2009 :
1. Identifikasi jenis kejang sangat penting untuk pellaksanaan yang optimal
2. Atasi penyebab gangguan kejang jika mungkin
3. Tersedia obat yang dapat mengurangi frekuensi kejang yang di alami
individu. Tujuan penatalaksanaan kejang adalah menghilangkan sama
sekali kejadian kejang dengan minimumnya efek samping yang
disebabkan oleh penatalaksanaan. Obat yang dipilih harus tepat untuk jenis
kejang
4. Pembedahan reseksi untuk mengangkat focus epileptogenik semakin
sering dilakukan dan diindikasikan pada pasien yang obat anti epilepsinya
tidak sepenuhnya mengontrol kejang. Pembedahan juga dapat digunakan
untuk memutuskan hubungan antara hemisfer serebril, dengan membatas
kejadian kejang (yang disebut korpus kalostomi)
5. Stimulasi saraf vagus mencakup alat listrik yang diimplan pada area
infraklavikular yang memberikan pola tertentu stimulasi vagal pada pasien
yang mengalami kejang refraktori terhadap terapi. Terapi ini adalah
alternative yang relatif baru untuk terapi obat. Stimulator saraf vagus
terbukti efektif dalam menurunkan frekuensi kejang pada beberapa pasien
6. Dianjurkan konseling bagi pasien dan keluarga
Tujuan utama dari terapi epilepsy adalah tercapainya kualitas hidup
penderita yang optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut
antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa
efek samping ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta
menurunkan angka kesakitan dan kematian. (Arif,Mansjoer)
1. Non Farmakologi
a. Amati faktor pemicu
b. Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR, konsumsi
kopi atau alcohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dan lain-
lain.

2. Farmakologi

13
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk
epilepsy yakni :
a. Obat anti epilepsy (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsy
sudah dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi
penjelasan mengenai tujuan pengobatan daan efek samping dari
pengobatan tersebut.
b. Terapi dimulai dengan monoterapi
c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap
sampai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
d. Apabila dengan penggunaan OAE dosis maksimum tidak dapat
mengontrol bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila
sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan
secara perlahan.
e. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti
bangkitan tidak terkontrol dengan pemberian OAE pertama dan kedua.
Menggunakan obat-obatan antiepilepsi yaitu : (Arif,Mansjoer)
1) Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+ :
Inaktivasi kanal Na, menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik. Contoh : fenitoin, karbamazepin,
lamotrigin, okskarbazepin, valproat.
2) Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik :
a) Agonis reseptor GABA, meningkatkan tranmisi inhibitori
dengan mengaktifkan kerja reseptor GABA, contoh :
benzodiazepine, barbiturat.
b) Menghambat GABA transaminase, konsentrasi GABA
meningkat, contoh Vigabatrin. Menghambat GABA transporter,
memperlama aksi GABA, contoh : Tiagabin.
c) Meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal
pasien mungkin dengan menstimulasi pelepasan GABA dari
noon-vesikular pool contoh : Gabapentin.
Pemilihan OAE berdasakan jenis bangkitan dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Jenis OAE lini OAE lini OAE yang OAE yang

14
Bangki Dipertimba
pertama kedua Dihindari
tan ngkan
Clonazepa
Sodium
Bangki Clobazam m
valproat
tan Levetiracet Phenobarbi
Lamotrigine
umum am tal
Topiramate
tonik- Oxcarbaze Phenytoin
Carbamazep
klonik pine Acetazola
ine
mide
Carbamaze
Bangki Sodium Clobazam pine
tan valproat Topiramate Gabapentin
lena Lamotrigine Oxcarbaze
pine
Clobazam
Topiramate Carbamaze
Bangki
Sodium Levetiracet pine
tan
valproat am Gabapentin
mioklo
Topiramate Lamotrigin Oxcarbaze
nik
e pine
Piracetam
Clobazam Carbamaze
Bangki Sodium Phenobarbi
Levetiracet pine
tan valproat tal
am Oxcarbaze
tonik Lamotrigine Phenytoin
Topiramate pine
Carbamaze
Clobazam Phenobarbi
Bangki Sodium pine
Levetiracet tal
tan valproat Oxcarbaze
am Acetazola
atonik Lamotrigine pine
Topiramate mide
Phenytoin
Bangki Carbamazep Clobazam Clonazepa
tan ine Gabapentin m
fokal Oxcarbazepi Levetiracet Phenobarbi

15
dengan
ne
atau
Sodium am tal
tanpa
valproat Phenytoin acetazolam
bangkit
Topiramate Tiagabine ide
an
Lamotrigine
umum
(kelompok studi epilepsy PERDOSSI)
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat
dihentikan tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsy, penghentian
sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan
kejang. Sedangkan pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih
lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatikan ketika
hendak mennghentikan OAE yakni : (kelompok studi epilepsy PERDOSSI)
1. Syarat umum yang meliputi :
a. Penghentian OAE telah didiskusikan terlebih dahulu dengan
pasien/keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas
bangkitan.
b. Gambaran EEG normal
c. Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula
setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
d. Bila penderita menggunakan lebih dari 1 OAE aka penghentian
dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.
2. Kemungkinan kekambuhan setelah penghentian OAE
a. Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya
b. Epilepsy simtomatik
c. Gambaran EEG abnormal
d. Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan
e. Penggunaan OAE lebih dari 1
f. Masih mendapatkan 1 atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
g. Mendapat terapi 10 tahun atau lebih
h. Kekambuhan akan semakin kecil kemungkinannya apabila penderita
telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila
bangkitan timbul kembali maka pengobatan menggunakan dosis
efektif terakhir, kemudian evaluasi.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG)
2. Magnetic Resonance imaging (MRI)

16
3. Computed tomography (CT scan)

H. Komplikasi
Menurut Elizabeth J. Corwin,2009
1. Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental dapat terjadi setelah
kejang yang berulang
2. Depresi dan ansietas dapat terjadi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
isolasi social jangka panjang dapat terjadi
Menurut Yuda Turana, 2006 :
1. Gangguan Memori
a. Fenomena tip of tongue yaitu penderita tahu kata yang ingin
diucapkan tapi tidak terfikir olehnya.
b. Checking, Yaitu harus kembali memeriksa hal-hal yang dilakukan.
c. Sering lupa dimana meletakan barang
Lsi pada otak adalah penyebab utama gangguan memoripada epilepsy,
karena lesi pada lbus temporal mempunyai hubungan dengan fungsi
belajar.
2. Gangguan Kognitif
Pada anak, gangguan berbahasa lebih sering terjadi pada anak.kejang
berulang pada anak berhubungan dengan fungsi intelek. Dapat juga
disebabkan oleh obat antiepilepsi.
3. Penurunan Fungsi Memori Verbal
Disebabkan oleh operasi yaitu paska operasi epilepsi
4. Keterbatasan Interaksi Sosial
Hal itu terjadi pada epilepsy lobus frontal, karena peranan korteks
prefrontal yang berperandalam fungsi emosi, perilaku hubungan
interpersonal. Apabila terganggu dapat mengakibatkan keterbatasan
interaksi social.
5. Status Epileptikus
6. Kematian

17
KONSEP KEPERAWATAN

SKENARIO I

Tn. I.S umur 26 tahun masuk rumah sakit dengan riwayat penyakit sejak
satu bulan lalu sering kejang-kejang dimulai dari wajah hingga keseluruh tubuh
dengan kejang tonik klonik, pada saat kejang kesadaran menurun. Dari
pengkajian yang dilakukan klien pernah mengalami trauma pada bagian kepala.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kaku kuduk (-) brudzinky 1 dan 2 (-),
kekuatan otot (5). TD: 120 /80 mmHg, RR 22 x/menit. Pada pemeriksaan EEG
didapatkan terdapat gelombang hiperaktif. Hasil CT Scan hematoma serebral,
klien sering bertanya tentang kesehatannya, klien sering mual muntah.

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. I.S
Umur : 26 tahun
Agama : (Tidak terkaji)
Jenis kelamin : Laki-laki

Status : (Tidak terkaji)


Pendidikan : (Tidak terkaji)
Pekerjaan : (Tidak terkaji)
Suku Bangsa : (Tidak terkaji)
Alamat : (Tidak terkaji)
Tanggal Masuk : (Tidak terkaji)
Tanggal Pengkajian : (Tidak terkaji)
No. Register : (Tidak terkaji)
Diagnosa Medis : Cedera kepala

18
b. Identitas Penanjung Jawab
Nama : (Tidak terkaji)
Umur : (Tidak terkaji)
Hub. Dengan Pasien : (Tidak terkaji)
Pekerjaan : (Tidak terkaji)
Alamat : (Tidak terkaji)

2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini) :
Klien memiliki riwayat penyakit sejak satu bulan lalu sering kejang-
kejang dimulai dari wajah hingga keseluruh tubuh
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Tn. I.S umur 26 tahun masuk rumah sakit dengan riwayat penyakit
sejak satu bulan lalu sering kejang-kejang dimulai dari wajah hingga
keseluruh tubuh dengan kejang tonik klonik, Upaya yang dilakukan
untuk mengatasinya
b. Riwayat kesehatan yang lalu :
klien pernah mengalami trauma pada bagian kepala
c. Riwayat penyakit keluarga: -
3. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tingkat kesadaran : komposmetis / apatis / somnolen / sopor/koma
c. GCS : verbal:.Psikomotor:.Mata :..
d. Tanda-tanda Vital : Nadi = , Suhu =. , TD
=120/80x/ menit, RR= 22 x/menit
e. Keadaan fisik
Kepala : Ada trauma pada
Kulit : Tidak Dikaji
Mata : Tidak Dikaji
Hidung : Tidak Dikaji
Telinga : Tidak dikaji
Mulut : Tidak Dikaji
Leher : Tidak Dikaji
Dada/Pernafasan : Tidak dikaji
Abdomen : Tidak dikaji
System Reproduksi : Tidak Dikaaji
Ekstremitas atas/bawah : Kekuatan otot (5)
4. Neurologis :
Status mental dan emosi :
Pengkajian saraf kranial :
Pemeriksaan refleks :

19
5. Kebutuhan fisik, psikologis, social,spiritual
Aktifitas dan istirahat : Tidak Dikaji
Personal hygiene : Tidak dikaji
Nutrisi : klien sering megeluh mual muntah
Eliminasi : Tidak terkaji
Seksualitas : Tidak dikaji
Psikososial : Tidak Dikaji
Spiritual : Tidak dikaji
6. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium yang berhubungan
Pemeriksaan radiologi
Hasil konsultasi
Pemeriksaan penunjang diagnostic lain :
- pemeriksaan EEG didapatkan terdapat gelombang hiperaktif
- Hasil CT Scan hematoma
7. Data Fokus

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


1. kejang-kejang dimulai dari 1. klien pernah mengalami
wajah hingga keseluruh tubuh trauma pada bagian kepala
2. pada saat kejang kesadaran 2. kejang tonik klonik
3. kekuatan otot (5)
menurun
4. TD: 120 /80 mmHg
3. klien sering mual muntah
5. RR 22 x/menit
6. EEG didapatkan terdapat
gelombang hiperaktif
7. Hasil CT Scan hematoma
serebral
8. klien sering bertanya tentang
kesehatannya

II. ANALISA DATA


A. Tabel Analisa Data
N Masalah
Data Etiologi
o Keperawatan
1. Data Subjektif: - Trauma kepala Gangguan Perfusi
Data Objektif:
Jaringan Serebrel
1. Hematoma Cerebral Kerusakan pembuluh darah
2. Kesadaran Menurun serebral (00024)

Domain 4.
Ditangani / tdk ditangani

20
Aktifitas/istirahat
Pendarahan cerebral
Kelas 4. Respon

Hematoma cerebral Cardio Vaskuler/

Pulmunal
Menekan jaringan-jaringan otak

Obstruksi pembuluh darah
cerebral

Sirkulasi darah terganggu

Suplai O2 menurun

Dx. Resiko Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Serebral
2. Data Subjektif: Trauma kepala Mual (00134)
Data Objektif:
Domain 12.
1. Klien sering mual, Kerusakan pembuluh darah serebral
muntah Kenyamanan
Ditangani / tdk ditangani
Kelas 1.

Pendarahan cerebral Kenyamanan

Fisik
Hematoma cerebral

Menekan jaringan-jaringan otak

Area trigerzone dekat medulla
oblongata dan pusat muntah
terangsang

Reflex mual muntah

Dx. Mual
3. DS: Trauma kepala Resiko Cedera
1. Sering kejang-kejang
(00035)
DO: Kerusakan pembuluh darah
1. Kejang tonik kronik serebral Domain 11.
2. Kesadaran menurun
keamanan/perlin
Dtangani / tdk ditangani
dungan
Pendarahan cerebral
Kelas : 2 cedera

Hematoma cerebral fisik

21
Menekan jaringan-jaringan otak

Obstruksi pembuluh darah
cerebral

Sirkulasi darah terganggu

Suplai O2 menurun

Hipoksia sel otak

Perubahan keseimbangan
membrane sel neuron

Gangguan potensial aksi di sel
neuron

Perubahan difusi ion-ion (k+
dan Na+)

Lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron cerebral

Kejang epileptic

Epilepsi

Kontraksi otot yang mendadak

Aktivitas kejang

Lingkungan yang menyebabkan
cidera

Dx. Resiko Cidera
4. DS: - Trauma kepala Defisiensi
DO:
Pengetahuan
Klien sering bertanya Kerusakan pembuluh darah
serebral (00126)
tentang penyakitnya

Domain : 5
Ditangani / tdk ditangani
persepsi/kognisi
Pendarahan cerebral
Kelas : 4 kognisi

Hematoma cerebral

22
Menekan jaringan-jaringan otak

Obstruksi pembuluh darah
cerebral

Sirkulasi darah terganggu

Suplai O2 menurun

Hipoksia sel otak

Perubahan keseimbangan
membrane sel neuron

Gangguan potensial aksi di sel
neuron

Perubahan difusi ion-ion (k+
dan Na+)

Lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron cerebral

Kejang epileptic

Epilepsi

Kurangnya perawatan dan
pengobatan

Kejang berulang (sejak 1 bulan)

Pasien terus bertanya akan
gejala yang muncul

Dx. Defisiensi Pengetahuan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Perfusi Jaringan Serebrel (00024)
Domain 4. Aktifitas/istirahat
Kelas 4. Respon Cardio Vaskuler/ Pulmunal
2. Mual (00134)
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 1. Kenyamanan Fisik
3. Resiko Cedera (00035)

23
Domain 11. keamanan/perlindungan
Kelas : 2 cedera fisik
4. Defisiensi Pengetahuan (00126)
Domain : 5 persepsi/kognisi
Kelas : 4 kognisi

24
C. Intervensi dan Rasional

Diagnosa NOC NIC Rasional


Risiko ketidakefektifan perfusi1. Status Sirkulasi Manajemen Edema Serebral Manajemen Edema Serebral
jaringan otak (00201) 2. Kognitif Observasi: Observasi:
Domain 4 : Aktivitas/Istirahat 3. Perfusi jaringan:
Kelas 4 : Respon Serebral 1. Catat perubahan pasien 1. Mengetahui adanya gangguan
Kardiovaskuler/Pulmonal dalam berespon terhadap dari fungsi masing-masing
Tujuan : Setelah dilakukan stimulus saraf untuk memudahkan
Definisi : Penurunan oksigen tindakan keperawatan . X dalam tindakan keperawatan
yang mengakibatkan kegagalan 24 jam Risiko ketidakefektifan selanjutnya
pengiriman nutrisi ke jaringan perfusi jaringan otak dapat 2. Monitor status neurologi 2. Mengetahui adanya kelainan
pada tingkat kapiler diatasi dengan : dengan ketat dan atau gangguan dalam masing-
bandingkan dengan nilai masing pemeriksaan bagian
DS: - Kriteria Hasil : normal neurologi
DO: 1) Mendemonstrasikan status 3. Monitor TIK pasien dan 3. Peningkatan intrakranial (TIK)
1. Hematoma Cerebral sirkulasi yang ditandai respon terhadap aktivitas dapat menyebabkan beberapa
2. Kesadaran Menurun dengan: perawatan gejala salah satunya sakit
a. Tekanan systol dan kepala. Saat pasien mengalami
diastole dalam rentang sakit kepala maka aktivitas
yang diharapkan (5) yang dilakukan dapat
b. Saturasi oksigen (5) terhambat dan karena gejala
c. Tidak ada tanda-tanda tersebut maka diharapka
peningkatan tekanan pasien dapat bedrest untuk
intrakranial (tidak lebih sementara waktu
dari 15 mmHg) (5) 4. Monitor intake dan output 4. Apabila output lebih besar
Catatan: pengeluaran dari pada
1. (Deviasi berat dari kisaran input/intake cairan maka yang

25
normal) terjadi pasien akan mengalami
2. (Deviasi yang cukup kekuarangan volume cairan
benar dari kisaran normal) yang bisa menyebabkan
3. (Deviasi sedang dari dehidrasi
kisaran normal) Mandiri: Mandiri:
4. (Deviasi ringan dari 5. Kurangi stimulus dalam 5. Stimulus yang berlebihan
kisaran normal) lingkungan pasien dapat menyebabkan pasien
5. (Tidak ada deviasi dari mengalami gangguan atau
kisaran normal) ketidaknyamanan yang
dirasakan
2) Perfusi Jaringan: Serebral 6. Rencanakan asuhan 6. Istirahat yang cukup dapat
a. Tekanan intrakranial keperawatan untuk membantu pasien untuk
(5) memberikan periode menurunkan tekanan darah
b. Sakit kepala (5) istirahat pasien dan dapat
c. Penurunan tingkat mengembalikan fungsi-fungsi
kesadaran (5) otak termasuk kelenturan saraf
d. Refleks saraf terganggu dalam proses penyembuhan
(5) penyakit stroke
Catatan: 7. Saring percakapan dalam 7. Untuk memudahkan perawat
1. (Sangat terganggu) pendengaran pasien dalam mengetahui keadaan
2. (Banyak terganggu) atau perasaan sakit yang
3. (Cukup terganggu) sedang dirasakan oleh pasien
4. (Sedikit terganggu) dan dapat membantu pasien
5. (Tidak terganggu) untuk mengurangi nyeri juga
memberikan rasa nyaman. Dan
perawat dapat memberitahukan
tentang pengobatan ataupun
health education pada pasien

26
dengan penyakit stroke
8. Batasi cairan 8. Cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan pasokan cairan
menuju ke otak akan
tertumpuk dan akan menekan
intrakranial yang lama-
kelamaan akan menyebabkan
pasien merasakan nyeri kepala,
mual,dll.
9. Ketika pasien mengalami
9. Pertahankan suhu normal hipertermi/demam maka
komplikasi dari demam ini
adalah dapat menyebabkan
pasien akan mengalami
kejang-kejang
Kolaborasi: Kolaborasi:
10. Lakukan tindakan 10. Asam valproat adalah obat
pencegahan terjadinya yang digunakan untuk
kejang menangani kejang, umumnya
akibat epilepsi. Obat ini
bekerja dengan
mengembalikan keseimbangan
neurotransmiter dalam otak
sehingga kejang-kejang
berhenti. Selain kejang, asam
valproat juga dapat menangani
gejala mania pada pengidap
gangguan bipolar serta

27
mencegah migrain.
Monitor Tekanan Intra Monitor Tekanan Intra Kranial
Kranial (TIK) (TIK)
Observasi: Observasi:

11. Monitor tekanan aliran 11. Aliran darah yang berlebihan


darah otak dapat menyebabkan
penumpukan pada pembuluh
darah dan lama-kelamaan akan
pecah dan akan mengalami
komplikasi yang berkelanjutan
12. Monitor status neurologis 12. Mengetahui adanya kelainan
atau gangguan dalam masing-
masing pemeriksaan bagian
neurologi
13. Monitor jumlah, nilai, dan 13. Mengetahui tindakan
karakteristik pengeluaran keperawatan yang selanjutnya
cairan serebrospinal (CSF)
Mandiri: Mandiri:

14. Rekam pembacaan 14. Mengetahui apakah ada


tekanan TIK peningkatan tekanan
intrakanial untuk menentukan
intervensi yang tepat
15. Periksa pasien terkait ada 15. Gejala kaku kuduk salah
tidaknya gejala kaku satunya adalah sakit kepala
kuduk yang di sertai dengan otot-otot
sekitar leher menjadi kaku
16. Letakkan kepala dan leher 16. Mengurangi rasa nyeri pada

28
pasien dalam posisi netral, tekanan intrakranial dan
hindari fleksi pinggang menghindari tanda dan gejala
yang berlebihan. kaku kuduk
17. Sesuaikan kepala tempat 17. Membantu dalam
tidur mengoptimalkan perfusi
serebral
Health Education: Health Education:
18. Membantu keluarga untuk
18. Berikan informasi kepada mengetahui penyakit yang
pasien dan keluarga/orang sedang dialami pasien dan
penting lainnya membantu perawat dalam
mengambil keputusan terhadap
pengobatan pasien
Kolaborasi:
Kolaborasi:
19. Antibiotika adalah segolongan
19. Berikan antibiotic molekul, baik alami maupun
sintetik, yang mempunyai efek
menekan atau menghentikan
suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam
proses infeksi oleh bakteri.
20. Untuk membantu dokter agar
20. Beritahu dokter untuk dapat menentukan tindakan
peningkatan TIK yang medis yang akan dilakukan
tidak bereaksi sesuai terhadap peningkatan tekanan
peraturan perawatan intrakranial
Monitor Neurologi

29
Monitor Neurologi Observasi
Observasi
21. Untuk mengetahui apakah
21. Pantau ukuran pupil, pupil itu isokor atau anisokor
bentuk, kesimetrisan dan 22. Skala Koma Glasgow (GCS)
reaktivitas adalah salah satu pemeriksaan
22. Monitor kecenderungan neurologi dengan melakukan
Skala Koma Glasgow tes refleks membuka mata,
refleks verbal dan refleks
motrik dari klien
23. Mengetahui apakah pasien
23. Monitor bentuk otot, mengalami gangguan dalam
gerakan motorik, gaya saraf motorik
berjalan, dan
proprioception Mandiri:
Mandiri:
24. Mengetahui perkembangan
24. Tingkatkan frekuensi lebih lanjut tentang gangguan
pemantauan neurologis, atau kelainan yang dialami
yang sesuai pasien
25. Stres merupakan suatu
25. Hindari kegiatan yang bisa kegiatan yang dapat membuat
meningkatkan tekanan penekanan pada intrakranial
intrakranial karena terlalu banyak
memikirkan sesuatu yang terus
menerus dingat
Kolaborasi:
Kolaborasi:
26. Untuk membantu dokter dalam

30
26. Beritahu dokter mengenai pengobatan kesembuhan
perubahan kondisi pasien pasien
Perawatan Sirkulasi :
Perawatan Sirkulasi : Insufisiensi Arteri
Insufisiensi Arteri Observasi:
Observasi 27. Untuk menghindari terjadinya
27. Monitor jumlah cairan dehidrasi akibat kurangnya
yang masuk dan keluar cairan yang masuk dan untuk
menghindari terjadinya
penumpukan cairan pada otak
akibat kelebihan cairan
28. Mengetahui bagian tubuh lain
28. Monitor tingkat akibat nyeri saat melakukan
ketidaknyamanan atau olahraga/beraktivitas
nyeri saat melakukan
olahraga dimalam hari
atau saat beraktivitas Mandiri:
Mandiri: 29. Mencegah terjadinya
29. Ubah posisi setidaknya luka/dekubitus akibat tirah
setiap 2 jam, dengan tepat baring yang lama
30. Dukung pasien untuk 30. Membantu dalam proses
melakukan olahraga bergerak dan sirkulasi darah ke
walaupun pasien tidak jaringan-jaringan yang tidak
suka dapat dijangkau
31. Untuk membantu pasien agar
31. Lindungi ujung kaki dan tidak terjadi cedera fisik yang
tangan dari cedera akan mengakibatkan gangguan
dari saraf lainnya

31
Health Education
Health Education 32. Dengan perawatan kn maki
32. Instruksikan pada pasien dapat membantu pasien agar
mengenai perawatan kaki tidak terjadi pembengkakan
yang tepat pada daerah ektremitas bawah
yaitu kaki
33. Agar pasien mengetahui dan
33. Instruksikan pasien Membantu pasien dalam
mengenai faktor-faktor menghindari faktor-faktor yang
yang mengganggu dimaksudkan
sirkulasi darah (misalnya,
merokok, pakaian ketat,
terlalu lama di dalam suhu
dingin, dan menyilangkan
kaki Kolaborasi:
Kolaborasi: 34. Obat anti platelet secara
34. Berikan obat antiplatelet singkat adalah obat-obatan
(penurunan agregasi yang menghambat adanya
platelet) atau antikoagulan agregasi platelet dan
(pengencer darah), dengan pembentukan thrombus dalam
tepat tubuh. ... Sebagai contoh yang
lebih spesifik ketika
endotelium di pembuluh darah
mengalami kerusakan, akan
tejadinya aktivasi platelet
sebagai bentuk tubuh dalam
melakukan homeostatisnya.

32
Mual (00134) 1. Keparahan mual dan
Domain : 12 (Kenyamanan) muntah Manajemen Mual Manajemen Mual
Kelas : 1 (Kenyamanan Fisik) 2. Control mual dan
Definisi: Suasana fenomena muntah
Observasi : Observasi :
subjektif tentang rasa tidak 3. Status kenyamanan :
1. Observasi tanda-tanda non 1. Untuk lebih memudahkan
nyaman pada bagian belakang fisik
verbal dari perawat untuk mengetahui
tenggorok atau lambung,yang
ketidaknyamanan, apakah pasien (yang tidak
dapat atau tidak dapat Setelah dilakukan tindakan
terutama pada orang-orang dapat berkomunikasi secara
mengakibatkan muntah. keperawatan selama .......
yang tidak mampu untuk efektif) dapat menyampaikan
x24 jam, Mual pada klien
berkomunikasi secara isi pesan melalu gerakan-
DS: teratasi dengan
efektif gerakan non verbal (ekspresi
DO:
wajah, fisik)
2. Klien sering mual, muntah Kriteria Hasil :
2. Monitor efek dari 2. Mengetahui apakah ada
1. Keparahan mual dan
management mual secra tindakan atau efek samping
muntah
keseluruhan yang akan membuat pasien
a. Frekuensi mual (4)
tidak nyaman
b. Frekuensi muntah (4) Mandiri: Mandiri:
c. Sekresi air ludah yang 3. Kendalikan factor-faktor 3. Bau busuk dapat merangsang
banyak (4) lingkungan yang sel-sel yang berada dalam
d. Ketiaskseimbangan membangkitkan mual rongga hidung yang
elektrolit (4) (misalnya, bau yang tidak berhubungan langsung dengan
menyenangkan, suara, dan saraf olfaktorius. Jadi apabila
Catatan : stimulasi visual yang tidak pasien mencium bau busuk,
1. (Berat) menyenangkan makan refleks mual dapat
2. (Cukup berat) terjadi.
3. (Sedang) 4. Ajari penggunaan tehnik 4. Teknik non akupresur adalah
4. (Ringan) non farmakologi teknik yang sering digunakan
5. (Tidak ada) (misalnya, relaksasi, dengan cara menekan bagian-

33
imajinasi terbimbing, bagian ektremitas yang
2. Control Molen distraksi, akupresur) untuk langsung behubungan dengan
a. Mengenali onset mual mengatasi mual bagian saraf seperti ujung
(4) kuku, telapak tangan, dan juga
b. Mengenali pencetus kaki untuk bisa merefeleksikan
stimulus muntah (4) agar tidak terjadi tekanan saraf
c. Menggunakan langkah- yang dapat menyebabkan mual
langkah pencegahan bahkan muntah
(4) 5. Dorong pola makan 5. Pola makan yang sedikit tapi
d. Menghindari bau yang dengan porsi sedikit berkreasi dapat membuat
tidak menyenangkan makanan yang menarik pasien ingin makan dan dapat
(4) bagi pasien yang mual menghilangkan perasaan mual
e. Melaporkan mual, dan pada pasien
muntah yang terkontrol Health Education: Health Education:
(4) 6. berikan informasi 6. Agar pasien dapat mengetahui
mengenai mual, seperti penyebab dari mual untuk
Catatan : penyebab mual dan berapa pasien stroke karena adanya
1. (Tidak pernah di lama itu akan berangsang peningkatan tekanan
tunjukan) intrakranial yang akan
2. (Jarang di tunjukan) merangsang reseptor sehingga
3. (Kadang-kadang di mual dan muntah dapat terjadi
tunjukan) 7. Informasikan profesional 7. Teknik non akupresur adalah
4. (Sering menunjukan) perawatan kesehatan teknik yang sering digunakan
5. (Secara konsisten lainnya dan anggota dengan cara menekan bagian-
menunjukan) keluarga dari setiap bagian ektremitas yang
strategi non farmakologi langsung behubungan dengan
3. Status kenyamanan: Fisik yang digunakan oleh bagian saraf seperti ujung
a. Intake makanan (5) pasien yang mual kuku, telapak tangan, dan juga

