Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN PADA FRAKTUR FEMUR

DISUSUN OLEH:
NAMA : AHMAD SAFI’I
NIM : 2020207209033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER

FALKUTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

PRINGSEWU LAMPUNG

2021
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur atau patahan tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan karena rudapaksa
(Lukman dan Ningsi, Nurna, 2013).
Fraktur adalah terputusnya hubungan suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari,2013). Fraktur femur adalah
terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),Patah pada daerah ini
dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita
jatuh dalam syok (Muttaqin.2015).

B. Penyebab
Umumnya fraktur disebabkan oeh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat
tekanan yang berlebihan pada tulang. Penyebab dari fracture adalah
1. Trauma langsung, terjadi pada tempat trauma (pukulan langsung, gaya
meremuk)
2. Trauma tak langsung, tidak langsung, terjadi tidak pada tempat trauma
(gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim)
3. Trauma patologis, terjadi pada tulang yang mengalami kelainan (kista,
neoplasma, osteoporosis). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari
pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor (Muttaqin. 2014).

C. Klasifikasi
Menurut Brunner & Suddarth, 2013, terdapat beberapa tipe fraktur yaitu:
1. Fraktur tertutup atau fraktur sederhana tidak menyebakan robekan di kulit.
2. Fraktur terbuka,atau fraktur campuran atau fraktur kompleks merupakan
patah dengan luka pada kulit atau membran mukosa meluas ke tulang yang
fraktur.Fraktur terbuka diberi peringkat sebagai berikut,
a. Derajat I dengan luka bersih sepanjang kurang dari 1cm
b. Derajat II dengan luka lebih luas dengan tanpa kerusakan jaringan lunak
yang luas.
c. Derajat III dengan luka sangat terkontaminasi dan menyebabkan
kerusakan jaringan lunak yang luas(tipe paling berat).

D. Manifestasi
Gejala umum menurut Lukman dan Ningsih, Nurna (2015) :
1. Pembengkakan : Edema muncul secara cepat dari lokasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
2. Deformitas : Daya tarik kekuatan otot yang menyebabkan fragmen tulang
berpindah.
3. Nyeri : Disebabkan karena spasme otot berpindah tulang dari tempatnya
dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
4. Krepitasi : bunyi gemeretak yang di sebabkan akibat gesekan ujung-ujung
tulang yang patah
5. Tendernes / keempukan
6. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di
kamar mandi pada orang tua)
7. Kehilangan sensasi : mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf /
perdarahan.
E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada fraktu menurut Lukman, Ningsih dan Nurna
(2014 ) yaitu:
1. Pemeriksaan rontgen, menentukan lokasi, luasnya fraktur dan jenis fraktur
2. CT Scan tulang, mengidentifikasi lokasi dan panjang tulang di daerah
yang sulit di evaluasi
3. Hitung darah lengkap, hematocrit dan leukosit mungkin meningkat atau
menurun
4. Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada stroke yaitu:
1. Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat di tandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun dan cyanosis pada bagian distal.
b. Sindrom kompartemen
Terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembulu darah dalam jaringan
parut, yang disebabkan karena edema dan perdarahan yang menekan
otot saraf dan pembulu darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips
dan pembebatan yang terlalu kuat
c. Fat embolism syndrome
Sel lemak yang di hasilkan masuk ke aliran darah dan menyebabkan
kadar oksigen dalam darah menjadi rendah, hal tersebut ditandai
dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan
demam.
d. Infeksi
Dikarenakan oleh system pertahanan tubuh yang rusak pada trauma
orthopedic, infeksi dimulai pada kulit dan masuk kedalam. Biasa
terjadi pada open fracture atau penggunaan dalam pembedahan seperti
orif, oref.
e. Syok
Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.

2. Komplikasi lanjut
a. Malunion adalah tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak seharusnya, membentuk sudut atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat setelah waktu 3 bulan untuk
anggota gerak atas, 5 bulan untuk anggota gerak bawah.
c. Non union adalah tulang yang patah dapat menjadi komplikasi yang
membahayakan bagi penderita.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada stroke yaitu:
1. Rekognisi adalah diagnosis dan penilaian fraktur
2. Reduksi adalah mengembalikan atau memperbaiki bagian yang patah
kedalam bentuk semula. Terdapat 2 jenis reduksi yaitu
a. Tertutup : Dilakukan pada fraktur yang sederhana sehingga dapat di
reposisi dari luar kemudian di fiksasi dengan gips atau splin.
b. Terbuka : Pembedahan orif/oref
3. Retention adalah imobilisasi
4. Rehabilitation adalah mengembalikan aktivitas fungsional secara
maksimal

I. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a) Airway :
Peningkatan sekresi pernafasan Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b) Breathing
Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi. Menggunakan otot aksesoris pernafasan Kesulitan bernafas :
diaforesis, sianosis.
c) Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi, sakit kepala,
gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, papiledema, urin output
meurun
d) Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
e) Exposure
Periksa adanya perubahan bentuk, tumor (bengkak / memar / edema /
benjolan), luka sakit atau nyeri.
2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesa
Kaji riwayat kesehatan sedalam mungkin dengan KOMPAK
(Keluhan, Obat, Makan Terakhir, Penyakit Penyerta, Alergi,
Kejadian) atau AMPLE (Alergi, Medication, Past History, Last Meal,
Event)
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
a) Inspeksi dan palpasi seluruh tempurung kepala adanya luka,
memar, fraktur, deformitas tulang dan perdarahan
b) lihat adanya cairan keluar dari telinga dan hidung
2) Struktur Maksilofasial
a) Nilai kembali patensi jalan nafas
b) Re-evaluasi kesimetrisan, reaktifitas dan ukuran kedua pupil
c) Nilai kembali GCS
d) Nilai adanya cidera atau cairan di belakang mata
e) Nilai pergerakan mata sejauh mungkin dari berbagai sisi
f) Liha adanya perdarahan, bengkak, deformitas, memar dan
malocclusion
g) Palpasi adanya krepitasi, nyeri, dan step-offs dari struktur
tulang dan ketidakstabilan tengah wajah
3) Leher dan Tulang Belakang
a) Periksa dan palpasi adanya deformitas. hematom dan udara
du subkutan serta kontusio
b) Periksa leher bagian belakang adanya step-off, bengkak atau
perubahan bentuk
c) Nilai adanya distensi vena leher dan deviasi trakea
d) Nilai adanya suara serak atau perubahan suara
4) Dada
a) Periksa adanya memar, luka terbuka, gerakan dada
paradoksal
b) Amati ekpensi dan kesimetrisan dada
c) Palpasi dinding dan termasuk bahu dan klavikula
d) Auskultasi ulang bidang adad dan bunyi jantung
5) Abdomen/pelvis
a) Periksa apakah ada cidera seperti memar, lecet, atau
tandasabuk pengaman
b) Periksa adanya distensi termasuk pembesaran uterus pada
wanita
c) Auskultasi adanya suara bising usus disetiap kuadran
d) Palpasi pelvis (jika belum dilakukan du survey primer),
adanya krepitasi, nyeri dan ketidakstabilan.
6) Perineum, Rektum dan Vagina
a) Periksa adanya darah atau ekimosis di perineum dan skortum
b) Periksa adanya darah di meatus uretra
c) Periksa rectum untuk menilai adanya darah, posisi prostat,
kekuatan dinding rectum dan spingter. Pemeriksaan secara
selektif perlu dilakukan sebelum memasukan kateter urine.
d) Periksa lubang vaguna adanya darah.
7) Sistem Muskuloskeletal
a) Periksa adanya perubahan bentuk, luka terbuka, bercak merah
dan bengkak.
b) Palpasi adanya krepitasi, nyeri pergerakan tulang ynag
abnormal dan ketidakstabilan.
c) Nilai warna nadi, fungsi motorik, dan sensorik disetiap
ektermitas dan bandingkan keduanya
d) Nilai adanya pemendekan ekstermitas dibandingkan dengan
ekstermitas yang lain
e) Nilai rotasi ekternal dan internal disetiap kali
f) Kenali bila ada penurunan sensasi motorik dan sensorik
g) Monitor tanda dan gejala sindroma kompartemen termasuk
nyeri yang lebih dari biasanya, parestesia, penurunan
sensorik, bengkak didaerah cidera.
h) Periksa dan palpasi adanya memar, hematomr, bentuk yang
tidak biasa, luka terbuka, nyeri diseluruh bagian depan tubuh.
8) Sistem Neurologis
a) Nilai ulang pupil dan tingkat kesadaran
b) Tentukan skor GCS
c) Nilai fungsi sensorik dan motorik ektermitas bawah
d) Observasi adanya tanda lateralisasi

J. Diagnose Keperawatan
Diagnosa keperawatan gawatdaryratan pada fraktur yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
4. Nyeri akut; ulu hati berhubungandengan proses penyakit.

K. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO INTERVENSI  (NIC)
KEPERAWATAN HASIL  (NOC)
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
berhubungan dengan pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan
tachipnea, peningkatan Respiratory status : Ventilation teknik chin lift atau jaw thrust
produksi mukus, Respiratory status : Airway bila perlu.
kekentalan sekresi dan patency 2. Posisikan pasien untuk
bronchospasme. Aspiration Control, memaksimalkan ventilasi
Dengan criteria hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
1. Mendemonstrasikan batuk pemasangan alat jalan nafas
efektif dan suara nafas yang buatan.
bersih, tidak ada sianosis dan 4. Keluarkan sekret dengan batuk
dyspneu (mampu atau suction
mengeluarkan sputum, mampu 5. Auskultasi suara nafas, catata
bernafas dengan mudah, tidak dan suara tambahan
ada pursed lips) 6. Lakukan suction pada mayo
2. Menunjukkan jalan nafas yang 7. Berikan bronkodilator bila perlu
paten. 8. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
9. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
10.Monitor respirasi dan status O2
2 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan NIC :
efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
dengan penyempitan pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan
bronkus Respiratory status : Ventilation teknik chin lift atau jaw thrust
Respiratory status : Airway bila perlu
patency, Vital sign Status dengan 2. Posisikan pasien untuk
kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasikan batuk 3. Lakukan suction pada mayo
efektif dan suara nafas yang 4. Berikan bronkodilator bila perlu
bersih, tidak ada sianosis dan 5. Berikan pelembab udara Kassa
dyspneu (mampu basah NaCl Lembab
mengeluarkan sputum, mampu 6. Atur intake untuk cairan
bernafas dengan mudah, tidak mengoptimalkan keseimbangan.
ada pursed lips). 7. Monitor respirasi dan status O2
2. Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa TerapiOksigen
tercekik, irama nafas, 1. Bersihkan mulut, hidung dan
frekuensi pernafasan dalam secret trakea
rentang normal, tidak ada 2. Pertahankan jalan nafas yang
suara nafas abnormal). paten
3. Tanda Tanda vital dalam 3. Atur peralatanoksigenasi
rentang normal (tekanan 4. Monitor aliran oksigen
darah, nadi, pernafasan) 5. Pertahankan posisi pasien

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catata dan fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 

3 Hambatan mobilitas Setelah diberikan asuhan NIC:


fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji tingkat aktivitas klien
dengan gangguan diharapkan kerusakan mobilitas 2. Ajarkan untuk mengubah
neuromuskular fisik teratasi dengan kroteria posisi minimal 2 jam sekali
hasil: 3. Ajarkan klien ROM pasif
Klien dapat beraktivitas sesuai 4. Bantu klien tingikan tangan
kemampuan, tidak ada dan kepala 30-40º
kontraktur otot, tidak terjadi 5. Kolaborasi dalam pemberian
penyusutan otot, ekstremitas obat relaksasi otot sesuai
dapat digerakkan indikasi
6. Kolaborasi dalam pemberian
matras bulat.
4 Nyeri akut; ulu hati Setelah dilakukan tindakan NIC :
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Pain Management
proses penyakit. jam,pasien mampu : 1. Lakukan pengkajian nyeri
Pain Level (tingkat nyeri), secara komprehensif termasuk
Pain control (control nyeri), lokasi, karakteristik, durasi,
Comfort level (tingkat frekuensi, kualitas dan faktor
kenyamanan). presipitasi.
dengan criteria hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan.
(tahu penyebab nyeri, mampu 3. Gunakan teknik komunikasi
menggunakan tehnik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi untuk pengalaman nyeri pasien.
mengurangi nyeri, mencari 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
bantuan, Skala nyeri 1-2) respon nyeri.
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri
berkurang dengan masa lampau.
menggunakan manajemen 6. Evaluasi bersama pasien dan
nyeri tim kesehatan lain tentang
3. Mampu mengenali nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri
(skala, intensitas, frekuensi masa lampau.
dan tanda nyeri) 7. Bantu pasien dan keluarga
4. Menyatakan rasa nyaman untukmencari dan menemukan
setelah nyeri berkurang dukungan.
5. Tanda vital dalam rentang 8. Kontrol lingkungan yang dapat
normal mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
9. Evaluasi keefektifan control
nyeri.
10. Tingkatkan istirahat.
11. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil.
12. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart, (2013). Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan


Gangguan musculoskeletal dan integumen. Jakarta : EGC.

E.Oerswari, (2013). Kumpulan Kuliah Keperawatan Ilmu Bedah. : Jakarta.

Lukman dan Ningsih, Nurna, (2013). Kumpulan Kuliah Ilmu Medikal Bedah. :
Jakarta : EGC.

Lukman dan Ningsih, Nurna, (2014) . Keperawatan Medikal Bedah fraktur


.Jakarta:EGC.

Muttaqin, (2014), Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi


ke 6, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Ningsih, Nurna, (2015) Asuhan Keperawatan diagnose medis fraktur


berdasarkan
Nanda NIC NOC, Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai