Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS NEONATORUM

ASKEP SEPSIS NEONATORUM 

1. Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat
minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam
600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap
infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang dikarekteristikkan
oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah
septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000)
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak
dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu orga
saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat
sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan
dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau
jamur (candida) meskipun jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, 2009). Sepsis dapat
dibagi menjadi dua yaitu,

1. Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada


saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi. 
2. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat
dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak
langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi,
sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008)

2. Epidemiologi
Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30%
kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir
yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
2.3 Etiologi
Bakteria seperti Escherichia
coli, Listeria monocytogenes, Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophil
us influenzae tipe B,Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling
sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B
merupakan penyebab sepsis paling sering pada neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu
selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus atau plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and  Prevention (CDC) Amerika, paling tidak
terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil,
yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani
perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum
berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus
jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang
dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan
kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat
seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang
bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia
tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber
infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah
demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami
demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari
mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam
darah.Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari
semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.
4. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan
endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan
ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan
metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade
menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan
perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated
intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat
infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi
konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria
monocytogenesis.  Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu
selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus group B atau infeksi kuman gram
negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan
( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari
tiga kelompok, yaitu : 
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang
berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya
padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari
pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang
dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan. 

2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah
dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama
terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi
imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi. 
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali
lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama.
Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan
tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin
terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat
ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering
akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi
oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah
janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta
antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.
Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang
ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi
amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh
bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan
terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara
tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de
entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa
kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida
albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal
melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik,
botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka
umbilikus (AsriningS.,2003)

5. Manifestasi Klinik
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut,
1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan
tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya
dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-
ubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan
atau tungkai yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan
sendi yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang optimal,
nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih dari
85%,Positive Probable Value (PPV) lebih dari 85%, Negative Probable Value  (NPV)
mendekati 100%, dan dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis dari
pertanda diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus,
petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk
menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung
neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T),
mikroErytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang
dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk
deteksi antigen, dan panel skrining sepsis.
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai berikut:
IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF,
TNF, CRP, dan hematological indices pada hari ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF
dan hematological indices pada hari ke-1); dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk
memonitor respons terhadap terapi. Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari
berbagai uji laboratorium.
7. Penatalaksanaan
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v
(dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino
glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan
Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu
pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap,
feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi
lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto
polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas
darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan
darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari
ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP
tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau
Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15
mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian
antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21
hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik,
terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah,
plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BY. A DENGAN KASUS SEPSIS


NEONATORUM DI RUANG PERINATOLOGI RSUD WANGAYA

A.    
Rencana Keperawatan pada Pasien BY. A Dengan Kasus Sepsis Neonatorum
di Ruang Perinatologi RSUD Wangaya tanggal 2 April 2012
Hari/
Diagnosa Rencana Tujuan &
No Tanggal/ Rencana Tindakan Rasional Paraf
Keperawatan Kriteria Hasil
Jam
1 Senin, Gangguan perfusi Tujuan : Setelah Mandiri
 2 April jaringan serebral dilakukan tindakan 1.      Observasi tanda-tanda vital 1.      Untuk mengetahui keadaaan
2012 berhubungan keperawatan selama umum dan tanda-tanda vital
Pkl 08.00 dengan 1x24 jam diharapkan 2.      Pantau frekuensi dan irama pasien, yaitu: Tekanan darah,
berkurangnya perfusi jaringan kembali jantung, perhatikan disritmia suhu, nadi, respirasi.
suplai oksigen ke normal, dengan kriteria 2.      Disritmia jantung dapat terjadi
otak. hasil : 3.      Kaji frekuensi napas, kedalaman sebagai akibat dari hipoksia
dan kualitas 3.      Peningkatan pernapasan terjadi
1.      Sianosis berkurang. 4.      Kaji perubahan warna kulit, sebagai respon terhadap efek-
suhu, kelembaban efek langsung endotoksin pada
2.      TTV Bayi: Kolaborasi pusat pernapasan da dalam otak.
TD : 86/54 mmHg 5.      Kolaborasi dalam pemberian 4.      Mengetahui ststus syok yang
RR : 30-60x/menit. cairan parenteral berlanjut
N : 100-160 x/menit 5.      Mempercepat proses
S  : 34-35 0C penyembuhan

2 Senin, 2 Hipertermi Setelah dilakukan Mandiri


April 2012 berhubungan tindakan keperawatan 1.   Observasi suhu tubuh pasien 1.  Shu tubuh diatas 380 C
Pkl 08.00 dengan efek selama 1x 24 jam menandakan proses penyakit
endotoksin, diharapkan tidak terjadi 2.   Pantau suhu ruangan infeksi akut
perubahan regulasi peningkatan suhu tubuh,
temperature, dengan kriteria hasil : 3.   Beri asupan minum sesuai 2.  Suhu ruangan harus diubah
dehidrasi, 1.      Suhu tubuh pasien kebutuhan dan jadwal. untuk mempertahankan suhu
peningkatan dalam batas normal  mendekati normal.
metabolisme (36,5-37,2 0 C) 4.   Ajarkan anggota keluarga cara
2.      Tidak ada kejang kompres hangat. 3.  Agar kebutuhan cairan
3.      Dehidrasi berkurang terpenuhi
4.  Melibatkan anggota keluarga
untuk tindakan keperawatan.
Kolaborasi 
Kolaborasi 5.  Mengurangi demam dengan
5.   Kolaborasi dalam pemberian aksi sentral pada hipotalamus
antipiretik, yaitu paracetamol
500 mg 3 x 1tablet.
3 Senin, 2 Defisit volume Tujuan : Setelah Mandiri Mandiri
April 2012 cairan dilakukan tindakan 1.      Observasi membrane mukosa 1.      Hipovolemia/cairan ruang
Pkl 08.00 berhubungan keperawatan selama kering, turgor kulit yang kurang ketiga akan memperkuat tanda-
denganpeningkata 1x24 jam diharapkan baik. tanda dehidrasi.
n permeabilitas deficit volume cairan 2.      Observasi keadaan umum dan
kapiler plasma tidak terjadi, dengan tanda-tanda vital pasien tiap 6 2.      Untuk mengetahui keadaaan
kriteria hasil : jam umum dan tanda-tanda vital
        Konjungtiva tidak pasien, yaitu: Tekanan darah,
anemis suhu, nadi, respirasi.
        mukosa bibir lembap 3.      Untuk mengetahui peningkatan
        Keadaan umum bayi
3.      Kaji pengisian kapiler pasien CRT/caffilery reffil time  (<2 
tidak lemah (CRT/caffilery reffil time) detik).

4.      Mengetahui pengukuran ma-


sukan dan haluaran urine se-
4.      Ukur masukan dan  haluaran bagai indikator dehidrasi. Dan
(terutama urine dan berat jenis jika haluaran urine sedikit,
urine). warna urine kuning pekat.

5.      Agar keluarga pasien


mengetahui dan memahami
mengenai pentingnya cairan
untuk mempertahankan
5.      Berikan pengetahuan mengenai keseimbangan volume cairan
pentingnya cairan untuk yang adekuat sehingga dapat
mempertahankan keseimbangan membantu dalam upaya
volume cairan adekuat kepada penyembuhan pasien
keluarga paien. Kolaborasi
6.      Sejumlah besar cairan mungkin
dibutuhkan untuk mengatsi
hipovolemia relative
Kolaborasi (vasodilatasi perifera);
menggantikan kehilangan
6.      Berikan cairan IV, misalnya dengan meningkatkan
kristaloid (D5W, NS) dan koloid permeabilitas kapiler (misalnya
(albumin, plasma beku segar) penumpukan cairan di dalam
sesuai indikasi rongga peritoneal) dan
meningkatkan sumber-sumber
tak kasat mata (misalnya
demam/diaforesis.

7.      Mengevaluasi perubahan di
7.    Kolaborasi dengan laboratorium dalam hidrasi/viskositas darah
dalam pemeriksaan lab darah dan dan elektrolit
elektrolit (HGB, HCT, Natrium) (HGB,HCT,Natrium) yang akan
merefleksikan dehidrasi, nilai
tinggi dapat mengindikasikan
disfungsi/ kegagalan ginjal.

C.    Pelaksanaan
Pelaksanaan Keperawatan pada Pasien BY. A Dengan Kasus Sepsis Neonatorum
di Ruang Perinatologi RSUD Wangaya tanggal 2 April 2012

No Hari/Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan Evaluasi Respon Paraf


1 Selasa 3 April  1, 2 Mengukur tanda-tanda vital TD  : 90/60 mmHg Ϣ
2012 pasien. S     : 370C
(nama perawat)
09.00 N    : 170 x/menit
Mengamati perubahan warna RR  : 68 x/menit
kulit, kelembaban
1 Kulit kemerahan dan kulit kring Ϣ
Mengatur posisi bayi sedikit (nama perawat)
lebih ekstensi dengan
mengganjal bantal dibawah
bahu Bayi dapat tidur nyenyak.
Ϣ
09.15 2 Delegatif dalam pemberian (nama perawat)
obat analgetik, antibiotik dan
antipiretik, paracetamol
500mg/kg BB/hari via oral.
Menganjurkan banyak Paracetamol 500 Ϣ
10.30 2 minum,   pemberian kompres mg/kg BB/hari (nama perawat)
hangat. Dan memberikan oral tanpa ada gejala alergi
penjelasan tentang penyebab
demam.
Memberikan pengetahuan Pasien merasakan tubuhnya panas
2 mengenai pentingnya cairan
Ϣ
untuk mempertahankan (nama perawat)
keseimbangan volume cairan
adekuat.

Pasien mengetahui dan mengerti Ϣ


11.30 3 Mengukur Tanda-Tanda Vital mengenai pentingnya cairan untuk (nama perawat)
        Mengukur suhu mempertahankan keseimbangan volume
        Mengukur nadi cairan adekuat.
        Mengukur respirasi
        Mengukur tekanan darah
        Mengobservasi kulit pasien
S   : 36°C
Ϣ
13.00 1,2 Delegatif dalam pemberian N  : 120x/menit (nama perawat)
obat analgetik, antibiotik dan RR: 30x/menit
antipiretik Paracetamol TD : 86/54 mmHg
500mg/kg BB/hari via oral. Warna kulit masih merah
Memberikan cairan IV,
kristaloid (D5W, NS) dan
koloid (Albumin, Plasma Ϣ
beku segar) sesuai indikasi Paracetamol 500
(nama perawat)
14.00 2 Mengobservasi keadaan mg/kg BB/hari
umum dan TTV pasien oral tanpa ada gejala alergi

Cairan kristaloid (D5W,NS) dan koloid Ϣ


16.00 3 (Albumin, plasma beku segar) sesuai (nama perawat)
indikasi masuk IV tanpa gejala alergi.

TD  : 86/54 mmHg


20.00 2 N    : 120 x/menit
Ϣ
S     : 36 oC (nama perawat)
RR  : 30 x/menit

D.    Evaluasi
Evaluasi Keperawatan pada Pasien BY. A Dengan Kasus Sepsis Neonatorum
di Ruang Perinatologi RSUD Wangaya tanggal 2 April 2012
                                                                                                                                   
No. Hari / Tanggal / Jam Diagnosa Evaluasi Paraf
Dx Keperawatan
1 Selasa, 3 April 2012 1 S  : Ibu pasien mengatakan bibir bayi sudah tidak        Ϣ
Pukul 20.00 wita membiru lagi (nama perawat)
O : Sianosis berkurang, apnea berkurang, reflek hisap
mulai membaik, frekuensi kejang berkurang
A : Masalah dalam gangguan perfusi jaringan
serebralsudah teratasi sepenuhnya
P  : Perawat dan pengobatan dihentikan

2. Selasa 3 April 2012 2 S  : Ibu pasien mengatakaan suhu badan bayinya masih
Pukul 20.00 wita hangat
O : Pemeriksaan Tanda-tanda vital
      TD  : 86/54 mmHg
      N    : 120 x/menit Ϣ
      S     : 36 oC (nama perawat)
      RR  : 30 x/menit
A : Sebagian masalah sudah teratasi
P  : Tindakan keperawatan dilanjutkan : Kolaborasi dalam
pemberian antipiretik, yaitu paracetamol 500 mg 3 x
3. Selasa, 3 April 2012 3 1tablet.
Pukul 20.00 wita S : Ibu pasien mengatakan bayi sudah mau minum
O: Konjungtiva tidak tampak anemis dan mukosa bibir
lembab
A: Masalah dalam gangguan deficit cairan sudah teratasi
sepenuhnya
P : Perawat dan pengobatan dihentikan

Ϣ
(nama perawat)

Anda mungkin juga menyukai