34
b. Intake cairan (5) kaki untuk bisa merefeleksikan
c. Sakit kepala (5) agar tidak terjadi tekanan saraf
d. Nyeri otot (5) yang dapat menyebabkan mual
e. Inkontinensia urin (5) bahkan muntah
Kolaborasi Kolaborasi
Catatan : 8. Kolaborasikan dengan 8. Obat antiemetik ini dapat
1. (Sangat terganggu) tenaga medis lainnya menghambat reseptor
2. (Banyak terganggu) untuk untuk mengurangi serotonin pada sistem saraf
3. (Cukup terganggu) mual yang dialami klien serebral dan saluran
4. (Sedikit terganggu) pencernaan. Sehingga obat
5. (Tidak terganggu) golongan ini dapat digunakan
untuk mengobati mual dan
muntah

Manajemen muntah Manajemen muntah


Observasi : Observasi :

9. Identifikasi factor-faktor 9. Faktor yang dapat


yang dapat menyebabkan menyebabkan mual bahkan
atau berkontribusi terhadap sampai muntah adalah karena
muntah adanya penekanan terhadap
intrakranial. Untuk faktor
pencetus atau faktor tambahan
yang dapat menyebabkan
muntah salah satunya adalah
bau busuk.
10. Monitor keseimbangan 10. Mual dan muntah dapat
cairan dan elektrolit menyebabkan adanya

35
ketidakseimbangan antara
cairan dan elektrolit baik input
maupun output. Input yang
masuk tidak seimbang dengan
output. Semakin banyak output
yang keluar maka akan
menyebabkan pasien
mengalami kekurangan
volume cairan yang dapat
berakibat dehidrasi pada pasien
itu sendiri
Mandiri: Mandiri:
11. Berikan kenyamanan 11. Keberadaan perawat dan
selama periode muntah fasilitas muntah dapat
memberikan kenyamanan bagi
pasien itu sendiri
12. Posisikan untuk mencegah 12. Aspirasi merupakan
aspirasi terhirupnya benda-benda asing
atau bahan makanan ke dalam
salurang pernafasan
13. lakukan pembersihan 13. Mencegah adanya bakteri yang
mulut untuk tertempel pada mulut maupun
membersihkan mulut dan hidung untuk mencegah
hidung komplikasi yang akan
ditimbulkan
Health Education: Health Education:
14. Informasikan penggunaan 14. Masasse/pijat pada daerah
tehnik non farmakologis punggung dapat bertujuan

36
bersamaan dengan ukuran- untuk mengurangi mual dan
ukuran kontrol muntah muntah
Kolaborasi Kolaborasi
15. Kolaborasikan dengan 15. Obat antiemetik ini dapat
dokter mengenai menghambat reseptor
pemberian obat antiemetik serotonin pada sistem saraf
serebral dan saluran
pencernaan. Sehingga obat
golongan ini dapat digunakan
untuk mengobati mual dan
muntah
Resiko Cidera 1. Kejadian jatuh Manajemen Lingkungan : Manajemen Lingkungan :
Domain : 11 2. Kepuasan klien : Keselamatan Keselamatan
(Keamanan/perlindungan) Keamanan
Kelas : 2 (Cedera fisik) 3. Koordinasi Pergerakan Observasi : Observasi :
Definisi : Beresiko mengalami 4. Kontrol Resiko 1. Identifikasi kebutuhan 1. Untuk memilah
cedera sebagai akibat kondisi keamanan pasien penatalaksanaan apa saja yang
lingkungan yang berinteraksi Tujuan : berdasarkan fungsi fisik dan dapat diterapkan kepada klien
dengan sumber adaptif dan Setelah dilakukan tindakan kognitif serta riwayat
sumber individu keperawatan perilaku dimasa lalu
selama .........x 24 jam 2. Identifikasi hal-hal yang 2. Untuk mencegah pasien
DS: resiko cedera dapat membahayakan di beresiko untuk jatuh. Misalnya
2. Sering kejang-kejang ditangani dengan: lingkungan (misalnya benda pada Epilepsi terjadi kejang
DO: fisik) maka dari itu lingkungan harus
3. Kejang tonik kronik Kriteria Hasil : bebas dari hal-hal yang dapat
4. Kesadaran menurun 1. Jatuh saat berdiri dan membahayakan
5. Gelombang hiperaktif berjalan tidak ada (5) Mandiri : Mandiri :
Skala : 3. Sediakan alat untuk 3. Untuk meminimalisir resiko

