Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN PADA ASMA

DISUSUN OLEH:
NAMA : AHMAD SAFI’I
NIM : 2020207209033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER

FALKUTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

PRINGSEWU LAMPUNG

2021
A. Definisi Asma
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang
oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara
terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya
proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008).

Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik
saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil,
dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi
berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam
atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan
nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan
dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.

B. Penyebab Asma
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma
adalah: (Smeltzer & Bare, 2002)
1. Faktor ekstrinsik (alergik) :
Reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal
seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsic (non-alergik) :
Tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik     

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :
1. Pemicu Asma (Trigger) 
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan.
Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum
berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif
mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan
bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah
terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan
bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap
rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang
berlebihan.
2. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang
sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk  ke
tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui
hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan
kulit.

C. Klasifikasi Asma
Klasifikasi asma dibagi mejadi 3 yaitu:
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap
bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran
nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah
secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan
ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis,
respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea.
Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing
dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan
(Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

D. Manifestasi Asma
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-
batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula
rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala
asma  atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat
dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak
ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan
asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit
yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada
serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang
makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat
reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan
nafas ke kondisi normal

E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang Asma
Pemeriksaan penunjang pada asma yaitu:
1. Pemeriksaan sputum
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada 
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
radiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta
diagfragma yang menurun.
4. Pemeriksaan faal paru
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi
atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan
dan rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan
VES atau terjadinya relatif ST depresi

G. Komplikasi Asma
Komplikasi yang terjadi pada asma yaitu:
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronchitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi
kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
H. Penatalaksanaan Asma
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada
tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk
obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus    


a. Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

I. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway :
Peningkatan sekresi pernafasan Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi. Menggunakan otot aksesoris pernafasan Kesulitan bernafas :
diaforesis, sianosis.
c. Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi, sakit kepala,
gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, papiledema, urin output
meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
e. Exposure
Periksa adanya perubahan bentuk, tumor (bengkak / memar / edema /
benjolan), luka sakit atau nyeri.

2. Pengkajian Sekunder Asma


a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak
ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang
paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul
secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi :
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-
otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
b) Palpasi :
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
c) Perkusi :
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi :
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan
bunyi pernafasan dan Wheezing.
4) Sistem pernafasan
a) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin
keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula
encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau
putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama
kalau terjadi infeksi sekunder.
b) Frekuensipernapasanmeningkat
c) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
d) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
e) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang
daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
f) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan
diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi
terdengar hipersonor.
- Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
- Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan
pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan
dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
5) Sistem kardiovaskuler
a) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
b) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
takhikardi makin hebat disertai dehidrasi. Timbul Pulsus
paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal
tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa
sampai 10 mmHg atau lebih.
c) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun,
gangguan irama jantung.
J. Diagnose Keperawatan
Diagnosa keperawatan gawatdaryratan pada asma yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler – alveolar
4. Nyeri akut; ulu hati berhubungandengan proses penyakit.
5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.

K. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO INTERVENSI  (NIC)
KEPERAWATAN HASIL  (NOC)
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
berhubungan dengan pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan
tachipnea, peningkatan Respiratory status : Ventilation teknik chin lift atau jaw thrust
produksi mukus, Respiratory status : Airway bila perlu.
kekentalan sekresi dan patency 2. Posisikan pasien untuk
bronchospasme. Aspiration Control, memaksimalkan ventilasi
Dengan criteria hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
1. Mendemonstrasikan batuk pemasangan alat jalan nafas
efektif dan suara nafas yang buatan.
bersih, tidak ada sianosis dan 4. Keluarkan sekret dengan batuk
dyspneu (mampu atau suction
mengeluarkan sputum, mampu 5. Auskultasi suara nafas, catata
bernafas dengan mudah, tidak dan suara tambahan
ada pursed lips) 6. Lakukan suction pada mayo
2. Menunjukkan jalan nafas yang 7. Berikan bronkodilator bila perlu
paten. 8. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
9. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
10.Monitor respirasi dan status O2

2 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan NIC :


efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
dengan penyempitan pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan
bronkus Respiratory status : Ventilation teknik chin lift atau jaw thrust
Respiratory status : Airway bila perlu
patency, Vital sign Status dengan 2. Posisikan pasien untuk
kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasikan batuk 3. Lakukan suction pada mayo
efektif dan suara nafas yang 4. Berikan bronkodilator bila perlu
bersih, tidak ada sianosis dan 5. Berikan pelembab udara Kassa
dyspneu (mampu basah NaCl Lembab
mengeluarkan sputum, mampu 6. Atur intake untuk cairan
bernafas dengan mudah, tidak mengoptimalkan keseimbangan.
ada pursed lips). 7. Monitor respirasi dan status O2
2. Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa TerapiOksigen
tercekik, irama nafas, 1. Bersihkan mulut, hidung dan
frekuensi pernafasan dalam secret trakea
rentang normal, tidak ada 2. Pertahankan jalan nafas yang
suara nafas abnormal). paten
3. Tanda Tanda vital dalam 3. Atur peralatanoksigenasi
rentang normal (tekanan 4. Monitor aliran oksigen
darah, nadi, pernafasan) 5. Pertahankan posisi pasien

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catata dan fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 

3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan NIC :


gas berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
dengan perubahan pasien mampu : 1. Buka jalan nafas, gunakan
membran kapiler – Respiratory Status : Gas exchange teknik chin lift atau jaw thrust
alveolar Respiratory Status : ventilation bila perlu
Vital Sign Status 2. Posisikan pasien untuk
dengan criteria hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasikan 3. Identifikasi pasien perlunya
peningkatan ventilasi dan pemasangan alat jalan nafas
oksigenasi yang adekuat buatan
2. Memelihara kebersihan paru 4. Pasang mayo bila perlu
paru dan bebas dari tanda 5. Lakukan fisioterapi dada jika
tanda distress pernafasan perlu
3. Mendemonstrasikan batuk 6. Keluarkan sekret dengan batuk
efektif dan suara nafas yang atau suction
bersih, tidak ada sianosis dan 7. Auskultasi suara nafas, catat
dyspneu (mampu adanya suara tambahan
mengeluarkan sputum, mampu 8. Lakukan suction pada mayo
bernafas dengan mudah, tidak 9. Berikabronkodilator bial perlu
ada pursed lips) 10.Barikan pelembab udara
4. Tanda tanda vital dalam 11.Atur intake untuk cairan
rentang normal mengoptimalkan keseimbangan.
12.Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan

     
4 Nyeri akut; ulu hati Setelah dilakukan tindakan NIC :
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Pain Management
proses penyakit. jam,pasien mampu : 1. Lakukan pengkajian nyeri
Pain Level (tingkat nyeri), secara komprehensif termasuk
Pain control (control nyeri), lokasi, karakteristik, durasi,
Comfort level (tingkat frekuensi, kualitas dan faktor
kenyamanan). presipitasi.
dengan criteria hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan.
(tahu penyebab nyeri, mampu 3. Gunakan teknik komunikasi
menggunakan tehnik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi untuk pengalaman nyeri pasien.
mengurangi nyeri, mencari 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
bantuan, Skala nyeri 1-2) respon nyeri.
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri
berkurang dengan masa lampau.
menggunakan manajemen 6. Evaluasi bersama pasien dan
nyeri tim kesehatan lain tentang
3. Mampu mengenali nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri
(skala, intensitas, frekuensi masa lampau.
dan tanda nyeri) 7. Bantu pasien dan keluarga
4. Menyatakan rasa nyaman untukmencari dan menemukan
setelah nyeri berkurang dukungan.
5. Tanda vital dalam rentang 8. Kontrol lingkungan yang dapat
normal mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
9. Evaluasi keefektifan control
nyeri.
10. Tingkatkan istirahat.
11. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil.
12. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri.

5 Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC :


dengan kesulitan keperawatan selama 3 x 24 jam, Anxiety Reduction (penurunan
bernafas dan rasa takut pasien mampu : kecemasan).
sufokasi. Anxiety control 1. Gunakan pendekatan yang
Coping menenangkan.
Impulse control 2. Nyatakan dengan jelas harapan
dengan criteria hasil : terhadap pelaku pasien.
1. Klien mampu 3. Jelaskan semua prosedur dan
mengidentifikasi dan apa yang dirasakan selama
mengungkapkan gejalacemas prosedur.
2. Mengidentifikasi, 4. Pahami prespektif pasien
mengungkapkan dan terhadap situasi stres.
menunjukkan tehnik untuk 5. Temani pasien untuk
mengontol cemas memberikan keamanan dan
3. Vital sign dalam batas normal mengurangi takut.
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, 6. Dorong pasien untuk
bahasa tubuh dan tingkat mengungkapkan perasaan,
aktivitas menunjukkan ketakutan, persepsi
berkurangnya kecemasan 7. Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi.
8. Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Brunner & Suddarth ,(2002). Keperawatan Medikal Bedah . Ed 8. Jakarta : EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta:
EGC

Smeltzer, Suzanne, (2001). Medikal Surgical Nursing 9. Philadelphia, Newyork.

Anda mungkin juga menyukai