Anda di halaman 1dari 13

A.

KASUS / MASALAH UTAMA : RESIKO PERILAKU KEKERASAN


1. Pengertian Risiko Perilaku Kekerasan
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri, orang lain atau
lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal (Sutejo, 2017).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain dan lingkungan yang timbul sebagai kecemasan dan ancaman (Hadiyanto,
2016).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis bisa di lakukan secara verbal,
di arahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Amatiria, 2012).

2. Tanda dan Gejala


• Mayor
Subjektif:
Mengancam
Mengumpat
Suara keras
Bicara ketus

Objektif:
Menyerang orang lain
Melukai diri sendiri atau orang lain
Merusak lingkungan
Perilaku agresif atau amuk

Minor
Subjektif: -
Objektif:
Mata melotot atau pandangan tajam
Tangan mengepal
Rahang mengatup
Wajah memerah
Postur tubuh kaku

3. Rentang Risiko Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan merupakan respon kemarahan. Respon kemarahan dapat
berfluktuasi dalam rentang adaptif sampai mal adaptif. Rentang respon marah
menurut stuart dan sundeen, dimana agresif dan amuk (perilaku kekerasan) berada
pada rentang respon mal adaptif (Stuart, 2016)
1) Asertif
Perilaku asertif adalah menyampaika sesuatu perasaan diri dengan pasti dan
merupakan komunikasi untuk menghormati orang lain. Individu yang asertif
berbicara dengan jujur dan jelas. Mereka dapat melihan normal dari individu
yang lainnya dengan tepat sesuai situasi. Pada saat berbicara kontak mata
langsung tapi tidak mengganggu, intonasi suara dalam berbicara tidak
mengancam.
2) Pasif
Individu yang pasif sering mengenyampingkan haknya dari persepsinya terhadap
hak orang lain. Ketika seseorang yang pasif marah dia akan berusaha menutupi
kemarahannya sehingga meningkatkan tekanan pada dirinya.
3) Frustasi
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang kurang
realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan.
4) Agresif
Individu yang agresif tidak menghargai hak orang lain. Individu merasa harus
bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Seseorang yang agresif di
dalam hidupnya selalu mengarah pada kekerasan fisik dan verbal
5) Amuk
Amuk atau perilaku adalah pearasaan marah dan bermusuhan yang kuat yang
disertai kehilangan kontrol diri sehingga individu dapat merusak diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.
B. PROSES TERJADINYA PENYAKIT
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2016), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan
oleh adanya faktor predisposisi (faktor yang (melatarbelakangi) munculnya
masalah dan faktor presipitasi (faktor yang memicu adanya masalah). Di dalam
faktor presidisposisi, terdapat beberapa factor:

1) Faktor Biologis
Pengaruh faktor biologis meliputi adanya faktor herediter anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, riwayat penyakit, dan trauma kepala, Banyak
bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidak
seimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan (Eko Prabowo, 2014).
2) Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami risiko perilaku kekerasan, terdapat asumsi
bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang mengalami hambatan
akan timbul dorongan asertif yang dapat memicu pasien untuk melakukan
perilaku kekerasan (Sutejo, 2017).
3) Faktor sosialbudaya
Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima. (Farida,2012)

4) Faktor Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,


sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstiumulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014).

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi berhubungan dengan pengaruh stresor yang


mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stressor dapat disebabkan
dari luar maupun dari dalam. Stressor yang berasal dari luar dapat berupa
serangan fisik, kehilangan, kematian. Stressor yang berasal dari dalam dapat
berupa, kehilangan keluarga atau sahabat dalam, dan lain-lain. Selain itu
lingkungan yang kurang kondusif, seperti penuh penghinaan, tindak kekerasan,
dapat memicu timbulnya perilaku kekerasan (Sutejo, 2017).
3. Penilaian Terhadap Stresor
1) Kognitif
Respons kognitif merupakan bagian kritis dari model ini. Faktor kognitif
memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor kognitif mecatat kejadian yang
menekan, memilih pola koping yang digunakan, serta emosional, fisiologis,
perilaku, dan reaksi sosial seseorang (Yusuf, 2015)
2) Afektif
Respon afektif adalah membangun perasaan. Dalam penilaian terhadap stresor
respons afektif utama adalah reaksi tidak spesifik atau umunya merupakan reaksi
kecemasan, yang hal ini diekpresikan dalam bentuk emosi. Respons afektif
meliputi sedih, takut, marah, menerima,tidak percaya,antisipasi, atau kaget.
Emosi juga menggambarkan tipe, durasi dan karakter yang berubah sebagai hasil
dari suatu kejadian (Yusuf, 2015)
3) Fisiologi
Respons fisiologi melawan atau menghindar (the fight-or-fligh) menstimulasi
divisi simpatik dari system saraf autonomi dan meningkatkan aktvitas kelenjar
adrenal. Sebagai tambahan, stress dapat memengaruhi system imun dan
mengaruhi kemampuan seseorang untuk melawan penyakit (Yusuf, 2015).