37
1. (10-lebih kali) beradaptasi (misalnya kursi jatuh dan keparahan jatuh
2. (7-9 kali) dan pegangan tangan)
3. (4-6 kali) 4. Bantu pasien saat 4. Untuk menuntun pasien agar
4. (1-3 kali) melakukan perpindahan ke tidak jatuh saat melakukan
5. (Tidak ada) lingkungan yang lebih aman perpindahan
Health Education Health Education :
2. Penjelasan tentang aturan 5. Edukasi pasien dan 5. Agar keluarga dapat
dan prosedur keamanan keluarga yang beresiko membantu klien dalam
sangat puas (4) tinggi terhadap bahan meminimalisir tejadinya jatuh
Skala : berbahaya yang ada di pada klien
1. (Tidak puas) lingkungan
2. (Agak puas) Pencegahan Jatuh Pencegahan Jatuh
3. (Cukup puas) Observasi: Observasi:
4. (Sangat Puas)
6. Identifikasi kekurangan 6. Untuk meminimalisir resiko
5. (Sepenuhnya Puas)
baik kognitif atau fisik dari jatuh yang dapat terjadi akbat
3. Kontraksi kekuatan otot
pasien yang mungkin lingkungan
dan kecepatan gerakan
meningkatkan potensi jatuh
sedikit terganggu (4)
pada lingkungan tertentu
Skala :
7. Identifikasi perilaku dan 7. Pasien dalam menjangkau
1. (Sangat terganggu)
factor yang mempengaruhi benda-benda yang dibutuhkan
2. (Banyak terganggu)
risiko jatuh serta dapat meminimalisir
3. (Cukup terganggu)
risiko cedera
4. (Sedikit terganggu)
8. Kaji ulang riwayat jatuh 8. Untuk mengetahuI sampai
5. (Tidak terganggu)
bersama dengan pasien dan dimana usaha perawat dan
keluarga keluarga dalam membantu
4. Mengenali faktor resiko
klien agar tidak jatuh
sering menunjukan (4)
9. Identifikasi karakteristik 9. Untuk mencegah klien sampai
Skala :
dari lingkungan yang cedera

38
1. (Tidak pernah mungkin meningkatkan
menunjukan) potensi jatuh (misalnya
2. (Jarang menunjukan) lantai licin, dan tangga
3. (Kadang-kadang terbuka)
menunjukan) 10. Monitor gaya berjalan 10. Untuk mengetahui atau
4. (Sering menunjukan) (terutama kecepatan), memantau sampai dimana
5. (Secara konsisten keseimbangan dan tingkat keparahan penyakit yang
menunjukan) kelelahan dengan ambulasi menyebabkan tanda dan gejala
terebut
11. Monitor kemampuan untuk 11. Mengontrol tingkat keparahan
berpindah dari tempat tidur penyakit
ke kursi dan sebaliknya
Mandiri
Mandiri
12. Sediakan alat bantu 12. Untuk mempermudah klien
(misalnya tongkat dan beraktivitas dengan
walker) untuk meminimalisis cedera
menyeimbangkan gaya
berjalan
13. Letakkan benda-benda 13. Agar tidak membutuhkan
dalam jangkauan usaha yang besar untuk
mengambilnya sehingga klien
tidak membuang energy untuk
berjalan
14. Gunakan tehnik yang tepat 14. Agar tidak menyebabkan klien
untuk memindahkan pasien terjatuh
dari dan ke kursi roda,
tempat tidur dengan tepat
15. Sediakan kursi dengan

39
ketinggian yang tepat,
dengan sandaran tangan 15. Untuk meningkatkan tingkat
dan pungung yang mudah kenyamanan klien
dipindahkan
16. Sediakan matras tempat
tidur dengan pinggiran
yang lurus untuk 16. Agar benda itu yang dapat
memudahkan pemindahan digunakan klien untuk
17. Pindahkan barang-barang pegangan agar tidak jatuh
yang diletakkan rendah
(misalnya tempat 17. Agar tidak tersenggol klien
menyimpan sepatu dan sehingga menyebabkan klien
meja) yang membahayakan jatuh
18. Hindari meletakkan sesuatu
secara tidak teratur
dipermukaan lantai 18. Agar tidak ada yang
19. Sediakan pencahayaan menimbulkan penyebab
yang cukup dalam rangka sampai klien bisa jatuh
meningkatkan pandangan 19. Pencahayaan merupakan salah
satu faktor penting untuk
mencegah resiko cedera
terutama pada klien dengan
pandangan kabur maka
20. Sediakan lampu malam diperlukan pencahayaan yang
hari di sisi tempat tidur lebih terang
21. Sediakan pegangan pada 20. Untuk mempermudah klien
tangga dan pegangan mengambir sesuatu
tangan yang dapat dilihat 21. Untuk mempermudah klien

40
pasien berjalan dan dapat mengurangi
22. Sediakan permukaan lantai resiko jatuh
yang tidak licin dan anti
selip 22. Untuk mencegah klien terjatuh
23. Sediakan area akibat kondisi lantai yang
penyimpanan dengan terlalu licin
jangkauan yang mudah 23. Untuk memudahkan klien
mengambil sesuatu sehingga
24. Lakukan program latihan tidak perlu berjalan terlalu
fisik secara rutin yang jauh
meliputi berjalan. 24. Untuk merilekskan otot- otot
Health Education: ekremitas bawah agar tidak
kaku dan dapat berjalan
25. Ajarkan pasien untuk Health Education:
beradaptasi terhadap
modifikasi gaya berjalan 25. Untuk menstimulus agar klien
yang (telah) disarankan dapat berjalan dengan baik
(terutama kecepatan)
26. Ajarkan pasien bagaimana
jika jatuh, untuk
meminimalkan cidera 26. Agar tingkat keparahan dapat
27. Ajarkan anggota keluarga diminimalisir
mengenai factor risiko
yang berkontribusi 27. Agar klien dan keluarga dapat
terhadap adanya kejadian secara mandiri berkontribusi
jatuh dan bagaimana untuk mencegah resiko cedera
keluarga bisa menurunkan
risiko ini
28. Instruksikan keluarga akan

41
pentingnya pegangan
tangan untuk tangga, kamar 28. Agar keluarga tau dan selalu
mandi, dan jalur untuk mengingatkan klien akan hal
berjalan tersebut
Kolaborasi:

29. Berkolaborasi dengan tim Kolaborasi:


kesehatan lain untuk
meminimalkan efek 29. Untuk memberikan tindakan
samping dari pengobatan lebih lanjut untuk mengatasi
yang berkontribusi pada jatuh.
kejadian jatuh.