4) Perilaku
Respons perilaku hasil dari respons emosional dan fisiologis (Yusuf, 2015)
5) Sosial
Menurut Yusuf (2011), pengkajian resiko perilaku kekerasan pada faktor social:
meliputi :
a) Menarik diri
b) Pengasingan
c) Penolakan
d) Kekerasan

4. Mekanisme Koping
1) Konstruktif
Mekanisme konstruktif terjadi ketika kecemasan diperlakukan sebagai sinyal
peringatan dan individu menerima sebagai tantangan untuk menyelesaikan
masalah, menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada individu (Yusuf, 2015).
2) Destruksif
Mekanisme koping destruksif menghindari kecemasan tanpa menyelesaikan
konflik. Pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan , apabila perasaan marah
diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan
karena ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan
dan dapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk (Yusuf, 2015).

5. Sumber Koping
Menurut Widi Astuti (2017), mengungkapkan bahwa sumber koping dibagi
menjadi 4, yaitu:
1) Kemampuan personal
Meliputi kemampuan untuk mencari informasi terkait masalah, kemampuan
mengidentifikasi masalah, pertimbangan alternative, kemampuan untuk untuk
mengungkapkan masalah, tidak semangat menyelesaikan masalah, kemampuan
mempertahankan hubungan interpersonal, dan identitas ego tidak adekuat.
2) Dukungan sosial
Meliputi dukungan dari keluarga dan masyarakat, keterlibatan atau perkumpulan
dimasyarakat dan pertentangan nilai budaya.
3) Aset Materi
Meliputi penghasilan yang layak, tidak mempunyai tabungan untuk
mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan.
4) Keyakinan positif
Adanya motivasi dan penilaian terhadap pelayanan kesehatan.

C. Pohon Masalah

Risiko mencederai sendiri dan orang lain

Perilaku Kekerasan

Halusinasi
D. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
Risiko perilaku kekerasan adalah beresiko memebahayakan secara fisik,
emosi adn atau seksual pada diri sendiri ataupun orang lain (PPNI, 2016). Perilaku
kekerasan adalah kemarahan yang diekspreikan secara berlebihan dan tidak
terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan atau lingkungan
(PPNI, 2016).
Data Subjektif:
• Mengancam
• Mengumpat
• Suara keras
• Bicara ketus
Data Objektif:
• Menyerang orang lain
• Melukai diri sendiri atau orang lain
• Merusak lingkungan
• Perilaku agresif atau mengamuk
• Tangan mengepal
• Rahang mengatup
• Mata melotot atau pandangan tajam

E. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku kekerasan

F. Rencana Tindakan Keperawatan


Adapun rencana tindakan strategi pelaksanaan individu dan keluarga risiko
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
a. Tujuan umum:
Risiko Perilaku a. Bina hubungan Memfasilitasi
pasien dapat
Kekerasan saling percaya keterbukaan dalam
mengontrol
denngan mengungkapkan
perilaku kekerasan.
mengungkapkan dan penyelesaian
prinsip therapeutic: masalah
a) Tujuan khusus:
• Sapa klien dengan
Pasien mampu ramah dan baik
secara verbal dan
mengenal perilaku
nonverbal
kekerasan yang
• Perkenalkan diri
dialami dan dengan sopan
mengontrol dengan • Tanyaan nama
lengkap klien dan
cara fisik.
nama panggilan yang
disukai klien
• Jelaskan tujuan
pertemanan
• Buat kontrak
interaksi yang jelas
• Jujur dan menepati
janji
• Tunjukkan sikap
empati dan menerima
klien apa adanya
• Beri perhatian pada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
Tujuan khusus: 1. Anjurkan pasien 1. Memfasilitasi
mengungkapkan pasieen untuk
Klien dapat
yang dialami saat mengungkapkan
mengidentifikasi
marah apa yang
penyebab perilaku
dialami saat
kekerasan.
marah

Kriteria Hasil:
2. Perilaku
Klien dapat 2. Kaji pengetahuan kekerasa dapat
menyebutkn klien tentaang teridentifikasi
minimal satu perilaku kekerasan lebih awal
penyeab perilaku dan tanda –
kekerasan, pasien tandanya.
dapat
mengungkapkan
3. Dapat
penyebab marah, 3. Diskusikan dengan
melakukan
baik dari diri pasien penyebab
penatalaksanaan
sendiri, orang lain perilaku kekerasan
sesuai penyebab
dan lingkungan`

Tujuan khusus: 1. Anjurkan pasien 1. Ungkapkan


mengungkapkan perasaan
Pasien dapat
perasaan saat marah pasien
mengidentifikasi
atau jengkel diperlakukan
tanda dan gejala
agar pasien
perilaku kekerasan. 2. Observasi tanda
lebih dapat
perilaku kekerasan
terbuka
pada pasien
Kriteria hasil: 2. Untuk
3. Simpulkan bersama
mengetahui
• Pasien dapat pasien tanda
mengungkapkan jengkel/kesal yang tanda perilaku
perasaan saat dialami pasien kekerasan
marah atau pada pasien
jengkel.
3. Untuk
• Pasien dapat mengetahui
menyimpulkan tanda – tanda
tanda – tanda jengkel/kesel
marah atau yang dialami
jengkel yang pasien.
dialaami
Tujuan Khusus: 1. Anjurkkan pasien 1. Untuk
untuk mengetahui
Pasien dapat
mengungkapan perilaku
mengudentifikasi
perilaku kekerasan kekerasan yang
perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan biasa dilakukan
yang bias
pasien
dilakukan.

2. Bantu pasien 2. Pasien dapat


Kriteria hasil: melakukan
bermain peran sesuai
Pasien dapat dengan pperilaku peran – peran
mengungkapkan yang biasa dilakukan sesuai dengan
perasaan kekerasan perilaku
yang bias kekerasab yang
dilakukan, bermain bias dilakukan
peran dengan
perilaku kekerasan 3. Bicarakan dengan 3. Untuk
dan data dilakukan pasien, apakah
vata yang memecahkan
dengan cara yang masalah yang
menyelesaikan pasien lakukan
masalah atau tidak. dialami pasien
masalahya selesai

G. DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Damaiyanti dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan Kedua.


Bandung: PT. Refika Adimata.

Muhith, A. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta:


Andi.
2. Rencana Tindakan Keperawatan Pada Pasien Risiko Perilaku Kekerasan
Rencana keperawatan pada risiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
susunan perencanaan tindakan keperawatan untuk mengatasi dengan risiko perilaku
kekerasan. Tindakan keperawatan diantaranya adalah strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan, Tindakan tindakan ini dapat ditujukan pada tindakan keperawatan untuk
individu dan keluarga (Sutejo, 2017).

Adapun rencana tindakan strategi pelaksanaan individu dan keluarga risiko


perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
b. Tujuan umum: pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
1) Strategi pelaksana tindakan keperawatan untuk individu pada risiko perilaku kekerasan:
a) Tujuan khusus: Pasien mampu mengenal perilaku kekerasan yang dialami dan
mengontrol dengan cara fisik.
(1) Bina hubungan saling percaya
(2) Identifikasi penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan, dan akibat
perilaku kekerasan.
(3) Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam dan pukul
bantal.
(4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
b) Tujuan khusus: pasien mampu menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan
untuk mengontrol perilaku kekerasan
(1) Evaluasi kegiatan latihan fisik. Beri pujian
(2) Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan obat (jelaskan 6 benar
: jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat).
(3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat.
c) Tujuan khusus : pasien mampu mengontrol dengan cara verbal/sosial.
(1) Evaluasi kegiatan latihan fisik dan minum obat. Beri pujian.
(2) Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal (3 cara, yaitu : mengungkapkan,
meminta, dan menolak dengan benar).
(3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, dan verbal.
d) Tujuan khusus : pasien mampu mengontrol dengan cara spiritual .
1) Evaluasi kegiatan latihan fisik, minum obat, dan verbal. Beri pujian.
2) Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual.
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal, dan spiritual.

2) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk keluarga pada dengan risiko perilaku
kekerasan:
a) Tujuan khusus : pasien mendapat dukungan untuk mengontrol perilaku kekerasan :
keluarga mampu mengenal masalah RPK dan melatih cara fisik.
(1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat
(2) Jelaskan pengertian, tanda gejala, dan proses terjadinya perilaku kekerasan
(3) Jelaskan cara merawat perilaku kekerasan
(4) Latih satu cara merawat perilaku kekerasan : latihan fisik
(5)Anjurkan membantu sesuai jadwal dan member pujian.
b) Tujuan khusus : pasien mendaptkan dukungan untuk mengontrol perilaku kekerasan :
keluarga mampu membimbing minum obat
(1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih dengan latihan fisik.
Beri pujian
(2) Jelaskan 6 benar cara minum obat
(3) Latih cara memberikan/membimbing minum obat
(4) Anjurkan untuk membantu sesuai jadwal dan member pujian.
c) Tujuan khusus : Mendapatkan dukungan untuk mengontrol perilaku kekerasan: keluarga
mampu membimbing minum obat
(1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih dengan latihan fisik dan
memberikan obat. Beri pujian.
(2) Latih carabimbing verbal/bicara.
(3) Latih cara membimbing kegiatan spiritual.
(4) Anjurkan membantu sesuai jadwal dan memberikan pujian.
d) Tujuan khusus :keluarga mampu melakukan follow up ke pusat kesehatan masyarakat
(PMK), mengenali tanda kambuh, melakukan rujukan.
(1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih dengan latihan fisik, memberikan
obat, verbal dan spiritual dan follow up. Beri pujian
(2) Jelaskan follow up ke Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM), tanda kambuh, rujukan.
(3) Anjurkan membantu sesuai jadwal dan memberikan pujian. Diatas adalah strategi
pelaksanaan untuk masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan, dan rencana tindakan
keperawat.

Anda mungkin juga menyukai