Defisiensi Pengetahuan 1. Knowledge: disease Teaching : disease process Teaching : disease process
Domain : 5 (Persepsi/kognisi) process Observasi : Observasi :
Kelas : 4 (Kognisi) 2. Knowledge :health 1. Identifikasi kemungkinan 1. Untuk mengetahui sejauh mana
Definisi: Ketiadaan atau behavior penyebab dengan cara tingkat pengetahuan klien dan
defisiensi informasi kognitis yang yang tepat kelurga tentang penyakit.
berkaitan dengan topic tertentu Tujuan: Mandiri : Mandiri :
Setelah dilakukan tindakan 2. Berikan penilaian tentang 2. Agar pasien atau keluarga
DS: - keperawatan selama ... x 24 tingkat pengetahuan mengetahui perjalanan yang
DO: jam defisiensi pengetahuan pasien tentang proses dialami pasien
1. Klien sering bertanya tentang berkurang / teratasi dengan penyakit yang spesifik
penyakitnya 3. Gambarkan tanda dan 3. Keluarga dapat mencegah agar
Kriteria hasil : gejala yang biasa muncul tidak terjadi lagi tanda dan
1. Pasien dengan keluarga pada penyakit, dengan gejala yang akan muncul pada
menyatakan pemahaman cara yang tepat pasien
4. Gambarkan process

42
tentang penyakit, kondisi, penyakit, dengan cara 4. Agar keluarga dapat
prognosis, an program yang tepat mengetahui proses penyakit
pengobatan (4) dan cara penanggualangan dari
2. Pasien dan keluarga penyakit tersebut.
mampu melaksanakan 5. Sediakan informasi pada 5. Agar pasien mengetahui
prosedur yang dijelaskan pasien tentang kondisi penyebab penyakit dan cara
secara benar (4) dengan cara yang tepat mencegah agar tidak terjadi
3. Pasien dan keluarga lagi pnyakit tersebut
mampu menjelasskan 6. Sediakan bagi keluarga 6. Untuk memberikan informasi
kembali apa yang atau SO informasi tentang pada pasien mengenai kondisi
dijelaskan perawat atau tim kemajuan pasien dengan penyakit pasien
kesehatan lainnya (4) cara yang tepat
7. Diskusikan perubahan
Catatan : gaya hidup yang mungkin 7. Untuk tidak memberikan
1. (Tidak ada pengetahuan) diperukan untuk harapan atau jaminan yang
2. (Pengetahuan terbatas) mencegah kompliasi kosong pada pasien mengenai
3. (Pengetahuan sedang) dimasa yang akan datang kesembuhan penyakit pasien
4. (Pengetahuan banyak) dan atau proses
5. (Pengetahuan sangat pengontrolan penyakit
banyak) 8. Diskusikan pilihan terapi 8. Untuk memberikan informasi
atau penanganan mengenai kemajuan
kesembuan pasien
9. Dukung pasien untuk 9. Untuk mencegah komplikasi
mengeksplorasi atau yang akan terjadi pada pasien
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
10. Rujuk pasien pada grup 10. Agar klien atau keluarga dapat

43
atau agensi dikomunitas mengambil keputusan dalam
local dengan cara yang hal penanganan atau terapi
tepat 11. Untuk memberikan pilihan
11. Instruksikan pasien mengenai terapi sesuai dengan
mengenai tanda dan gejala pilihan pasien
untuk melaporkan pada
pendii perawatan
kesehatan dengan cara
yang tepat Health Education :
Health Education : 12. Untuk memberikan informasi
12. Jelaskan patofisiologi dari mengenai penyakit dengan cara
penyakit dan bagaimnana merujuk pasien pada komunitas
hal ini berhubungan local
dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara
yang tepat

44
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epilepsy merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)
dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang
bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak,
bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsy terjadi apabila proses eksitasi
didalam otak lebih dominan dari prosess inihibisi.
Pasien dengan epilepsi memiliki tingkat kematian lebih tinggi secara
bermakna dibandingkan dengan populasi umum.5 Walaupun penyakit ini telah
dikenal lama dalam masyarakat, terbukti dengan adanya istilah-istilah bahasa
daerah untuk penyakit ini seperti sawan, ayan, dan lain sebagainya, tapi
pengertian akan penyakit ini masih kurang bahkan salah, sehingga penyandang
epilepsi digolongkan dalam penyakit gila, kutukan, dan turunan sehingga tidak
diobati atau bahkan disembunyikan. Akibatnya banyak penyandang epilepsi yang
tidak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga
menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan baik bagi
penyandang maupun keluarganya.

B. Saran
Dalam makalah ini penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan.
Kritik dan saran sangat diharapkan penulis untuk penyempurnaan makalah ini
yang bersifat membangun.
Disarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab
epilepsy karena epilepsy dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.

DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda Internasional diagnosis
keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta:
EGC.

45
Huda Nurarif, Amin. Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & NANDA NIC NOC edisi revisi jilid 1. Mediaction
Publishing Jogja. Jogjakarta
Huda Nurarif, Amin. Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & NANDA NIC NOC edisi revisi jilid 2. Mediaction
Publishing Jogja. Jogjakarta
Herdman, T.H. Diagnosa keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2017 edisi
10. EGC. Jakarta
Ilyas s. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit FKUI, 2008.212
Ilyas s. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyait Mata. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2005. 97-101.
Ilyas s. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyait Mata. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2005. 97-101.
Marilynn, dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.Jakarta : EGC
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC. Jogja: Media
Action Publishing.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
MediaAction : Yogjakarta
Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2014). Buku saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hasibuan, M. H., Mahama, C. N., & Tumewah, R. (Juli-Desember 2016).
Profil penyandang epilepsi di Poliklinik Saraf RSUP Prof. Dr. R.D.
Volume 4, Nomor 2. Jurnal e-Clinic (eCl), 1-5.

46

Anda mungkin juga menyukai